Penggunaan tenaga kerja sangat mempengaruhi produktivitas dalam suatu usahatani. Seluruh tahapan-tahapan pekerjaan pada usahatani membutuhkan
tenega kerja, seperti pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemeliharaan atau penyiangan, panen sampai kepada pasca
panen. Penggunaan tenaga kerja dalam berbagai tahapan dalam usahatani berbeda-beda. Hal ini juga terjadi pada luas lahan yang berbeda pula, yaitu lahan
skala sempit dan lahan skala luas. Hal ini juga yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah- masalah yang akan
diteliti, yaitu:
1. Bagaimana perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga dalam usaha tani kopi arabika ? 2.
Bagaimana tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi arabika di daerah penelitian?
3. Bagaimana perbedaan tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja antara
petani yang berusahatani kopi arabika berskala sempit dengan yang berusahatani berskala luas?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga dalam usaha tani kopi arabika. 2.
Untuk menganalisis tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi arabika di daerah penelitian.
3. Untuk menganalisis perbedaan tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja
antara usahatani kopi arabika skala sempit dengan usahatani kopi arabika skala luas di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi atau masukan bagi petani kopi untuk perbaikan dan
peningkatan dalam memproduksi kopi. 2.
Bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan perkebunan kopi rakyat.
3. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: 1 luas lahan yang dimiliki, 2 jenis benih yang digunakan, 3 jumlah
tenaga kerja yang digunakan, 4 banyaknya pupuk yang digunakan, 5 banyaknya pestisida yang digunakan, 6 keadaan pengairan, 7 tingkat
pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, 8 tingkat kesuburan tanah, 9 iklim atau musim, dan 10 modal yang tersedia Tohir, 1991.
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam usahatani kecil-kecilan usahatani pertanian rakyat dan tenaga kerja dalam perusahaan
pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini penting karena apayang dikenal sebagai tenaga kerja
dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenega kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan skala besar. Dalam
usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dalam uang. Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan Mubyarto, 1991.
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
8
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan
kualitas produk Suratiyah, 2009. Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja
perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :
1. Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan
dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. 2.
Kualitas tenaga kerja Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang
pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai
spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan,
maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat- alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga
kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi
dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4. Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi
pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman.
Soekartawi, 2003. Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan input
produksi yang efisien bagi usahatani karena tingkat produksi yang tinggi akan dicapai tenaga kerja. Efisiensi kerja dipengaruhi oleh luas areal, cara budidaya,
pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Makin luas usahatani, maka pengelolaan kerja dapat diusahakan seoptimal mungkin Daniel, 2002.
Penelitian tentang optimasi penggunaan tenaga kerja dan uji beda penggunaan tenaga kerja dalam dan tenaga kerja luar keluarga pada komoditas usaha tani
lainnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian pada tanaman padi yang dilakukan oleh Jones T. Simatupang 2006. Di dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada penelitian tersebut sudah berlebihan tidak optimum, maka diperlukan pengurangan tenaga
kerja agar memperoleh pendapatan bersih keuntungan yang maksimum bagi
petani padi pada penelitian tersebut. Selain itu, pencurahan tenaga kerja dalam
keluarga secara nyata lebih besar daripada pencurahan tenaga kerja luar keluarga.
2.2. Landasan Teori