melakukan setiap hari sementara orang lain mungkin makan sirih sesekali. Frekuensi menyirih mungkin berkaitan dengan beberapa faktor, seperti: pekerjaan
dan pertimbangan sosial ekonomi Dentika, 2004 dalam Samura, 2009 Para pengunyah sirih memiliki alasan dan sebab mengapa kebiasaan
tersebut dilakukan secara terus menerus. Dilaporkan bahwa mengunyah sirih memiliki beberapa pengaruh yang menjadi daya tarik pada para penggunanya
seperti efek stimulant atau efek euphoria, efek untuk menstimulasi air ludah, obat untuk saluran pernapasan, menghilangkan rasa lapar serta kemungkinan memiliki
efek untuk menguatkan gigi serta gusi dan sebagai penyegar nafas. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat melawan penyakit mulut kemungkinan telah benar-
benar mendarah daging diantara para penggunanya Prayitno, 2003 dalam Samura, 2009.
2.1.2 Bahan yang digunakan untuk Menyirih
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk menyirih adalah daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang
a. Daun sirih
Sirih termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dengan ukuran panjang
antara 8-12 cm, lebar antara 10-15 cm dan tangkai agak panjang. Daun sirih biasanya digunakan sebagai pembungkus untuk menyirih. Dulu, daun sirih
digunakan juga sebagai obat kumur bagi yang sakit gigi, gargarisma bagi orang yang sakit tenggorokan dan bahkan obat cuci mata bagi orang yang sakit mata
Universitas Sumatera Utara
Sundari,1992. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi dan penghilang bau mulut Syukur dan Hernani,
1999 dalam Hermawan, 2007. Menurut Supartinah 1985 dalam Astuti 2007, komponen yang terurai
dari daun sirih adalah eugenol 26,8-42,5, eugenol metir eter 8,2-15,85, kariofilen 6,2-11,9, kavikol 5,1-8,2 dan antifungi karvakol 4,8.
Daun sirih bersifat bakteriostatik terhadap S. mutans, yang merupakan salah satu bakteri penyebab karies dalam mulut. Efek bakteriostatik dari daun sirih
disebabkan oleh komponen yang terurai yaitu kavikol yang memiliki efek lima kali lebih besar dari fenol Astuti, 2007.
Daun sirih mengandung phenolic yang menstimulasi katekolamin, sehingga mempengaruhi fungsi simpatik dan parasimpatik. Daun sirih juga
memiliki manfaat sebagai bahan obat, antara lain sebagai obat batuk, menghilangkan bau badan, keputihan dan sebagainya. Bahkan, rebusan daun sirih
juga sangat bermanfaat untuk obat sariawan, pelancar dahak, pencuci luka dan obat gatal-gatal Sembiring, 2007.
b. Gambir
Gambir merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan dan di tempat- tempat lain yang bertanah agak miring dan cukup mendapatkan sinar matahari.
Gambir yang kita kenal biasanya dalam bentuk ekstrak kering yang diambil dari daun dan ranting. Tanaman ini mengandung zat lemak yaitu catechin yang
bersifat anti-oksidan Andriyani, 2005. Pada masyarakat tradisional di berbagai daerah, gambir merupakan bahan tambahan untuk menyirih. Selain untuk
Universitas Sumatera Utara
menambah rasa, gambir juga memberi manfaat lain, yaitu untuk mencegah berbagai penyakit di daerah kerongkongan.
Gambir juga digunakan untuk mencuci luka bakar dan luka pada penyakit kudis. Selain itu digunakan untuk menghentikan diare, tetapi penggunaan lebih
dari 1 ibu jari bukan sekedar menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama beberapa hari. Gambir dapat mengakibatkan
atrisi dan abrasi pada gigi karena adanya kandungan yang bersifat abrasif yaitu catechin Katno, 2008 dalam Sinuhaji, 2010
c. Kapur sirih
Kapur atau curam kapur mati berwarna putih kilat seperti krim yang dihasilkan dari cengkerang siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu
cengkerang tersebut dicampur dengan air untuk memudahkan pada saat kapur disapukan keatas daun sirih Andriyani, 2005.
Penggunaan kapur sirih dapat menyebabkan penyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periodontal adalah karang gigi akibat stagnasi
saliva penguyah sirih karana adanya kapur. Gabugan kapur dan pinang mengakibatkan respon primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin
mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di bukal mukosa penyirih Chiba, 2001 dalam Sinuhaji, 2010
d. Buah pinang
Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya, yang
Universitas Sumatera Utara
di dunia Barat dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur Andriyani, 2005.
Secara tradisonal, biji pinang Areca catecu sudah digunakan secara luas sejak ratusan tahun lalu. Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih
dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada juga yang mencampurnya dengan tembakau. Sebelum dikonsumsi, pinang diproses terlebih
dahulu dengan dibakar, dijemur, dan dipanaskan. Pinang diduga dapat menghasilkan rasa senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat,
menembah saliva, menambah stamina kerja, menahan rasa lapar. Selain tersebut di atas, pinang juga mempengaruhi sistem saraf pusat dan otonom Gandhi, 2001
dalam Sinuhaji, 2010. Komponen penting dari pinang adalah tannin 11-26 dan alkoloid 0,15-
0,67. Sedangkan komposisi kecilnya adalah arakaidin, guakin guvokalin, dan arekolidin kandungan alkoloid terbesar, yang dapat digunakan sebagai obat
cacing. Namun penggunaan pinang berlebihan justru membahayakan kesehatan. Karena arekolin merupakan senyawa alkoloid aktif yang mempengaruhi syaraf
parasimpatik dengan merangsang reseptor muskarinik dan nikotinik sehingga harus digunakan dalam jumlah kecil. Sebanyak 2 mg arekolin murni sudah dapat
menimbulkan efek stimulan yang kuat, sehingga dosis yang dianjurkan tidak melebihi 5 mg untuk sekali pakai. Penggunaan serbuk biji sebaiknya tidak lebih
dari 4 kg untuk sekali pakai. Jika digunakan pada dosis 8 g, akan segera berakibat fatal karena arekolin bersifat sebagai sitoksik dan sastatik kuat. Secara in vitro
dalam tabung reaksi, penggunaan arekolin dengan konsentrasi 0,042 mM
Universitas Sumatera Utara
milimol mengakibatkan penurunan daya hidup sel serta penurunan kecepatan sintesis DNA dan protein. Arekolin juga menyebabkan terjadinya kegagalan
glutationa, yaitu sejenis enzim yang berfungsi melindungi sel dari efek merugikan Agusta, 2001 dalam Sinuhaji, 2010.
Biji pinang juga mengandung senyawa golongan fenolik dalam jumlah relatif tinggi. Selama proses pengunyahan biji pinang di mulut, oksigen reaktif
radikal bebas akan terbentuk senyawa fenolik itu. Adanya kapur sirih yang menciptakan kondisi pH alkali akan lebih merangsang pembentukan oksigen
reaktif itu. Oksigen reaktif inilah salah satu penyebab terjadinya kerusakan DNA atau genetik sel epiteltial dalam mulut Chiba, 2001 dalam Sinuhaji, 2010.
Kandungan berbahaya lain pada biji pinang adalah senyawa turunan nitroso, yaitu N-nitrosoguvakolina, N-nitrosoguvasina, 3-N-nitrosometilamino
propinaldehidida dan 3-N-nitrosometillamino propianitrile. Keempat turunan nitroso ini merupakan senyawa bersifat sitotosik meracuni sel dan geneositoksik
meracuni gen pada sel ephithial buccal, dan dapat juka menyebabkan terjadinya tumor pada pankreas, paru-paru dan hati. Pada hewan percobaan, senyawa nitroso
biji pinang juga terbukti dapat menyebabkan efek diabetogenik yaitu pemunculan diabetes secara spontan Agusta, 2001 dalam Sinuhaji, 2010.
Daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang merupakan bahan-bahan yang lebih sering digunakan. Selain bahan-bahan tersebut, terkadang ditambahkan
juga cengkeh Eugenia Aromatica atau kayu manis Cinnamomum Seylanicum
Universitas Sumatera Utara
B1 dan tembakau Nicotiana Tabaccum L yang hanya digunakan sebagai sugi atau susur dan tidak dimasukkan dalam ramuan yang dikunyah Andriyani, 2005.
2.1.3 Frekuensi dan Lama Menyirih