B1 dan tembakau Nicotiana Tabaccum L yang hanya digunakan sebagai sugi atau susur dan tidak dimasukkan dalam ramuan yang dikunyah Andriyani, 2005.
2.1.3 Frekuensi dan Lama Menyirih
Menyirih berkaitan dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat tertentu. Kuantitas, frekuensi dan usia saat mulai menyirih bergantung oleh tradisi
setempat. Beberapa pengunyah sirih melakukannya setiap hari, sementara orang lain mungkin menguyah sirih sesekali. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lim
2007 di Kecamatan Pancur Batu dijumpai kebiasaan menyirih sebagian besar dilakukan setiap hari 68,38 dan dilakukan sesekali saja 37,34. Frekuensi
menyirih lima kali dalam sehari adalah sebesar 81,25.
2.1.4 Faktor Pendorong, Tujuan Menyirih dan Kebersihan Rongga Mulut
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring 2007 di Kecamatan Berastagi dijumpai kebiasaan menyirih diperoleh dari orangtua, keluarga maupun teman
sejawat. Sirih digunakan pada acara pertunangan dan pernikahan sebagai lambang kehormatan dan komunikasi. Suku Karo juga menganggap bahwa menyirih
mempuyai dampak positif yang lebih banyak dari pada dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan kapur, gambir dan tembakau
hanyalah berupa stein dan iritasi mukosa mulut. Tujuan mengunyah sirih paling banyak adalah untuk menenangkan
pikiran, mengurangi rasa sakit gigi, agar gigi kuat dan sehat dan sekedar kebiasaan saja. Sebagian besar penguyah sirih menggunakan tembakau untuk
Universitas Sumatera Utara
menggosok gigi setelah menyirih, rongga mulut kemudian dibersihkan dengan cara menggosok gigi dan kumur-kumur dengan air Lim, 2007.
2.1.5 Efek Menyirih Terhadap Kesehatan Rongga Mulut
Kebiasaan menyirih menyebabkan perubahan atau pengaruh pada kesehatan rongga mulut. Perubahan terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa mulut.
a. Efek menyirih terhadap gigi
Efek positif dari kebiasaan menyirih adalah terhambatnya proses pembentukan plak atau karies. Daya antibakteri daun sirih terutama minyak atsiri
disebabkan oleh senyawa fenol dan senyawa chavicol yang memiliki daya bakterisida. Sementara efek negatifnya adalah terbentuknya stein atau perubahan
warna menjadi merah yang terjadi karena oksidasi polifenol dari buah pinang dalam lingkungan alkalis. Selain itu, gigi juga mengalami atrisi dan abrasi yang
kemungkinan besar disebabkan oleh gambir dan kapur Andriyani, 2005. b.
Efek menyirih terhadap gingiva Gingiva juga mengalami perubahan warna atau terbentuknya stein yang
diakibatkan oleh penggunaan yang lama dan tetap. Kebiasaan menyirih akan menimbulkan masalah periodontal. Freud dkk 1964 menyatakan bahwa gigi
menjadi coklat, terjadi penimbunan kapur pada gigi, leher gigi terpisah dari gusi dan gigi dapat tanggal akibat menyirih Samura, 2009. Penyakit periodontal
terjadi karena adanya karang gigi yang terdapat pada bagian subgingiva. Karang gigi terbentuk karena stagnasi saliva dan adanya kapur CaOH
2
di dalam saliva Andriyani, 2005.
Universitas Sumatera Utara
c. Efek menyirih terhadap mukosa mulut
Menyirih menyebabkan terjadinya lesi-lesi di mukosa mulut. Faktor yang mendukung timbulnya kelainan pada mukosa mulut antara lain zat-zat dalam
bahan ramuan sirih, iritasi yang terus-menerus dari bahan ramuan sirih pada selaput lendir rongga mulut serta kemungkinan tingkat kebersihan rongga mulut.
Menyirih juga menyebabkan oral higiene yang buruk akibat lapisan kotor yang didapat dari menyirih Andriyani, 2005. Selain itu, mukosa mulut mengalami
kekeringan, adanya atropi papila di lidah serta lobul pada seluruh maupun sebagian dari dorsum lidah Hasibuan, 2003.
2.2 LANSIA