perusahaan yang tidak melakukannya secara kontinyu dari tahun ke tahun 2005- 2007. Perbandingan perusahaan yang melakukan tindakan manajemen laba lebih
banyak dibanding dengan perusahaan yang tidak melakukan tindakan manajemen laba. Hal ini memperlihatkan bahwa tindakan manipulasi laporan keuangan masih
banyak dilakukan baik oleh perusahaan yang sudah mempunyai brand name maupun yang belum memiliki brand name. Berikut adalah pembahasan mengenai
hasil penelitian.
1. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Berdasarkan hasil penelitian untuk proporsi dewan komisaris independen dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan antara proporsi dewan komisaris independen dengan manajemen laba. Akan tetapi arah hubungan yang bertanda negatif menunjukkan hasil yang
sama dengan penelitian Nasution dan Setiawan 2007 yang menyebutkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap
manajemen laba. Perbedaannya terletak pada signifikansinya. Arief dan Bambang 2007 juga menemukan pengaruh hubungan yang signifikan antara proporsi
dewan komisaris independen dengan manajemen laba, akan tetapi arah hubungannya adalah positif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Veronica dan Siddharta 2005, Nuryaman 2008, Norman, Takiah dan Rahmat 2005 yang
menyebutkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak mempunyai pengaruh hubungan yang signifikan antara proporsi dewan komisaris independen
dengan manajemen laba. Hasil pengaruh hubungan proporsi dewan komisaris
independen dengan manajemen laba yang tidak signifikan ini mengindikasikan bahwa proporsi dewan komisaris independen belum efektif dalam menjalankan
tanggung jawabnya mengawasi kualitas pelaporan keuangan dalam membatasi tindakan manajemen laba dalam perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan proporsi dewan komisaris independen tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba dalam perusahaan.
Pertama, pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk
menegakkan Good Corporate Governance GCG di dalam perusahaan. Artinya, walaupun proporsi jumlah dewan komisaris independen sudah terpenuhi, akan
tetapi dalam praktiknya, masih ada campur tangan pihak lain. Misalnya, dalam menjalankan tugasnya komsaris independen mendapat tekanan dari manajemen
perusahaan agar memihak pada manajemen sehingga sudah tidak ada unsur independensi lagi. Kedua, ketentuan minimum proporsi dewan komisaris
independen sebesar 30 mungkin belum cukup tinggi untuk para komisaris independen tersebut untuk mendominasi kebijakan yang diambil dewan
komisaris.
2. Komite Audit