manajerial dengan manajemen laba karena koefisien variabel kepemilikan manajerial bertanda positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial belum mampu dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilikpemegang saham.
Kepemilikan manajerial tidak terbukti signifikan karena berdasarkan hasil penelitian, jumlah kepemilikan saham oleh manajer cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan kepemilikan institusional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata dari kedua variabel tersebut. Jumlah kepemilikan manajerial yang kecil
itulah yang menyebabkan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gabrielsen et al 2002 dalam Siallagan dan Machfoedz 2006. Gabrielsen menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kepemilikan manajerial dengan manajmen laba. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data pasar modal Denmark.
Berbeda dengan hasil penelitian ini, Arief dan Bambang 2007 menyebutkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Koefisien dari variabel bertanda negatif yang artinya hasil penelitian sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa adanya hubungan yang
berlawanan antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba.
4. Kepemilikan Institusional
Berdasarkan hasil regresi logistik, variabel kepemilikan institusional terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Arah
hubungannya adalah negatif yang artinya berlawanan antara kepemilikan
institusional dengan manajemen laba. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Veronica dan Siddharta 2005, Arief dan Bambang 2007 yang juga menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan manajemen laba yang juga bertanda negatif arah hubungannya.
Kepemilikan institusional tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba hal ini sesuai dengan pendapat Easterbrook 1984 dalam Tarjo
2008 yang menyatakan bahwa pemegang saham akan melakukan pengawasan terhadap manajemen, namun bila biaya pengawasan tersebut tinggi maka
pemegang saham akan menggunakan pihak ketiga debtholders atau bondholders untuk membantu melakukan pengawasan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, pada umumnya pemegang saham mayoritas konsentrasi kepemilikan institusional menyerahkan pengelolaan
investasinya pada divisi khusus dengan menunjuk profesional yang memiliki keahlian di bidang analis dan keuangan, sehingga pemilik institusi tidak dapat
memantau perkembangan investasinya secara langsung. Hal ini mengakibatkan investor tidak dapat mengetahui bagaimana cara kerja dari analis tersebut dan
tidak menutup kemungkinan para manajer untuk mempengaruhi analis tersebut untuk melaporkan hasil yang tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling 1976, Warfield 1995 dalam Arief dan Bambang 2007 yang
menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan manajemen laba. Jimbalvo, dkk 1996 dalam Veronica dan
Siddharta 2005 juga menemukan bahwa kepemilikan institusional dengan manajemen laba mempunyai hubungan yang negatif signifikan.
5. Leverage
Leverage tidak terbukti mempunyai hasil yang signifikan terhadap
manajemen laba. Koefisien leverage bertanda positif yang artinya semakin tinggi leverage
maka semakin tinggi pula nilai discretionary accrual DA sebagai proksi dari manajemen laba.
Leverage perusahaan diartikan sebagai seberapa besar perusahaan didanai
oleh hutang. Hutang yang diperoleh oleh perusahaan berasal dari kreditur yang bersedia memberikan pinjaman kepada perusahaan. Salah satu pertimbangan
pemberian pinjaman oleh kredit adalah dengan laporan keuangan yang baik. Semakin baik laporan keuangan yang dilaporkan maka kemungkinan pemberian
pinjaman akan semakin besar. Perusahaan yang ingin mendapatkan pinjaman dari kreditur untuk
pendanaan perusahaan berusaha menunjukkan laporan keuangan yang baik. Secara logika perusahaan yang ingin memiliki hutang, maka untuk menutup risiko
perusahaan yang besar, akan berusaha menunjukkan prospek kinerja yang bagus. Penelitian ini menyatakan leverage tidak terbukti berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba karena berdasarkan statistik deskriptif yang diperoleh, rata-rata leverage perusahaan masuk dalam katagori cukup. Nilai rata-
ratanya tersebut merupakan setengah dari nilai maksimumnya. Hal inilah yang membuat leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lee 1999, Bao and Bao 2004 dan Wasilah 2005 dalam Tarjo 2008. Temuan
mereka menunjukkan bahwa rasio hutang leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Lestari 2008, Tarjo 2008 mengemukakan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian ini. Dia mengungkapkan bahwa leverage terbukti berpengaruh
terhadap manajemen laba. Temuan studi ini konsisten dengan hipotesis perjanjian hutang debt covenant hypothesis yang menyatakan bahwa manajer termotivasi
melakukan tindakan manajemen laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Penjelasan yang dapat dikemukakan dari temuan studi ini adalah pertama,
ada kesan bahwa tindakan manajemen laba lebih dimotivasi oleh kreditur dibandingkan dengan pihak lainnya. Perusahaan yang membutuhkan tambahan
dana dari hutang lebih termotivasi untuk melakukan tindakan manajemen laba. Kedua, semakin besar hutang maka manajer berusaha keras untuk meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja keuangan perusahaan tidak berhasil sesuai target yang direncanakan, maka bisa mengurangi kepercayaan kreditur
terhadap perusahaan.
6. Ukuran Perusahaan size