Gaya Bahasa Style Unsur Intrinsik .1 Alur Plot

Keraf 1984:112-113 mengatakan walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu: 1 aliran Platonik menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan, menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style, dan 2 aliran Aristoteles menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap ungkapan. Dengan demikian, aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang memiliki gaya dan ada karya yang sama sekali tidak memiliki gaya. Sebaliknya, aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki gaya, tetapi ada karya yang memiliki gaya yang tinggi, rendah, kuat, lemah, baik, dan jelek. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. Selanjutnya Pradopo 1997:13 menambahkan bahwa gaya bahasa merupakan penggunaan secara khas untuk mendapatkan nilai seni. Bahkan lebih dari itu, gaya bahasa harus dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal dengan bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa bisa berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, dan pemakaian bahasa asing. Penyimpangan penggunaan bahasa dalam sastra menurut Riffaterre dalam Jabrohim 2001:102 disebabkan oleh tiga hal, yaitu 1 penggantian arti displacing of meaning, 2 pemencongan atau penyimpangan arti distorting of meaning, dan 3 penciptaan arti creating of meaning. Keraf dalam Nurgiyantoro 2007:296 membedakan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan langsung tidaknya makna. Yang pertama oleh Keraf dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu struktur kalimat dan gaya bahasa, masing-masing dengan macamnya. Sedangkan yang kedua dibedakan ke dalam gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya dan gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan dengan kata-kata yang membentuknya, masing-masing juga dengan macamnya. Jadi gaya berarti cara seseorang pengarang mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalamannya melalui karya sastra yang ditulisnya. Gaya seorang pengarang dapat diamati melalui bahasa karyanya. Gaya dibentuk oleh pilihan kata diksi, ungkapan, dan simbol.

2.2.1.5 Tema

Setelah melalui beberapa tahap penelusuran fakta-fakta dalam mempelajari novel, kadangkala kita merasa bahwa pengalaman yang didapatkan secara keseluruhan akan memperjelas masalah yang kita coba untuk dilacak. Puncak dalam mempelajari novel sebenarnya menemukan kesimpulan dari seluruh analisis dari fakta-fakta dalam cerita yang telah dicerna. Kesimpulan itulah yang disebut orang sebagai “tema”. Dalam novel Astirin Mbalela karya Suparto Brata, tema yang dijelaskan mengenai masalah moral yang datang akibat dari konsep perjodohan di Jawa. Setiap karya sastra tentulah mengandung dan memiliki tema yang berbeda- beda, namun apa isi tema tersebut tak mudah ditunjukkan. Kesulitan itu sejalan dengan kesulitan yang kita hadapi untuk mendefinisikan tema. Menurut Nurgiyantoro 2007:70 tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang, yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema ke dalam karya sastra sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna kehidupan. Tema