Astirin tertawa cekikikan. Merasakan kejadian lucu. Karena selalu melihatnya, ketika Samsihi masuk restoran, dia menabrak wanita yang
kelihatannya kaya. Nyatanya walaupun memakai jarit, kebayanya bagus, memakai kalung dan anting, wajahnya halus dihias. Pantas menjadi istri
priyayi luhur. Begitu juga lelaki di belakangnya, kelihatan bahwa orang berpangkat. Dia sempat melihat kedua orang tadi masuk ke Toyota kijang
hijau lumut di depan restoran… Kutipan tersebut menunjukkan gaya bahasa metafora. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya kalimat Nyatane sanajan jaritan, kebayake apik, nggone kalung lan suweng, raine alus dipulas. Patut dadi bojone prayayi luhur. Mengkono uga wong
lanang sing ngiringake, katon yen wong pangkat., yang berarti nyatanya walaupun memakai jarit, kebayanya bagus, memakai kalung dan anting, wajahnya halus dihias.
Pantas menjadi istri priyayi luhur. Begitu juga lelaki di belakangnya, kelihatan bahwa orang berpangkat.
4.1.4.8 Pleonasme
Pleonasme adalah gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang dengan cara memperjelas maksud dengan menggunakan kata berlebih. Biasanya dengan memberi
keterangan dibelakang kata atau bagian kalimat yang diperjelas maksudnya tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Wahduh, Astirin atine mbedhedheg sagunung anakan Ucapan tresna kang ora tadhing aling-aling kuwi banget nyeruhake atine. Ambegane rada seseg.
Apa mau sing marakake dheweke digandrungi? Dudu anggone nyanyi, dudu bakate lenggak-lenggok, dudu wentise sing merit, rambute sing gimbal.
Nanging kulite sing kuning pucethalaman 7
Waduh, Astirin senang sekali Ucapan cinta yang tidak mengenal perbedaan sangat menyentuh hatinya. Nafasnya kelihatan sesak. Apa tadi yang membuat
dia disenangi? Bukan karena menyanyi, bukan bakatnya bergoyang-goyang,
bukan betisnya yang bagus, rambutnya yang gimbal. Tetapi kulitnya yang berwarna kuning pucat…
Kutipan tersebut menunjukkan gaya bahasa pleonasme. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya kalimat wahduh Astirin atine mbedhedheg sagunung anakan, yang berarti waduh Astirin senang sekali.
4.1.4.9 Anti Klimaks
Anti klimaks adalah gaya bahasa yang dipergunakan oleh pengarang dengan suatu pernyataan yang disusun secara berurutan dari yang paling tinggi, makin
menurun dan makin menurun dan makin menurun sampai kepada yang makin rendah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Astirin seneng banget digandheng lancur klamben dhines pajeg kuwi. Ing batin mbok ngene kuwi kaweruhan kancane. Utawa konangan Pakdhe Mar.
Ben ngerti, yen Astirin kuwi isih bisa payu yen mung pegawai negeri wae? Aja kok diblusuke dadi bojone bengkel sepedha montor pengkolan Ngunut
ngono Woo, ora mutuhalaman 9
Astirin senang sekali digandeng seorang yang memakai pakaian dinas pajak. Dalam hati bagaimana jika temannya ada yang melihat. Atau ketahuan Pakdhe
Mar. Biar tahu, kalau dia masih laku jika hanya pegawai negeri? Jangan dijadikan istri pemilik bengkel sepeda motor pengkolan Ngunut Tidak
bermutu…
Kutipan di atas merupakan gaya bahasa anti klimaks. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kalimat Ben ngerti, yen Astirin kuwi isih bisa payu yen mung pegawai
negeri wae? Aja kok diblusuke dadi bojone bengkel sepedha montor pengkolan Ngunut ngono Woo, ora mutu, yang berarti biar tahu, kalau Astirin masih laku jika
hanya pegawai negeri? Jangan dijadikan istri pemilik bengkel sepeda motor pengkolan Ngunut Tidak bermutu.