Latar Setting Unsur Intrinsik .1 Alur Plot

Kegunaan latar atau setting dalam cerita biasanya bukan hanya sekedar sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya tersebut. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi Nurgiyantoro 2007:217. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Dalam analisis novel, latar juga merupakan unsur yang sangat penting pada penentuan nilai estetik karya sastra. Latar sering disebut sebagai atmosfer karya sastra yang turut mendukung masalah, tema, alur, dan penokohan. Oleh karena itu latar merupakan salah satu fakta cerita yang harus dianalisis, diperhatikan, dan dinilai. Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra Sudjiman 1988:44. Fungsi latar pertama-tama adalah memberikan informasi situasi ruang dan tempat sebagaimana adanya. Selain itu ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh, latar menjadi metafor dari keadaan emosional, dan spiritual tokoh Sudjiman 1988:46. Latar cerita mencakup keterangan-keterangan mengenai keadaan sosial dan tempat dimana peristiwa itu terjadi. Fungsi latar selain memberi ruang gerak pada tokoh juga berfungsi untuk menghidupkan cerita. Dalam latar ini, pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa yang selain berkaitan untuk membangun cerita yang utuh. Kemunculan latar dalam cerita disebabkan adanya peristiwa, kejadian, juga adanya tokoh. Tokoh dan peristiwa membutuhkan tempat berpijak, membutuhkan keadaan untuk menunjukkan kehadirannya. Menurut Stanton 2007:35 latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Biasanya latar dihadirkan dalam bentuk deskripsi. Kadang- kadang latar secara langsung mempengaruhi tokoh dan kadang-kadang memperjelas tema. Dalam banyak cerita, latar dapat menggugah nada emosi disekeliling tokoh. Latar atau setting menyangkut tempat, waktu, dan situasi yang mendukung dalam suatu cerita. Secara garis besar deskripsi latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni 1 latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis serta menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi, 2 latar waktu berkaitan dengan masalah historis serta mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dan 3 latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan serta merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya Sayuti 2000:126-127. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa latar adalah segala keterangan yang berkaitan dengan waktu, masyarakat, dan suasana terjadinya peristiwa didalam karya sastra.

2.2.1.4 Gaya Bahasa Style

Bahasa dalam karya sastra mempunyai fungsi ganda. Ia tidak hanya sebagai alat penyampai maksud pengarang, melainkan juga sebagai penyampai perasaannya. Pengarang dalam menyampaikan tujuannya dapat menggunakan cara-cara lain yang tidak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Cara-cara tersebut, misalnya dengan menggunakan perbandingan-perbandingan, menghidupkan benda-benda mati, melukiskan sesuatu dengan lukisan yang tak sewajarnya, dan sebagainya Suharianto 2005:26. Gaya bahasa menurut Jabrohim 2001:109 adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara bergaya dengan tujuan untuk ekspresivitas pengucapan. Usaha atau tindakan yang dilakukan sastrawan agar pendengar atau pembaca tertarik dan terpengaruh oleh gagasan yang disampaikan melalui tuturnya dengan pemilihan bahasa, pemakaian ulasan, dan pemanfaatan gaya bertutur. Bahasa dalam novel ini menggunakan bahasa tak baku. Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa Stanton 2007:61. Istilah gaya menurut Aminuddin 1995:72 diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa latin “stillus” dan mengandung arti leksikal “alat untuk menulis”. Dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis, serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Keraf 1984:112-113 mengatakan walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu: 1 aliran Platonik menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan, menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style, dan 2 aliran Aristoteles menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap ungkapan. Dengan demikian, aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang memiliki gaya dan ada karya yang sama sekali tidak memiliki gaya. Sebaliknya, aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki gaya, tetapi ada karya yang memiliki gaya yang tinggi, rendah, kuat, lemah, baik, dan jelek. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. Selanjutnya Pradopo 1997:13 menambahkan bahwa gaya bahasa merupakan penggunaan secara khas untuk mendapatkan nilai seni. Bahkan lebih dari itu, gaya bahasa harus dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal dengan bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa bisa berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, dan pemakaian bahasa asing. Penyimpangan penggunaan bahasa dalam sastra menurut Riffaterre dalam Jabrohim 2001:102 disebabkan oleh tiga hal, yaitu 1 penggantian arti displacing of meaning, 2 pemencongan atau penyimpangan arti distorting of meaning, dan 3 penciptaan arti creating of meaning.