8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Induksi Anestesi
Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan
pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis secara cepat melalui intravena. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak 30 – 60 detik
dan cepat turun karena proses redistribusi dari obat. Perubahan konsentrasi plasma secara cepat mengakibatkan perubahan tingkat penekanan susunan saraf pusat.
24,25
Pada tahun 1937, Guedel mempublikasikan penelitian klinis klasik kedalaman anestesi berdasarkan pengamatan terhadap induksi inhalasi anestesi dengan eter,
yaitu :
21,22
Stadium I : Analgesia
Stadium ini ditandai dengan pola nafas yang lambat, teratur dari diafragma dan otot intercostal, masih terdapat refleks bulu mata.
Stadium II : Eksitasi, Deliruim
Selama stadium ini pasien mengalami eksitasi, tidak sadar, pola nafas tidak teratur, pupil mulai dilatasi, masih terdapat refleks bulu
mata, terdapat resiko spasme laring, muntah sampai aritmia.
Universitas Sumatera Utara
9
Stadium III : Anestesi bedah
Terdapat 4 fase, yaitu: Plana 1 : Mulai terdapat relaksasi otot somatik, pola nafas teratur,
gerak bola mata aktif Plana 2 : Mulai dari bola mata berhenti sampai nafas torakal lemah
Plana 3 : Relaksasi sempurna otot – otot dinding perut, dengan pernapasan diafragma, refleks bulu mata negatif
Plana 4 : Mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma berhenti
Stadium IV :Intoksikasi depresi berat pusat vasomotor dan respirasi di medula,
ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan nafas, pupil dilatasi Pada praktek anestesi saat ini sangat sulit untuk menentukan ke-empat tahapan
tersebut secara khusus, karena mula kerja obat induksi baik intravena maupun inhalasi yang relatif cepat dibandingkan dengan eter di samping pemakaian
pelumpuh otot atau opioid yang berpengaruh terhadap pola pernapasan dan penilaian pupil saat induksi.
22
Untuk kepentingan klinis terdapat beberapa tanda penilaian yang sering digunakan sebagai acuan mengukur kedalaman anestesi saat induksi yang bertujuan
menghilangkan respon motorik terhadap noxious stimuli seperti hilangnya kontak verbal, hilangnya refleks bulu mata, pemberian rangsangan nyeri saat jaw thrust atau
Universitas Sumatera Utara
10
dengan metode stimulasi saraf. Sedangkan pemberian rangsangan dengan laringoskopi dan intubasi sangat berlebihan untuk dapat ditekan secara sempurna
pada susunan saraf pusat oleh obat induksi intravena. Untuk itu umumnya diperlukan tambahan opioid intravena atau pemberian obat anestetik inhalasi nitrous
oksida.
22
2.2 Propofol