bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan decision maker
untuk memutuskan
apakah akan
melanjutkan, memperbaiki, atau menghentikan sebuah program.
2.3 Model Evaluasi Program
Ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan
evaluasi program khususnya program pendidikan. Meskipun terdapat beberapa perbedaan
antara model-model tersebut, tetapi secara umum semuanya memiliki persamaan yaitu mengumpulkan
data atau informasi obyek yang di evaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.
Terdapat beberapa model evaluasi yang dapat digunakan
dalam melakukan
kegiatan evaluasi
terhadap suatu program Arikunto dan Safruddin, 2014 sebagai berikut:
1. Goal Oriented Evaluation Model Merupakan model yang muncul paling awal. Yang
menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh
sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan, terus-menerus,
mengecek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program.
Model ini dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model
Dikembangkan oleh Michel Scriven. Model ini disebut juga dengan evaluasi lepas dari tujuan,
tetapi bukannya lepas sama sekali dari tujuan tetapi
hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan
dicapai oleh program, bukan secara rinci atau perkomponen.
3. Formatif Summatif Evaluation Model
Evaluasi Formatif
secara prinsip
merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih
berlangsung atau ketika program masih dekat dengan
permulaan kegiatan.
Tujuan evaluasi
formatif tersebut adalah mengetahui sejauh mana program
yang dirancang
dapat berlangsung,
sekaligus mengidentifikasikan hambatan. Dengan diketahuinya
hambatan dan
hal-hal yang
menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan
yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program.
Evaluasi Sumatif
dilakukan setelah
program berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program.
4. Countenance Evaluation Model Dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan
pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu: a deskripsi
description, dan
b perimbangan
judgements, serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi
program, yaitu:
a anteseden
antecedentscontext, b transaksi transaction
process, c keluaran output - outcomes. 5. CSE
UCLA Evaluation Model Ciri dari model ini adalah adanya 4 tahap yang
dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.
Hernandez, seperti yang dikutip oleh Arikunto menjelaskan ada 4 tahap dalam model ini, yaitu: a
Needs Assessment, b Program Planning, c Formative Evaluation, dan d Summative Evaluation.
6. CIPP Evaluation Model Model evaluasi ini adalah model yang paling banyak
dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP ini dikembang oleh Stufflebeam, dkk pada
tahun 1967 di Ohio State University. Model evaluasi CIPP melakukan tindakan evaluasi yang mencakup
empat sasaran evaluasi yakni konteks, input, proses, dan produk.
7. Discrepancy Evaluation Model Evaluasi
kesenjangan discrepancy
evaluation menurut Provus adalah untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara baku standard yang sudah ditentukan
dalam program
dengan kinerja
performance sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan
kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Evaluasi
terhadap program
akselerasi membutuhkan
model evaluasi yang cocok untuk
melakukan kegiatan tersebut. Dilihat dari beberapa substansi program tersebut, evaluasi ini dilakukan
untuk melihat
hal yang
melatarbelakangi penyelenggaraannya,
desain perencanaannya,
pelaksanaannya, dan produk yang dihasilkan dari
program tersebut, yang pada akhirnya hasil evaluasi ini akan memberikan rekomendasi terhadap keberadaan
program tersebut.
Apabila dilihat
dari keempat
substansi tersebut,
maka model
evaluasi CIPP
merupakan salah satu model yang cocok digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap program akselerasi.
Konsep model
evaluasi CIPP Context, Input, Process, and Product pertama kali ditawarkan oleh
Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA the Elementary and Secondary
Education Act. Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting
evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on the view
that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve Madaus, Scriven, Stufflebeam,
1993, dalam Widoyoko, 2013. Gambar 2.1 menggambarkan elemen dasar dari
CIPP Model dalam tiga lingkaran konsentris. Lingkaran dalam mewakili nilai-nilai inti yang memberikan dasar
untuk suatu evaluasi. Roda sekitar nilai dibagi menjadi empat fokus evaluatif yang berhubungan dengan
program atau
usaha lainnya:
tujuan, rencana,
tindakan, dan hasil. Roda luar menunjukkan jenis
evaluasi yang melayani masing-masing empat fokus evaluatif. Ini adalah evaluasi konteks, input, proses,
dan produk.
Gambar 2.1 Key Components of the CIPP Evaluation Model and Associated Relationships with Programs Stufflebeam, 2003
Setiap panah ganda menunjukkan hubungan dua arah antara fokus evaluatif tertentu dan
jenis evaluasi. Tugas
menetapkan tujuan
menimbulkan pertanyaan untuk evaluasi konteks, yang pada
gilirannya memberikan informasi untuk memvalidasi atau
memperbaiki tujuan. Perencanaan
upaya perbaikan menghasilkan pertanyaan untuk evaluasi
masukan, yang sejalan menyediakan penilaian rencana dan arahan untuk memperkuat rencana. Kegiatan
perbaikan memunculkan pertanyaan untuk evaluasi proses, yang pada gilirannya memberikan penilaian
tindakan dan umpan balik untuk memperkuat keempat komponen tersebut.
Definisi formal evaluasi yang mendasari model CIPP adalah sebagai berikut:
Evaluation is the process of delineating, obtaining, providing, and applying descriptive and judgmental
information about the merit and worth of some object s goals, design, implementation, and outcomes to guide
improvement decisions, provide accountability reports, inform institutionalization dissemination decisions,
and
improve understanding
of the
involved phenomena Stufflebeam, 2003.
Definisi di atas merangkum ide-ide kunci dalam model CIPP. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat empat tujuan evaluasi, yaitu: keputusan membimbing; memberikan catatan
untuk akuntabilitas; menginformasikan keputusan
tentang menginstal danatau menyebarkan produk yang
dikembangkan, program,
dan jasa; dan
mempromosikan pemahaman
tentang dinamika
fenomena yang diperiksa. Model CIPP ini dirancang untuk melayani
kebutuhan baik
untuk evaluasi
formatif dan
sumatif. Evaluasi CIPP yang formatif, ketika mereka secara proaktif sebagai kunci
pengumpulan dan pelaporan
informasi kepada
perbaikan. Sebagai evaluasi sumatif, ketika mereka melihat kembali pada
proyek atau program kegiatan selesai atau pertunjukan jasa, bekerja sama dan jumlah arti nilai informasi yang
relevan, dan fokus pada akuntabilitas Stufflebeam, 2003.
Hubungan peran evaluasi formatif perbaikan dan sumatif akuntabilitas untuk evaluasi konteks,
input, proses, dan produk terwakili dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 The Relevance of Four Evaluation Types to Improvement and Accountability
Context Input
Process Product
Improveme ntFormati
ve orientation
Guidance for choosing goals
and assigning priorities
Guidance for choosing
a programse
rvice strategy
Guidance for
impleme ntation
Guidance for termination,
continuation, modification, or
installation
Input for specifying
the procedural
design, schedule,
and budget
Accountabi litySumm
ative Record of goals
and priorities and bases for
Record of chosen
strategy Record of
the actual
Record of achievements,
assessment
orientation their choice
along with a record of
assessed needs,
opportunities, and problems
and design and reasons
for their choice over
other alternatives
process and its
costs compared with
needs and coast, and
recycling decisions
Sumber: Stufflebeam, 2003.
Berdasarkan skema di atas, evaluator akan merancang dan melakukan evaluasi untuk membantu
guru, kepala sekolah, atau penyedia layanan lain bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan
program atau layanan. Mereka juga akan mengatur dan menyimpan informasi terkait evaluasi formatif untuk
digunakan dalam menyusun suatu akuntabilitas
laporan evaluasi sumatif. Menurut Arikunto dan Safruddin 2014, model
evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
Dengan demikian, jika evaluator sudah menetapkan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk
mengevaluasi suatu program, maka mau tidak mau harus menganalisis program tersebut berdasarkan
komponen-komponennya. Komponen dalam model evaluasi CIPP dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1. Evaluasi Konteks Context Evaluation
Menurut Stufflebeam 2003 dalam Wirawan, 2012,
evaluasi konteks
untuk menjawab
pertanyaan: apa yang perlu dilakukan? What needs to be done?. Evaluasi ini mengidentifikasi dan
menilai kebutuhan-kebutuhan
yang mendasari
disusunnya suatu program.
Tujuan dari evaluasi konteks pada model evaluasi
CIPP adalah
untuk mengidentifikasi
informasi awal mengenai bagaimana program akan berfungsi Fitzpatrick et al., 2004 dalam Wang,
2010. Sax 1980 mendefinisikan evaluasi konteks, sebagai berikut:
the delineation and specification of project s environment, its unmet, the population and
sample individual to be served, and the project objectives. Contect evaluation provides a rationale for
justifying a particular type of program intervention . Evaluasi konteks merupakan penggambaran dan
spesifikasi tentang lingkungan program, kebutuhan yang belum dipenuhi, karakteristik populasi dan
sampel dari individu yang dilayani dan tujuan program.
Evaluasi konteks
membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan
yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program Widoyoko, 2013. Evaluasi konteks
menurut Arikunto dan Safruddin 2014 dilakukan untuk menjawab pertanyaan: a kebutuhan apa
yang belum terpenuhi oleh program, b tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan, c tujuan manakah yang paling mudah dicapai.
2. Evaluasi Masukan Input Evaluation Evaluasi masukan untuk mencari jawaban
atas pertanyaan: apa yang harus dilakukan What should be done?. Evaluasi ini mengidentifikasi
problem, aset, dan peluang untuk membantu para pengambil
keputusan mendefinisikan
tujuan, prioritas-prioritas,
dan membantu
kelompok-
kelompok lebih luas pemakai untuk menilai tujuan, prioritas, dan manfaat-manfaat dari program,
menilai pendekatan alternatif, rencana tindakan, rencana staf, dan anggaran untuk feasibilitas dan
potensi cost
effectiveness untuk
memenuhi kebutuhan dan tujuan yang
ditargetkan. Para pengambil keputusan memakai Evaluasi Masukan
dalam memilih di antara rencana-rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-
sumber, menempatkan staf, menskedul pekerjaan, menilai
rencana-rencana aktivitas,
dan pengangguran Stufflebeam, 2003 dalam Wirawan,
2012. Evaluasi masukan dilakukan sebagai sarana
menempatkan sistem pendukung, strategi solusi, dan desain prosedural di tempat untuk pelaksanaan
program di masa mendatang Fitzpatrick et al., 2004 dalam Wang, 2010. Terutama keterangan yang
meliputi isu-isu seperti biaya, hasil, keuntungan, kerugian, dan faktor-faktor yang terkait dengan
program lainnya. Maksud
dari evaluasi
masukan adalah
kemampuan awal
siswa dan
sekolah dalam
menunjang program
tersebut Arikunto
dan Safruddin, 2014.
Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, mengatur sumber-sumber
yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana
prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: a sumber daya
manusia, b sarana dan peralatan pendukung, c
danaanggaran, dan d berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan Widoyoko, 2013.
3. Evaluasi Proses Process Evaluation Evaluasi proses berupaya untuk mencari
jawaban atas pertanyaan: apakah program sedang dilaksanakan? Is it being done?. Evaluasi ini
berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program melaksanakan
aktivitas dan
kemudian membantu
kelompok pemakai yang lebih luas menilai program
dan menginterpretasikan
manfaat Stufflebeam, 2003 dalam Wirawan, 2012.
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada apa what kegiatan yang dilakukan dengan
program, siapa who orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program, kapan when kegiatan
akan selesai Arikunto dan Safruddin, 2014. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang
telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi
proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang
perlu diperbaiki Widoyoko, 2013. 4. Evaluasi ProdukHasil Product Evaluation
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan: Did it succed?. Evaluasi ini
berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak
direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya untuk membantu staf menjaga
upaya memfokuskan pada mencapai manfaat yang
penting dan akhirnya untuk membantu kelompok- kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan
upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan Stufflebeam, 2003 dalam Wirawan,
2012. Fungsi
evaluasi produkhasil
seperti dirumuskan oleh Sax 1980 adalah
to allow to project director or teacher to make decision regarding
continuation, termination, or modification of program . Dari hasil evaluasi proses diharapkan dapat
membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat
keputusan yang
berkenan dengan
kelanjutan, akhir maupun modifikasi program Widoyoko, 2013. Sementara menurut Tayibnapis
2008 evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang
telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang model evaluasi CIPP diatas, maka komponen-komponen
program akselerasi dalam penelitian ini dapat dianalisis dengan menggunakan model CIPP. Evaluasi program
akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon dapat dinilai dari konteks, input, proses, dan produk, karena sekolah
tersebut sudah melaksanakannya selama tujuh tahun.
2.4 Hasil Penelitian yang Relevan