Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

98 berasal dari variansi yang sama atau homogen. Dilanjutkan dengan uji-t independent sample test. Untuk mengetahui efektifitas perbedaan sikap setelah diberi modul termokimia berbasis problem solving. Hipotesis yang diajukan adalah: Ho : tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketrampilan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol H 1 : terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketrampilan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Kriteria pengambilan keputusan: a. Jika signifikan 0,05, Ho diterima. b. Jika signifikan ≤ 0,05, Ho ditolak. Hasil uji-t independent sample test dengan SPSS 18.0 adalah nilai sig. 0,026 sehingga kurang dari 0,05 maka Ho ditolak sehingga terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketrampilan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. . Rangkuman hasil uji-t dari tes pengetahuan, penilaian sikap dan ketrampilan dapat tersaji seperti pada Tabel 4.24. Tabel 4.24. Hasil Uji-t Tes Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan Hasil Belajar Jenis Uji Nilai sig. 2-tailed Keputusan Pengetahuan Uji-t Mann-Whitney Test 0,011 Ho ditolak Sikap Independen sampel t 0,003 Ho ditolak Ketrampilan Independen sampel t 0,026 Ho ditolak Dari uji efektifitas penggunaan modul termokimia berbasis problem solving dapat diperoleh gambaran bahwa modul termokimia berbasis problem solving efektif mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa.

B. Pembahasan

1. Hasil Pengembangan Modul Berbasis Problem Solving Penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan melalui tahapan seperti tahapan Borg and Gall dari 10 langkah disederhanakan hanya melalui 9 langkah karena diseminasi tidak dilaksanakan. Adapun tahapan yang dilaksanakan adalah studi pendahuluan dan pengumpulan informasi, perencanaan, pengembangan draft awal perpustakaan.uns.ac.id commit to user 99 produk dengan validasi dan diikuti revisi produk awal, uji coba skala kecil, revisi hasil uji skala kecil, uji coba lapangan utama, revisi produk modul, uji coba lapangan operasional dan revisi produk modul terakhir. Obyek yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan adalah SMAN 1 Girimarto karena peneliti ingin mengembangkan sebuah produk sebagai media belajar siswa yang mudah didapatkan, mudah digunakan dan mudah dalam pembuatannya. Dalam artian produk nanti tidak hanya dapat digunakan siswa yang pandai, mampu dan membutuhkan media lain dalam penggunaannya. SMAN 1 Girimarto sebagai sekolah menengah atas yang dapat mewakili untuk mengembangkan produk dengan kriteria yang peneliti harapkan. Karena di sana rata-rata siswa mempunyai kemampuan akademik, latar belakang sosio ekonomi dan sarana prasarana sekolah yang rata-rata dapat dikategorikan menengah. Sehingga harapan penulis dari produk yang dihasilkan dapat diterapkan bagi siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi, sedang maupun rendah. Demikian juga produk yang dihasilkan tidak memerlukan sarana lain dalam penggunaannya sehingga mudah digunakan untuk siswa yang sekolahnya memiliki sarana yang minim. Untuk itu peneliti memutuskan untuk mengembangkan bahan ajar berbentuk modul setelah melakukan analisis kebutuhan. Seperti penelitian Cardelli 2006 bahwa pemecahan masalah sangat penting untuk meningkatkan ketrampilan berfikir tingkat tinggi, akan tetapi tidak banyak yang mengembangkan hal ini karena biasanya yang diutamakan adalah hasil jawabannya. Sering dalam pembelajaran mengabaikan tahap analisis, sehingga siswa kesulitan berkreasi untuk memecahkan masalah. Sehingga dari hasil penelitiannya untuk membimbing siswa untuk berkreasi memecahkan masalah dalam kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Maka dalam penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa dalam hal memecahkan masalah soal-soal termokimia, dikembangkan modul yang berbasis problem solving. Dalam mengambil keputusan untuk menggunakan problem solving sebagai setting pembelajaran bukan menggunakan model pembelajaran yang lain seperti inkuiri karena mempertimbangkan sasaran dalam pengembangan modul ini. Modul ini dikembangkan untuk siswa yang masih memiliki keterbatasan sarana belajar dan tentunya memiliki kemampuan berfikir yang menengah atau bahkan rendah. Model pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir commit to user 100 kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Sedangkan untuk pembelajaran problem solving, proses pembelajaran yang diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, dimana secara tidak langsung guru menyediakan materi untuk dibahas, kemudian guru memberi ruang bagi siswa untuk mencari masalah yang berkaitan dengan pokok masalah, kemudian guru menuntun siswa agar mencari penyelesaian masalah sesuai dengan bahan yang guru miliki. 2. Hasil Uji Kelayakan Modul Hasil uji kelayakan modul diperoleh dari penilaian validator ahli, guru kimia dan siswa. Sebelum dilakukan analisis kelayakan modul, dilakukan analisis validitas isi dengan Validitas Aikens. Ada beberapa butir instrumen yang belum memenuhi validitas isi yaitu pada indikator penyajian apersepsi, tingkat kesulitan dan keabstrakan konsep, ketepatan teks, petunjuk penggunaan modul, kesesuaian bahasa, dan penyajian gambar. Hal ini dikarenakan pada penyajian apersepsi kurang memotivasi siswa dalam mempelajari termokimia. Untuk tingkat kesulitan dan keabstrakan konsep karena soal didominasi pada soal pemahaman dan penerapan. Masih banyak teks yang kurang tepat sehingga harus diperbaiki, demikian juga pada petunjuk penggunaan modul tampilannya kurang menarik sehingga siswa tidak akan membacanya jika tidak diarahkan. Gambar yang disajikan masih ada yang belum jelas sehingga masih ada yang perlu diperbaiki. Modul termokimia yang dikembangkan berbasis problem solving dengan demikian isi kegiatan belajar dalam modul juga disesuaikan dengan sintaks model pembelajaran problem solving. Setiap kegiatan belajar dalam modul dibuat tahapan yang sesuai dengan sintaks problem solving seperti kegiatan Pos 2 Pengenalan Masalah merupakan tahapan yang memenuhi identifikasi dan merumuskan masalah dalam problem solving, Pos 3 Kegiatan Investigasi merupakan tahapan untuk mengumpulkan informasi yang mendukung dalam pemecahan masalah di mana kegiatannya tidak hanya membaca teori akan tetapi juga melakukan praktikum sebagai penguatan dalam pembuktian teori sekaligus juga meningkatkan ketrampilan siswa, Pos 4 Penyelesaian masalah mengasosiasi merupakan dukungan untuk menuliskan hasil pemecahan masalah dari hasil diskusi ataupun mengerjakan secara individu setelah itu dilanjutkan dengan penyampaian hasil pemecahan masalah, kegiatan ditutup dengan uji mandiri dan refleksi kegiatan oleh guru. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 101 Hasil penilaian kelayakan modul dari validator ahli rata-rata memenuhi kriteria sangat layak dengan 85,49 tingkat kelayakan. Hasil penilaian kelayakan modul dari guru kimia diperoleh 82,22 sehingga memenuhi kriteria sangat layak. Demikian halnya nilai rata-rata kelayakan dari respon siswa diperoleh 83,92 dapat dikategorikan sangat layak. Untuk itu dalam pengembangan modul termokimia berbasis problem solving ini dapat ditarik hasilnya secara keseluruhan bahwa modul yang telah dikembangkan sangat layak digunakan menunjang kegiatan pembelajaran khususnya pada materi termokimia dengan prosentase kelayakan 83,87. 3. Hasil Uji Efektifitas Modul Uji efektifitas modul dimaksudkan untuk mengetahui keampuhan modul jika digunakan dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa mempunyai perbedaan dengan yang tidak menggunakan modul yang dikembangkan. Maka dari itu untuk mengujinya perlu diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Dilihat dari hasil penilaian prestasi belajar siswa yang kemudian dianalisis dengan uji-t ternyata ada perbedaan yang signifikan untuk nilai pengetahuan, sikap dan keterampilan dari sebelum dan sesudah menggunakan modul termokimia berbasis problem solving. Dalam jurnal yang ditulis oleh Mataka, et al 2014 menunjukkan hasil penelitiannya bahwa pembelajaran menggunakan EGPs Explicit General Problem Solving yang dipadukan dengan dengan GI pada materi perpindahan panas mempunyai efektifitas yang sebanding dengan pembelajaran menggunakan inkuiri terbimbing dalam memecahkan masalah. Diperkuat juga dari hasil penelitiannya Duong 2012 bahwa dengan melibatkan siswa untuk memecahkan masalah sehingga siswa mempunyai respon yang tinggi dalam memecahkan masalah yang disajikan, siswa mau bereksplorasi dengan berbagai pengalaman belajar atau bahkan bisa melalui perdebatan sehingga hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar siswa karena mempunyai pengalaman memecahkan masalah. Dalam keterterapannya dalam pembelajaran, modul termokimia yang disajikan untuk siswa dalam kegiatan belajarnya mempunyai makna tersendiri bagi siswa. Siswa mendapatkan bahan belajar baru yang berbeda dengan bahan belajar yang sudah dimiliki sebelumnya. Pada kegiatan belajar sebelumnya siswa hanya memanfaatkan LKS untuk dikerjakan soalnya ketika mendapat tugas dari guru untuk dikerjakan, itupun jika sudah dijelaskan materinya oleh guru baru dapat mengerjakannya. Adapun siswa commit to user 102 yang sudah mempunyai buku paket, sangat jarang siswa yang sudah membacanya sebelum guru menjelaskannya. Sedangkan perubahannya ketika siswa diberikan modul termokimia berbasis problem solving, siswa harus mau berusaha sendiri untuk menguasai materi yang dipelajarinya. Dari hasil pengamatan, siswa terlihat antusias ketika siswa baru mendapatkan modul. Siswa mulai merasa heran ketika membaca isi modul, mereka mulai banyak yang bertanya untuk dapat mengerjakannya. Kemudian guru menjelaskan sedikit cara menggunakan modul, siswapun sudah mulai paham cara memulai menggunakan modul. Beberapa siswa sudah berani mencoba mengerjakan Pos 2 secara mandiri tanpa menunggu dijelaskan materinya oleh guru. Hal ini merupakan perkembangan luar biasa untuk siswa seperti SMAN 1 Girimarto, yang semula hanya pasif menunggu guru untuk dijelaskan materinya terlebih dahulu, saat menggunakan modul ini siswa dapat meningkat aktivitasnya belajar di dalam kelas. Perkembangan belajar selanjutnya dapat diamati dari pertemuan berikutnya, yang mana dari beberapa siswa sudah mempunyai bahan yang ditanyakan pada guru karena mereka sudah mencoba beberapa soal yang ada dalam modul. Hal ini menunjukkan siswa mau mengembangkan ketrampilan berfikirnya dan aktivitas belajarnya di rumah juga meningkat. Dengan demikian dari hasil pengalaman belajar siswa di atas dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan modul termokimia berbasis problem solving dengan bahan ajar lainnya seperti LKS ataupun buku paket. Modul merupakan bahan ajar yang dapat digunakan untuk belajar mandiri oleh siswa atau dapat juga digunakan sebagai bahan aktivitas belajar siswa ketika di dalam kelas. Sedangkan LKS hanya dapat digunakan untuk belajar siswa ketika belajar di dalam kelas sebagai penunjang aktivitas belajarnya. Sedangkan buku paket meski materi didalamnya lengkap namun siswa belum paham ketika hanya membacanya sendiri tanpa dijelaskan oleh guru.

C. Temuan Lapangan