C. Definisi Operasional
1.
Sistem KCKT yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam oktil silika C
8
dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir
1,0 mLmenit.
2.
Kadar nikotin dinyatakan dalam satuan µgmL.
3.
Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran terhadap parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi,
presisi, dan rentang.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan memiliki kualitas pro analysis kecuali dinyatakan lain, yaitu baku nikotin E. Merck, asetanilida E. Merck, ammonium asetat
E.Merck, metanol E. Merck, kalium hidroksida E. Merck, kloroform E. Merck, trietilamin E. Merck, etanol teknis, aquadest, dan aquabidest yang
didapatkan dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rokok
“Merek X” yang dibeli di Lotte Mart Yogyakarta.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan berupa : seperangkat alat spektrofotometri UV-VIS merek Shimadzu tipe Uv mini-1240, seperangkat KCKT fase terbalik merek
Shimadzu dengan sistem gradien pompa merek Shimadzu, detektor UV-VIS
merek Shimadzu, kolom oktil silika C
8
merek Shimadzu spesifikasi ukuran diameter internal 4,6 mm x 25 cm, ukuran diameter partikel 5 µ m fully encapped
residual silanol, seperangkat komputer merek Dell B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A0-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000
625 730, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No V935922013 EY, destilator aquabidest merek Thermo Scientific, syringe, neraca analitik Scaltec SBC 22
max 60120 g, min 0,001 g, d=0,010,1 mg, milipore filter, mikropipet Socorex, organic and anorganic solvent membrane filter Whatman ukuran pori 0,45 m
dengan diameter 47 mm, pompa vakum, sentrifuge dan seperangkat alat gelas Pyrex.
F. Tata Cara Penelitian
1.
Pembuatan Ammonium Asetat 10 mM dan TEA 0,1
a. Pembuatan larutan ammonium asetat 10 mM. Menimbang seksama
kurang lebih 0,7708 g ammonium asetat BM = 77,08, dilarutkan dengan aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan
ammonium asetat 10 mM.
b. Pembuatan trietilamin TEA 0,1 vv. Mengambil sebanyak 1 mL
trietilamin, ditambahkan ke dalam larutan ammonium asetat, dilarutkan dengan aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan
ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1.
2.
Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan yaitu campuran metanol:ammonium asetat+TEA 0,1 dengan perbandingan 70:30. Masing-masing larutan disaring
menggunakan kertas saring Whatman yang dibantu dengan pompa vaccum dan diawaudarakan selama 15 menit. Pencampuran fase gerak dilakukan diluar sistem
KCKT.
3.
Pembuatan Larutan Standar Internal Asetanilida
a. Pembuatan larutan stok asetanilida. Menimbang seksama kurang lebih
0,5 gram asetanilida, dilarutkan dengan metanol pada labu takar 10,0 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan stok asetanilida 50 mgmL.
b. Pembuatan larutan intermediet asetanilida. Larutan intermediet
asetanilida 2,5 mgmL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok asetanilida 50 mgmL, dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, kemudian
diencerkan dengan metanol hingga batas tanda. c.
Pembuatan larutan intermediet kerja asetanilida. Larutan intermediet kerja asetanilida 0,1 mgmL 100 µgmL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL
larutan intermediet asetanilida 2,5 mgmL, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga batas tanda.
4.
Pembuatan Larutan Baku Nikotin
a. Pembuatan larutan stok baku nikotin. Larutan stok dibuat dengan cara
mengambil 497 µL baku nikotin bobot jenis : 1,009 dan dimasukkan ke dalam
labu takar 5,0 mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga batas tanda. Didapatkan larutan stok nikotin 0,1 gmL 100 mgmL.
b. Pembuatan larutan intermediet baku nikotin. Larutan intermediet
nikotin 10 mgmL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok nikotin 100 mgmL, dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL, kemudian diencerkan dengan
metanol hingga batas tanda. c.
Pembuatan larutan intermediet kerja baku nikotin. Larutan intermediet kerja nikotin 0,2 mgmL 200 µgmL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL
larutan intermediet asetanilida 10 mgmL, dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga batas tanda.
d. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Dibuat seri larutan baku dengan
konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µgmL dengan cara mengambil sebanyak 500, 600; 700; 800 dan 900 µL dari larutan intermediet kerja nikotin, dimasukkan ke
dalam labu takar 5,0 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga batas tanda.
e. Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan penambahan standar
internal asetanilida. Standar internal asetanilida 20 µgmL dibuat dengan cara mengambil sebanyak 500 µL larutan intermediet kerja asetanilida, dimasukkan ke
dalam labu takar 5,0 mL yang sebelumnya telah diisi seri larutan baku nikotin 500, 600; 700; 800 dan 900 µ L larutan intermediet kerja nikotin, kemudian
diencerkan dengan metanol hingga batas tanda.
5.
Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang pengamatan nikotin. Dilakukan
screening larutan baku nikotin 20 µgmL, 30 µgmL, dan 40 µgmL pada daerah panjang gelombang 225 – 300 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Panjang gelombang pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang dihasilkan.
b. Penentuan panjang gelombang pengamatan asetanilida. Dilakukan
screening larutan baku asetanilida 1 µgmL, 5 µgmL, dan 10 µgmL pada panjang gelombang 225 – 300 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang
gelombang pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang dihasilkan.
6.
Penyiapan Sampel
a. Pembuatan KOH 10 M. Menimbang seksama lebih kurang 56,11 g
BM=56,11, dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 mL, kemudian diencerkan dengan aquabidest hingga batas tanda.
b. Pembuatan KOH 0,1 M. Mengambil 2,0 mL KOH 10 M, dimasukkan
ke dalam labu takar 200,0 mL, kemudian diencerkan dengan aquabidest hingga batas tanda.
c. Preparasi sampel rokok. Diambil 20 batang rokok “merek X” yang telah
dibeli, dipotong tegak lurus bagian batang rokok. Bagian batang rokok yang mengandung serbuk tembakau dan cengkeh dikeluarkan. Serbuk diaduk kemudian
diblender. Campuran serbuk hasil blender yang dihasilkan kemudian diayak
dengan ayakan nomor mesh 16, didapatkan campuran serbuk halus tembakau yang lolos dari ayakan. Campuran serbuk halus tembakau ini siap untuk
diekstraksi lebih lanjut. d.
Ekstraksi sampel. Sebanyak 0,2 g serbuk sampel rokok dilarutkan dalam 20 mL etanol teknis, kemudian ditambahkan 20 µL asetanilida 10 mgmL.
Larutan tersebut dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70
o
C selama 10 menit. Setelah selesai dipanaskan, larutan etanol diambil 5,0 mL, dimasukkan ke dalam
flakon. Larutan tersebut kemudian diuapkan di atas waterbath pada suhu 70
o
C hingga didapatkan estrak kental. Ekstrak kental yang didapatkan ditambahkan 1,0
mL KOH 0,1 M dan 4,0 mL aquabidest, diawadurakan hingga seluruh ekstrak kental terlarut. Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung
sentrifuge, ditambahkan 3,0 mL kloroform, divortex selama 30 detik. Setelah divortex, disentrifugasi selama 24 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Setelah
selesai disentrifugasi, didapatkan dua fase cair yang tidak saling campur, diambil fase kloroform bagian bawah, dimasukkan ke dalam flakon. Proses ini dilakukan
kembali sehingga nanti didapatkan fase kloroform kedua. Fase kloroform kemudian digabung menjadi satu, diuapkan hingga seluruh pelarut menguap,
ditambahkan 5,0 mL fase gerak, diawaudarakan selama lebih kurang 5 menit. Diambil 1,0 mL larutan yang telah diawaudarakan, disaring dengan milipore dan
dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit. Larutan siap diinjeksikan.
7.
Validasi Metode
a. Penentuan resolusi sampel. Sebanyak 20 µL hasil ekstraksi sampel yang telah disaring dengan milipore dan diawaudarakan selama 15 menit diinjeksikan
pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam oktil silika C
8
dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0
mLmenit. Dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi dihitung dengan memasukkan selisih waktu retensi dan lebar setengah tinggi peak nikotin ke dalam rumus
perhitungan resolusi. b. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Dibuat seri larutan
baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µgmL sebanyak 1 mL, masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida 20 µgmL
sebanyak 100 µL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore kemudian diawaudarakan selama 15 menit. Sebanyak 20 µL dari masing-masing larutan
diinjeksikan pada sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase diam oktil silika C
8
dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmenit. Dari kromatogram akan
diperoleh luas area nikotin dan luas area asetanilida untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian dibandingkan sehingga didapatkan
perbandingan luas area nikotin terhadap asetanilida. Perbandingan kedua luas area ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi
linear dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi r yang akan digunakan untuk menentukan parameter validasi linearitas.
c. Penentuan perolehan kembali recovery dan penentuan koefisen variasi adisi baku nikotin dalam sampel. Dibuat dua macam larutan yaitu larutan sampel
dan larutan sampel yang ditambahkan baku nikotin adisi. Larutan sampel dibuat dengan tiga tingkatan berdasarkan penimbangan sampel rokok. Larutan sampel
pertama untuk level rendah dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 125 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel. Larutan sampel kedua untuk level
sedang dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 150 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel. Larutan sampel ketiga untuk level tinggi dibuat
dengan cara menimbang sampel sebanyak 175 mg. Ekstrak sampel siap untuk diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan cara mengambil 1,0 mL ekstrak
sampel, disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit. Sampel siap diinjeksikan.
Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk tiap level. Larutan sampel yang ditambahkan baku nikotin adisi dibuat dengan cara menambahkan baku nikotin
pada vial KCKT untuk setiap level, untuk level rendah ditambahkan 2,5 µgmL, untuk level sedang ditambahkan 5 µgmL, dan untuk level tinggi ditambahkan 10
µgmL. Setiap level perlakuan dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Kadar baku nikotin yang ditambahkan dalam sampel merupakan selisih nilai kadar sampel
adisi dan kadar sampel. Kemudian dihitung perolehan kembali recovery, standard deviation SD, dan koefisien variasi KV
G. Analisis Hasil