N N
CH
3
H
H
3
C
O O
N CH
3
H
3
C CH
3
Nikotin merupakan senyawa toksik bagi manusia. LD 50 Lethal Dose 50 nikotin adalah 40-50 mg untuk manusia. Senyawa ini dapat menyebabkan
ketagihan, meningkatkan konsentrasi dan ingatan. Hal ini dikarenakan struktur nikotin menyerupai struktur asetilkolin sehingga nikotin dapat menjadi agonis
untuk reseptor asetilkolin nikotinik. Aktivasi reseptor ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter asetilkolin sehingga terjadi peningkatan konsentrasi dan
ingatan pengguna nikotin. Nikotin dapat digunakan untuk terapi penyakit Alzheimer, Parkinson, dan schizophrenia Sadat, dkk., 2009.
Gambar 4. Struktur asetilkolin dan nikotin Domino, 1999
C. Rokok
Rokok merupakan suatu produk yang mengandung nikotin, terdiri dari gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas, dimana nantinya produk ini
ditujukan untuk dibakar. Rokok umumnya berbentuk silinder dengan panjang sekitar 90 mm Stratton, Shetty, Wallace, dan Bondurant, 2001. Rokok terdiri
dari 3 bagian, yaitu filter, kertas, dan tembakau. Pada bagian tembakau biasanya ditambahkan beberapa macam zat tambahan, yaitu gliserol, minyak lemon,
hexanal, linalool, gula, dan kalium sorbat. Zat tambahan ini berfungsi sebagai humektan gliserol dan gula, pemberi rasa minyak lemon, hexanal, linalool, dan
Nikot in
Aset ilkolin
gula dan pengawet kalium sorbat. Zat-zat tambahan yang ditambahkan ke dalam tembakau disebut dengan sauce Geiss dan Kotzias, 2007.
Salah satu jenis rokok yang berasal dari Indonesia ialah kretek. Kretek merupakan produk rokok yang terdiri dari tembakau, cengkeh, dan bahan
tambahan lainnya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh standardized smoking machine, kretek menghantarkan lebih banyak nikotin, karbon monoksida,
dan tar dibandingkan rokok biasa Geiss dan Kotzias, 2007.
D. Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri merupakan teknik analisis yang menggunakan sumber radiasi untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa kimia. Salah satu sumber
radiasi ialah sinar. Sinar yang digunakan pada spektrofotometri UV-Visibel ialah sinar UV dan sinar tampak visible. Kedua sinar ini dapat menimbulkan radiasi
elektromagnetik yang dapat diserap oleh sampel. Jumlah yang diserap oleh sampel berhubungan dengan konsentrasi analit di dalam suatu larutan. Instrumen
yang digunakan untuk tujuan tersebut ialah spektrofotometer Jeffery, Basset, Mendham, dan Denney, 1989.
Energi berhubungan dengan radiasi elektromagnetik, yang dirumuskan sebagai berikut :
1 Radiasi bertindak sebagai gelombang elektromagnetik sehingga dapat dirumuskan
dengan persamaan berikut : 2 3
E = hv
= =
ℎ
Dimana v adalah frekuensi, c adalah kecepatan cahaya 3 x 10
8
ms
-1
, dan λ
adalah panjang gelombang Owen, 2000. Pada saat radiasi mengenai suatu benda yang terjadi, yaitu radiasi
dipantulkan, radiasi disebarkan, radiasi diserap, fluorosensi atau fosforesensi, dan reaksi fotokimiawi. Pada pengukuran secara spektrofotometri UV-vis, kejadian
yang diharapkan ialah radiasi diserap. Kejadian yang terjadi pada saat suatu molekul mengabsorpsi sinar ultraviolet dan sinar tampak ialah molekul tersebut
akan tereksitasi secara elektronik. Proses ini dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut :
M + hv → M
Dimana M merupakan molekul, hv merupakan foton, dan M merupakan molekul yang tereksitasi. Molekul yang tereksitasi tidak akan bertahan lama sehingga
keberadaannya akan berakhir dengan proses relaksasi. Gandjar dan Rohman, 2010.
Penyerapan sinar UV akan menyebabkan eksitasi elektron-elektron ikatan sehingga panjang gelombang pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan
ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul. Penyerapan radiasi ultraviolet dibatasi oleh sejumlah gugus-gugus fungsional kromofor yang mengandung
elektron valensi dengan tingkat eksitasi yang relatif lebih rendah. Elektron- elektron yang terlibat pada penyerapan radiasi ultraviolet, yaitu :
a. Elektron sigma
δ : elektron-elektron yang menempati ikatan sigma. b.
Elektron phi π : elektron-elektron yang menempati orbital phi pada molekul
organik yang berikatan rangkap.
c. Elektron bukan ikatan n : elektron yang tidak ikut serta dalam pembentukan
ikatan kimia suatu molekul, biasanya terdapat di sekitar atom N, O, S dan halogen Gandjar dan Rohman, 2010.
Empat jenis transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat-tingkat energi di dalam suatu
molekul, yaitu transisi sigma ke sigma bintang δ → δ, transisi n ke sigma bintang n
→ δ, transisi n ke phi bintang n → π, dan transisi phi ke phi bintang
π → π Sastrohamidjojo, 2001.
Gambar 5. Diagram tingkat energi elektronik Gandjar dan Rohman, 2010.
1. Transisi sigma ke sigma bintang δ → δ
Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum kurang dari 180 nm sehingga menjadi kurang bermanfaat untuk analisis secara spektrofotometri
UV. Contohnya ialah pada metana yang hanya mempunyai jenis ikatan –C-H, memiliki pita serapan elektron sigma pada panjang gelombang 125 nm Gandjar
dan Rohman, 2010.
2. Transisi n ke sigma bintang n → δ
Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas elektron n pada panjang
gelombang 150 nm sampai dengan 250 nm. Pengaruh pelarut pada transisi jenis
ini ialah pergeseran serapan kearah panjang gelombang yang lebih pendek dalam pelarut yang lebih polar pergeseran hipokromik Sastrohamidjojo, 2001.
3. Transisi n ke phi bintang n → π
Jenis transisi ini terjadi apabila molekul organik memiliki gugus fungsional tidak jenuh. Jenis transisi ini juga merupakan transisi yang paling
cocok untuk analisa secara spektrofotometri UV-vis dengan panjang gelombang antara 200-700 nm. Pada jenis transisi ini biasanya terjadi pergeseran hipokromik
pada pelarut yang polar Gandjar dan Rohman, 2010.
4. Transisi phi ke phi bintang π → π
Jenis transisi ini terjadi apabila molekul organik memiliki gugus fungsional tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut dapat
memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini juga merupakan transisi yang paling cocok untuk analisa secara spektrofotometri UV-vis dengan panjang
gelombang antara 200-700 nm. Pada jenis transisi ini biasanya terjadi pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih panjang pada pelarut yang polar
pergeseran batokromik Sastrohamidjojo, 2001.
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
1.
Definisi
Kromatografi cair kinerja tinggi atau biasa disebut dengan KCKT merupakan teknik analisis dengan menggunakan bantuan kolom dan fase gerak.
Zat-zat terlarut atau solut akan terpisah karena adanya interaksi antara fase gerak dan fase diam pada kolom kromatografi. Kegunaan umum dari KCKT, yaitu
untuk pemisahan senyawa-senyawa organik dan anorganik, untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap, dan untuk mengisolasi maupun
memurnikan senyawa Gandjar dan Rohman, 2010. Empat macam tipe utama teknik KCKT, yaitu fase normal, fase terbalik,
ion exchange, dan size exclusion. Keempat tipe ini dibedakan oleh tipe interaksi molekuler yang terjadi. Ada tiga jenis tipe interaksi molekuler, yaitu ionic forces,
polar forces, dan dispersive forces Kazakevich dan LoBrutto, 2007.
Gambar 6. Kromatogram yang menunjukkan pemisahan senyawa-senyawa pada suatu sampel Kazakevich dan LoBrutto, 2007.
a KCKT fase normal. Pada KCKT fase normal interaksi molekuler yang
dominan ialah tipe polar forces atau interaksi polar antara analit dengan fase diam. Fase gerak bersifat non-polar seperti hexana, heptana, dll dengan
tambahan sedikit senyawa-senyawa polar seperti metanol, etanol. Sedangkan fase diam bersifat polar karena banyak mengandung gugus hidroksil -OH
dengan packing material seperti silika SiO
2
dan alumina Al
2
O
3
Kazakevich
dan LoBrutto, 2007.
b KCKT fase terbalik. Pada KCKT fase terbalik interaksi molekuler yang
dominan ialah tipe dispersive force interaksi hidrofobik atau van der Waals antara analit dengan fase diam. Fase gerak pada KCKT fase terbalik bersifat polar.
Sedangkan fase diam bersifat non polar atau hidrofobik Kazakevich dan
LoBrutto, 2007.
c Kromatografi ion exchange. Pada kromatografi ion exchange interaksi
molekuler yang dominan ialah tipe ionic forces antara analit dengan fase diam. Retensi analit dan selektivitas dalam kromatografi ion exchange sangat tergantung
pada pH dan kekuatan ionik dari fase gerak Gandjar dan Rohman, 2010.
d Kromatografi size exclusion. Pada kromatografi size exclusion pemisahan
molekul terjadi berdasarkan ukurannya. Faktor utama yang menentukan waktu retensi analit ialah hydrodynamic radius dari molekul analit Kazakevich dan
LoBrutto, 2007.
2.
Instrumentasi
Pada kromatografi cair kinerja tinggi, sampel dimasukkan ke dalam tempat injeksi yang menuju ke kolom kromatografi. Fase gerak dipompakan ke dalam
kolom. Zat-zat terlarut akan terpisah. Pemisahan zat-zat terlarut akan terdeteksi oleh detektor pada saat zat-zat terlarut tersebut meninggalkan kolom. Hasil yang
diperoleh dari proses tersebut ialah suatu kromatogram yang terdiri dari signal detektor dan waktu Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010.
Gambar 7. Kromatogram yang terdiri dari signal detektor dan waktu Snyder, dkk., 2010.
Instrumentasi dari KCKT terdiri dari beberapa komponen, yaitu wadah fase gerak, pompa, tempat untuk memasukkan sampel, kolom, dan detektor
Gandjar dan Rohman, 2010.
Gambar 8. Skema sistem dan instrumentasi yang digunakan pada KCKT Snyder, dkk., 2010.
a Wadah fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Fase gerak
sebelum digunakan harus dilakukan penghilangan gas terlebih dahulu degassing. Penghilangan gas perlu dilakukan pada fase gerak agar tidak mengacaukan
analisis karena gas yang terkumpul dapat menyumbat pada kolom. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat fase gerak dianjurkan memiliki kemurnian yang
sangat tinggi atau berstandar KCKT HPLC grade. Selain itu sebelum digunakan untuk mengaliri kolom, fase gerak harus disaring terlebih dahulu agar pengotor-
Sam pel
Kolom Tempat
injeksi Pompa
Wadah fase
gerak Detektor
S i
n y
a l
waktu
pengotor yang ada pada fase gerak tidak menyumbat kolom KCKT Gandjar dan Rohman, 2010.
b Fase gerak. Fase gerak biasanya terdiri dari beberapa campuran pelarut
sehingga nantinya memiliki daya elusi yang diinginkan. Daya elusi tersebut akan ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat
komponen-komponen sampel Snyder, dkk, 2010. Fase gerak yang biasanya digunakan pada KCKT fase terbalik ialah fase
gerak yang bersifat lebih polar, contohnya metanol dan asetonitril atau campuran keduanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase gerak, yaitu
kompatibilitas antar pelarut, polaritas, kelarutan sampel, viskositas, stabilitas, dan pH. Selain itu fase gerak harus dapat tercampur dengan baik dan tidak terdapat
endapan apabila terdiri dari beberapa campuran pelarut Kazakevich dan LoBrutto, 2007.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan pada fase gerak ialah tentang panjang gelombang UV cut-off. Pelarut yang memiliki panjang gelombang UV cut-off
lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang untuk analisis sampel tidak dapat digunakan Gandjar dan Rohman, 2010.
Tabel I. Panjang gelombang UV cut-off pada beberapa jenis pelarut Kazakevich dan LoBrutto, 2007.
Pelarut
c Pompa. Pompa yang digunakan untuk KCKT harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umumya digunakan untuk pompa, yaitu gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Tujuan dari penggunaan pompa dalam KCKT ialah untuk
menjamin proses penghantaraan fase gerak berlangsung secara tepat, konstan, dan reprodusibel Snyder, dkk, 2010.
d Tempat injeksi. Tempat injeksi merupakan tempat untuk menginjeksikan
sampel menuju aliran fase gerak. Seiring dengan perkembangan jaman, tempat injeksi tidak lagi manual tetapi sudah autosamplers. Autosamplers ini
memudahkan pengguna KCKT untuk mengatur volume yang akan diinjeksikan berdasarkan program yang ada. Pengguna KCKT tinggal meletakkan sampel yang
ada di vial pada rak autosamplers Kazakevich dan LoBrutto, 2007. e
Kolom. Kolom merupakan bagian dari KCKT yang biasanya berbentuk seperti tabung dengan diameter dan panjang tertentu. Pada kolom terdapat fase
diam di dalamnya. Fase diam pada KCKT umumnya berupa silika yang sudah dimodifikasi secara kimiawi. Oktil silika C
8
merupakan jenis fase diam yang biasanya digunakan untuk KCKT fase terbalik selain oktadesil silika.
Karakteristik dari oktil silika ialah memiliki sifat non polar. Akan tetapi gugus silanol yang tersisa atau tidak direaksikan akan menyebabkan solut yang polar
atau bersifat basa akan mengekor. Batas pH untuk fase diam ini umumnya ialah antara 2,5 - 7,5 Gandjar dan Rohman, 2010.
f Detektor. Detektor pada KCKT digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu
detektor universal seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri
massa dan detektor yang spesifik seperti detektor UV-vis, detektor fluorosensi, dan detektro elektrokimia. Detektor yang paling sering digunakan ialah detektor
UV-vis. Cara kerja detektor ini didasarkan atas penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh molekul yang
memiliki struktur atau gugus kromoforik Snyder, dkk, 2010.
F. Parameter Validasi Metode Analisis