BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap  keluarga  umumnya  mendambakan  anak,  karena  anak  adalah  harapan atau  cita-cita  dari  sebuah  perkawinan.  Berapa  jumlah  yang  diinginkan,  tergantung
dari  keluarga  itu  sendiri.  Apakah  satu,  dua,  tiga  dan  seterusnya  Manuaba,  2009. Sebagian besar orang tua menginginkan anak dalam jumlah sedang 3-5 orang anak.
BkkbN,  2012  menyatakan  bahwa  untuk  menuju  keluarga  yang  bahagia,  sejahtera dan  berkualitas  tidak  perlu  membentuk  keluarga  besar  dengan  jumlah  anak  yang
banyak, jika tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya kebutuhan pangan, namun terdapat kebutuhan lain seperti sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan dan kebutuhan masa depan anak. Menurut  Manuaba,  2009,  Pemerintah  Republik  Indonesia  menganjurkan
setiap keluarga mempunyai jumlah anak dua orang saja sudah cukup, demi mencapai kualitas  keluarga  yang  sehat  dan  memiliki  kesehatan  reproduksi  yang  aman  dimana
pada  saat  merencanakan  kehamilan  yang  harus  dihindari  antara  lain  empat  T  yaitu terlalu  muda  untuk  hamil  20  tahun,  terlalu  tua  untuk  hamil    35  tahun,  terlalu
sering  hamil  anak    3  orang  berisiko  tinggi  dan  terlalu  dekat  jarak  kehamilannya 2 tahun.
Menurut Badan Pusat Statistik, BkkbN, dan Macro Internasional 2013, yang memuat  tentang  data  Survei  Demografi  Kesehatan  Indonesia  SDKI  tahun    2012,
1
Universitas Sumatera Utara
rata-rata  wanita  Indonesia  akan  mempunyai  2,6  anak  selama  hidupnya.  Data menunjukkan  bahwa  wanita  yang  tinggal  di  perkotaan  mempunyai  Total  Fertility
Rate TFR 0,4 lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tinggal di perdesaan. Namun angka kelahiran menurut kelompok umur pada kelompok umur 25-29, 30-34,
dan 40-44 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding di daerah perdesaan. Untuk  mengetahui  jumlah  anak,  wanita  berstatus  kawin  dalam  survei
demografi  kesehatan  indonesia  SDKI  2012  ditanya  tentang  keinginan  mempunyai anak  pada  masa  mendatang,  keinginan  menambah  jumlah  anak,  menjarangkan
kelahiran  anak  berikutnya,  dan  membatasi  kelahiran.    Memperlihatkan  bahwa  47 wanita kawin tidak ingin menambah jumlah anak lagi dan 3 persen menyatakan telah
dioperasi  sterilisasi.  Dari  44  wanita  kawin  diantaranya  15    ingin  menambah jumlah anak dalam waktu dua tahun, 23  ingin menunda kelahiran berikutnya dua
tahun atau lebih, dan 6  menyatakan belum dapat menentukan waktunya. Tiga dari empat wanita yang sudah kawin ingin menjarangkan kelahiran berikutnya atau tidak
ingin mempunyai anak lagi. Angka ini menggambarkan proporsi wanita yang secara potensial
memerlukan pelayanan
keluarga berencana
KB. Data
juga memperlihatkan  bahwa  keinginan  membatasi  kelahiran  meningkat  secara  cepat
sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup yakni 84  wanita yang tidak mempunyai anak ingin mempunyai anak lagi dibandingkan dengan 7  wanita dengan dua anak.
Di sisi lain, proporsi wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi meningkat dari 11 pada  wanita  yang  mempunyai  satu  anak  menjadi  58    pada  wanita  yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai dua anak, dan 80  atau lebih pada wanita yang mempunyai lima orang anak atau lebih BkkbN, 2012.
Hasil  Sensus  Penduduk  2010,  menunjukkan  bahwa  penduduk  Indonesia berjumlah  237,6  juta  jiwa,  yang  terdiri  dari  119,6  juta  laki-laki  dan  118,0  juta
perempuan. Dari jumlah tersebut, sekitar satu diantara tiga penduduk Indonesia yakni 81,4  juta  orang  atau  sekitar  34,2    diantaranya  adalah  anak,  y
ang  menarik  untuk diamati  adalah  adanya  peningkatan  proporsi  penduduk  berumur    0  tahun  dari  4,7
persen  pada  tahun  2000  menjadi  5,4    pada  tahun  2010  Profil  Anak  Indonesia, 2012.
Provinsi  Nanggroe  Aceh  Darussalam  yang  merupakan  bagian  dari  negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yaitu 4.597.308 orang dimana jumlah laki-laki
yaitu  2.300.442  orang  sedangkan  perempuan  berjumlah  2.296.866  orang  terdapat 20,4  diantaranya adalah anak - anak yaitu 938.300 orang Dinkes Aceh, 2011
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2012, jumlah penduduk kota Lhokseumawe sementara adalah 170.504 orang, yang terdiri atas 84.893 laki-laki dan
85.611 perempuan. Dalam hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tersebut tampak bahwa penyebaran  penduduk  Lhokseumawe  masih  bertumpu  di  Kecamatan  Banda  Sakti
yakni  42,92  ,  dimana  di  Desa  Pusong  merupakan  bagian  dari  kecamatan  ini  yang memiliki  jumlah  penduduk  1175  KK,  dengan  jumlah  anak  347  orang  tahun  2010,
meningkat menjadi 354 orang anak pada tahun 2011 dan 367 orang anak pada tahun 2012 Badan Pusat Statistik, 2013
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Todaro  dan  Smith  2008,  mekanisme  yang  terkandung  dalam  teori ekonomi fertilitas berlaku di negara-negara berkembang khusus untuk anak tambahan
marginal children, atau anak keempat dan seterusnya, yang secara umum dianggap sebagai  suatu  bentuk  investasi.  Dalam  memutuskan  perlu  tidaknya  tambahan  anak,
para  orang  tua  diasumsikan  akan  selalu  memperhitungkan  untung  ruginya  secara ekonomis.
Bentuk  keuntungan  utama  yang  paling  diharapkan  adalah  pendapatan  yang diperkirakan dapat dihasilkan dari tenaga kerja si anak bila ia bekerja di kebun atau
sawah  keluarga,  serta jaminan  keuangan  bagi  ayah  dan  ibu  di  hari  tua.  Dilain  pihak ada  dua  bentuk  utama  kerugian  atau  biaya  yang  senantiasa  diperhitungkan.Pertama
adalah biaya oportunitas berupa waktu sang ibu yang habis untuk memelihara si anak sehingga  ia  tidak  sempat  melakukan  kegiatan-kegiatan  lain  yang  produktif.  Adapun
yang  kedua  adalah  biaya  pendidikan  anak  baik  biaya  aktual  maupun  biaya oportunitas.
Disini orang tua menghadapi dilema. Jika anaknya sedikit, maka mereka bisa di  sekolahkan  sampai  setinggi  mungkin  sehingga  potensi  mereka  untuk  mencetak
penghasilan  akan  tinggi.  Ini  berarti  kepentingan  jangka  panjang  akan  terjamin, sedangkan  kepentingan  jangka  pendek  terhadap  anak  harus  dilupakan.  Dilain  pihak,
jika anak mereka banyak, maka mereka bisa memperoleh tambahan tenaga kerja yang berarti.  Namun,  kemungkinan  untuk  menyekolahkan  mereka  sampai  setinggi-
tingginya  sulit  sehingga  masing-masing  anak  mungkin  hanya  menerima  pendidikan dasar saja. Akibatnya, potensi mereka sebagai pencetak penghasilan yang potensial di
Universitas Sumatera Utara
masa mendatang tidak bisa terlalu di harapkan.Itu berarti kepentingan jangka panjang harus di korbankan Todaro dan Smith, 2008.
Hasil  survei  awal  yang  dilakukan  di  Desa  Pusong  Kecamatan  Banda  Sakti Kota  Lhokseumawe  terhadap  10  orang  ibu  yang  sudah  menikah  dan  mempunyai
anak,  jumlah  anak  yang  mereka  miliki  2 – 7 orang anak. Ketika ditanya alasannya
memiliki  anak  banyak  karena  bagi  mereka  mempunyai  anak  banyak  akan  memiliki banyak rezeki, anak juga menjadi tenaga kerja tambahan dalam memenuhi kebutuhan
keluarga,  dengan    rata –  rata  ibu  berpendidikan  dasar  sehingga  sulit  menerima
informasi  tentang  KB  dan  menganggap  KB  itu  tidak  boleh  dalam  agama  sehingga mereka  cenderung  menambah  jumlah  anak  2  sampai  3  orang  anak  lagi  karena
meyakini  anak  bisa  mencari  upah  sendiri  untuk  memenuhi  kebutuhannya  sehingga tidak  menjadi  beban  keluarga.  Namun  ada  juga  keluarga  yang  memiliki  anak  pada
jumlah  2  orang  saja,  dikarenakan  faktor  kesehatan  ibu  yang  tidak  mampu melanjutkan penambahan jumlah anak karena sudah melakukan sterilisasi.
Pendapatan  keluarga  di  Pusong  mayoritas  rendah  cukup  untuk  kebutuhan pokok  saja  namun  jumlah  anak  tidak  menjadi  masalah  bagi  mereka  karena  semakin
banyak  jumlah  anak  semakin  banyak  yang  menopang  ekonomi  keluarga.Sedangkan pada  4  orang  26,7  persen  ibu  yang  berusia  diatas  35  tahun  dan  memiliki  anak  2
orang mengatakan tidak akan membatasi jumlah anak hanya saja akan merencanakan jarak  kehamilannya,  walaupun  rata-rata  anak  hanya  mampu  disekolahkan  sampai
selesai  SD  dan  SMP  karena  keterbatasan  ekonomi  yang  selanjutnya  mengikuti kebiasaan pekerjaan ayah dan ibunya sebagai nelayan dan penjemur ikan. Orang tua
Universitas Sumatera Utara
menganggap kebutuhan anak hanya pokok saja sementara kasih sayang, kebahagiaan, penghargaan, rekreasi, sama sekali tidak diperhatikan.
Selanjutnya Desa Pusong juga merupakan bagian dari Kecamatan Banda Sakti Kota  Lhokseumawe  yang  berkawasan  padat  penduduk  dan  berpemukiman  kumuh
dengan  mata  pencaharian  95  adalah  nelayan  dan  penjemur  ikan,  dengan  keadaan sosial ekonomi yang rendah memiliki banyak anak merupakan sumber infestasi yang
dapat  membantu  meringankan  beban  finansial  keluarga,  setiap  anak  memiliki rezekinya masing
– masing, berapapun jumlah anak mereka beranggapan anak adalah rezeki yang harus disyukuri serta pemahaman bahwa setiap keluarga harus memiliki
anak  laki –  laki  sebagai  garis  keturunan  yang  melanjutkan  gelar  “Teungku,  Sayed,
Ampon” dari garis keturunan orang tua laki – laki. Apabila tidak memiliki anak laki – laki maka gelar keturunan tersebut putus dan berakhir pada anak perempuan dengan
gelar keturunan “cut”. Keadaan ini merupakan keyakinan budaya yang memengaruhi jumlah anak dalam sebuah keluarga.
Menurut  Davis  dan  Blake  1974,  faktor-faktor  sosial,  ekonomi  dan  budaya dapat  berpengaruh  terhadap  fertilitas.  Muchtar  dan  Purnomo  2009,  menyatakan
terdapat  faktor  komposisional  yang  terdiri  dari  umur  ibu,  pendidikan  ibu,pekerjaan ibu,jumlah anak, indeks kekayaan kuantil, pendidikan suami,pekerjaan suami, agama,
jumlah anak sekarang dan tempat tinggal. Diana  2007  dalam  Siregar  2011  mengatakan  setiap  keluarga  perlu
mengukur  berbagai  faktor  yang  memengaruhi  jumlah  anak.  Dari  aspek  sosial, kesehatan,  finansial  hingga  adat  dan  budaya.  Dari  sisi  finansial,  sebuah  keluarga
Universitas Sumatera Utara
dapat  mengukur  kemampuan  pendapatan  yang  dikomparasikan  dengan  rencana pendidikan  serta  biaya  pemenuhan  kebutuhan  dan  kesehatan  bagi  anak  yang  akan
dilahirkan.  Anak  yang  direncanakan  hendaknya  memiliki  kualitas  pendidikan  dan kehidupan  yang  terjamin.  Dari  sisi  sosial,  jumlah  anak  dapat  disesuaikan  dengan
kondisi  sosial  masyarakat,  keluarga,  dan  berbagai  faktor  psikologis.  Mulai  dari keinginan  pribadi,  kemampuan  membagi  waktu  untuk  anak,  hingga  daya  dukung
lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak. Berdasarkan  hasil  penelitian  Muchtar  dan  Purnomo  2009,  wanita  yang
bekerja mempunyai fertilitas sedikit lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja 2,5  dibanding  2,3  anak,  dan  pengaruh  pekerjaan  terhadap  fertilitas  signifikan
p0,05.  Bila  dilihat  menurut  kelompok  jumlah  anak  lahir  hidup  menunjukkan bahwa umumnya wanitayang bekerja mempunyai jumlah anak lahir hidup 3 anak atau
lebih,  sedangkan  wanita  yang  tidak  bekerja  umumnya  belum  mempunyai  anak  dan mempunyai antara 1-2 anak.
Siregar 2003 menyatakan bahwa latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan,  kesehatan,  adat  istiadat  atau  kebudayaan  suafu  kelompok  sosial  serta
penghasilan  atau  mata  pencaharian  yang  berlainan,  menyebabkan  pandangan  yang berbeda mengenai anak. Persepsi orang tua terhadap nilai anak berpengaruh terhadap
jumlah  anak  yang  diinginkan  demand  for  children.  Bulatao  dan  Lee  1983 menemukan  hubungan  positif  antara  nilai  anak  dan  jumlah  anak  yang  diinginkan.
Ketika  anak  dipersepsikan  memiliki  kegunaan  dan  manfaat  yang  besar  maka  orang tua  menginginkan  jumlah  anak  yang  lebih  banyak.  Sementara  itu,  ketika  orang  tua
Universitas Sumatera Utara
berpersepsi  bahwa  biaya  atau  beban  karena  memiliki  anak  lebih  besar,  maka  orang tua mengiginkan anak yang lebih sedikit.
Selanjutnya  menurut  Muchtar  dan  Purnomo  2009,  umur  kumpul  pertama sangat berkaitan dengan tingkat fertilitas, karena umur kumpul pertama menandakan
dimulainya  masa  reproduksi  wanita.  Oleh  karena  itu  semakin  muda  wanita  mulai aktif secara seksual, maka  semakin  panjang  masa  reproduksinya, dan pada  akhirnya
makinbesar pula kemungkinan mempunyai anak yang banyak. Umur kumpul pertama dikelompokkanmenjadi, ≤15 tahun, 16-17 tahun, 18-19 tahun, 20-29 tahun, dan 30+
tahun. Berdasarkan  uraian  tentang  faktor
–  faktor  yang  memengaruhi  jumlah  anak diatas  dan  hasil  survei  yang  telah  dilakukan,  maka  dirasa  perlu  dilakukan  penelitian
tentang  faktor –  faktor  apa  saja  yang  memengaruhi  jumlah  anak  di  Desa  Pusong
Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.
1.2 Permasalahan