Landasan Teori dan Konseptual

yang tidak relevan. Kegiatan ini dilakukan secara kontinyu terus menerus selama pengumpulan. Dalam tahap ini dibuat ringkasan-ringkasan data serta penelusuran dan pengkategorian tema-tema atau isu-isu terkait dengan masalah penelitian. 2. Melakukan penyajian data dalam bentuk matriks sehingga memudahkan untuk melihat dan memahami apa yang sedang dan telah terjadi berkaitan dengan masalah penelitian. 3. Menelusuri dan memahami pola-pola, makna-makna, dan juga keterkaitan antar- komponen yang terdapat dalam matriks untuk kemudian dibuat simpulan-simpulan sementara. Simpulan-simpulan sementara ini kemudian ditinjau ulang dengan melihat kembali catatan-catatan lapangan maupun data-data yang disajikan dalam matriks data. Dengan cara demikian, simpulan yang sebenarnya dapat disusun. Proses analisis kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Dengan cara analisis seperti ini, data yang terkumpul lebih mudah diproses sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

1.6 Landasan Teori dan Konseptual

Terdapat empat kataistilah yang sudah jadi konsep yang perlu dijelaskan terlebih dahulu, yaitu: inventarisasi, dokumentasi, sistem mata pencaharian, dan Jawa Barat. Kata “inventarisasi” pada awalnya banyak digunakan dalam bidang administrasi dan kepegawaian. Akan tetapi selanjutnya kata ini menjadi konsep yang digunakan untuk kepentingan yang lebih luas. Secara luas konsep ini dimaknai sebagai “pencatatan atau pengumpulan data tentang kegiatan, hasil yang dicapai, pendapat umum, persuratkabaran, kebudayaan, dan sebagainya”. Kata “dokumentasi” merujuk pada dua arti. Pertama adalah “pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan. Kedua adalah “pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain. Konsep “mata pencaharian” – yang lebih populer dianggap sebagai bagian dari unsur universal kebudayaan – berarti pekerjaan atau pencaharian utama yang dikerjakan untuk biaya sehari-hari. Mata pencaharian disebut juga sebagai mata penghidupan. Dengan demikian, sistem mata pencaharian adalah “cara yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai kegiatan sehari-hari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi pokok penghidupan baginya”. Mengenai lokalitas penelitian ini, dalam judul dieksplisitkan “Jawa Barat“. Jawa Barat sebagai wilayah administratif dengan status provinsi ditetapkan tanggal 1 Januari 1926. Pembentukan provinsi ini dituangkan dalam Staatsblad Lembaran Negara Tahun 1925 Nomor 378 tanggal 14 Agustus. Sebagian masyarakat Sunda waktu itu menyebutnya Provinsi Pasundan. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang pertama kali dibentuk di antara tiga provinsi yang ada di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat pada awal pembentukannya meliputi lima keresidenan dan enam kotapraja stadsgemeente. Kelima keresidenan itu adalah Banten, Batavia Jakarta, Buitenzorg Bogor, Priangan, dan Cirebon; dan keenam kotapraja itu adalah: Batavia, Meester Cornelis, Buitenzorg, Bandung, Cirebon, dan Sukabumi. Dalam perkembangan selanjutnya, Batavia Djakarta keluar dari Provinsi Jawa Barat 195859, disusul oleh Banten 2000. Secara kultural istilah Sunda, Priangan, dan Jawa Barat seringkali disatunafaskan atau diidentikkan. Bahkan, sesekali muncul pengidentifikasian —pengidentifikasian yang berlebihan — “Sunda adalah Jawa Barat, Jawa Barat adalah Sunda”. Demikian juga dengan Priangan. Sejatinya, ketiga istilah tersebut memiliki latar sejarahnya sendiri-sendiri. Perkembangan selanjutnya pun berjalan masing-masing. Bila saja harus dipetakan, barangkali bisa dirumuskan demikian. Sunda lebih merupakan identitas kultural dengan ciri-cirinya tersendiri, lepas dari aspek administratif- geografis. Priangan menunjuk pada ciri kultural dan administratif-geografis. Melekat pada kata Priangan adalah ciri kultur kesundaan dan sekaligus menjadi salah satu keresidenan di Provinsi Jawa Barat. Adapun Jawa Barat adalah nama yang merujuk pada aspek geografis- administratif. Secara geografis, Jawa Barat terletak di bagian barat Pulau Jawa; secara administratif Jawa Barat merupakan pemerintahan level provinsi. Memang, secara historis dan realitas sekarang, mayoritas penduduk Provinsi Jawa Barat adalah etnis Sunda. Kultur dominannya pun Sunda. Akan tetapi Jawa Barat tidak identik dengan Sunda atau Priangan. Dengan demikan, meskipun dalam judul penelitian ini lingkup spasialnya adalah Jawa Barat yang multietnis dan multikultur, namun fokus perhatian peneliti lebih pada sistem mata pencaharian masyarakat Sunda. Secara teoretis dapat dikatakan bahwa sistem mata pencaharian sebuah komunitas akan senantiasa berubah dan berkembang. Perubahan dan perkembangan ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama faktor internal yang berkait dengan aspek alamiah dan sosial. Kedua, faktor eksternal. Secara internal tidak terhindarkan terjadinya perubahan pada lingkungan alam. Peruntukan penggunaan lahan tanah land use, komposisi prosentase penggunaan tanah, dan persepsi masyarakat terhadap tanah terus mengalami perubahan. Masyarakat yang pada awalnya bermatapencaharian dengan kegiatan-kegiatan perekonomian yang berkait dengan tanah, dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, berubah juga sistem mata pencahariannya, berubah ke sektor jasa. Pada sisi lain, masyarakat pun mengalami dinamikanya sendiri sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya tingkat pendidikan, mobilitas sosial yang cukup tinggi, aksesibilitas informasi yang semakin mudah, dan sebagainya. Kekuatan eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sistem mata pencaharian hidup masyarakat adalah masuknya investasi dari luar melalui berbagai kegiatan, program-program pembangunan ekonomi yang diperkenalkan oleh pemerintah, swasta, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Kombinasi faktor internal dan eksternal sebagaimana disebut di atas berpengaruh sangat kuat terhadap dinamika sistem mata pencaharian penduduk.

1.7 Sistematika Penulisan