Tantangan dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Zaman Yang Modern

4. Tantangan dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Zaman Yang Modern

Sekarang Ini Sesungguhnya semua orang Kristen tidak hanya kaum religius saja, dipanggil untuk menghayati semangat kemiskinan. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga ” Mat 5:3. Akan tetapi untuk menghayati kaul kemiskinan bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan diera globalisasi sekarang ini. Dunia sekarang ini, dimana orang berada sungguh menjadi semakin kaya, semakin lengkap, dan semakin menyediakan banyak kemudahan-kemudahan bagi hidup setiap orang. Terutama tawaran tentang kenikmatan-kenikmatan duniawi seperti: Kemajuan teknologi, budaya konsumtif, budaya instant dan lain sebagainya. Sebagai manusia sering ada rasa cemas bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, sehingga seringkali pula menjadi putus asa karena ambisi dari permintaan setiap orang yang tidak dikabulkan-Nya, tetapi semangat kemiskinan membawa orang untuk mempercayai penyelenggaraan Allah Bapa. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu ” 1 Ptr 5:7. Dengan kaul kemiskinan para kaum religius diajak untuk melepaskan hak milik dan hak pakai secara bebas atas barang-barang dan tidak mau terikat dengannya. Suparno 2016:112 mengatakan bahwa: Materialisme Vita Consecrata VC 89. Tantangan yang besar di zaman ini terhadap kaul kemiskinan adalah budaya materialisme yang haus akan harta milik, tanpa mengindahkan keperluan dan penderitaan rakyat kecil, tanpa kepedulian kepada keseimbangan sumber daya alam. Banyak orang haus harta dan mengumpulkan semua kekayaan dan menggunakan sumber alam untuk dirikelompoknya sendiri, sehingga banyak orang lain menderita. Suatu penghayatan kaul kemiskinan zaman modern sekarang ini yang menarik adalah berjuang atau berkarya bagi penegakan keadilan dan berkerja bagi orang miskin dan tersingkir. Menghayati kaul kemiskinan zaman sekarang ini tidak cukup hanya hidup sederhana dan hidup miskin, tidak mempunyai hak milik apa pun. Memang hal itu baik, tetapi tidak cukup untuk hidup orang di zaman ini. Mengapa? Karena di dunia orang sekarang ini masih terjadi ketidakadilan, pendindasan, kemiskinan struktural, dan perlakuan tidak adil bagi beberapa kelompok masyarakat. Penindasan antara kelompok masih selalu terjadi, dengan akibat beberapa kelompok menderita dan hidup dalam kehancuran dan kemiskinan. Akan tetapi yang menjadi tantangan dan kesulitan dalam menghayati kaul kemiskinan zaman sekarang ini, apabila orang sebagai religius masih berpikir tentang untung rugi, harta dan kenikmatan duniawi. Sebaiknya sebagai religius orang harus mampu mengalahkan segala keinginannya untuk memiliki harta kekayaan yang melimpah, mengumbar kenikmatan duniawi, rasa ingin menguasai orang lain, gila jabatan serta kedudukan dalam suatu organisasi dan lain sebagainya. Sebab semuanya itu adalah akar kejahatan masa kini yang hanya bisa diatasi bila nilai Injil kemiskinan, kemurnian dan pelayanan ditemukan kembali. Dikatakan dalam Kitab Hukum Kanonik KHK Kanon 634 § 2 sebagai berikut: “Namun hendaknya dihindari setiap kesan kemewahan, keserakahan, dan penimbunan harta ”. Kaul kemiskin kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian orang hendak menyatakan kesedian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana Statuta Bruder MTB 2014: Art. 41. Baiklah kita sadari pula bahwa dalam diri kita ada kecenderungan untuk memiliki dan menguasai barang-barang, menyimpan dan menimbun kekayaan, menyalahgunakannya bagi kepentingan, kenikmatan dan jasmani sendiri Statuta Bruder MTB 2014: Art. 42. Semangat kemiskinan mempercayai bahwa hidup, kesehatan, talenta, keberhasilan, iman, segala berkat, dan segala sesuatu juga kebajikan-kebajikan adalah berasal dari Tuhan yang diberikan oleh-Nya secara cuma-cuma kepada setiap orang. 1 Kor 4:7 “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau menerimanya mengapakah engkau memegahkan diri seakan-akan engkau tidak menerimanya? ”. Semangat kemiskinan membantu setiap orang membedakan antara kebutuhan yang menghidupkan dengan keinginan semata. Disatu sisi barang-barang merupakan suatu kebutuhan yang mempermudah dan membahagiakan, namun di sisi lain juga membahayakan. Contoh: Handphone HP, diperlukan untuk mempermudah komunikasi, namun menjadi hanya suatu kesenangan belaka ketika yang dicari tidak hanya fungsinya saja tapi model yang terus menerus berganti-ganti. Kaul kemiskinan membawa orang pada suatu tindakan keberanian untuk bermurah hati membantu orang lain. Sikap murah hati berarti orang rela memberi dan berbagi kepada orang lain. Sebagai kaum religius janganlah orang dengan mudah mengatasnamakan kata “sebuah pelayanan” untuk mengumpulkan harta di dunia ini, karena dimana harta orang berada disitu juga pikiran dan hatinya berada bandingkan dengan Bdk, Luk. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6:19-21. Kaul kemiskinan bukan berarti orang membuang semua kekayaannya, tetapi setiap orang diajak untuk memelihara dan menanamkan semangat murah hati, sikap batin karena dia percaya kepada penyelenggaraan ilahi. Setiap orang diajak untuk melihat segala sesuatu, yang mereka miliki semuanya berasal dari Tuhan, dan bukan sebagai milik pribadi yang patut dipertahankan untuk memperkaya diri sendiri dan kesenangan sendiri. Segala sesuatu yang mereka dapatkan adalah demi kemuliaan-Nya, untuk membantu orang-orang miskin. Suparno 2016:107 mengatakan bahwa “Dengan menghayati kaul kemiskinan, hidup dalam kesederhanaan setiap orang diajak untuk lebih peka dalam memperhatikan orang kecil dan miskin dalam karya pelayanan dan perutusan mereka. Setiap orang diharapkan dapat ikut merasakan betapa beratnya perjuangan orang- orang miskin untuk dapat hidup ”. Kemiskinan orang sebagai kaum religius hendaknya meniru kemiskinan Kristus. Yesus adalah anak Allah sudah mengosongkan diri-Nya menjadi miskin. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” Fil 5-7. Kemiskinan sebagai seorang religius di zaman sekarang ini, dimana orang hidup di tengah-tengah masyarakat dan dunia yang modern saat ini, bukanlah kemiskinan yang melarat dan harus menjadi pengemis kalau demikian kemiskinan orang tidak ada gunanya bagi orang kecil dan miskin. Suparno 2016:101 mengatakan bahwa “Demi pengertian kaul kemiskinan yang rasuli orang boleh mempunyai barang atau sesuatu, misalnya fasilitas yang baik entah di sekolah, di kampus dan di rumah sakit. Sedangkan bagi hidup seorang religius di komunitas boleh sederhana ”. Tanpa disadari dalam karya pelayanan dan kerasulan sebagai seorang religius, terkadang lebih memilih melayani orang-orang yang kaya dan bukan yang miskin. Kalau demikian adanya orang bukan lagi bersemangat murah hati, tetapi mencari kekayaan untuk diri sendiri. Hadiwardoyo 2016:66 mengatakan bahwa “Iman kepada Kristus yang miskin merupakan dasar kepedulian orang pada pengembangan kaum miskin di dalam masyarakat”. Fransiskus dari Assisi dalam wasiatnya dan dalam tulisan yang lain, memberi alasan kepada para pengikutnya mengapa kemiskinan begitu sentral dalam panggilannya. Dia tidak memberi definisi tentang kemiskinan atau implikasinya; ia hanya melihat Kristus menurut Injil”. Kristus adalah pusat hidup setiap orang. Ia memilih kemiskinan sebagaimana Ia melilih kerendahan. Ia telah “menelanjangi diri-Nya kepada semua orang kenosis. Bagi Fransiskus, Kristus adalah satu- satunya jalan kepada Bapa, dan perjalanannya untuk itu adalah perjalanan dalam kemiskinan Marpaung, 2006:107. Dengan kaul kemiskinan sebagai religius hendaknya orang menjaga dan mempertahankan dengan identifikasi dirinya dengan orang miskin, dan dikonkretkan dengan pelayanan bersama kepada orang kecil dan miskin. Sebagai kaum religius yang menghayati semangat kemiskinan semestinya orang belajar dari Yesus. Dia dibesarkan dalam sebuah rumah perkerja biasa dan melakukan perkerjaan tangan untuk mendapatkan nafkah-Nya. Ketika Dia mulai mewartakan kerajaan Allah, kerumunan orang-orang yang dirampas hak-hak mereka mengikuti Dia, dan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI demikian Ia mewujudnyatakan apa yang telah disabdakan-Nya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang- orang miskin” Luk 4:18. Dia menyakinkan mereka yang dibebani oleh kesusahan dan dihimpit oleh kemiskinan bahwa Allah memiliki tempat istimewa bagi mereka dihati- Nya: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunyai kerajaan Allah” Luk 6:20. Marpaung 200:70 mengatakan bahwa “Kemiskinan adalah pengosongan diri di dunia demi penumpukan harta disurga. Tanpa memiliki apapun di dunia ini adalah jalan untuk memiliki segalanya dalam Tuhan, inilah kemiskinan fransiskan. Pilihan Fransiskus akan kemiskinan adalah pilihan bebas dalam roh”. Dalam masyarakat dan dunia yang ditandai dengan irama pertumbuhan materi luar biasa yang hampir tak terkendalikan ini, kesaksian apakah yang dapat orang persembahkan sebagai seorang religius? Kalau dia, bahkan membiarkan diri terbawa oleh arus pencarian kesenangan diri yang tak terkendali, dan menganggap wajar demikian saja tanpa pertimbangan bahkan dengan leluasa menerima apa saja yang dihadiahkan kepada dia sebagai seorang religius. Pada suatu saat nanti manakala orang mulai terjerumus oleh jaminan yang amat menarik dan memikat dari harta milik, ilmu pengetahuan dan kekuasaan, panggilan Tuhan justru menantang anda para kaum religius untuk tetap dalam kesadaran sebagai umat kristiani dan mengingatkan umat manusia bahwa sebagai putra-putri Allah mereka harus tetap menjawab panggilan Tuhan dengan berbagi terang dari Allah sumber segala kehidupan, Bapa segala kuasa bagi umat manusia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Disanalah mereka akan menemukan segala kemajuan yang sebenarnya atas hidup mereka. Tantangan yang dihadapi oleh para religius di dalam menghayati kaul kemiskinan dan bersemangat miskin antara lain: Kemajuan teknologi, khusunya teknologi informasi, budaya konsumeristis, budaya instan, budaya hedonisme semuanya mempunyai pengaruh dan merupakan tantangan terhadap hidup berkaul setiap orang sebagai kaum religius. Dalam hal ini Ridick 1987:56 mengatakan: Apakah orang cukup rendah hati untuk mengakui dengan jujur keterbatasan diri atau lebih suka mempersalahkan orang lain? Semangat kemiskinan yang sejati akan terungkap dalam kehangatan, keterbukaan dan keterlibatan hidup. Sedangkan kelobaan mendatangkan kebosanan, sinisme, isolasi dan cinta diri. Sebagai seorang religius mereka harus menyadari dan memahaminya bahwa kaul kemiskinan yang mereka ikrarkan merupakan sarana yang amat berharga untuk benar- benar memurnikan pertimbangan-pertimbangan nilai dalam panggilannya sebagai religius. Dengan usaha ini orang akan membebaskan diri dari hidup secara parsial dan terpecahbelah dalam kemanusianya untuk mengikuti Tuhan. Dengan demikian orang menghindarkan diri dari perbudakan nafsu-nafsu, perbudakan hasrat dan minat cinta diri. Dengan kata lain penghayatan kaul kemiskinan secara benar, justru membawa setiap orang masuk ke dalam perspektif hidup yang lebih bebas, terarah dan terkaya. Orang sebagai umat Kristen semuanya, dipanggil untuk mendengarkan jeritan kaum miskin.

C. Rangkuman