Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani

Hal itu pertama-tama harus tampak dalam semangat persaudaraan dalam komunitas, tarekat, Gereja sehingga orang lain dapat merasakan bahwa para biarawan-biarawati hidup dalam kasih persaudaraan. Orang juga diajak untuk terlibat membangun hidup persaudaraan dengan masyarakat sekitar, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat kerja masing-masing. Suparno 2007:67 mengatakan bahwa ”Dengan kaul kemiskinan orang pun akan menjadi tanda akan perjalanan kemasa depan. Hidup orang bukan hanya berhenti pada dunia ini, tetapi sebagai musafir yang berjalan menuju kepada kerajaan Allah yang akan data ng”. Kaul kemiskinan menjadi lambang bahwa orang tidak terikat pada harta dunia ini, karena hidup sebagai religius mengarah kepada hidup yang akan datang. Yakni hidup abadi bersama dengan Yesus Kristus dalam kerajaan surga.

2. Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani

Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup manusia. Hidup membiara ditandai dengan ke tiga kaul yakni: kaul ketaatan, kemiskinan dan kaul kemurnian. Kaul merupakan suatu panggilan, mempunyai nilai dalam hidup manusia secara keseluruhan, meskipun juga harus diakui terbatas dalam pelaksanaannya secara konkrit. Orang sering mendapat kesan dan gambaran yang aneh mengenai kaul-kaul itu. Biasanya orang cenderung untuk memandang kaul-kaul itu, dari segi yang negatif dan tidak melihat dari segi yang positif. Apa yang dimaksud dengan segi negatif di sini ialah, bahwa dengan kaul itu orang lalu kehilangan hak yang ada pada orang yang tidak berkaul. Akibatnya orang merasa heran dan takjub melihat bahwa pada kenyataannya orang-orang yang berkaul miskin itu, tidak miskin seperti yang mereka gambarkan. Ketiga kaul itu adalah nasihat Injil. Kalau ketiga kaul itu adalah jawaban pada hidup Injil, maka jelas bahwa panggilan Injil itu dijawab dengan Injil itu pula, yaitu dengan menghidupi nasihat-nasihatnya. Ini berarti bahwa Injil adalah pusat hidup orang, dalam arti bahwa Injillah yang memanggil dan dengan Injil itu pula orang menjawab panggilan itu. Darminta 1975:27 mengatakan bahwa “Kaul dalam hidup membiara tidak mengandung unsur penolakan atau penekanan terhadap situasi, sesama dan benda tetapi lebih berarti pada suatu penerimaan terhadap unsur-unsur itu sebagai tempat menemukan hadirat Allah ”. Demikian juga kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh seorang biarawan atau biarawati tidak berarti bahwa dia kehilangan hak milik, tetapi dia mewajibkan dirinya, menggunakan barang atau miliknya itu untuk mengungkapkan kehadiran Allah yang aktif untuk membantu sesama. Dengan demikian pengikraran kaul merupakan hal yang wajar bagi kehidupan para religius, miskipun juga terbatas dalam pelaksanaan. Kaul, yakni janji yang telah dipertimbangkan dan bebas mengenai sesuatu yang lebih baik dan terjangkau yang dibuat kepada Allah, karena alasan keutamaan religi harus dipenuhi KHK. 2016: Kan. 1191 § 1. Dengan mengucapkan janji itu berarti seorang yang berkaul mengikatkan diri pada pola hidup miskin, tidak menikah, dan taat pada peraturan dan tata cara hidup bersama yang telah diatur oleh TarekatKongregasi yang telah dipilihnya. Panggilan Allah ditanggapi secara bebas dengan mempersembahkan seluruh hidupnya yang diungkapkan melalui ketiga kaul dalam hidup membiara. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tiga kaul itu datang dari: 1 Yoh. 2:16. “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bap a, melainkan dari dunia”. Sejak semula hidup membiara berarti menyangkal dunia, meninggalkan dunia. Sekarang dalam ajaran asketis diterangkan bahwa dunia adalah tiga hal: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup Jacobs, 1989:74. Dengan kaul ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian orang ingin secara nyata mengambil itu sebagai jalan dan pola hidup, yang ingin menampakan kehadiran Allah, sebab orang sadar bahwa kehadirat Allah itu nampak kepada dia melalui ketiga unsur tersebut. Dengan kaul itu orang mengakui apa yang menjadi titik pusat hidup dia. Maka hidup membiara yang pada dasarnya mau mengungkapkan aspek hidup pada hadirat Allah, selalu akan diwarnai oleh ketiga kaul itu Darminta, 1975:26. Kaul itu merupkan suatu panggilan dan pilihan pola hidup, mempunyai nilai dalam hidup manusia secara keseluruhan, meskipun juga terbatas pada pelaksanaan secara konkret. Orang merasa terpanggil untuk melakukannya, karena dia melihat bahwa pola hidup seperti itu merupakan sarana untuk berkembang dan menjadi manusia yang sejati. Orang menemukan arti dan nilai hidup, untuk menjawab suara Allah dan harus mengungkapkan hadirat Allah bagi umat manusia. Para kaum biarawan dan biarawati yang berkaul merupakan bagian dari Gereja umat Allah, menjadi bagian dari Gereja berarti menjadi ragi Allah di tengah-tengah ranah kemanusiaan. Untuk mewartakan dan membawa keselamatan Allah ke dalam dunia orang yang kerap kali tersesat dan membutuhkan dorongan, pengharapan dan peneguhan untuk meneruskan peziarahan Gereja, dalam melayani sesama.

B. Kaul Kemiskinan dalam Hidup Membiara