Relevansi penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)

(1)

RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Inson NIM: 121124053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima kasih yang tidak terhingga skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus sumber segala kehidupan. Persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atas perhatian, dukungan, kepercayaan, doa serta cintanya kepada penulis. Anggota keluarga saya, yang selalu mendoakan serta mendukung panggilan hidup saya sebagai Bruder Maria


(5)

v MOTTO

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”. (Mat. 7:12)


(6)

vi

PENYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Februari 2017 Penulis,


(7)

vii

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Inson NIM : 121124053

Demi pengembangan ilmu pengetahuan penulis memberikan wewenang kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:

REVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM

PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK

BERNODA (MTB) beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di media internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 23 Februari 2017 Yang menyatakan,


(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB). Judul skripsi ini dipilih berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama hidup bersama dengan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Belajar dari pengalaman hidup bersama tersebut, penulis merasa prihatin serta mengalami sendiri bahwa dalam praktik hidup bersama, masih ada permasalahan, hambatan dan godaan yang dialami oleh para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB), dalam memahami serta menghayati kaul kemiskinan bagi pelaksanaan tugas serta karya pelayanannya. Hal ini mengindikasikan bahwa semangat kemiskinan yang dicita-citakan oleh pendiri, agar para bruder mengusahakan sikap hidup sederhana belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apa yang dapat dilakukan untuk, meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan hidup persaudaraan para Bruder MTB. Persoalan tersebut dianalisis/dikaji dengan menggunakan studi pustaka, untuk mendapatkan gagasan-gagasan/pemikiran-pemikiran yang relevan agar dapat digunakan sebagai sumbangan bagi program pembinaan iman para Bruder (MTB). Supaya mereka dapat menghidupi dan menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan hidup persaudaraan seturut teladan/pola semangat Santo Fransiskus dari Assisi, di zaman modern sekarang ini. Tantangan yang besar di zaman ini terhadap kaul kemiskinan adalah budaya meterialisme, konsumtif, kemajuan teknologi, serta semangat konsumerisme, sehingga membuat banyak orang mudah puas diri dan tamak mengejar kesenangan harta duniawi, ketenaran dan kuasa, yang menyebabkan hati nurani mereka, tumpul terhadap penderitaan sesama.

Santo Fransiskus dari Assisi adalah sosok pribadi yang sangat menginspirasi banyak orang. Dia berusaha menyerupai hidupnya dengan hidup Yesus Kristus, yang sekaligus Allah-Manusia, dia dalam menghayati kaul kemiskinan yang merupakan unsur hakiki dalam Injil dan yang ada dalam hidup Yesus Kristus, yang dia cintai dan hormati. Fransiskus dari Assisi menekankan kepada para pengikutnya termasuk para Bruder (MTB) bahwa peraturan dan pedoman hidup yang konkret adalah apabila para bruder dapat hidup seturut semangat Injil. Dalam Injil para bruder menemukan Putra Allah Yesus Kristus yang solider terhadap semua orang baik yang miskin maupun yang kaya, dan yang berdosa maupun yang tidak berdosa, semuanya Dia kasihi sebagai anak-anak Allah, hingga pada akhirnya Dia rela menderita, wafat dan bangkit demi cinta-Nya untuk semua orang. Para Bruder MTB menjadi aset bagi perkembangan dan kemajuan karya Kongregasi. Untuk itu pembinaan dan pendampingan terhadap mereka, perlu terus diupayakan. Maka dari itu penulis menawarkan suatu program katekese dengan metode Shared Christian Praxis (SCP) sebagai upaya untuk membantu meningkatkan semangat penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan hidup persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).


(9)

ix ABSTRACT

The title of this undergraduate thesis is “The relevance of live out of vows of poverty in servicing and living brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)”. It was chosen based on the writer own experiences living together in the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). The experiences made the writer concerned with the problem, the obstacle and the temptation of living together in the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) and in understanding as well as living up the vows of poverty in performing their duties. This case indicated that the spirit of vows of poverty which was dreamed by founder in order to all members of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) trying to establish the attitude of the simple life was not realized well.

The major problem of this thesis is what Bruder MTB can do to increase the living up vows of poverty in the service and the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). The problem was analyzed using a literature study to gain relevance ideas which were contributed to develop of faith program of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) so that they could live up the brotherhood according to the spirit of Saint Francis of Asisi in this modern era. The great challenger of this modern era to the vow of poverty are the cultures of materialism, selfish and looking for new technology, and consumerism that make people worldly wealth-oriented, fame and that cause lack of attention toward others’ condition.

Saint Francis of Asisi was a person who has inspired many people. When he was living, he attempted to make his life like Christ by living up vows of poverty which was the essential element of Scriptures and Jesus Christ himself who he appreciated most. Francis of Asisi emphasized all followers included Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) that the concrete regulation and guidelines are when they could live based on the Scriptures. On the Scriptures, they obtained God’s Son Jesus Christ who was in solidarity with all people, both rich and poor men, both sinners and holy men. He did love all of them as His Father’s son. This, he had to suffer, to die and to rise because of His love for human beings. All Brothers become the next generation for developing congregation. Therefore, the writer intends to offer a catecheses program that is Shared Christian Praxis (SCP). This method is hoped to increase the spirit of living up vows of poverty in the service and the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Yang Mahakuasa sumber segala kehidupan atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul REVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB).

Skripsi ini disusun berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama hidup bersama dalam persaudaraan dengan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Belajar dari pengalaman hidup bersama tersebut, penulis merasa prihatin serta mengalami sendiri bahwa dalam praktik hidup bersama masih ada permasalahan dan kesulitan yang dialami oleh para Bruder MTB dalam menghayati kaul kemiskinan bagi pelaksanaan tugas serta karya pelayanannya. Hal ini mengindikasikan bahwa semangat kemiskinan yang dicita-citakan oleh pendiri agar para bruder mengusahakan sikap hidup sederhana belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan.

Skripsi ini juga menawarkan program pembinaan katekese dengan metode Shared Christian Praxis (SCP) sebagai upaya meningkatkan semangat penghayatan kaul kemiskinan dalam tugas dan karya pelayanan para Bruder MTB. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka


(11)

xi

pada kesempatan yang berbahagia ini penulis dengan hati penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama dan sekaligus juga sebagai Kaprodi Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Dengan sabar, setia dan teliti, beliau selalu memberikan perhatian, meluangkan waktu untuk mendampingi dan membimbing penulis dengan penuh perhatian, memberikan masukan-masukan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Drs. L. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan serta mendampingi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si. selaku dosen penguji ketiga yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan, serta mendampingi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah mendidik, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma dengan baik.

5. Provinsial Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) berserta dewan provinsi yang telah memberikan kepercayaan serta kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi, di program studi PAK hingga selesainya penulisan skripsi ini. Para Bruder MTB di komunitas Alverna Ngadikan Kotabaru dan


(12)

xii

komunitas Novisiat Banguntapan-Bantul yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Orang tua, kakak, adik dan semua keluarga yang selalu memberi semangat, dukungan moral, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh staf Perpustakaan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang begitu bermurah hati dan setia untuk memberikan peminjaman buku-buku yang penulis perlukan baik selama kuliah maupun selama penulisan skripsi ini berlangsung dan sampai selesainya skripsi ini.

8. Teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberi motivasi, dorongan dan bantuan bagi penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan tulus ikhlas memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis menghaturkan limpah syukur kepada Tuhan dan terimakasih untuk semuanya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 23 Februari 2017

Penulis,


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. KAUL KEMISKINAN ... 11

A. Hidup Membiara ... 11

1. Hidup Membiara dalam Gereja ... 17

2. Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani ... 19

B. Kaul Kemiskinan dalam Hidup Membiara ... 21

1. Peranan Kaul Kemiskinan ... 25

a. Kaul Kemiskinan sebagai Ikatan ... 28

b. Kaul Kemiskinan sebagai Peringatan dalam Melayani ... 31


(14)

xiv

3. Kaul Kemiskinan sebagai Ungkapan Kenabian Dalam Melayani 36 4. Tantangan dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Zaman Yang

Modern Sekarang Ini………. 40

C. Rangkuman………. 47

BAB III. KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN ... 49

A. Kaul Kemiskinan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder MTB ... 49

1. Sejarah singkat berdirinya Kongregasi Bruder MTB... 52

2. Mengikuti Yesus Kristus yang miskin dengan teladan Santo Fransiskus dari Assisi ... 54

3. Kemiskinan dalam perspektif menurut Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus dari Assisi ... 58

4. Kemiskinan dalam perspektif hidup Bruder MTB ... 62

5. Dasar Penghayatan Kaul Kemiskinan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) ... 67

B. Dimensi-dimensi dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan menurut Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)... 70

1. Miskin harta.... ... 72

2. Miskin dalam Roh……….. 74

3. Miskin secara radikal ... 79

4. Dalam persaudaraan ... 83

C. Rangkuman ... 89

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK MEMBANTU PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)… 91

A. Gambaran Umum Katekese ... 91

1. Pengertian Katekese ... 94

2. Katekese Umat ... 97

3. Tujuan dan tugas Katekese ... 99

a. Tujuan Katekese………... .. 99

b. Tugas Katekese ... 102

B. Spiritualitas dalam Pelayanan ... 103

1. Spiritualitas Fransiskan dalam pelayanan dan hidup Persaudaraan ... 105

2. Peranan spiritualitas Fransiskan dalam penghayatan kaul Kemiskinan ... 111


(15)

xv

3. Upaya spiritualitas Fransiskan dalam meningkatkan

penghayatan kaul kemiskinan ... 113

4. Pengalaman Praktik Hidup ... 116

5. Komunikasi Pengalaman Iman ... 118

6. Komunikasi Dengan Tradisi Kristiani ... 123

C. Usulan Program Katekese ... 126

1. Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 126

a. Shared ... 127

b. Christian ... 127

c. Praxis ... 128

2. Langkah-langkah Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 128

a. Pengungkapan Praksis Faktual ... 128

b. Refleksi Kritis Pengalaman Faktual ... 128

c. Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangakau ... 129

d. Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani ... 129

e. Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ... 129

3. Latar Belangkang Penyusuna Program ... 130

4. Pengertian Program……… .. 131

5. Tujuan Program……… 131

6. Contoh Program……… 132

7. Matriks Pembinaan Katekese……… 135

8. Contoh Persiapan Katekese dengan metode SCP ... 139

BAB V. PENUTUP ... 154

A. Kesimpulan ... 154

B. Saran ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 161

LAMPIRAN ... 162

Lampiran 1: Teks lagu Ambilah Ya Tuhan dan Persembahan Hidup .. (1)

Lampiran 2: Anggaran Dasar “Hidup Rasuli” Art. 29 dan Konstitusi “Hidup Dalam Persekutuan Harta” Art. 53 ... (2)


(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misionaris Gereja, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

EG : Evangelii Gaudium. Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil, 24 November 2013.

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil di Dunia Modern, 8 Desember 1975.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II mengenai Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan moral Gereja Katolik, 22 Juni 1993.


(17)

xvii

KHK : Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan kanonik dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.

Kon : Kanon

LG : Lumen Gentium, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 21 November 1964.

LF : Lumen Fidei, Terang Iman dari Paus Fransiskus kepada para Uskup, imam, daikon, biarawan dan biarawati serta kaum awam Juni 2013.

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius 25 Maret 1996.

C. Singkatan Lain Art : Artikel

AD : Anggaran Dasar

AD3R : Anggaran Dasar Ordo ketiga Regular Santo Fransiskus, (diberikan Di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan meterai Cicin

Nelayan, pada 8 Desember 1982)

AngBul : Anggaran Dasar dengan Bulla, (anggaran dasar yang diteguhkan dengan surat peneguhan/bulla


(18)

xviii

AngTBul: Anggaran Dasar Tanpa Bulla, (disusun pada tahun 1221 pada masa Paus Honorius III disebut “tanpa bulla” karena anggaran dasar ini tidak diteguhkan dengan surat peneguhan (bulla) Br : Bruder

Bdk : Bandingkan Cel : Celano

Dkk : Dan kawan-kawan Dsb : Dan sebagainya Dst : Dan seterusnya Dll : Dan lain-lain

Eremit : Orang/kelompok ada yang mengkhususkan diri hidup di pertapaan FI : Formatio Iman

Hal : Halaman HP : Handphone

PAK : Pendidikan Agama Katolik JPIC : Justice Peace and Integration KAJ : Keuskupan Agung Jakarta KAS : Keuskupan Agung Semarang KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Konst : Konstitusi

LPK : Lembaga Pelatihan Ketrampilan MTB : Maria Tak Bernoda


(19)

xix

PKKI : Pertemuan Kateketik Keuskupan Se-Indonesia Prodi : Program Studi

Provinsial : Pemimpinan provinsi PIKO : Pempinan Komunitas Profetis : Kenabian dan kerasulan

Statuta : Penjabaran dari Konstitusi dan Anggaran Dasar Bruder MTB Selibat : Orang-orang dalam kedudukan tertentu tidak boleh kawin. Klerikus : Kaum religius dan para imam

SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

SJ : Serikat Yesus St : Santo

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas TK : Taman Kanak-Kanak

USD : Universitas Sanata Dharma


(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Memilih hidup religius atau hidup membiara tidak terlepas dari pengikrarkan kaul-kaul seperti: Kaul ketaatan, kaul kemurnian dan kaul kemiskinan serta nasihat-nasihat Injil. Berbicara mengenai kaul kemiskinan tidak dapat dipisahkan dari hidup membiara kaum religius, yang ditandai dengan kaul-kaul yang diikrarkan dan dihayati oleh masing-masing pribadi dalam kongregasinya. Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan serta menghayatinya, maka seorang religius akan mengikatkan diri dengan janji serta menggabungkan diri pada Kongregasi/Tarekat yang dia pilih untuk mewarnai cara berpikir, berprilaku serta pola hidupnya.

Dengan mengikrarkan kaul seorang religius juga mau menyatakan kesetiaan dan kesanggupannya di hadapan seluruh umat dan imam sebagai wakil Allah, untuk bergabung dengan sekelompok orang yang dengan kesadaran secara bebas, tanpa paksaan dari pihak manapun juga, untuk bersama-sama dengan sepenuh hati, rela berkorban dan siap sedia melayani dalam tujuan dan cita-cita Tarekat/Kongregasi. Hidup membiara yang dibaktikan kepada umat beriman dan dihayati merupakan bentuk perwujudan dan penyerahan diri seorang religius secara total kepada Allah, melalui pelayanannya kepada sesama. Dengan memilih menjadi seorang religius atau hidup membiara orang mengikuti undangan Kristus. “Ada orang tidak dapat kawin karena kemauan sendiri oleh karena kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti


(21)

hendaklah ia mengerti” (Mat. 19:12). Penyerahan diri secara total kepada Allah khususnya dalam hidup religius atau hidup membiara merupakan suatu persembahan hidup yang murni dari setiap pribadi yang dengan kemauan secara bebas ingin menggabungkan diri ke dalam persekutuan hidup bakti dalam Tarekat/Kongregasi tertentu yang sudah menjadi pilihan bagi hidupnya. Pengikraran dan penghayatan ketiga kaul yakni kaul ketaatan, kaul kemurnian dan kaul kemiskinan oleh masing-masing anggota hidup religius, tidak terlepas dari semangat, khrisma dan spiritualitas pendiri Tarekat/Kongregasi. Dengan pengikraran kaul yang dilakukan oleh seorang religius dalam Tarekat/Kongregasinya masing-masing merupakan sesuatu pilihan dan keputusan hidup yang secara bebas, sepenuh hati dan dengan rasa penuh tanggung jawab dalam menggabungkan serta mengikatkan diri pada persekutuan hidup religius menurut ketiga nasihat Injil dalam setiap peristiwa hidupnya.

Marpaung (2008:70) mengatakan “kemiskinan adalah pengosongan diri di dunia demi penumpukan harta di surga. Tanpa memiliki apa pun di dunia ini adalah jalan untuk memiliki segalanya dalam Tuhan, inilah kemiskinan Fransiskan. Pilihan Fransiskus dari Assisi akan kemiskinan adalah pilihan bebas dalam roh”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya memfokuskan perhatian pada salah satu kaul yakni kaul kemiskinan yang menjadi salah satu ciri khas tarekat Fransiskan-Fransiskanes. Tarekat/Kongregasi para Bruder Maria Tak Bernoda, dengan pelayanan dan persaudaraan melalui katekese berusaha mengikuti Yesus Kristus menurut teladan dan spiritualitas Santo Fransiskus dari Assisi yang setia menepati Injil Suci


(22)

Tuhan kita Yesus Kristus dengan hidup dalam semangat kemiskinan. Para Bruder MTB diajak untuk mengikuti jejak Santo Fransiskus dari Assisi. Fransiskus semasa hidupnya berusaha untuk menyerupai hidupnya dengan hidup Yesus Kristus yang sekaligus Allah-Manusia untuk menghayati kaul kemiskinan yang merupakan unsur hakiki dalam Injil dan yang ada dalam hidup Yesus Kristus sendiri yang dia cintai dan hormati. Sebagai seorang religius tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melaksanakan pelayanan dan hidup sebagai saudara masih saja terjadi penyelewengan terhadap kaul kemiskinan baik disengaja maupun tidak disengaja. Contohnya: Seorang biarawan atau biarawati sudah dibelikan atau diberikan Handphone (HP) yang biasa tanpa android oleh provinsial atau pemimpin komunitasnya.

Akan tetapi seorang biarawan atau biarawati tersebut, tidak merasa puas dengan Handphone (HP) yang sudah diberikan. Maka dia (biarawan atau biarawati) berusaha untuk memiliki Handphone (HP) yang ada androidnya. Ini hanya sebagian contoh, tetapi masih banyak contoh yang lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam tulisan ini. Keinginan tersebut entah dipengaruhi oleh faktor teman sekomunitas, teman di kampus, teman dalam satu organisasi, faktor iklan dan lain sebagainya, yang menimbulkan rasa serta keinginan untuk memiliki barang-barang secara berlebihan walaupun tidak sungguh-sungguh diperlukan. Hal inilah yang menjadi suatu keprihatinan bagi penulis untuk memaparkan tentang kaul kemiskinan dalam pelayanan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) melalui katekkese.


(23)

Kemiskinan dan katekese merupakan salah satu ciri khas pola hidup dalam pelayanan dan hidup persaudaraan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda. Berdasarkan peraturan dan tata cara hidup Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (Statuta, Anggran Dasar dan Konstitusi), para bruder berhak memiliki segala sesuatu yang diperlukan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dalam pelayanan dan karyanya, akan tetapi tetap diusahakan agar tidak terkesan terlalu mewah, mendapat untung sebanyak mungkin, menimbun dan menumpuk harta kekayaan. Meskipun sudah mengikrarkan kaul kemiskinan masih ada para Bruder MTB yang belum memahami, menghayati, pura-pura lupa atau bahkan dengan sengaja melupakan esensi kaul kemiskinan yang sudah diikrarkannya. Akibat dari perbuatan dan tindakan bruder tersebut, dia sudah melanggar esensi kaul kemiskinan yang diikrarkannya di hadapan Allah melalui perantaraan seorang imam dan umat yang hadir pada saat seorang bruder mengikrarkan kaulnya.

Pada zaman sekarang yang serba canggih dan modern ini, banyak peluang dan tawaran untuk tidak setia lagi dalam menghayati kaul kemiskinan. Seperti lamanya berkarya atau bertugas di komunitas, berkarya di lingkungan atau di tengah-tengah umat yang ekonominya menengah keatas, banyaknya relasi dan hadiah-hadiah yang diberikan oleh kenalan kepada biarawan dan biarawati tersebut, khususnya kepada seorang Bruder Maria Tak Bernoda. Maka tidak mengherankan kalau kaum biarawan dan biarawati mendapat komentar atau bahkan cibiran dari umat “mereka yang mengikrarkan kaul, tetapi kami yang melaksanakannya”. Komentar atau cibiran dari


(24)

umat untuk para kaum biarawan dan biarawati memang sangat beralasan karena masih ada kaum biarawan dan biarawati yang hidupnya tidak sesuai dengan kaul kemiskinan yang diikrarkannya. Seperti yang dikatakan dalam pedoman hidup para Bruder MTB berikut ini:

Kaul kemiskinan kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian kita hendak menyatakan kesediaan untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art 41). Baiklah kita sadari bahwa dalam diri kita ada kecenderungan untuk memiliki dan menguasai barang-barang, menyimpan dan menimbun kekayaan, menyalahgunakannya bagi kepentingan, kenikmatan dan kesenangan diri sendiri, keluarga dan kelompok (Statuta Bruder MTB 2014: Art 42).

Adapun karya dan tugas pelayanan dalam persaudaraan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) antara lain: Karya pendidikan, pembinaan kaum muda (asrama putra, asrama putri yang dikelolah oleh para Bruder MTB, kesehatan (merawat orang kusta di Pati Jawa Tengah), pelayanan karitatif (memberikan bantuan beasiswa kepada orang yang membutuhkannya), pelayanan pastoral dan katekese di lingkungan dan paroki. Perkebunan, pertanian, dan Justice Peace and Integration (JPIC)/keadilan perdamain dan keutuhan ciptaan. Maka dari itu sangat penting adanya pemahaman dan penghayatan yang sungguh nyata, baik dan benar dalam hidup para Bruder Maria Tak Bernoda tentang kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan melalui katekese. Supaya Bruder Maria Tak Bernoda menjadi anggota atau saudara yang membaktikan diri dalam karya kerasulan dalam hidup religius sebagai persekutuan


(25)

demi perwujudan kesempurnaan karya penebusan Kristus. Seperti yang ditekankan dalam konstitusi Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)

Kongregasi kita didirikan dengan tujuan untuk dapat berkerja dengan subur guna memenuhi kebutuhan semasa. Kita harus tetap memperhatikan bentuk bentuk kebutuhan insani; kita harus berdiri di tengah-tengah gereja dan dunia sambal mendengarkan dan melayani, dan dengan kesediaan aktif membuktikan kabar gembira bagi sesama kita dalam hidup sehari-hari (Konstitusi Bruder MTB 1999: Art 204).

Para Bruder MTB menjunjung tinggi hidup sebagai saudara dalam pelayanan, sebagaimana dilakukan oleh Santo Fransiskus dari Assisi dan saudara-saudaranya. Hidup dalam persaudaraan tidak memandang suku, ras, budaya, agama, warna kulit, bahasa dan lain sebagainya. Akan tetapi hidup sebagai saudara mempersatukan semuanya. Persatuan dalam persaudaraan yang dibina dapat membebaskan seseorang dalam menghadapi tantangan persaudaraan bersama dalam melayani orang miskin. Persaudaraan ini merupakan persaudaraan bersama orang miskin yang tidak memiliki apa pun kecuali satu-satunya kekayaan kekal dan sumber segala kehidupan yaitu “Tuhan Yesus Kristus sendiri”.

Kekuatan yang menunjang persaudaraan adalah kemiskinan yang membebaskan, karena kemiskinanlah yang membawa seseorang kepada pengosongan diri. Dalam persaudaraan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Perlu saling melayani satu dengan yang lainnya, saling membasuh kaki seperti yang diteladankan oleh Yesus kepada para muridnya. “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; Sebab Aku telah


(26)

memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:14-15). Hal ini akan sungguh menjadi nyata apa bila setiap bruder siap sedia memberikan dirinya untuk melayani sesama, serta menghargai satu dengan yang lainnya dalam melayani hidup sebagai saudara dan mau menerima kekurangan serta kelebihan sesama saudara. Persaudaraan akan mendukung hidup bersama dalam pelayanan, doa dan karya. Hidup dalam persaudaraan merupakan pemberian dan rahmat dari Allah yang mahakuasa. Seperti yang terungkap dalam syair lagu dalam buku “Terpujilah Engkau Tuhanku” (Sekafi, 2004:63). Syair lagunya sebagai berikut: Marilah saudara satukan hati ciptakanlah kasih bersaudara. Melangkah bersama satukan harapan menuju kehidupan bahagia. Marilah saudara kita hunjukkan melayani saudara yang lemah. Berilah perhatian dan tunjukan kasih sayang. Itulah tanda kita bersaudara. Betapa indahnya hidup sebagai saudara bila kita saling mengasihi. Betapa nikmatnya hidup sebagai saudara bila kita saling melayani. Hidup sebagai saudara juga diatur dan ditekankan kepada semua Bruder MTB dalam (Konstitusi Bruder MTB 1999: Art. 222) dikatakan bahwa:

Kita sekalian terikat pada kongregasi begitu erat, sehingga kita dengan tepat menyebut satu sama lain saudara. Masing-masing berusaha dengan caranya sendiri untuk menyediakan diri demi pelaksanaan tugas, yang diterima dari kongregasi sebagai keseluruhan. Dari sebab itu semua harus menaruh perhatian hangat kepada suka dan duka seluruh kongregasi kepada kegiatan-kegiatan dalam komunitas kepada karya misionaris-misionaris kita kepada perkerjaan semua bruder. Demikianlah kita saling mendukung dalam penghayatan cita-cita yang sama.

Belajar dari pengalaman hidup bersama sebagai saudara dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) serta melihat masalah dan


(27)

keprihatinan yang dialami para Bruder MTB dewasa ini dalam memahami dan menghayati kaul kemiskinan menujukan bahwa semangat kemiskinan dan cita-cita pendiri belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan. Maka dari itu penulis mengulas kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB), sebagai sumbangan penulis kepada kongregasi sekaligus menjadi bahan koreksi dalam pelayanan dan hidup persaudaraan di komunitas. Dengan memilih judul: RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB).

B. Rumusan Permasalahan 1. Apa itu kaul kemiskinan?

2. Apa yang dimaksud dengan semangat kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)?

3. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder (MTB)?

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

2. Membantu para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) supaya dapat membangun kesadaran serta sikap untuk melaksanakan pelayanan dan persaudaraan.


(28)

3. Memberikan sumbangan permenungan serta pemikiran bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) untuk menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberi sumbangan bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) agar mampu memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

2. Supaya para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) dapat membangun kesadaran serta sikap dalam menghayati dan melaksanakan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

3. Menjadi bahan refleksi bagi penulis sebagai Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk menggambarkan dan menganalis secara faktual tentang relevansi penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang saya pilih adalah “RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER

MARIA TAK BERNODA (MTB)”. Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi

ini perlu ada sistematika penulisan yang akan saya uraikan dalam lima bab:

Pada bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan pendahuluan yang berisi gambaran umum mengenai hal-hal yang melatarbelangkanginya. Bagian


(29)

ini terdiri dari: Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Pada bab II : Kaul Kemiskinan. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang terdiri dari: Hidup membiara, kaul kemiskinan hidup religius, hambatan, tantangan dan godaan yang dihadapi dalam penghayatan serta pelayanan dalam zaman modern sekarang.

Pada bab III : Kaul Kemiskinan dalam Pelayanan dan Persaudaraan. Dalam bab ini penulis secara khusus akan menguraikan tentang penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) terdiri dari: Kaul kemiskinan dalam hidup persaudaraan para Bruder Maria Tak Bernoda, penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan ciri khas kemiskinan Fransiskus dari Assisi dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) serta kaul kemiskinan sebagai arah dasar dalam pelayanan dan persaudaraan.

Pada bab IV : Usulan Program Katekese Untuk Membantu Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Pelayanan dan Persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Pada bab ini penulis akan menjabarkan katekese sebagai salah satu upaya dalam membantu menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

Pada bab V : Penutup. Penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran-saran dari seluruh hasil yang sudah dibahas dari bab I – bab IV.


(30)

BAB II

KAUL KEMISKINAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan dua bagian pokok: Pertama mengenai hidup membiara, terdiri dari: Hidup membiara dalam Gereja dan kaul sebagai persembahan diri dalam melayani. Kedua kaul kemiskinan dalam hidup membiara, antara lain: Peranan kaul kemiskinan, kaul kemiskinan sebagai ikatan, kaul kemiskinan sebagai peringtan dalam melayani, makna kaul kemiskinan, kaul kemiskinan sebagai ungkapan kenabian dalam melayani dan tantangan dalam menghayati kaul kemiskinan di zaman yang modern sekarang ini.

A. Hidup Membiara

Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, dalam persaudaraan dan cintakasih. Agar hidupnya dapat diungkapkan secara padat dan menyeluruh, orang melepaskan diri dari segala urusan hidup berkeluarga. Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh dalam persaudaraan dan cintakasih. Cara hidup ini sangat memungkinkan manusia untuk mengembangkan diri dan pribadinya. Proses ini akan terwujud jika setiap anggota saling terbuka untuk memahami, mengerti, mau mendengarkan, mampu menerima dirinya, mau meninggalkan manusia lamanya, saling membangun dan saling menghargai setiap pribadi. Dengan demikian hidup persaudaraan dalam cintakasih dengan sendirinya akan terwujud. Inti dari hidup membiara adalah persatuan atau keakraban dengan Kristus sendiri. Seseorang yang memilih hidup membiara hendaknya selalu bersatu


(31)

dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal bagi dirinya. Memilih dan mengikuti panggilan hidup membiara berarti secara bebas dan sadar seorang religius, dalam hal ini para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) siap sedia untuk selalu “mengarahkan diri kepada hidup Yesus, melakukan kerasulan demi nama Yesus dan berusaha untuk mencontohi hidup Yesus”. Bandingkan dengan Lumen Gentium (Bdk. LG. 42 dan 44). Hidup membiara merupakan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan Yesus, yang telah mencintai dan memanggil orang yang ingin mengikuti Dia.

Hidup membiara selalu dilihat sebagai suatu sekolah, dan suatu hidup rohani. Tetapi sesuatu hal yang ingin saya kemukakan, ialah bahwa hidup membiara bukan sesuatu yang dipikirkan di satu tempat, lalu disebarkan dimana-mana. Sebaliknya: berpangkal dari mana-mana, akhirnya menemukan kesatuan (Jacobs, 1989:32).

Secara sederhana inti hidup membiara, hidup berkaul, atau hidup bakti adalah kita ingin menyerahkan diri kita penuh kepada Tuhan yang telah memanggil kita untuk terlibat dalam karya keselamatan Tuhan bagi umat manusia. Ini kita lakukan bukan karena kita hebat, kita pandai, kita pantas, tetapi karena Tuhan telah terlebih dahulu mencintai dan memanggil kita, sehingga kita ingin menjawab panggilan dan cinta-Nya (Suparno, 2016:27). Dasar hidup membiara karena saya dan juga rekan-rekan religius yang lainnya, ingin mengikuti Tuhan Yesus Kristus secara penuh, dalam karya dan perutusan yang digerakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Motivasi orang untuk hidup membiara adalah semata-mata demi kemulian Tuhan Yesus dan sesama. Bukan untuk menaikan status agar dihormati dan dipuja puji oleh banyak orang. Bukan pula untuk hidup enak-enak, untuk berpesta pora atau bermalas-malas karena semuanya sudah terpenuhi, tetapi orang ingin digunakan oleh Tuhan Yesus untuk terlibat dalam karya perutusan Tuhan sendiri. Orang hidup membiara untuk melakukan karya perutusan Tuhan.


(32)

Suparno (2016:3) mengatakan “Inti hidup membiara adalah orang ingin menyerahkan dirinya secara penuh kepada Tuhan agar dapat dilibatkan dalam karya keselamatan Allah bagi dunia”. Penyerahan diri penuh itu secara gerejani formal diwujudkan dengan ketiga kaul, yakni kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan”. Dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 573 ayat § 1 dan § 2. Hidup membiara atau hidup bakti adalah hidup untuk mengikuti Kristus atas dorongan Roh Kudus dalam bentuk ketiga kaul. Dikatakan sebagai berikut:

Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk hidup yang tetap dengannya orang beriman, yang atas dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai agar mereka, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia, dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan, sebagai tanda unggul dalam Gereja, mewartakan kemuliaan surgawi (KHK. 2016:186 Kan. 573 § 1).

Bentuk hidup dalam tarekat hidup bakti ini, yang didirikan secara kanonik oleh otoritas Gereja yang berwenang, dipilih dengan bebas oleh umat beriman kristiani, yang dengan kaul atau ikatan suci lainnya menurut undang-undang masing-masing tarekat, mengikrarkan nasihat-nasihat injili kemurnian, kemiskinan dan ketaatan, dan lewat cintakasih yang menjadi tujuan kaul-kaul tersebut mereka digabungkan dengan Gereja serta misterinya secara istimewa (KHK. 2016:187 Kan. 573 § 2).

Hidup sebagai religius berpangkal pada kehidupan Yesus sendiri, yang hidup selibat dan miskin. Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku" (Mat 19:21). Membangun komunitas doa dan hidup bersama dengan murid-murid-Nya, secara total terbuka dan taat kepada misi penebusan bahkan sampai mati, karena


(33)

itu yang menjadi tuntunan kehidupan religius adalah ajaran Yesus untuk melepaskan harta duniawi (Luk. 12:32-34). Untuk bersatu dengan Yesus sendiri dan kesediaan untuk pelayanan (Luk. 10:1-5). Kehidupan komunitas para murid dicatat dalam (Kis. 2:42-44 dan 4:32-37). Untuk menyerupai dan bersatu dengan Kristus sebagai kaum religius orang harus sering berkomunikasi dan bertemu dengan Kristus. Pertemuan dan komunikasi efektif dengan Kristus dalam doa merupakan kekuatan inti dari hidup membiara. Darminta (1975:13) mengatakan hidup membiara sebagai berikut:

Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Agar hadirat Allah dapat diungkapkan secara padat dan menyeluruh, maka biasanya orang lalu melepaskan diri dari segala macam urusan yang khas membentuk hidup berkeluarga. Melalui hidup membiara umat manusia semakin menemukan dimensi rohani dalam hidupnya. Hidup membiara merupakan suatu kemungkinan bagi umat manusia untuk memperkembangkan diri pribadinya. Hidup membiara mempunyai amanatnya sendiri, yaitu menunjukkan dimensi hadirat Allah dalam hidup manusia. Karenanya hidup membiara itu juga disebut panggilan.

Suparno, (2016:170) mengatakan bahwa “Hidup komunitas atau hidup bersama dalam biara sangat penting bagi penghayatan dan perkembangan hidup berkaul”. Dapat dikatakan bahwa bila hidup komunitasnya, seorang pastor, bruder atau suster baik, terbuka dan rukun. Dalam arti ada rasa saling pengertian dan saling memahami antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya, maka dalam penghayatan kaul akan lebih mudah direalisasikan dalam hidup bersama sebagai religius di komunitas. Karena disana sudah ada kesepakatan dan peraturan yang jelas dalam hidup bersama di dalam biara. Akan tetapi apabila hidup berkomunitas atau hidup membiara kurang kondusif atau sering ada konflik diantara sesama anggotanya, maka penghayatan kaul


(34)

biasanya susah dan berat untuk direalisasikan dalam hidup bersama. Hal semacam ini dapat terjadi kapan saja dalam hidup membiara apabila orang sebagai kaum religius tidak saling terbuka, jujur, pengertian dan tidak dapat saling memahami kelemahan dan kesukuran-kesukuran saudara dan saudari yang lainnya, dalam hidup membiara. Dalam hidup membiara atau berkomunitas, saya sendiri pernah mengalami hal semacam ini. Komunitas merupakan sarana atau penolong untuk mengungkapkan hadiran Allah dan sekaligus merupakan wadah bagi orang-orang untuk menggabungkan diri kedalamnya, agar dapat mengungkapkan kehadiran Allah secara nyata. Darminta (1975:15) mengatakan bahwa “Komunitas-komunitas dibentuk dan dibangun berdasakan pengalaman praktis dan kebijaksanaan-kebijaksanaan praktis dalam pengungkapan hidup religius. Maka komunitas bersifat berubah dan tidak absolut. Apa yang mutlak ialah amanat hidup membiara”.

Hidup bersama di komunitas atau dalam biara harus diakui bahwa pengalaman hidup bersama dituangkan dalam bentuk konstitusi, statuta, anggaran dasar, adat istiadat dan tradisi masing-masing biara atau komunitas. Peraturan-peraturan tersebut, tidak untuk membatasi, melainkan untuk memberikan arahan-arahan yang lebih jelas mengenai hidup bersama dalam komunitas. Maka hidup membiara akan selalu diwarnai dengan hidup berkomunitas. Mereka yang hidup membiara adalah kelompok manusia yang mengkhususkan dirinya pada tujuan mulia, yakni menjadi pelayan Tuhan secara khusus, yang memiliki misi mengantar sesamanya kepada Allah. Hidup mereka adalah hidup yang penuh cintakasih dan persaudaraan. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang


(35)

pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (bdk. Kis. 4:32). “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (bdk. Yoh 13:34-35).

Teks ini, ingin mengajak orang-orang yang memlilih hidup sebagai religius atau hidup membiara untuk mendasarkan model hidup dan pelayanan mereka, kepada hidup Yesus dan para murid-Nya. Sebagai seorang religius atau hidup membiara mereka bukanlah manusia super, dalam arti tanpa cacat celah. Mereka sama dengan yang lainnya, yakni sebagai manusia yang memiliki kelemahan, kekurangan dan unsur-unsur duniawi lainnya. Sebagai manusia yang lemah orang tetap memiliki persoalan dan tantangan dalam hidup membiara atau hidup dalam komunitas. Suparno (2016:19) mengatakan bahwa “Inti hidup membiara atau berkaul adalah orang ingin mempersembahkan dirinya kepada Tuhan”. Agar dia dapat digunakan oleh Tuhan untuk mewartakan karya keselamatan Tuhan bagi umat manusia. Orang ingin mempersembahkan dirinya kepada Tuhan bukan karena dia pandai, dia hebat, dia bersosial tinggi dan mempunyai kepekaan tinggi kepada orang lain, akan tetapi Tuhan telah mencintai orang tersebut, terlebih dahulu. Dengan menanggapi panggilan Tuhan orang ingin membalas cinta-Nya.


(36)

1. Hidup Membiara dalam Gereja

Suparno (2016:171) mengatakan Dasar hidup bersama dalam membiara bukan karena kesatuan suku, budaya, kesamaan hobi, asal tempat tinggal, status ekonomi, sifat dan karier yang sama, tetapi karena masing-masing dari orang dipanggil oleh Tuhan yang sama. Dalam Mrk 3:-13-19 dikisahkan sebagaimana para murid dari latar belakang yang berbeda-beda disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Demikian juga orang-orang yang berbeda-beda disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Orang masing-masing tetap pribadi lain, yang berbeda-beda dengan segala kekhasan, sifat watak, kelebihan serta kekurangan masing-masing. Dasar panggilan orang adalah Tuhan. Maka panggilan itulah yang menyatukan orang dengan Dia dan sesama. Itulah sebabnya hubungan pribadi masing-masing dengan Tuhan menjadi dasar yang kuat untuk hidup berkomunitas, hidup doa, hidup karya dan hidup dalam persaudaraan.

Orang masuk biara sering dikatakan orang meninggalkan kehidupan dunia. Maka sering digambarkan bahwa biara adalah tempat yang aman tanpa banyak persoalan dan penuh kedamaian. Hal itu dapat dimengerti sebab manusia sendiri merindukan kedamaian tanpa ada konflik-konfik seperti yang terdapat dan terjadi di kancah kehidupan dunia (Darminta, 1997:49).

Hidup membiara sebagai alternatif panggilan hidup harus “berkompetisi” dengan pilihan panggilan hidup lannya. Hidup membiara adalah cara hidup yang berani menolak tawaran-tawaran yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan kaul hidup membiara. Namun tawaran-tawaran atau godaan-godaan dari dunia modern saat ini, sering begitu lihai merayu para kaum religius. Seolah-olah bila menolak godaan itu, maka orang telah merasa sangat bersalah karena begitu saja melepaskan kesempatan


(37)

berharga. Tetapi sesungguhnya, menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan cara dan jalan hidup orang sebagai kaum religius tidaklah rugi. Sebab dengan menolak suatu kesempatan tersebut, orang telah memilih kesempatan yang jauh lebih berharga daripada itu. Kesempatan yang orang perjuangkan jauh lebih mahal, sebab sifatnya kekal abadi dan surgawi. Sayangnya, mata ini kurang mampu melihat dengan jelas terhadap sesuatu yang jauh lebih luhur dan penting untuk diperjuangkan. Hidup membiara memang harus ditentukan pada suatu pilihan. Dengan hidup atas dasar pilihan maka orang akan mampu untuk berkata “tidak” pada beberapa tawaran dan kesempatan yang menggoda, merintangi serta menghambat cara dan jalan hidup mereka sebagai seorang religius.

Hidup membiara dengan penghayatan ketiga kaul: keperawanan, kemiskinan, dan ketaatan, oleh Gereja diharapkan menjadi tanda eskatologis akan kerajaan Allah mendatang. Secara sederhana, dengan hidup tidak menikah sebagai perawan, kaum biarawan-biarawati dapat memberikan kesadaran atau menimbulkan pertayaan kepada orang lain akan adanya hidup lain selain hidup berkeluarga. Dan itulah yang kiranya akan terjadi dengan hidup dimasa depan, yaitu tidak kawin dan dikawinkan. Dengan kaul kemiskinan, kita pun menjadi tanda akan perjalanan kemasa depan (Suparno, 2007:67).

Hidup membiara dengan ketiga kaul, secara sederhana, ingin meniru hidup kasih yang dialami oleh Tritunggal Mahakudus. Orang ingin menyatukan diri dan mendapatkan semangat kasih Allah Tritunggal tersebut. Orang ingin menimba semangat kasih itu sehingga dapat mewujudkan kasih dalam tarekat dan juga di tengah masyarakat. Orang ingin menjadi tanda hidup mendatang yang dipenuhi oleh kasih. Ciri utama hidup mendatang, persatuan akrab dengan Allah Tritunggal, adalah kasih, orang diajak untuk dapat menjadi tanda hidup dalam kasih persaudaraan ini.


(38)

Hal itu pertama-tama harus tampak dalam semangat persaudaraan dalam komunitas, tarekat, Gereja sehingga orang lain dapat merasakan bahwa para biarawan-biarawati hidup dalam kasih persaudaraan. Orang juga diajak untuk terlibat membangun hidup persaudaraan dengan masyarakat sekitar, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat kerja masing-masing. Suparno (2007:67) mengatakan bahwa ”Dengan kaul kemiskinan orang pun akan menjadi tanda akan perjalanan kemasa depan. Hidup orang bukan hanya berhenti pada dunia ini, tetapi sebagai musafir yang berjalan menuju kepada kerajaan Allah yang akan datang”. Kaul kemiskinan menjadi lambang bahwa orang tidak terikat pada harta dunia ini, karena hidup sebagai religius mengarah kepada hidup yang akan datang. Yakni hidup abadi bersama dengan Yesus Kristus dalam kerajaan surga.

2. Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani

Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup manusia. Hidup membiara ditandai dengan ke tiga kaul yakni: kaul ketaatan, kemiskinan dan kaul kemurnian. Kaul merupakan suatu panggilan, mempunyai nilai dalam hidup manusia secara keseluruhan, meskipun juga harus diakui terbatas dalam pelaksanaannya secara konkrit. Orang sering mendapat kesan dan gambaran yang aneh mengenai kaul-kaul itu. Biasanya orang cenderung untuk memandang kaul-kaul itu, dari segi yang negatif dan tidak melihat dari segi yang positif. Apa yang dimaksud dengan segi negatif di sini ialah, bahwa dengan kaul itu orang lalu kehilangan hak yang ada pada orang yang tidak berkaul. Akibatnya orang merasa heran dan takjub melihat bahwa pada kenyataannya orang-orang yang berkaul miskin itu, tidak miskin seperti yang mereka


(39)

gambarkan. Ketiga kaul itu adalah nasihat Injil. Kalau ketiga kaul itu adalah jawaban pada hidup Injil, maka jelas bahwa panggilan Injil itu dijawab dengan Injil itu pula, yaitu dengan menghidupi nasihat-nasihatnya. Ini berarti bahwa Injil adalah pusat hidup orang, dalam arti bahwa Injillah yang memanggil dan dengan Injil itu pula orang menjawab panggilan itu. Darminta (1975:27) mengatakan bahwa “Kaul dalam hidup membiara tidak mengandung unsur penolakan atau penekanan terhadap situasi, sesama dan benda tetapi lebih berarti pada suatu penerimaan terhadap unsur-unsur itu sebagai tempat menemukan hadirat Allah”. Demikian juga kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh seorang biarawan atau biarawati tidak berarti bahwa dia kehilangan hak milik, tetapi dia mewajibkan dirinya, menggunakan barang atau miliknya itu untuk mengungkapkan kehadiran Allah yang aktif untuk membantu sesama. Dengan demikian pengikraran kaul merupakan hal yang wajar bagi kehidupan para religius, miskipun juga terbatas dalam pelaksanaan.

Kaul, yakni janji yang telah dipertimbangkan dan bebas mengenai sesuatu yang lebih baik dan terjangkau yang dibuat kepada Allah, karena alasan keutamaan religi harus dipenuhi (KHK. 2016: Kan. 1191 § 1). Dengan mengucapkan janji itu berarti seorang yang berkaul mengikatkan diri pada pola hidup miskin, tidak menikah, dan taat pada peraturan dan tata cara hidup bersama yang telah diatur oleh Tarekat/Kongregasi yang telah dipilihnya. Panggilan Allah ditanggapi secara bebas dengan mempersembahkan seluruh hidupnya yang diungkapkan melalui ketiga kaul dalam hidup membiara.


(40)

Tiga kaul itu datang dari: 1 Yoh. 2:16. “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia”. Sejak semula hidup membiara berarti menyangkal dunia, meninggalkan dunia. Sekarang dalam ajaran asketis diterangkan bahwa dunia adalah tiga hal: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (Jacobs, 1989:74).

Dengan kaul ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian orang ingin secara nyata mengambil itu sebagai jalan dan pola hidup, yang ingin menampakan kehadiran Allah, sebab orang sadar bahwa kehadirat Allah itu nampak kepada dia melalui ketiga unsur tersebut. Dengan kaul itu orang mengakui apa yang menjadi titik pusat hidup dia. Maka hidup membiara yang pada dasarnya mau mengungkapkan aspek hidup pada hadirat Allah, selalu akan diwarnai oleh ketiga kaul itu (Darminta, 1975:26).

Kaul itu merupkan suatu panggilan dan pilihan pola hidup, mempunyai nilai dalam hidup manusia secara keseluruhan, meskipun juga terbatas pada pelaksanaan secara konkret. Orang merasa terpanggil untuk melakukannya, karena dia melihat bahwa pola hidup seperti itu merupakan sarana untuk berkembang dan menjadi manusia yang sejati. Orang menemukan arti dan nilai hidup, untuk menjawab suara Allah dan harus mengungkapkan hadirat Allah bagi umat manusia. Para kaum biarawan dan biarawati yang berkaul merupakan bagian dari Gereja umat Allah, menjadi bagian dari Gereja berarti menjadi ragi Allah di tengah-tengah ranah kemanusiaan. Untuk mewartakan dan membawa keselamatan Allah ke dalam dunia orang yang kerap kali tersesat dan membutuhkan dorongan, pengharapan dan peneguhan untuk meneruskan peziarahan Gereja, dalam melayani sesama.

B. Kaul Kemiskinan dalam Hidup Membiara

Dengan kaul kemiskinan para kaum religius menjadi saksi kemiskinan zaman ini, di tengah semakin banyak orang yang berusaha hidup untuk mencari harta kekayaan,


(41)

kesenangan duniawi, pangkat, jabatan dan popularitas. Suparno (2016:106) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan menjadi tanda dan bentuk solidaritas dengan orang kecil, dan miskin”. Kaul kemiskinan merupakan satu dari tiga kaul yang diucapkan oleh mereka yang ditahbiskan menjadi imam biarawan, serta mereka yang mengikatkan dirinya pada suatu Lembaga Hidup Bakti. Istilah kaul lebih sering digunakan untuk biarawan dan biarawati, yang masuk dalam Lembaga Hidup Bakti. Ketiga kaul itu adalah kemiskinan, kemurnian (selibat) dan ketaatan. Tiga nasihat Injil ini didasarkan pada sabda dan teladan hidup Yesus Kristus sendiri dan dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa-bapa Gereja. Maka nasihat-nasihat Injil merupakan kurnia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhan dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya demi tercapainya cinta kasih sempurna. Dewasa ini tiga nasihat Injil ini identik dengan kaum religius dan para imam (klerikus). Namun bukan berarti bahwa ketiga nasihat Injil ini hanya khusus untuk mereka.

Umat beriman kristiani juga wajib menghayatinya. Bandingkan dengan Lumen Gentium (bdk. LG, no 44). Bisa dikatakan bahwa penghayatan nasihat-nasihat Injil sebagai wujud mengikuti Kristus muncul pertama kali dalam diri kaum awam. Bandingkan dengan Vita Consecrata (bdk. VC no 1). Namun, baik awam maupun bukan agar “setiap orang yang dipanggil untuk mengikrarkan nasihat-nasihat Injil sungguh-sungguh berusaha, supaya ia bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah, demi makin suburnya kesudian Gereja, supaya makin dimuliakanlah Tritunggal yang satu tak terbagi, yang dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus menjadi sumber dan asal segala kesucian” Lumen Gentium (LG.


(42)

69:47). Seiring dengan berjalannya waktu kaul kemiskinan: Dahulu, kini dan sekarang mengalami perubahan-perubahan dalam penghayatan serta pemaknaannya. Ketika pertama kali diterapkan, orang yang mengucapkan atau menghayati kaul kemiskinan benar-benar miskin. Orang bisa mengetahuinya dalam sosok Santo Fransiskus dari Assisi dan para pengikutnya. Mereka menggantungkan hidupnya pada belas kasih Allah, baik langsung maupun dalam diri sesamanya.

Maka dari itu, mereka yang berkaul kemiskinan umumnya tidak memiliki apa-apa. Dalam perkembangan berikutnya, kaul kemiskinan ini berubah maknanya menjadi kaul kesederhanaan. Kaul yang diucapkan atau diikrarkan adalah kemiskinan, namun penghayatannya adalah kesederhanaan. Orang yang mengikrarkan kaul kemiskinan ini masih diperkenankan memiliki barang atau harta kekayaan asal jangan sampai menyamai atau melebihi umat awam yang dilayaninya. Misalnya kalau umat di wilayah parokinya, banyak yang mempunyai mobil, maka imam atau biarawan dan biarawati yang ada di wilayah paroki itu, cukuplah dengan memiliki motor dengan nilai yang tidak mengalahkan nilai nominal mobil umat. Kalau umat umumnya punya parabola, maka kaum klerikus dan biarawan-biarawati cukup dengan televisi antena biasa saja. Di situlah letak penghayatan kaul kemiskinan. Inti dari kaul kemiskinan adalah bahwa orang ingin mengikuti dan meniru teladan hidup Kristus. Kristus menjadi satu-satunya yang bernilai bagi hidup orang, dan yang lainnya adalah sarana untuk berjumpa dan mengabdi kepada Kristus sebagai sumber dan penyelamat hidup dia. Maka sikap yang harus orang kembangkan adalah lepas bebas dari segala barang dan bahkan manusia. Kemiskinan kaum religius


(43)

ingin meniru kemiskinan Kristus, maka dengan kaul kemiskinan orang juga ingin membantu sesamanya. Dengan demikian kemiskinan kita sebagai kaum riligius bersifat “profetis” kenabian dan kerasulan.

Suparno (2016:100) mengatakan bahwa “Kemiskinan orang sebagai religius bukan kemiskinan untuk menjadi melarat dan pengemis. Orang yang berkaul kemiskinan tidak ada gunanya kalau tidak berdampak bagi kemajuan dan keselamatan orang lain. Orang dapat menjadi sangat amat miskin sampai hanya mempunyai baju dan calana hanya satu saja, tetapi kalau tidak mempunyai dampak bagi orang lain tidak ada gunanya”. Dalam kaul kemiskinan semangat yang dapat orang kembangkan adalah semangat murah hati. Murah hati karena apa yang mereka punya dan miliki semuanya adalah berasal dari kemurahan dan kebaikan Tuhan, entah bakat, ketrampilan, kemampuan, kekayaan atau kepandaian. Maka harus mereka bagikan kepada orang lain.

Untuk Fransiskus dari Assisi miskin berarti menghidupi kemiskinan Tuhan Yesus Kristus. Kepada para saudaranya, Fransiskus mengatakan bahwa “Putra Allah adalah lebih mulia dari kita, tetapi Ia telah membuat diri-Nya menjadi miskin di dunia ini untuk kita. Jadi, Fransiskus pertama-tama melihat kemiskinan lahiriah Kristus, kemiskinan Dia yang hidup miskin di dunia ini. Mengenai kemiskinan Kristus ini, Fransiskus selalu ingat akan Sabda Injil: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” Mat. 8:20 (Marpaung, 2008:61).

Kaul kemiskinan kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian kita hendak menyatakan kesediaan untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art 41).


(44)

Dalam perjalanan sejarah kemudian kaul kemiskinan (kesederhanaan) ini mengalami pergeseran nilai. Orang yang mengucapkan kaul kemiskinan ini tidak lagi menekankan “miskin” atau “sederhananya” melainkan pada “ketidakbergantungan”. Artinya, orang boleh saja punya mobil, handphone (HP) super canggih dan barang-barang elektronik lainnya yang super canggih dan super mahal, yang penting hatinya tidak bergantung pada benda atau materi itu. Tak peduli apakah umat sudah memilikinya atau belum. Pada dasarnya seorang imam, bruder dan suster sah-sah saja memiliki Blackberry canggih dan mahal meski umatnya masih pakai handphone (HP) biasa; wajar-wajar saja kalau melihat seorang imam memegang sebuah tablet meski umatnya masih memakai komputer yang model lama. Kalau ditanya mengapa punya barang-barang yang mahal seperti itu padahal mengikrarkan kaul kemiskinan? Mungkin dengan santai pasti akan dijawab, “Yang penting seorang biarawan dan biarawati yang bersangkutan tidak bergantung dan tergantung pada barang-barang tersebut.” Bisa jadi juga karena tuntuntan zaman dan perkembangan globalisasi yang mengharuskan seorang biarawan atau biarawati untuk menghayati dan memaknai kaul kemiskinan dengan cara seperti yang sudah saya jelaskan di atas tadi. Untuk pelayanan karya kerasulan bagi banyak orang.

1. Peranan Kaul Kemiskinan

Setiap orang Kristiani dan setiap komunitas dipanggil sebagai sarana Allah untuk membebaskan dan memajukan kaum miskin, dan untuk memampukan mereka menjadi bagian masyarakat sepenuhnya. Hal ini menuntut agar orang siap sedia dan penuh perhatian mendengarkan jeritan kaum miskin dan membantu mereka.


(45)

Evangelii Gaudium (EG. 2013. 108:187) “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yoh. 3:17). Tidak hanya kaum religius saja, dipanggil untuk menghayati semangat kemiskinan, akan tetapi setiap orang sebagai umat Allah turut serta untuk ambil bagian dalam hal ini. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mat. 5:3). Sabda bahagia merupakan keyakinan yang tulus akan cintakasih Bapa, sehingga kita percaya pada penyelenggaraan Bapa dan segalanya berasal dari Bapa.

Sebagai manusia sering ada rasa cemas bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, sehingga orang seringkali pula menjadi putus asa karena ambisi dari permintaan orang tersebut yang tidak dikabulkan-Nya, tetapi semangat kemiskinan membawa orang mempercayai penyelenggaraan Bapa. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1 Ptr. 5:7). Semangat kemiskinan membantu orang untuk membedakan antara kebutuhan yang menghidupkan dengan keinginan semata. Di satu sisi barang-barang merupakan suatu kebutuhan yang mempermudah dan membahagiakan, namun di sisi lain juga membahayakan. Dalam hal ini dituntut kebijaksanaan dari pribadi orang masing-masing, untuk menggunakan barang-barang yang dia miliki agar sungguh berdaya guna untuk sesama yang kurang beruntung hidupnya. Bagi kaum religius kaul kemiskinan sebagai suatu pemilihan pola hidup. Seorang religius merasa terpanggil untuk menghayatinya karena dia melihat bahwa pola hidup seperti itu merupakan sarana untuk berkembang dan


(46)

menjadi manusia sejati. Sebagai seorang religius dia menemukan arti dan nilai hidup, sebagai orang yang harus menjawab suara Allah serta mengungkapkan hadirat Allah bagi umat manusia. Semangat hidup yang seperti ini sebenarnya harus dimiliki oleh semua orang. Tetapi tidak semua orang dalam keadaannya yang terbatas mampu untuk mengungkapkan hal yang demikian. Maka ada orang-orang tertentu, yakni para kaum religius yang dipanggil secara khusus untuk mengungkapkannya melalui hidup kristiani melalui kaul kemiskinan yang mereka ikrarkan. Dalam hal ini Darminta (1975:55) mengatakan bahwa:

Dengan kaul kemiskinan, orang sungguh-sungguh berkeinginan untuk mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar kepada barang-barang itu. Dengan demikian barang dia letakan dalam tempatnya dalam kerangka hidup manusia, yang harus bergaul dengan Allah. Maka orang ingin mengungkapkan makna dan nilai benda itu dalam rangka keseluruhan dan dasar hidup manusia. Dan pengungkapan itu dia nyatakan dengan suatu kaul, yang disebut kemiskinan, yang berarti orang mencoba melihat barang itu dalam arti dan nilai yang dalam, sebagai sarana untuk bertemu dengan Allah. Sebagai seorang religius semangat kemiskinan kiranya akan menolong orang untuk sungguh-sungguh menghargai barang-barang yang mereka miliki demi karya pelayanan kerasulan mereka dengan jujur dan bijaksana. Tanpa semangat kemiskinan maka orang sebagai religius baik dalam kecukupan maupun dalam kekurangan sama saja akan menderita sebagai pribadi yang jauh dari Allah dan tidak pernah akan bersyukur atas hidup yang dia terima. Kehidupan dunia di zaman yang modern saat sekarang ini, akan memberikan kepada orang sebagai kaum religius kemudahan-kemudahan untuk mmencari segala pemenuhan dan kepuasan. Jika orang tidak hati-hati memilih tawaran-tawaran tersebut, maka karya kerasulannya, hanya berorientasi


(47)

pada hasil untuk mengejar barang-barang. Dengan kaul kemiskinan orang ingin menujukkan kepada umat beriman lainnya, bagaimana dia dapat setia pada tugas pelayanan dan karya kerasulannya. Semangat kemiskinan membuat orang menjadi orang yang sabar untuk tidak egois mementingkan kepentingan sendiri tetapi membuat dia merasa peka terhadap situasi orang lain. Berkatian dengan peranan kaul kemiskinan Darminta (1975: 57) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan orang akan bermakna, kalau dengan kaul dia sungguh mempunyai sikap hormat kepada benda atau barang, yang dia miliki. Dengan begitu barang yang orang miliki, dia sadari sebagai sarana untuk menghayati panggilan hidup sebagai religius. Maka kemiskinan merupakan sikap terbuka kepada hadirat Allah dan ajakkan-Nya”.

a. Kaul Kemiskinan sebagai Ikatan

Dengan kaul kemiskinan, para religius diingatkan dan ingin dibebaskan dari kelekatan-kelekatan pada harta duniawi, kedudukan, pangkat, jabatan dan segala hal yang dapat menghambat para kaum religius untuk bersatu dengan Tuhan. Dengan kaul kemiskinan sebagai religius orang ingin berbagi, ingin menolong keselamatan orang lain. Dengan demikian kemiskinan orang bersifat kerasulan. Serta kemiskinan yang ingin meniru kemiskinan Yesus, maka dengan kaul kemiskinan orang juga ingin membantu orang lain. Yesus menjadi manusia yang miskin agar dapat membantu manusia yang lainnya kembali kepada Allah. Suparno (2016: 99) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan adalah bahwa Kristus menjadi satu-satu yang bernilai bagi hidup orang, dan yang lainnya adalah sarana untuk berjumpa dan mengabdi kepada-Nya”. Kaul kemiskinan adalah proses perjuangan dan pergulatan untuk selalu bersatu


(48)

dengan Tuhan. Dalam kenyataan hidup religius di dunia modern saat ini, yang penuh dengan godaan dengan kaul kemiskinan orang ingat akan Yesus dalam hidup mereka, untuk melawan tantangan yang melemahkan panggilan orang sebagai religius.

Dengan kaul kemiskinan orang melepaskan hak untuk memiliki harta kekayaan dalam kongregasi. Orang hanya mempunyai hak pakai dengan izin kongregasi. Orang dengan kaul kemiskinan kehilangan hak milik atas barang yang dia terima. Maka, orang tidak minta warisan lagi. Semua barang dan uang yang mereka terima setelah kaul kekal, adalah menjadi milik kongregasi dan harus diserahkan kepada kongregasi (Suparno, 2016:109).

Alasan biblis dari kaul kemiskinan keinginan untuk mengikuti Kristus yang miskin. “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2Kor 8:9). Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan pegangan orang pada Tuhan, bukan pada harta dunia. Maka orang lebih bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan sarana atau barang yang ada. Jika ada sarana diterima dengan senang hati, jika tidak ada ya harus ditanggapi dengan senang hati juga. Secara sederhana kemiskinan orang dalam hidup membiara adalah ingin meniru hidup Yesus yang memang miskin dan sederhana. Orang begitu terpikat dengan kasih dan panggilan Tuhan karena misteri inkarnasi Yesus menjadi manusia papa dan hidup bersama di antara orang berdosa merupakan bentuk paling nyata dan kelihatan dari kemiskinan Kristus (Flp 2:6-11). Dengan menghayati kaul kemiskinan para kaum religius diajak untuk lebih memperhatikan orang kecil, orang miskin dalam kehidupan mereka.

Setiap orang beriman Kristen dan setiap komunitas Kristiani dipanggil untuk menjadi sarana dan alat Tuhan untuk membebaskan dan mengangkat


(49)

kehidupan kaum miskin. Panggilan itu juga untuk memampukan mereka menjadi bagian penuh dari masyarakat Evangelli Gaudium (EG, 2015:34. Art 187).

Ajakan untuk hidup miskin sebagaimana diajarkan di dalam Kitab Suci, sesungguhnya orang melihat bahwa Allah menawarkan suatu jalan hidup yang mampu mengobati penyakit kronis hidup manusia dari waktu ke waktu yaitu ingin hidup menuruti keinginan daging, nafsu dan ketamakan. Allah mengingatkan bahwa untuk dapat mengikuti Yesus, orang harus rela melepaskan segalanya untuk kemudian menghayati hidup kontemplatif bahkan dalam karya perutusan. Hidup semacam itu perlu orang laksanakan dengan menumbuhkan citra hidup Kristus di dalam diri mereka melalui penerimaan penuh kerendahan hati bahwa orang membutuhkan keselamatan lantaran keterbatasan mereka sebagai manusia, kedekatan orang pada kebinasaan, kefanaan dan kesementaraan pandangan serta kemampuannya. Dengan demikian jelas bahwa bagi semua orang kristiani hidup menurut Injil senantiasa mengandaikan tuntutan penghayatan hidup miskin. Ridick (1987:33) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan bukanlah pertama-tama pelepasan hak milik tetapi suatu pengarahan taraf hidup, suatu usaha untuk menjadi tidak melekat pada satu tahap kehidupan saja, agar dapat bebas meraih dan memiliki keintiman yang total dan terpadu dengan Kristus”.

Untuk menghayati kaul kemiskinan orang perlu memiliki semangat murah hati. Suparno (2016:102) mengatakan bahwa “Murah hati karena semua yang orang punyai adalah dari Tuhan, entah bakat, kemampuan, ketrampilan, kekayaan atau kepandaian. Semuanya itu dari Tuhan maka orang harus membagikannya kepada


(50)

orang lain juga”. Semangat pelayanan inilah yang menjadikan orang rela untuk diutus melayani setiap orang. Semangat murah hati berarti tidak menumpuk harta, bakat, kemampuan dan lain sebagainya hanya untuk diri sendiri, tetapi semuanya itu harus berikan demi pelayanan bagi sesama.

b. Kaul Kemiskinan sebagai Peringatan dalam Melayani

Iman orang akan Yesus Kristus, yang menjadi miskin dan selalu dekat dengan kaum miskin dan kaum tersingkir, adalah dasar kepedulian mereka pada pengembangan seutuhnya para anggota masyarakat yang paling terabaikan. Setiap orang Kristiani dipanggil sebagai sarana Allah untuk membebaskan dan memajukan kaum miskin, dan untuk memampukan mereka menjadi bagian masyarakat sepenuhnya. Hal ini menuntut agar orang sebagai kaum religius mau siap sedia dan penuh perhatian mendengarkan jeritan kaum miskin dan membantu mereka melalui karya pelayanan kerasulan. Ridick (1987:128) mengatakan bahwa “Pelayanan merupakan sarana yang baik untuk memperbaharui, memelihara dan meningkatkan hidup cinta seseorang. Pelayanan adalah jalan untuk membawa buah-buah keheningan ke dalam pengungkapannya yang nyata. Pelayanan adalah cinta dalam aksi, cinta dalam tindakan nyata. Maukah orang siap sedia dengan gembira dalam melayani sesama sebagaimana Kristus telah berkenan “membasuh kaki para rasul-Nya” tanpa menunggu sampai diberi tugas atau diperintah?”.

Yesus mempunyai prioritas dalam pelayanan-Nya, yaitu orang kecil, miskin, sakit, tersingkir dan lain-lain. Dia dengan tegas memperjuangkan keadilan bagi orang-orang ini terhadap lingkungan dan masyarakat waktu itu. Refleksi bagi setiap orang, apakah mereka juga memprioritaskan kaum kecil ini? Atau


(51)

sebaliknya mereka sendiri malah berbuat tidak adil dan lebih menyengsarakan kaum kecil? (Suparno, 2004:99).

Di Indonesia kemiskinan semakin meluas akibat ketidakadilan struktural. Mendesak pula kemiskinan akan hubungan-hubungan antara manusiawi. Peranan profetis atau perutusan para religius ialah membangun hubungan-hubungan baru berdasarkan sikap saling menghormati, misalnya berupa jemaat-jemaat biasa yang menampung siapa saja, tidak bertujuan politik, tidak merupakan ancaman bagi pihak mana pun, sekaligus untuk bersama-sama menghadapi kendala-kendala sosial. Berkembang arus intergrasi dengan kaum miskin untuk ikut mengalami marginalisasi, ketidakpastian, diskriminasi sosial, dalam rangka peranan profetis untuk melayani kaum miskin.

Kaul kemiskinan kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian kita hendak menyatakan kesediaan untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art 41).

Tanpa disadari orang sebagai kaum religius terkadang lebih suka melayani orang-orang yang kaya dan bukan orang miskin. Dalam doanya Ibu Teresa (2003:22) mengatakan: “Ya Tuhan, buatlah kami layak untuk melayani sesama kami di seluruh dunia, yang hidup dan mati dalam kemiskinan dan kelaparan. Melalui tangan-tangan kami, berilah mereka pada hari ini makanan yang secukupnya. Dengan cinta kami yang penuh pengertian, berilah mereka damai dan kegembiraan. Amin”.


(52)

2. Makna Kaul Kemiskinan

Kesaksian yang paling tampak bagi seorang religius dalam merealisasi kaul kemiskinan adalah penghayatan akan semangat kemiskinan. Semangat kemiskinan itu tentu saja berakar dari hidup Kristus sendiri. Kristus mengajak para murid-Nya dan juga para kaum religius untuk meninggal segala sesuatu, memikul salib dan mengikuti Dia pada jalan-Nya kepada Bapa (bdk. Luk. 9:23 dan 18:22). Suparno (2016:99) mengatakan:

Inti kaul kemiskinan adalah bahwa Kristus menjadi satu-satunya yang bernilai bagi hidup orang, dan yang lainnya adalah sarana untuk berjumpa dan mengabdi Kristus. Maka, sikap yang orang kembangkan adalah lepas bebas dari segala barang, hal, bahkan manusia.

Dengan kaul kemiskinan seseorang religius diharapkan turut ambil bagian dalam memperkembangkan hidup manusia supaya menjadi semakin manusiawi, demi memajukan taraf hidup mereka masyarakat marginal. Jadi masalah utama dalam kemiskinan bukan bagaimana orang hidup dalam kekurangan, meski ini ada gunanya pula kalau orang mengalaminya, tetapi bagaimana orang dapat menggunakan milik dan kekayaannya dalam keterlibatan mereka dengan masyarakat miskin dan terabaikan. Hendaknya kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh kaum religius, nampak dalam sikap, pola hidup dan tindak-tanduk seorang religius tersebut, sehingga masyarakat juga dapat menangkap dan mengerti apakah nilai kaul kemiskinan itu. Sinaga (1996:141) mengatakan bahwa “Santo Fransiskus Assisi menasihatkan: “Para hamba Tuhan, dengan semangat kemiskinan dan kerendahan hati, meninggalkan


(1)

162

. (2015a). Evangelii Gaudium. Tentang Menjadi Gereja yang Bergelimang Lumpur. Diterjemahkan oleh R.F Bhanu Viktorahadi. Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2013).

. (2015b). Tahun Hidup Bakti. Diterjemahkan oleh F.X Adisusanto dan Bernadeta Harini Tri, Prasasti. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2014).

Groenen, Cletus. (1979). Panggilan Kristen. Yogyakarta: Kanisius

Groome, Thomas H. (2010). Christian Religious Education. Diterjemahkan oleh Daniel Stefanus. Jakarta: Gunung Mulia.

Go, Piet. (1984). Tarekat Hidup Bakti menurut Hukum Gereja. Malang: DIOMA. Hidup Bakti dan Peranannya. (1994). Pesan Sinode Para Uskup. Malang: DIOMA

(Dokumen asli diterbitkan tahun 1994).

Hadiwardoyo, Purwa. Al. (2016). Ajaran Gereja Katolik Tentang Evangelisasi. Yogyakarta: Kanisius.

Heuken, A. (2002). Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. Iriarte, Lazaro. (1995). Panggilan Fransiskan. Sibolga: Kapusin

Iswarahadi, I.Y. (2003). Beriman dengan Bermedia. Yogyakarta: Kanisius. . (2010). Media dan Pewartaan Iman.Yogyakarta: PUSKAT. Jacobs, Tom. (1983). Spiritualitas. Salatiga: Institut Roncalli.

Kajetan, Esser. (2001). Karya-Karya Fransiskus Dari Assisi. Diterjemahkan oleh Ladjar. Jakarta: Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia (SEKAFI)

Foley Leonard, dkk. (2007). Spiritualitas Fransiskan untuk Kaum Awam. Saduran dari buku (To Live as Francis Lived). Diterjemahkan oleh Paskalis Bruno Syukur. Jakarta: Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia (SEKAFI).

Konsili Vatikan II. (1990). Konstitusi Tentang Gereja Lumen Gentium. Diterjemahkan oleh R Hardawiryana. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1964).

. (1996). Vita Consecrata. Anjuran Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius. Diterjemahkan oleh R. Hardawirjana. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1996).


(2)

163

. (1991). Perfectae Caritatis. Dekrit Tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius. Diterjemahkan oleh R Hardawiryana. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1965). Katekismus Gereja Katolik. (1995). Diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru.

Arnoldus: Ende

Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.

Kitab Hukum Kanonik. (2016). Dokumen asli diterbitkan tahun 1983 (R. D. R. Robiyatmoko, Ed). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Krispurwana Cahyadi, T. (2016). Kemurahan Hati. Yogyakarta: Kanisius.

Ladjar, Leo Laba. (1983). Inti Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Yogyakarta : Kanisius.

Manangar, C. (2006). Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Fransiskan. Medan: Bina Media.

. (2008a). Introduksi Spiritualitas Fransiskan. Medan: Bina Media. . (2008b). Kaul Fransiskus. Medan: Bina Media.

NN. (1999). Anggaran Dasar dan Konstitusi. Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). NN. (2014). Statuta Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

Riddick, Joyce. (1987). Kaul Harta Melimpah Dalam Bejana Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, Paul. (2016a). Hidup Membiara Di Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius. . (2016b).Tantangan Hidup Membiara Di Zaman Modern. Yogyakarta:

Kanisius.

. (2007a). Saat Jubah Bikin Gerah 1. Yogyakarta: Kanisius. . (2007b). Saat Jubah Bikin Gerah 2. Yogyakarta: Kanisius.

Simsic Wayne. (2008). Hikmat Fransiskus Hikmat Kita. Diterjemahkan oleh Hendrikus Seta. Jakarta: Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia (SEKAFI) Sinaga, Anicetus B. (1996). Iman Triniter. Jakarta: OBOR.


(3)

164

Sumarno Ds, M. (2013). Pengantar Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik Paroki Semester IV, Fakultas Ilmu Pendidikan Agama, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tubarman, Aloysius. (1997a). Dari Monasterium Bruderan.

. (1997b). Sejarah Kongregasi Bruder-Bruder (MTB). . (1997c). Semangat dan Tujuan MTB

Telaumbanua, Marianus. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.

Yohanes Paulus II. (2011). Catechesis Tradendae. Anjuran Apostolik Sri Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese masa kini. Diterjemahkan oleh R. Hardawirjana. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979).


(4)

[1] LAMPIRAN 1

Teks lagu “Ambillah Ya Tuhan” dari Madah Bakti no 247 Ambillah ya Tuhan kebebasanku

Kehendakku budi ingatanku Pimpinlah diriku dan Kau kuasai Perintahlah akan kutaati

Hanya rahmat dan kasih dariMu Yang kumohon menjadi milikku Hanya rahmat dan kasih dariMu Berikanlah menjadi milikku Lihatlah semua yang ada padaku Ku haturkan menjadi milikMu Pimpinlah diriku dan Kau kuasai Perintahlah akan kutaati

Teks lagu “Persembahan Hidup” dari Kidung Ekaristi no 131 Hidup kami Tuhan Engkau yang berikan, Kusembahkan hati budi diri kami, Kan kami jalani demi panggilan, Hidup mati kami dalam dunia ini. Hidup ini memang penuh perjuangan, Biar Kau jagai sampai akhir nanti, Kadang pula penuh pergulatan. Mengabdi Tuhan kini sampai mati. Kepada-Mu hidup kami kembalikan,

Kedalam tangan-Mu sgalanya kuserahkan, Suka duka tawa maupun tangisan,

S’moga ini jadi kidung dan pujian.

Kusembahkan hati budi diri kami, Hidup mati kami dalam dunia ini. Biar Kau jagai sampai akhir nanti, Mengabdi Tuhan kini sampai mati. Kami pasrah diri kepadaMu Bapa, Kebebasan hidup dan cita rasa, Sukma raga ini Kau jua yang punya, Kesaksian kami ditengah dunia.


(5)

[2] LAMPIRAN 2

Anggaran Dasar Pasal 9 “Hidup Rasuli” Artikel 29

Saudara-saudari hendaknya mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan, serta mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Hendaklah mereka meluhurkan Tuhan dalam perkerjaan mereka, sebab untuk itulah Ia mengutus mereka ke seluruh dunia, yakni untuk menjadi saksi suara-Nya dengan perkataan dan perbuatan dan untuk memberitahukan kepada semua orang, bahwa tak ada yang mahakuasa selain Dia.

Konstitusi Pasal 4 “Hidup Dalam Persekutuan Harta” Artikel 53 Kongregasi sebagai badan hukum mempunyai kemampuan untuk memperoleh, memiliki, mengelola dan mengalihkan pemilikan harta benda duniawi. Kongregasi menerima dan memiliki uang dan harta benda sebagai persekutuan, sehingga baik bruder, komunitas atau pun Provinsi/Regio tidak dapat menuntut hak eksklusif atas harta itu bagi dirinya sendiri saja. Pimpinan Provinsi dapat diberi wewenang oleh Pimpinan Umum untuk memperoleh memiliki, mengelola dan mengalih-milikan harta kongregasi. Segala yang diperoleh seorang bruder dengan usaha sendiri atau dengan usaha atas nama kongregasi diperolehnya bagi kongregasi. Segala yang diberikan kepadanya sebagai pensiun, bantuan atau imbalan dalam bentuk apa pun, diperolehnya untuk kongregasi.


(6)

[3] LAMPIRAN 3 Orang Muda Yang Kaya

Matius. 19:16-26

16 Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."

18 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, 19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

20 Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"

21 Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."

22 Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.

23 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

24 Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

25 Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?"

26 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."