Pendekatan Metode Penelitian Metode Penelitian
19 penghibur. Para pemimpin Jepang pada waktu memasuki pulau Jawa memerlukan
wanita yang bersedia ”dipakai” untuk hiburan. Kata “bersedia” adalah sebuah kata
yang dapat diartikan secara luas. Prostitusi terjadi secara terbuka legal. Hal ini dibenarkan dalam ketentaraan Jepang. Kebiasaan itu merupakan awal dari pemaksaan
wanita menjadi objek hiburan tentara Jepang di Indonesia Suyono, 2005: 262. Pada awalnya, mereka melakukan kepada penduduk Cina di Semarang, kemudian
mengambil wanita-wanita Indo, dan akhirnya menyusul gadis-gadis Indonesia atau wanita pribumi. Akibat pelacuran yang dipaksakan, banyak terjadi pembunuhan
terhadap bayi atau in-fanticide, bahkan timbul reaksi bunuh diri dari wanita-wanita yang dipaksa melayani nafsu seks para serdadu Jepang Suyono, 2005: 262.
Pada periode pemerintahan Jepang di Indonesia, segala kebijakan ketentaraan Jepang secara langsung diatur oleh pemeritahan pusat yakni dari Tokyo. Kebijakan
untuk mengatasi kebutuhan seksual para serdadu Jepang telah lebih dahulu dilakukan di daerah yang dikuasai sebelumnya, seperti Formosa, Korea, dan Manchukuo.
Karena telah diatur oleh pusat, pelacuran ini telah berimbas kepada kehidupan orang Indonesia, orang indo, dan Cina di Indonesia. Hal yang menjebak banyak wanita
menjadi perempuan penghibur adalah janji-janji Jepang untuk memperbaiki nasib diri dan keluarga mereka. Banyak dari mereka diajak belajar ke Jepang, ke Saigon bekerja
sebagai palang merah, atau sebagai pegawai pemerintahan. Namun, pada akhirnya mereka dipekerjakan sebagai wanita-wanita penghibur, atau dengan kata lain menjadi
pelacur untuk keperluan tentara Jepang. Akibatnya, wanita-wanita ini pasca masa perang sukar diterima kembali oleh keluarganya. Sehingga, pada akhirnya mereka
20 kembali menjadi pelacur di tanah air, meskipun dengan tujuan berbeda yaitu
menyambung hidup. Suyono, 2005: 263.