Sistematika Penyajian TINDAK KEKERASAN
21 1905, ketika Port Arthur telah diambil alih oleh Jepang dari Rusia. Setalah itu, terjadi
imigran besar-besaran orang Jepang. Korea menjadi sumber bahan baku dan juga merupakan pasaran bagi produk-produk Jepang. Dengan demikian, Korea menjadi
salah satu tiang penyangga bagi kerajaan Jepang. Para elit Korea diajak kerja sama dengan Jepang. Para kepala desa diberi hak dan kewajiban sebagaimana pernah
dilakukan di Indonesia. Senjata utama Jepang untuk memaksakan kehendak dan tujuannya adalah kenpeitai, sejenis polisi militer Jepang yang mempunyai wewenang
yang begitu luas Suyono, 2005: 265. Kerajaan Jepang berusaha untuk membuat Korea seperti Jepang. Hal yang
dilakukan Jepang mulai dari pendidikan dasar yakni menghilangkan pelajaran sejarah Korea dari sekolah-sekolah. Tidak hanya nama geografis kota, dusun dan tempat-
tempat di Korea yang dirubah tetapi nama dari orang-orang korea sendiri pun diubah menjadi nama Jepang. Penyerahan Jepang secara mutlak terjadi setelah bom-bom
atom dijatuhkan oleh Amerika atas Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa itu mempunyai hikmah penting yang menyelamatkan bangsa Indonesia
menjadi tidak mengalami nasib yang dialami Korea. Pada awalnya, memang terciptan kemajuan ekonomi di Korea, di mana semua penduduk menikmatinya. Fenomena itu
sebenarnya diharapkan Jepang atas Indonesia yaitu ketika menggantikan kedudukan Belanda sebagai penjajah. Tapi, pada waktu itu terjadi depresi, rakyat Korea
menderita kelaparan dan mulai melakukan penjualan anak-anak gadisnya untuk dijadikan pelacur. Upaya seperti itu bisa memenuhi kebutuhan hidup secara drastis
22 dan menyeluruh di Korea. Tetapi, negara Korea tetap miskin, karena bahan-bahan
mineral dan batu bara sudah disedot sebelumya oleh Jepang Suyono, 2005: 266. Akhirnya, untuk mendapat kehidupan lebih layak lagi ratusan ribu orang Korea
bersama keluarganya ke Manchukuo untuk menyambung hidup. 20.000 wanita yang di antaranya merupakan pelacur-pelacur. Baru terbukti pada tahun 1992 bahwa dari
20.000 pelacur itu ternyata kebanyakan adalah anak-anak yang baru berumur 12 tahun. Perempuan-perempuan ini diambil atau diculik Jepang langsung dari sekolah-
sekolah mereka. Sejak tahun 1941, mereka harus melayani 700.000 serdadu Jepang sebagai budak seks di tempat-tempat pelacuran. Para wanita itu, sebelum tahun 1938
telah berangkat ke Tiongkok sebagai karayukisan untuk bekerja atau mencari nafkah di sana. Karayukisan bukanlah budak seks dalam pengertian Jepang, melainkan
comfort woman atau wanita penghibur yang dipekerjakan di tempat-tempat rekreasi
para prajurit Suyono, 2005: 267. Tempat-tempat pelacuran khusus, yang dipergunakan untuk kepentingan serdadu
Jepang dinamakan “rumah hiburan,” dan dapat ditemukan di Singapura, Formosa,
Manchuria dan Pilipina. Setelah tahun 1942, hal ini juga terjadi di Indonesia. Sejak tahun 1938, Korea merupakan pemasok utama gadis-gadis dan wanita-wanita pekerja
seks. Sehingga wanita-wanita yang bekerja di tempat pelacuran itu kebanyakan wanita Korea Suyono, 2005: 267.
Kekuasaan Jepang di Manchukuo bertambah setelah terjadi peperangan antara Cina dan Jepang dan juga peperangan antara Rusia dan Jepang pada tahun 1904-
1905. pada tahun 1937, negara Manchuria menjadi sasaran ekpansi Jepang. Banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23 terjadi pemerkosaan yang dilakukan prajurit Jepang di daerah Manchuria selatan.
Oleh karena itu, bekas tangsi atau bangunan-bangunan Rusia oleh tentara Jepang diubah menjadi pusat-pusat pengendalian para pelacur untuk kepentingan tentaranya.
Pemerkosaan tehadap penduduk Cina di Nanking, telah menyebabkan seluruh penduduk di sana akhirnya anti Jepang dan kemudian melakukan perlawanan.
Pemerkosaan dan pembunuhan secara keji oleh prajurit Jepang tidak dapat dihindarkan lagi oleh orang-orang Cina. Suyono, 2005: 268.
Rumah hiburan yang pertama di Nanking dibuka pada tahun 1938, memakai istilah comfort yang artinya adalah hiburan bagi orang yang menderita. Rumah di
mana para wanita hiburan itu tinggal sangat menggelikan sebab pasti akan terbayangkan gadis-gadis geisha yang gembira sambil memetik shamisen atau gitar
dan memandikan pria di ofuro serta memberikan mereka massage shiatsu. Keadaan yang sebenarnya adalah kebalikannya, rumah pelacuran itu benar-benar kotor dan
hina di luar dugaan orang yang beradab. Para wanita penghibur oleh tentara Jepang di
sebut sebagai “tempat kencing umum.” Banyak dari penghuni yang bunuh diri setelah mengetahui tujuan dibangunnya rumah-rumah tersebut. Ada yang meninggal
karena dibunuh dan ada juga yang meninggal karena sakit. Bagi mereka yang masih hidup, harus siap menerima hinaan selama hidup dan menanggung malu. Tidak
sedikit dari mereka yang pada akhirnya memilih hidup sendiri dan ada juga menjadi mandul Suyono, 2005: 2679.
Wanita Cina yang menjadi korban pemerkosaan atau dipaksa menjadi wanita penghibur oleh Jepang diperkirakan antara 20.000 sampai dengan 80.000 ribu wanita.