Pemaksaan Menjadi Pelacur dan Kamp Tawanan Wanita Eropa

33 berhubungan langsung fisik ini dapat dilihat melalui penderitaan tokoh Sulis. Ini tampak dalam kutipan berikut: 1“Mas Sujono tetap berusaha menyeretku. Aku bertahan berada di dalam kamar petaknya. Tolong… Aku melonglong panjang, membelah senyap yang mati”.Lan fang, 2006 :61 Dari kutipan 1, terlihat jelas jika Sulis mengalami bentuk kekerasan fisik dari Sujono. Ia dipaksa untuk keluar dari rumah Sujono. Disini secara kekerasan fisik Sulis mendapat perlakuan kasar, ia diusir paksa dengan cara diseret agar keluar dari rumah oleh Sujono. Kutipan berikut adalah kekerasan dialami tokoh Sujono, ia ditampar ketika ia berusaha meyakinkan ayah Sutini jika ia tidak menghamili Sulis. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. 2“Mendadak ku dengar bunyi bergelegar. Sunyi seakan terkapar. Laki-laki itu menampar Sujono. Matan ya merah menyalang” Lan Fang, 2006:63 Dalam kutipan 2, terlihat Sujono mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayah Sutini. Kekerasan itu adalah kekerasan fisik di mana Sujono mendapat tamparan dari ayah Sutini. Di sini, Sujono berusaha membela dirinya karena ia tahu Sulis belum tentu hamil akibat perbuatannya sebab saat itu Sulis juga berhubungan dengan laki-laki lain. Tindak kekerasan yang sama masih dialami Sujono. Suara bergelegar itu terdengar nyaring untuk kedua kalinya. Ayah Sutini kembali menempeleng mas Sujono” Lan Fang, 2006:63. 34 Sujono kembali mengalami tindak kekerasan, ia kembali mendapat tamparan. Sujono hendak menjelaskan kepada ayah Sutini bahwa ia benar-benar mencintai Sutini bukan Sulis. Ia juga berusaha untuk menjelaskan kembali jika Sulis hamil bukanlah karena perbuatannya. Sujono mengetahui jika Sulis juga berhubungan dengan Mas Wandi. Dari kutipan di atas, sudah terlihat sangat jelas bahwa Sujono mengalami tindak kekerasan fisik, yaitu mendapat tamparan. Kekerasan kembali terjadi pada tokoh Sulis ini terlihat dalam kutipan berikut 3“Dan, seketika itu juga, tangannya melayang meninju mataku “Kamu jang an melotot padaku” sentaknya. Aku sempoyongan, terhuyung, dan terlempar, sambil menutup wajahku karena mataku yang sakit dan air mata yang berlinang. Aku terjerembap di lantai. Telentang dengan punggung terasa nyeri karena terhempas begitu keras” Lan Fang, 2006: 78. Dalam kutipan 3, terlihat kekerasan tetap dialami oleh Sulis. Setelah mendapat penghinaan dari suaminya, ia ditinju karena dianggap kurang ajar dan telah berani melotot melihat suaminya. Kutipan 3 ini masih tergolong kekerasan fisik. Hal ini dikarenakan Sulis masih mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Kekerasan terus dialami oleh Sulis. 4 “Besoknya, tampaklah gambar biru di sekeliling mataku dan seluruh tulang berulangku seakan remuk sehingga tidak bias bangun dari tikar. Mataku sembap dan bengkak karena bekas pukulan juga karena menangis semalaman” Lan Fang, 2006: 81 Kutipan 4 mengungkapkan hal yang sama dengan kutipan sebelumnya. Kekerasan masih terjadi pada diri Sulis. Kekerasan fisik terlihat pada penyiksaan yang dialami Sulis. Gambar biru membingkai mata Sulis karena pukulan. Seluruh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 tulang Sulis pun serasa remuk menjadi gambaran kekerasan yang dialaminya Hal yang sama juga terjadi pada kutipan berikut: 5“Setiap kali aku menanyakan mengenai Matsumi atau uang belanja, pecahlah perang di antara kami yang selalu berakhir dengan buku-buku tangannya membekas biru di pipiku” Lan Fang, 2006: 83. Kutipan 5 memiliki kapasitas yang sama dengan kutipan 4. Kekerasan yang terjadi di sini adalah kekerasan fisik. Terlihat dengan jelas bagaimana Sulis menjadi korban pemukulan Sujono. Hal ini digambarkan melalui kata-kata kiasan ”pecahlah perang di antara kami yang selalu berakhir dengan buku-buku tangannya membekas biru di pipiku ”. Tindak kekerasan fisik juga dialami Matsumi ketika ia memutuskan menikah dengan Sujono dan tidak mau lagi bekerja pada kelab hiburan milik Hanada-san. Ini telihat pada kutipan berikut. 6“Kubiarkan Hanada-san melampiaskan marah sepuas hatinya. Ia bukan saja menempelengi dan menjambakku, tapi juga menendang dan menginjak kepalaku” Lan Fang, 2006: 143. Dalam kutipan 6, terlihat bagaimana marahnya Hanada-san pada Matsumi saat tahu ia akan keluar dari kelab hiburannya dan memilih tinggal bersama Sujono, laki-laki yang hanya bekerja kuli. Hanada-san merasa pekerjaan Sujono tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka kelak. Kekerasan ini jelas termasuk kekerasan fisik karena keseluruhan tindak kekerasan pada kutipan ini berorientasi pada fisik. Kekerasan fisik juga dialamai Lestari putri dari Sujono. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 7“Aku sudah tahu apa yang akan terjadi besok harinya bila ayah bekerja. Aku akan menerima pukulan dan cakaran dari perempuan itu” Lan Fang, 2006: 247. Kutipan 7, menyiratkan hal yang sama pada kutipan sebelumnya. Kekerasan fisik terlihat pada pukulan dan cakaran yang diterima Lestari setelah ayahnya berangkat kerja. Lestari kembali mengalami kekerasan pada kutipan berikut. 8 “Ibu pulang. Mata perempuan itu terbelalak melihat keadaanku. Kau apakan anakku? Serunya setengah menjerit. Belum selesai kebinggunganku, dengan kalap tangan perempuan itu menjambak rambutku lalu membenturkan kepalaku berkali-kali ke tembok. Ia menengadahkan kepalaku, menyentakku, lalu dengan satu gerakan secepat kilat, jemari berkuku panjang itu mencakar pipiku. Berulang-ulang, perempuan itu membenamkan kukunya yang runcing di pipiku sampai berdarah ” Lan Fang, 2006: 252. Dalam kutipan 8, terlihat kekerasan tetap dialami oleh Lestari setelah terjadi kasus pemerkosaan. Kekerasan yang Lestari alami pada kutipan ini adalah kekerasan fisik berupa penyiksaan dari ibunya. Bentuk penyiksaan itu berupa penjambakan rambut, pembenturan kepala ke tembok, dan pencakaran pipi hingga berdarah. Kekerasan kembali dialami Lestari dalam kutipan 9. 9 “Tak cukup hanya itu. Ia mengambil sebuah garpu bengkok yang berkarat. Sebelah tangannya menjambak rambutku dan memaksa wajahku tengadah ke arahnya. Sebelah tangannya asyik menggeruskan garpu bengkok itu ke seluruh wajahku. Jangan…jangan, bu Ampun, bu… Aku melolong kesakitan” Lan Fang, 2006: 252. Kutipan 9 terlihat bagaimana puncak penyiksaan yang dilakukan oleh Sulis kepada Lestari. Tersirat dengan jelas bagaimana proses ”penggerusan garpu bengkok” ke seluruh wajah Lestari berkali-kali hingga Lestari melolong kesakitan