Manfaat Penelitian Deiksis bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992.

20 terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga. Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal, tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu, seseorang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia akan m erasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal. Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia, beliau kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman, dan bentuk persona ketiga 21 jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif gabungan antara persona pertama dan ketiga dan bentuk inklusif gabungan antara persona pertama dan kedua. Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ Sunda: abdi sadaya atau „badan sendiri‟ Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟. Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan misalnya dalam pidato atau khotbah. Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu sekalian tidak ada bentukengkau sekalian, atau kalian. Kata sekalian juga dapat dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian. Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona. Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh  Sala dekat dengan Yogya.  Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh.