Latar Belakang Deiksis bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992.

16 3 Strategi lan siasat wis diatur kanggo menangake Pemilu candhake yaiku Pemilu 1992 iki. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3. „Strategi dan siasat sudah ditata untuk memenangkan pemilu berikut yaitu pemilu 1992 ‟. 4 Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4. „Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi dan selalu mengayomi rakyatnya ‟. 5 Dene pamrihe panemu-panemu mau pengangkahe banjur bisa dingerteni sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakiling rakyat ing parlemen DPR utawa ing MPR. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4. „Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR ‟. 6 Jinis-jinis satwa kasebut uga jinis liyane kang ora disebutake ana kene. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7. „Jenis-jenis satwa yang disebut termasuk juga lainnya yang tidak disebutkan di sini ‟. 7 Nalika nglatih pemain kang padha mbandel aku pancen rada was-was aja-aja pentas gagal utawa asile kurang becik. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12. „Ketika melatih para pemain yang bandel saya sempat was-was nanti pentas gagal atau hasilnya kurang baik ‟. 17 8 Nah, saiki Kim II-Sung ora bakal bisa mbantah. Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5. „Nah, sekarang kim II-Sung tidak akan bisa mengelak‟. 9 “Lho,… kok manut le-dha-kandha iku apa kowe ora nungkuli? Ora ngawaki dhewe?”. Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17. “Lho… mengapa menurut saja yang dikatakan itu apa kamu tidak protes? Tidak percaya diri?”. 10 Kaya adat sabene, ing warung kono aku sakanca nuli guneman maneka warna, sok-sok ora karuhan alang ujure, sineling guyonan, plesetan utawa glenyengan. Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 16. „Seperti adat yang sudah ada, diwarung itu aku dan teman-teman sering berdialog berbagai tema, terkadang tidak tahu ujung pangkalnya, bercandaan, plesetan‟. 11 Mung emane, semono suwene sesambungane kok Anton ora gelem menehi fotone padhahal dheweke wis menehi foto telu cacahe. Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6. „Hanya sayangnya, begitu lamanya berhubungan kok Anton tidak mau memberikan foto dirinya padahal Anton sudah diberi foto pacarnya sejumlah tiga‟. Alasan peneliti memilih deiksis dalam bahasa Jawa sebagai objek penelitian, pertama yaitu karena belum ada tulisan- tulisan yang mengkaji secara khusus mengenai 18 deiksis dalam tuturan bahasa Jawa. Kedua, adanya keunikan deiksis dalam tuturan bahasa Jawa yang ditemukan oleh peneliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :  Apa saja jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah di atas, melalui penelitian ini adalah:  Mendeskripsikan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Deskripsi ini memberikan sumbangan teoritis dan praktis dalam bidang pragmatik, yang berkenaan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti dalam bidang pragmatik, terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. 19 Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah dapat menghasilkan rumusan dalam penggunaan jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko yang dapat membantu penyusunan tata bahasa Jawa.

1.5 Tinjauan Pustaka

Topik tentang deiksis dalam bahasa Jawa ngoko telah dikemukakan oleh Kaswanti Purwo 1984. Kaswanti Purwo 1984 mengkaji deiksis bahasa Indonesia dengan buku yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan. Kaswanti Purwo mengkaji tentang jenis-jenis deiksis yaitu deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Dalam penelitian ini, dipilih istilah persona. Kata lain persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon , yang artinya „topeng‟ topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara, dan juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai „topeng‟ yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan tetapi menjadi bahan pembicaraan, atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak 20 terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga. Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal, tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu, seseorang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia akan m erasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal. Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia, beliau kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman, dan bentuk persona ketiga