Tinjauan Pustaka Deiksis bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992.

21 jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif gabungan antara persona pertama dan ketiga dan bentuk inklusif gabungan antara persona pertama dan kedua. Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ Sunda: abdi sadaya atau „badan sendiri‟ Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟. Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan misalnya dalam pidato atau khotbah. Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu sekalian tidak ada bentukengkau sekalian, atau kalian. Kata sekalian juga dapat dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian. Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona. Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh  Sala dekat dengan Yogya.  Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh. 22  Menurut ukuran orang Indonesia si Du termasuk tinggi. Dalam rangkaian dengan bentuk persona leksem ruang yang tidak deiktis itu menjadi deiktis.  Rumah si Dul dekat dengan rumah saya.  Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.  Menurut saya si Dul itu pendek, tetapi menurut si Yem tinggi. Hal ruang, seperti yang dapat ditunjukkan oleh preposisi dalam bahasa Indonesia, dapat bersifat statis menggambarkan hal yang diam dan dapat bersifat dinamis menggambarkan hal yang bergerak. Untuk hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan TA dan tempat tujuan gerakan TT. Atau, dengan memakai peristilahan dalam penelitian ini: ke- memasalahkan tempat tujuan TT, sedangkan dari memasalahkan tempat asal TA. Ketiga preposisi itu disebut „dasar‟ karena dapat dirangkaikan dengan kata lain, dan bersama dengan kata itu juga merupakan preposisi. Kata penuntuk tempat sini, situ, sana masing-masing dapat dirangkaikan dengan preposisi di-, ke-, atau dari. Kata mari, yang apabila dirangkaikan dengan ke-, bersinonim dengan sini, tidak dapat dirangkaikan dengan di- atau dari di mari, ke maridari mari. Dalam banyak bahasa, preposisi hanya dapat diikuti oleh nomina. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kecuali dapat diikuti oleh nomina, preposisi juga dapat disusul adjektiva: dengan mudah, dengan baik, meskipun tidak semua preposisi dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam rangkaian seperti ini. 23 Pronomina lokatif dalam bahasa Indonesia juga dapat dipergunakan sebagai kata ganti persona: sini, sebagai kata ganti persona pertama, situ kata ganti persona kedua, dan sana kata ganti persona ketiga. Contohnya:  Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah kepada mereka. Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa Nababan, 1987:41. Bentuk deiksis waktu yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kata dan frase. Kata yang ditemukan yaitu kata monomorfemis. Frase yang ditemukan dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentrik dan frase eksosentrik.

a. Kata

Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Kata merupakan suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, yang kemudian tidak dapat dibagi-bagi atas bentuk-bentuk yang salah satu atau keduanya memiliki potensi untuk diujarkan tersendiri sebagai kata. Bentuk deiksis waktu dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 berupa kata terdiri atas satu morfem. Kata yang berunsur satu morfem disebut kata monomorfemis. Data bentuk deiksis waktu berupa kata monomorfemis yang ditemukan dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 antara lain sebagai berikut. 12 Kuwi mau iya kalebu penulisan sing malah bisa gawe kisruh. Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4. „Itu tadi ya termasuk penulisan yang dapat menimbulkan keributan‟. 24 13 Nyatane dheweke kuwat nggedhang krang tekan saiki suwene 44 taun. Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5. „Nyatanya dia kuat berkuasa sampai sekarang selama 44 tahun‟.

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini, dipaparkan pengertian deiksis dan jenis deiksis.

1.6.1 Pengertian Deiksis

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos , yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung pada masa setelah Aristoteles sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah pembuktian tidak langsung The Compact Edition of the Oxford English Dictionary dalam Kaswanti Purwo, 1984: 2. Sebelumnya, istilah deiktikos dipergunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang kita sebut kata ganti demonstratif. Menurut Kaswanti Purwo 1984: 1 sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. 25 Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan. Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti aku