Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo)

(1)

CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS DEKLARATIF BAHASA

JAWA PENUTUR DI MEDAN (PERBANDINGAN DENGAN

CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS DEKLARATIF

BAHASA JAWA PENUTUR DI SOLO)

TESIS

WAWAN PRIHARTONO NIM 107009006

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS DEKLARATIF BAHASA

JAWA PENUTUR DI MEDAN (PERBANDINGAN DENGAN

CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS DEKLARATIF

BAHASA JAWA PENUTUR DI SOLO)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

WAWAN PRIHARTONO NIM 107009006

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis

Thesis Title

Nama Mahasiswa

Nomor Induk Mahasiswa Program Studi

:

:

: : :

Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo)

Characteristics of Acoustic Java Language Speech of Declarative Mode Native In Medan (Comparison With Characteristics of Acoustic Java Languages Speech of Declarative Mode Native In Solo)

Wawan Prihartono 107009006

Linguistik

Mengetahui, Pembimbing I


(4)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa

Nomor Induk Mahasiswa Program Studi

:

: : :

Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo)

Wawan Prihartono 107009006

Linguistik

Menyetujui, Pembimbing I

Dr. Hj. T. Syarfina, M.Hum.

Pembimbing II

Dr. Gustianingsih, M.Hum.

Ketua Program Studi Linguistik

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.

Direktur Sekolah Pascasarjana


(5)

Telah diuji pada Ujian Tertutup Telah Dinyatakan Lulus

Tanggal 19 Juli 2012

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D. Anggota : 1. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum.

2. Dr. Hj. T. Syarfina, M.Hum. 3. Dr. Gustianingsih, M.Hum.


(6)

PERNYATAAN

CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS DEKLARATIF BAHASA JAWA PENUTUR DI MEDAN (PERBANDINGAN DENGAN CIRI AKUSTIK TUTURAN MODUS

DEKLARATIF BAHASA JAWA PENUTUR DI SOLO)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penulis,

Medan, 19 Juli 2012


(7)

Motto

Kesadaran adalah matahari,

Kesabaran menjadi bumi, dan

Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo). Tujuannya adalah mengukur rerata dan signifikansi perbedaan intensitas, frekuensi, dan durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan eksperimental. Populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Jawa yang berdomisili di wilayah Medan dan Solo. Besarnya Populasi tidak diperhitungkan karena data bersifat homogen. Maka, penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan

NonProbability Sampling dengan Purposive Sampling dengan jumlah sampel 40

orang. Data penelitian ini berupa data rekaman tuturan modus deklaratif performatif (kalimat verdiktif, kalimat eksersitif, kalimat komisif, kalimat behatitif, dan kalimat ekspositif). Data diolah menggunakan program praat versi untuk mengetahui ukuran

intensitas, frekuensi dan durasi. Setelah diukur, dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS (Statistics Package for Social Scientist) yang menerapkan Independent Sample T–Test untuk mengetahui signifikan tidaknya perbedaan rerata indeks dari

dua kelompok variabel.

Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) rerata intensitas tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata intensitas tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo; (2) dan rerata frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo; (3) rerata durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo.


(9)

ABSTRACT

The thesis title is Characteristics of Acoustic Java Language Speech of Declarative Mode Native in Medan (Comparison with Characteristics of Acoustic Java Languages Speech of Declarative Mode Native in Solo). The goal of the study is to measure the meaning and the significan of differences in intensity, frequency, and duration of speech sounds silables declarative mode of the Java language which is spoken by native speakers of Javanese in Medan and Solo.

This study uses quantitative method with experimental approach. This population is Javanese speakers which domicile in Medan and Solo. The amount of population is not counted because the data is homogeneous. Thus, the determination of the samples in this study are using nonprobability purposive sampling with 40 people as samples. This data research is recording data mode declarative of performative utterance (verdiktive sentence, eksersitive sentences, commissive sentences, behatitive sentences, and ekspositive sentences). Data processed using praat program to identity of intensity, frequency and duration. Once measured, performed statistical tests which using SPSS (Statistics Package for Social Scientist) apply Independent Sample T-Test to determine whether significant differences in the average indices of the two groups of variables.

The analysis showed that: (1) the average intensity of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Medan did not show a significance difference to the average intensity of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Solo, (2) and the mean frequency / melodic structure of the performative utterance is a declarative mode spoken by speakers of Medan to show the significance of differences in the mean frequency / melodic structure of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Solo, (3) the average duration of the sound silabis declarative mode of performative speech spoken by speakers of Medan did not show any significance difference in the mean duration of speech sounds silabis mode declarative performative spoken by speakers of Solo.


(10)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Berkat rahmat dan hidayah-Nya penelitian Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo), sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada sekolah pascasarjana USU, dapat diselesaikan sesuai dengan target yang direncanakan.

Pemilihan judul penelitian Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo) bukan sebuah kebetulan melainkan sebuah dedikasi yang diawali dengan proses reduksi pemikiran yang cukup matang, yaitu kajian ciri akustik dengan menggunakan program praat merupakan produk kajian fonetik

akustik yang relatif baru di Indonesia sehingga diperlukan pengayaan kajian mengingat Indonesia memiliki kekayaan bahasa dan budaya. Kemudian, pemilihan bahasa Jawa sebagai fokus kajian bukan semata karena subyektivitas penulis sebagai ethnis Jawa, melainkan sebuah wujud dedikasi dalam usaha mempertahankan eksistensi bahasa Jawa yang dahulu merupakan bahasa yang besar yang memiliki peringkat ke-15 dari segi jumlah penuturnya di seluruh dunia. Kenyataannya berindikasi lain, penutur bahasa Jawa terus berkurang yang disebabkan oleh sikap toleran yang cukup tinggi masyarakat Jawa terhadap eksistensi bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.


(11)

Penelitian ini adalah dokumentasi awal ciri akustik tuturan deklaratif bahasa Jawa. Jika suatu saat nanti bahasa Jawa, terutama di Medan, harus punah, setidaknya penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk memperkenalkan kembali ciri akustik bahasa Jawa kepada generasi selanjutnya.

Medan, 16 Mei 2012 Penulis,


(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo) berhasil dilaksanakan sesuai dengan target yang direncanakan dengan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, diucapkan terima kasih kepada:

1) Dr. Hj. T. Syarfina, M.Hum. selaku ketua pembimbing dan Dr. Gustianingsih, M.Hum. selaku anggota pembimbing. Beliau berdua telah memberikan bimbingan cukup inten, baik dalam tahap awal proposal hingga hasil akhir penelitian;

2) Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D., selaku Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberi saran dan pendapat, baik dalam ujian kolokium, ujian seminar hasil, siding meja hijau ataupun dalam diskusi-diskusi di luar kegiatan akademis;

3) Dra. Yeyen Maryani, M.Hum. selaku sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang telah memberikan izin kuliah;

4) Prof. Amrin Saragih, M.A. Ph.D. selaku kepala Balai Bahasa Medan periode 2007—2012 yang telah memberikan rekomendasi izin kuliah;


(13)

5) Bapak dan Ibu orang tua tercinta, yang senantiasa mendoakan dalam kasih orang tua supaya anaknya senantiasa mendapat rahmat, hidayah, keberkahan, keselamatan dan keridoan dari Allah SWT;

6) Damay Hawani, Wanda, Adil, Kens, dan Kirana yang turut memberi semangat dalam penyelesaian penelitian ini;

7) Rekan-rekan di Balai Bahasa Medan, khususnya Novi Kristanto, Harimurti, Zufri Hidayat, Sriasrianti, Rosliani, Suyadi, dan Juliana yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian di Medan;

8) Keluarga besar dan rekan-rekan di Solo, khususnya Asih Tri Handayani, Om Peno, Rubi, Sukatno, Mas Panji yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian di Solo;

9) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, khususnya angkatan 2010 dan semua pihak yang telah memberi dorongan semangat, saran, dan pendapat kalian sangat berarti dalam penelitian ini.


(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Wawan Prihartono

NIM : 107009006

Program Studi : Linguistik

Tempat dan Tanggal Lahir : Karanganyar, 28 Oktober 1976 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS pada Balai Bahasa Medan

NIP : 19761028 200112 1 005

Alamat : Jalan Pusaka Pasar XI Dsn. 16 Kel. Bandar Klippa, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Propinsi Sumatera Utara

Contact Person : 081362014257

II. Riwayat Pendidikan

SD : SDN II Karangpandan

SMP : SMPN I Karangpandan

SMA : SMAN I Karangpandan

SI : Universitas Sebelas Maret Surakarta


(15)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ……… ……… ……… ………. PRAKATA ……… … ……… ………. UCAPAN TERIMA KASIH ………… … …… ……….. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… ……… ……… DAFTAR ISI ... ... ... ... ... DAFTAR SINGKATAN ... ... ... DAFTAR GAMBAR ... ... ... ... DAFTAR GRAFIK ... ... ... DAFTAR TABEL ... ... ... BAB I PENDAHULUAN ... ... ... 1.1Latar Belakang Masalah ... ... ... ... 1.2Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... ... ... 1.3Perumusan Masalah ... ... ... ... 1.4Tujuan Penelitian ... ... ... ... 1.5Manfaat Penelitian ... ... ... 1.5.1Manfaat Teoretis ... ... ... 1.5.2Manfaat Praktis ... ... ... ... .. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... ... 2.1Konsep ... ... ... 2.1.1Fonetik Akustik ... ... ... 2.1.2Ciri-Ciri Fonetik Akustik ... ... ... 2.1.2.1Frekuensi ... ... ...

i iii v vii viii xiv xv xvi xvii 1 1 8 11 11 12 12 12 13 13 13 17 19


(16)

2.1.2.2Intonasi ... ... ... 2.1.2.3Durasi ... ... ... 2.1.2.4Intensitas ... ... ... 2.1.2.5Resonansi ... ... ... 2.1.3Tuturan Modus Deklaratif ... ... 2.1.4Bahasa Jawa Dialek Standar ... ... 2.1.5Bahasa Jawa Dialek Deli (Medan) ... ... 2.2Kerangka Teoritis ... ... ... 2.2.1Fonetik dan Fonologi ... ... ... 2.2.2Pendekatan Kajian Fonetik ... ... ... 2.2.2.1Fonetik Impresionistik ... ... ... 2.2.2.2Fonetik Eksperimental ... ... 2.3Kajian Pustaka ... ... ... 2.3.1Sarah Hawkins, dkk ... ... ... 2.3.2F.X. Rahyono ... ... ... 2.3.3Sugiono ... ... ... 2.3.4T. Syarfina ... ... ... 2.3.5Viraci Silalahi ... ... ... 2.3.6Asni Barus ... ... ...

2.3.7

2.3.8

2.3.9Jonas Lindh and Anders Eriksson ... ... ... BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... ... ... 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... ... 3.2Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... ... ... 3.3Populasi dan Sampling ... ... ... 3.4Prosedur Penelitian ... ... ... ...

21 22 23 25 27 31 33 35 36 37 37 38 39 39 40 42 43 43 44 45 46 47 48 48 48 49 50


(17)

3.5Teknik Pengumpulan Data ... ... ... 3.6Teknik Analisis Data ... ... ... BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... ………….. 4.1Pengukuran Rerata Intensitas, Frekuensi, dan Durasi …….. ……….. 4.2Pengukuran Rerata Intensitas, Frekuensi, dan Durasi Penutur Medan .. … .. 4.2.1Pengukuran Rerata Intensitas Penutur Medan …….. ... ... .... 4.2.1.1Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Medan ... .... ... 4.2.1.2Rerata Intensitas Final (IF) Penutur Medan ... ... ... 4.2.1.3Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Medan ... ... ... 4.2.1.4Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Medan ... ... ... 4.2.2Frekuensi/Struktur Melodik Penutur Medan ... ... ... 4.2.2.1Rerata Nada dasar (ND) Penutur Medan ... ... ... 4.2.2.2Rerata Nada Final (NF) Penutur Medan …………. ……… ... 4.2.2.3Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Medan ... ………. …... 4.2.2.4Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Medan ……….. ... 4.2.3Rerata Durasi Bunyi Silabis Penutur Medan ………… ………… …..

4.2.3.1Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Medan ... ... 4.2.3.2Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Medan … …. .. 4.2.3.3Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Medan … …... 4.2.3.4Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Medan … …… 4.2.3.5Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Medan ... ... ... 4.3Pengukuran Rerata Intensitas, Frekuensi, dan Durasi Penutur Solo .. …. … 4.3.1Pengukuran Rerata Intensitas Penutur Solo .... ……….. ………. …… 4.3.1.1Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Solo …….. ……… …… 4.3.1.2Rerata Intensitas Final (IF) Penutur Solo ….. ……. …………. 4.3.1.3Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Solo ……… …… ……… 4.3.1.4Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Solo …… …….. ……..

51 52 61 61 64 64 64 65 66 67 68 68 69 70 71 73 73 74 75 76 77 78 78 78 79 80 81


(18)

4.3.2Frekuensi/Struktur Melodik Penutur Solo ………. ………. …….. …. 4.3.2.1Rerata Nada dasar (ND) Penutur Solo ………. ………. …….. 4.3.2.2Rerata Nada Final (NF) Penutur Solo ……….. …….. ……… 4.3.2.3Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Solo ………. …….. …….. 4.3.2.4Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Solo ……… ……. ……… 4.3.3Rerata Durasi Bunyi Silabis Penutur Solo ……… ……….. ……… ... 4.3.3.1Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Solo ….. ... ... 4.3.3.2Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Solo …. .... ... 4.3.3.3Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Solo .... .... ... 4.3.3.4Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Solo ... ... ... 4.3.3.5Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Solo .... ... ... BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN ... ... ... .... 5.1 Pengukuran Signifikansi Perbedaan Intensitas, Frekuensi, dan Durasi pada

Dua Kelompok Penutur ... ... ... ... ... 5.1.1Pengukuran Signifikansi Perbedaan Intensitas ... ... ... …. 5.1.1.1Signifikansi Intensitas Dasar Penutur Laki-Laki …… ………. 5.1.1.2Signifikansi Intensitas Final Penutur Laki-Laki ……… …….. 5.1.1.3Signifikansi Intensitas Atas Penutur Laki-Laki ... ……. …... 5.1.1.4Signifikansi Intensitas Bawah Penutur Laki-Laki …. ……….. 5.1.1.5Signifikansi Intensitas Dasar Penutur Penutur Perempuan …. . 5.1.1.6Signifikansi Intensitas Final Penutur Penutur Perempuan .. …. 5.1.1.7Signifikansi Intensitas Atas Penutur Penutur Perempuan .. ….. 5.1.1.8Signifikansi Intensitas Bawah Penutur Penutur Perempuan …. 5.1.2Pengukuran Signifikansi Perbedaan Frekuensi/Struktur Melodik .. ... 5.1.2.1Signifikansi Nada Dasar Penutur Laki-Laki ……….. ….. …... 5.1.2.2Signifikansi Nada Final Penutur Laki-Laki ……. …….. ……. 5.1.2.3Signifikansi Puncak Nada Penutur Laki-Laki ……… ….. …..

82 82 84 85 86 87 87 88 89 90 91 93 93 94 94 95 96 97 98 99 100 101 102 102 103 104


(19)

5.1.2.4Signifikansi Nada Rendah Penutur Laki-Laki …. ….. ………. 5.1.2.5Signifikansi Nada Dasar Penutur Penutur Perempuan …. …… 5.1.2.6Signifikansi Nada Final Penutur Penutur Perempuan … …….. 5.1.2.7Signifikansi Puncak Nada Penutur Penutur Perempuan … ….. 5.1.2.8Signifikansi Nada Rendah Penutur Penutur Perempuan …. …. 5.1.3Pengukuran Signifikansi Perbedaan Durasi Bunyi Silabis … … ……. 5.1.3.1Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Verdiktif Penutur

Laki-Laki ………. ………. …….. 5.1.3.2Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Eksersitif Penutur

Laki-Laki ………. ……… ……… 5.1.3.3Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Komisif Penutur

Laki-Laki ... ……….. ………. ………… 5.1.3.4Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Behatitif Penutur

Laki-Laki

5.1.3.5Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Ekspositif Penutur Laki-Laki ... ………. ……… …… 5.1.3.6Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Verdiktif Penutur

Perempuan ... ... ... ... 5.1.3.7Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Eksersitif Penutur

Perempuan ... ... ... ... 5.1.3.8Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Komisif Penutur Perempuan ... ... ... ... 5.1.3.9Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Behatitif Penutur

Perempuan ... ... ... ... 5.1.3.10 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Tuturan Ekspositif

Penutur Perempuan ... ... ... ... 5.2 Deskripsi Hasil Pengukuran Intensitas, Frekuensi, dan Durasi …. …….. … 5.2.1Deskripsi Intensitas Kalimat Deklaratif ……….. ………… …………

105 106 107 108 109 110 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 130


(20)

5.2.2Deskripsi Struktur Melodik Kalimat Deklaratif ... ……. …………. 5.2.3Deskripsi Durasi Bunyi Silabis Kalimat Deklaratif …… ……… …… BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ………… ……… ………..

6.1Simpulan ……… ………. ……...

6.2Saran ………… ……… ……….. ………...

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 ARAHAN TUTURAN DALAM PENELITIAN LAMPIRAN 2 IDENTITAS RESPONDEN

LAMPIRAN 3 DATA INTENSITAS DAN FREKUENSI PENUTUR LAKI-LAKI MEDAN

LAMPIRAN 4 DATA INTENSITAS DAN FREKUENSI PENUTUR LAKI-LAKI SOLO

LAMPIRAN 5 DATA INTENSITAS DAN FREKUENSI PENUTUR PEREMPUAN MEDAN

LAMPIRAN 6 DATA INTENSITAS DAN FREKUENSI PENUTUR PEREMPUAN SOLO

LAMPIRAN 7 DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_VER LAMPIRAN 8 DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_EXE LAMPIRAN 9 DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_KOM LAMPIRAN 10 DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_BEH LAMPIRAN 11 DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_EKS

136 146 153 153 156 158 161 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Gelombang Murni

Gambar 2 Gelombang Kompleks Gambar 3 Digitalisasi Suara Gambar 4 Segmentasi Bunyi

Gambar 5 Salinan Kontur Frekuensi

Gambar 6 Penyederhanaan Salinan Kontur Frekuensi Gambar 7 Salinan Kontur Frekuensi (Pitch Tier)

Gambar 8 script data pitch tier

Gambar 9 Salinan Kontur Intensitas Gambar 10 Organ Suara Manusia

16 16 53 54 55 56 57 58 59 131


(22)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1 Diagram Gelombang Suara

Grafik 2 Gerak Gelombang Grafik 3 Kurva Respon Frekuensi

Grafik 4 Signifikansi Intensitas Penutur Bahasa Jawa Kelompok Laki-laki Grafik 5 Signifikansi Intensitas Penutur Bahasa Jawa Kelompok Perempuan Grafik 6 Signifikansi Struktur Melodik Kalimat Deklaratif Penutur Kelompok

Laki-laki

Grafik 7 Signifikansi Struktur Melodik Kalimat Deklaratif Penutur Kelompok Perempuan

Grafik 8 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Laki-Laki Grafik 9 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Perempuan Grafik 10 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Laki-Laki Grafik 11 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Perempuan Grafik 12 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Laki-Laki Grafik 13 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Perempuan Grafik 14 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Laki-Laki Grafik 15 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Perempuan Grafik 16 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Laki-Laki Grafik 17 Signifikansi Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Perempuan

15 17 26 132 134 138 142 147 147 149 149 151 151 150 150 151 151


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Frekuensi Resonansi yang Efektif

Tabel 2 Perbandingan Ethnis di Kota Medan pada tahun 1930,1980, dan 2000 Tabel 3 Tingkat Signifikansi Perbedaan Berdasarkan T-Tes Sampel Bebas Tabel 4 Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Laki-Laki Medan

Tabel 5 Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Perempuan Medan Tabel 6 Rerata Intensitas Final (IF)Penutur Laki-Laki Medan Tabel 7 Rerata Intensitas Final (IF) Penutur Perempuan Medan Tabel 8 Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 9 Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Perempuan Medan Tabel 10 Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 11 Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Perempuan Medan Tabel 12 Rerata Nada Dasar (ND) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 13 Rerata Nada Dasar (ND) Penutur Perempuan Medan Tabel 14 Rerata Nada Final (NF) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 15 Rerata Nada Final (NF) Penutur Perempuan Medan Tabel 16 Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 17 Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Perempuan Medan Tabel 18 Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Laki-Laki Medan Tabel 19 Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Perempuan Medan

Tabel 20 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Laki-Laki Medan Tabel 21 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Perempuan Medan Tabel 22 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Laki-Laki Medan Tabel 23 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Perempuan Medan

26 34 60 64 64 65 65 66 66 67 68 68 69 69 70 70 71 71 72 73 73 74 74


(24)

Tabel 24 Rerata Bunyi Silabis Durasi Kal_Kom Penutur Laki-Laki Medan Tabel 25 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Perempuan Medan Tabel 26 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Laki-Laki Medan Tabel 27 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Perempuan Medan Tabel 28 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Laki-Laki Medan Tabel 29 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Perempuan Medan Tabel 30 Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Laki-Laki Solo

Tabel 31 Rerata Intensitas Dasar (ID) Penutur Perempuan Solo Tabel 32 Rerata Intensitas Final (IF) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 33 Rerata Intensitas Final (IF) Penutur Perempuan Solo Tabel 34 Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 35 Rerata Intensitas Atas (IA) Penutur Perempuan Solo Tabel 36 Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 37 Rerata Intensitas Bawah (IB) Penutur Perempuan Solo Tabel 38 Rerata Nada Dasar (ND) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 39 Rerata Nada Dasar (ND) Penutur Perempuan Solo Tabel 40 Rerata Nada Final (NF) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 41 Rerata Nada Final (NF) Penutur Perempuan Solo Tabel 42 Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 43 Rerata Puncak Nada (PN) Penutur Perempuan Solo Tabel 44 Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Laki-Laki Solo Tabel 45 Rerata Nada Rendah (NR) Penutur Perempuan Solo

Tabel 46 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Laki-Laki Solo Tabel 47 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Perempuan Solo Tabel 48 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Laki-Laki Solo Tabel 49 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Perempuan Solo

Tabel 50 Rerata Durasi Bunyi Silabis Durasi Kal_Kom Penutur Laki-Laki Solo Tabel 51 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Perempuan Solo

75 75 76 76 77 77 78 79 79 80 80 81 81 82 82 83 84 84 85 85 86 86 87 87 88 88 89 89


(25)

Tabel 52 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Laki-Laki Solo Tabel 53 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Perempuan Solo Tabel 54 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Laki-Laki Solo Tabel 55 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Perempuan Solo Tabel 56 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Dasar (ID) Penutur Laki-Laki Tabel 57 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Final (IF) Penutur Laki-Laki Tabel 58 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Atas (IA) Penutur Laki-Laki Tabel 59 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Bawah (IB) Penutur Laki-Laki Tabel 60 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Dasar (ID) Penutur Perempuan Tabel 61 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Final (IF) Penutur Perempuan Tabel 62 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Atas (IA) Penutur Perempuan Tabel 63 T-Tes Sampel Bebas Intensitas Bawah (IB) Penutur Perempuan Tabel 64 T-Tes Sampel Bebas Nada Dasar (ND) Penutur Laki-Laki Tabel 65 T-Tes Sampel Bebas Nada Final (NF) Penutur Laki-Laki Tabel 66 T-Tes Sampel Bebas Puncak Nada (PN) Penutur Laki-Laki Tabel 67 T-Tes Sampel Bebas Nada Rendah (NR) Penutur Laki-Laki Tabel 68 T-Tes Sampel Bebas Nada Dasar (ND) Penutur Perempuan Tabel 69 T-Tes Sampel Bebas Nada Final (NF) Penutur Perempuan Tabel 70 T-Tes Sampel Bebas Puncak Nada (PN) Penutur Perempuan Tabel 71 T-Tes Sampel Bebas Nada Rendah (NR) Penutur Perempuan Tabel 72 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Laki-Laki Tabel 73 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Laki-Laki Tabel 74 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Laki-Laki Tabel 75 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Laki-Laki Tabel 76 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Laki-Laki Tabel 77 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Ver Penutur Perempuan Tabel 78 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Exe Penutur Perempuan Tabel 79 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Kom Penutur Perempuan

90 90 91 91 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 112 114 116 118 120 122 124


(26)

Tabel T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Perempuan Tabel 81 T-Tes Sampel Bebas Bunyi Silabis Kal_Eks Penutur Perempuan Tabel 82 Ukuran Nada Piano Merk Yamaha PSR - 275 (C=do)

126 128 137


(27)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo). Tujuannya adalah mengukur rerata dan signifikansi perbedaan intensitas, frekuensi, dan durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan eksperimental. Populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Jawa yang berdomisili di wilayah Medan dan Solo. Besarnya Populasi tidak diperhitungkan karena data bersifat homogen. Maka, penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan

NonProbability Sampling dengan Purposive Sampling dengan jumlah sampel 40

orang. Data penelitian ini berupa data rekaman tuturan modus deklaratif performatif (kalimat verdiktif, kalimat eksersitif, kalimat komisif, kalimat behatitif, dan kalimat ekspositif). Data diolah menggunakan program praat versi untuk mengetahui ukuran

intensitas, frekuensi dan durasi. Setelah diukur, dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS (Statistics Package for Social Scientist) yang menerapkan Independent Sample T–Test untuk mengetahui signifikan tidaknya perbedaan rerata indeks dari

dua kelompok variabel.

Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) rerata intensitas tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata intensitas tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo; (2) dan rerata frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo; (3) rerata durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata durasi bunyi silabis tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo.


(28)

ABSTRACT

The thesis title is Characteristics of Acoustic Java Language Speech of Declarative Mode Native in Medan (Comparison with Characteristics of Acoustic Java Languages Speech of Declarative Mode Native in Solo). The goal of the study is to measure the meaning and the significan of differences in intensity, frequency, and duration of speech sounds silables declarative mode of the Java language which is spoken by native speakers of Javanese in Medan and Solo.

This study uses quantitative method with experimental approach. This population is Javanese speakers which domicile in Medan and Solo. The amount of population is not counted because the data is homogeneous. Thus, the determination of the samples in this study are using nonprobability purposive sampling with 40 people as samples. This data research is recording data mode declarative of performative utterance (verdiktive sentence, eksersitive sentences, commissive sentences, behatitive sentences, and ekspositive sentences). Data processed using praat program to identity of intensity, frequency and duration. Once measured, performed statistical tests which using SPSS (Statistics Package for Social Scientist) apply Independent Sample T-Test to determine whether significant differences in the average indices of the two groups of variables.

The analysis showed that: (1) the average intensity of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Medan did not show a significance difference to the average intensity of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Solo, (2) and the mean frequency / melodic structure of the performative utterance is a declarative mode spoken by speakers of Medan to show the significance of differences in the mean frequency / melodic structure of the declarative mode of performative speech spoken by speakers of Solo, (3) the average duration of the sound silabis declarative mode of performative speech spoken by speakers of Medan did not show any significance difference in the mean duration of speech sounds silabis mode declarative performative spoken by speakers of Solo.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penuturnya, masyarakat suku bangsa Jawa, untuk berkomunikasi, bekerja sama dan mengidentifikasikan diri. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki fungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah (Halim, 1980). Bahasa Jawa memiliki hak hidup yang sama dengan bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahasa daerah (Jawa) akan dihormati dan dipelihara oleh negara termasuk pemerintah pusat atau pun daerah (Hasan Alwi, 1996). Dengan memperhatikan fungsi bahasa daerah di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dapat dipahami bahwa bahasa Jawa dan bahasa-bahasa daerah lainnya perlu dilindungi—menyangkut sejarah nilai budaya, dikembangkan—menyangkut tatabahasanya, dan dibina—menyangkut masyarakatnya. Hal tersebut memerlukan koordinasi dan kerjasama antara lembaga pemerintah, kalangan akademisi, bahkan masyarakat internal itu sendiri.

Dalam wikipedia bahasa menurut jumlah penutur asli, jumlah penutur asli bahasa Jawa menduduki peringkat ke-15, yaitu 77,75 juta jiwa, dari seluruh penutur asli bahasa lain di seluruh dunia. Jumlah ini dihitung dari nilai rata-rata (mean) data


(30)

jumlah penutur asli bahasa Jawa dari Ethnologue (ETH) berjumlah 75,5 juta jiwa dan

“The World’s 10 Most Influential Languages” in Language Today (WEB) berjumlah

80 juta jiwa. Penutur asli bahasa Jawa tersebut terkonsentrasi di pulau Jawa, Sumatera, dan sekitarnya. Selebihnya tersebar ke berbagai penjuru di seluruh dunia, dengan berbagai dialek geografisnya, seperti di Malaysia, orang Jawa eksis dengan bahasa dan kebudayaan Jawa di Malaysia. Di sana terdapat kawasan pemukiman orang Jawa yang dikenal dengan nama Kampung Jawa dan Padang Jawa. Di Suriname, masyarakat Jawa juga berdomisili dalam jumlah besar—mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan. Kemudian, orang Jawa juga tinggal di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba, Curacao, Belanda, dan sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela.

Di pulau Jawa, Bahasa Jawa dipakai di Jawa Tengah, Jawa Timur, beberapa bagian Banten terutama di kabupaten Serang dan Tangerang, dan Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Klasifikasi bahasa Jawa berdasarkan dialek geografis mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck, (1964) di dalam bukunya : “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura”. Bahasa Jawa terdiri atas kelompok Bahasa Jawa Bagian Barat meliputi: dialek Banten, dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas, dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas). Kelompok pertama ini sering disebut bahasa Jawa Ngapak. Selanjutnya, kelompok Bahasa Jawa Bagian Tengah meliputi: dialek Pekalongan, dialek Kedu, dialek Bagelen, dialek Semarang, dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati), dialek Blora,


(31)

dialek Surakarta, dialek Yogyakarta, dialek Madiun. Kelompok tengah ini sering disebut Bahasa Jawa Standar, khususnya dialek Surakarta dan Yogyakarta. Terakhir, kelompok Bahasa Jawa Bagian Timur meliputi: dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro), dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek Tengger, dialek Banyuwangi (atau disebut Bahasa Osing). Kelompok timur ini sering disebut Bahasa Jawa Timuran.

Penutur Bahasa Jawa juga tersebar di wilayah luar pulau Jawa. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didomisili penutur Jawa dengan persentase yang cukup signifikan adalah di pulau Sumatera, yang meliputi Lampung—kira-kira 61%, Bengkulu—kira-kira 25%, dan Sumatera Utara—kira-kira antara 15%--25%. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor geografis dimana letak pulau Jawa dan Sumatera saling berdekatan yang mengindikasikan hubungan masyarakat antarpulau lebih mudah dilakukan dan proses perpindahan penduduk pun relatif mudah.

Masyarakat Jawa di Sumatera Utara, orang Jawa masuk melalui beberapa tahapan. Berdasarkan sumber sejarah, tahapan pertama diawali sejak abad XII M pada masa kerajaan Singosari. Tahapan kedua, pada masa penjajahan Hindia Belanda, orang Jawa di pulau Jawa banyak direkrut melalui “werk” (agen pencari kuli) untuk dipekerjakan di perkebunan di Sumatera Utara. Sebagian besar dari mereka juga tidak kembali lagi ke pulau Jawa. Mereka menetap dan meneruskan generasi, hingga--khususnya di wilayah Deli, orang Jawa kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Tahapan ketiga, orang Jawa di Sumatera Utara masuk melalui program transmigrasi yang diselenggarakan sejak


(32)

pemerintahan Hindia Belanda hingga masa orde baru pemerintahan Republik Indonesia. Tahapan keempat, orang Jawa masuk ke Sumatera Utara melalui perantauan, tugas belajar, tugas kerja, dan lain-lain.

Selain dialek geografis, dalam bahasa Jawa juga dikenal dialek Sosial. Dialek sosial merupakan variasi bahasa yang dipakai oleh penutur berdasarkan perbedaan status, ragam (style), usia, dan gender. Dalam tata bahasa Jawa tingkatan-tingkatan berbahasa ini dikenal dengan istilah undha usuk. Secara umum, dialek sosial Bahasa

Jawa dalam kehidupan sehari-hari terdiri atas tiga ragam utama, yaitu: ragam ngoko

(kasar), ragam madya (tengah atau biasa), dan ragam kromo (halus). Namun, ragam tersebut, kalau dikaji lebih spesifik, masih dapat dibagi menjadi beberapa subragam. Ragam ngoko terdiri atas ngoko andhap (ngoko kasar) dan ngoko lugu (ngoko halus), ragam madya terdiri atas madya kasar dan madyatara (madya halus), dan ragam

kromo terdiri atas ragam kromo kasar dan kromo inggil. Kemudian, ragam khusus

yang dipakai di lingkungan keraton (kerajaan) adalah bagongan dan kedhaton. Ragam ini kurang difahami oleh masyarakat umum. Dengan kata lain, ragam

bagongan dan kedhaton hanya difahami oleh kalangan khusus yang memiliki hubungan herarki dengan keraton. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa ragam bahasa Jawa terdiri atas Ngoko, Madya, Krama, Bagongan, dan Kedhaton.

(Koentjaraningrat, 1984: 21--22)

Penggunaan variasi dan

penghormatan (ngajengake, honorific) dan perendahan (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah registernya tergantung pada bentuk penghormatan


(33)

atau perendahan status lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi dalam strata sosial, atau hal-hal lain. Contoh, seorang anak berbicara dengan sebayanya akan menggunakan ragam ngoko. Namun, ketika berbicara dengan orang tuanya atau

orang yang usianya lebih tua darinya akan menggunakan ragam krama.

Penggunaan tingkatan ragam krama seperti tersebut di atas sangat kentara

diterapkan di wilayah Solo (Surakarta), Yogyakarta, dan sekitarnya. Wilayah tersebut merupakan pusat perkembangan kebudayaan Jawa, yaitu pada jaman kerajaan Mataram abad ke-19. Namun demikian, ragam krama langka digunakan oleh

penutur bahasa Jawa, khususnya di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kebudayaan Jawa, misalnya Sumatera Utara. Persentase penuturnya hanya sedikit, itu pun dari kalangan generasi tua. Selebihnya, penutur bahasa Jawa lebih dominan mengenal ragam ngoko. Kemudian, jumlah kosa kata ragam kromo pun relatif sedikit jika

dibandingkan dengan ragam ngoko. Hal ini mengidikasikan bahwa ragam krama

merupakan ragam yang rumit, kurang komunikatif, dan identik dengan feodalisme kekuasaan. Sebaliknya, ragam ngoko merupakan ragam bahasa Jawa yang lebih

komunikatif dan menyumbang keberlangsungan eksistensi bahasa Jawa hingga saat ini. Selain itu, ragam ngoko juga penyumbang kosa kata terbesar dalam bahasa Jawa jika dibandingkan dengan ragam lainnya.

Bahasa Jawa eksis di Medan, yang notabene merupakan pusat kebudayaan Melayu Deli. Namun, dialek sosial ragam krama sangat langka ditemukan. Hanya

sebagian kalangan generasi tua yang masih menggunakannya. Itu pun dipakai hanya dalam ranah upacara-upacara tradisi Jawa, seperti kenduri, khitananan, dan


(34)

pernikahan. Selebihnya, dalam kehidupan sehari-hari nyaris tidak ditemui. Penutur bahasa Jawa di Medan lebih dominan menggunakan ragam ngoko. Penggunaan ragam ngoko pun diindikasikan sudah mengalami pergeseran, terutama dalam hal kosa kata

maupun intonasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kontak dengan kebudayaan dan bahasa lokal, yaitu bahasa Melayu Deli dan bahasa-bahasa lokal lainnya. Kontak bahasa tersebut terjadi karena adanya pergaulan antarethnis yang mana bahasa yang dominan akan mempengaruh pada bahasa tidak dominan.

Berdasarkan data statistik tahun 2000, kurang lebih 33,3% penduduk Medan adalah ethnis Jawa. Hal ini tentunya bahasa Jawa turut memberi nuansa kebahasaan di Medan. Namun, tidak berarti bahasa Jawa adalah bahasa yang dominan. Kenyataannya, masyarakat Jawa sebagai pewaris bahasa Jawa memiliki sikap yang cukup toleran terhadap bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Kenyataan ini berimplikasi pada semakin berkurangnya penutur bahasa Jawa di Medan. Apalagi penduduk Medan mempunyai ciri heterogenitas yang relatif tinggi yang menuntut penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi antar ethnis.

Berdasarkan pernyataan di atas, perlu diadakan penelitian perbandingan tentang penutur bahasa Jawa di Medan dan penutur bahasa Jawa di Solo. Mengingat penutur bahasa Jawa di Medan berkembang dengan latar belakang sosio-budaya Melayu Deli dengan penutur bahasa Jawa di Solo yang berkembang dengan latar belakang sosio-budaya Jawa.


(35)

Selama ini, penelitian bahasa yang melibatkan dua wilayah geografis adalah dialektologi. Dialektologi memfokuskan pada sisi signifikansi perbedaan kosakata antar dua wilayah geografis. Dialek merupakan klasifikasi bahasa berdasarkan variasi dari segi penutur. Namun, penelitian ini tidak mengacu pada konsep dialektologi meskipun melibatkan segi penutur yang berada di dua wilayah geografis yang berbeda. Penelitian ini mengutamakan aspek suprasegmental—dalam hal ini ciri-ciri akustik/prosodi—tuturan pada penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo. Alasannya, dalam menentukan identitas penutur, orang lebih dominan berasumsi pada tuturan yang dituturkan. Dengan kata lain, identitas penutur dapat dilihat dari asumsi logat— intonasi bunyi/suara penutur. Seseorang dapat menebak seseorang menggunakan dialek atau logat bahasa Jawa hanya dengan mendengar dan menandai logat dan intonasinya, tanpa mengenal perbedaan kosa kata. Contoh, pola tuturan penutur bahasa Jawa dialek Surabaya sangat berbeda dengan pola tuturan penutur bahasa Jawa dialek Banyumas. Hal ini dapat diketahui hanya dengan mendengar tanpa harus melakukan kajian dialektologi. Hanya saja, identifikasi melalui proses mendengar pola tuturan tersebut tidak bisa dijadikan dasar dalam kajian ilmiah. Maka dari itu, diperlukan kajian perbedaan suatu tuturan dialek bahasa berdasarkan ciri-ciri akustiknya, yakni dengan mengukur frekuensi, durasi, dan intensitasnya dengan menggunakan program praat, yaitu program yang didesain khusus untuk mengidentifikasi ciri-ciri akustik suatu bunyi bahkan tuturan.


(36)

Penelitian ini akan mengkaji ciri-ciri akustik tuturan bahasa jawa yang dituturkan oleh penutur di Medan dan akan dibandingkannya dengan ciri-ciri akustik tuturan bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur di Solo.

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan mengidentifikasi ciri-ciri akustik tuturan modus deklaratif bahasa Jawa yang dituturkan berdasarkan klasifikasi gender, yaitu penutur bahasa Jawa laki-laki di Deli (Medan) dibandingkan dengan ciri-ciri akustik tuturan modus deklaratif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa laki-laki di Solo, yang selama ini sering disebut sebagai penutur dialek bahasa Jawa standar. Kemudian, penutur perempuannya juga dibandingkan. Kajian dibatasi pada ciri-ciri akustik tuturan modus deklaratif performatif ragam ngoko bahasa jawa. Hal ini

didasari pada dua hal, yaitu (1) bahasa Jawa dialek Deli (Medan) hanya dikenal ragam ngoko, dan (2) modus deklaratif merupakan tuturan yang dituturkan dalam kondisi yang relatif netral jika dibandingkan dengan modus lainnya, seperti modus imperatif dan interogatif.

Modus deklaratif performatif mengacu pada pendapat Austin (1962:150-163) dalam Abdul Chaer (1995), membagi kalimat performatif menjadi lima kategori, yaitu:

1) Kalimat verdiktif (verdictives), yaitu kalimat perlakuan yang menyatakan


(37)

2) Kalimat eksersitif (exercitives), yaitu kalimat perlakuan yang menyatakan nasihat, peringatan, dan sebagainya;

3) Kalimat komisif (commissives), yaitu kalimat perlakuan yang mana penutur

terikat (commited) dengan perjanjian;

4) Kalimat behatitif (behatitives), yaitu kalimat perlakuan yang berhubungan dengan

tingkah laku sosial, baik keberuntungan maupun kemalangan. Seperti permintaan maaf, ucapan selamat, pernyataan penyesalan, atau tantangan; dan

5) Kalimat ekspositif (expositives), yaitu kalimat perlakuan yang memberi

penjelasan, keterangan, perincian kepada seseorang.

Dalam penelitian ini dipilih lima tuturan modus deklaratif performatif ragam

ngoko bahasa jawa yang mengacu pada pengertian di atas. Tuturan tersebut antara lain:

1) Kalimat Verdiktif (Kal_Ver)

aku mutuske kowe sing salah [aku mutʊske kowe sIŋ salah] “saya memutuskan kamu yang bersalah”

Pada tuturan ini tidak ada variasi gloss. 2) Kalimat Eksersitif (Kal_Exe)

aku pingin kowe dadi dokter [aku pIŋIn kowe dadi ɖɔktər]


(38)

Untuk gloss dadi ada satu pasang bunyi yang berkorespondensi, yaitu /d/~/j/ berada pada posisi awal, dengan berian dadi (penutur Solo) - jadi (penutur

Medan).

3) Kalimat Komisif (Kal_Kom)

aku janji sesuk tak bayar [aku janji sesʊʔ taʔ bayar]

“saya berjanji besok saya bayar”

Untuk gloss sesʊʔ ada satu pasang bunyi yang berkorespondensi, yaitu /s/~/b/ berada pada posisi awal, dengan berian sesʊʔ (penutur Solo) - besʊʔ (penutur

Medan).

4) Kalimat Behatitif (Kal_Beh)

aku sedih duitku ilang [aku sədIh duItku ilaŋ] “saya sedih uang saya hilang”

Pada tuturan ini tidak ada variasi gloss. 5) Kalimat Ekspositif (Kal_Eks)

aku nerangke getuk iki digawe soko telo [aku nəraŋke gəʈuk iki digawe sɔkɔ telɔ] “saya menerangkan getuk ini dibuat dari ketela”

Untuk gloss gəʈuk ada satu pasang bunyi yang berkorespondensi, yaitu /ʈ/~/t/ berada pada posisi tengah, dengan berian gəʈuk (penutur Solo) - gətuk (penutur


(39)

1.3 Perumusan Masalah

Penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:

1) Berapa rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis dalam tuturan modus deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan?

2) Berapa rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis dalam tuturan modus deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Solo?

3) Berapa signifikansi perbedaan rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis dalam tuturan modus deklaratif performatif bahasa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1) Penelitian ini mengukur rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis dalam tuturan modus deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan;

2) Penelitian ini mengukur rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis dalam tuturan modus deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Solo; dan

3) Penelitian ini mengukur signifikansi perbedaan rerata intensitas, frekuensi/struktur melodik dan durasi bunyi silabis antara tuturan modus


(40)

deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1Manfaat Teoretis

Penelitian ini merupakan implementasi kajian fonetik akustik berdasarkan pendekatan eksperimental dengan menggunakan program praat. Hasilnya dapat

dimanfaatkan sebagai referensi, rujukan, atau sekadar bahan bacaan terhadap kajian fonetik akustik.

1.5.2Manfaat Praktis

Penelitian ini merupakan dokumentasi tulisan pada masyarakat tutur bahasa Jawa. Hasilnya dapat dijadikan bahan referensi tulisan masyarakat tutur bahasa Jawa, khususnya di Sumatera Utara dalam mengidentifikasi tuturannya. Dengan kata lain, Penelitian ini menghasilkan data kontinum ciri-ciri akustik tuturan modus deklaratif performatif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan dan Solo. Data ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam mengidentifikasi tuturan modus deklaratif bahasa Jawa dialek Deli (Medan) dan dialek standar. Identitas tuturan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengenali domisili asal secara kelompok atau personalitas untuk berbagai kepentingan.


(41)

BAB II

KONSEP, KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.4 Konsep

2.4.1Fonetik Akustik

Fonetik akustik merupakan daerah teknis linguistik. Para ahli fonetik akustik menggambarkan dan menganalisis gelombang suara dengan menggunakan mesin dan program komputer. Fonetik akustik mempelajari gelombang suara yang dibuat oleh organ vokal manusia untuk berkomunikasi. Fonetik akustik mengkaji gelombang suara sebagai gejala fisika atau fenomena alam yang membentuk hubungan antara penutur dan pendengar. (Syarfina, 2009:28)

Fonetik akustik melibatkan studi produksi ujaran dan persepsi pada tingkat gramatikal yang lebih tinggi, terutama fonologi. Tahap-tahapannya bermula pada bagaimana sinyal ujaran dihasilkan oleh penutur, bagaimana sinyal-sinyal tersebut dipersepsikan oleh pendengar, dan bagaimana sinyal-sinyal tersebut distrukturkan dalam fonologi bahasa. Model akustik produksi ujaran menghitung forman frekuensi, frekuensi dasar, spektrum Amplitudo/intensitas dan durasi yang digunakan untuk menggambarkan varietas bahasa fonetik. Hasil diinterpretasikan dalam kerangka fonologis. Fokusnya terletak pada bahasa kurang dijelaskan dan varietas bahasa. Penutur (speaker) varian khusus memainkan peranan penting dalam pengenalan


(42)

penutur. Perbandingan kinerja sistem pengenalan penutur otomatis dengan hasil metode analisis fonetik-fonologi saat ini sedang diselidiki di audio forensik.

Obyek kajian fonetik akustik adalah sinyal ujaran akustik (acoustic speech signals) sebagai gejala fisika. Selanjutnya, dikembangkan dalam bentuk simbiosis dengan kajian produk ujaran, persepsi ujaran, dan ilmu kebahasaan. Dengan kata lain, kajian ini tidak lagi mengabaikan bagaimana sinyal dihasilkan dan dipersepsikan, dan bagaimana sinyal tersebut distrukturisasi secara linguistik.

Berdasarkan perkembangan, studi fonetik akustik ini menjadi sangat penting dalam cabang psikologi kognitif, terutama pada persepsi ujaran. Bagaimana tidak, fonetik akustik menyediakan teknik untuk memanipulasi sinyal-sinyal ujaran yang sesungguhnya dan menciptakan sinyal-sinyal ujaran artificial dengan sintesis ujaran (speech synthesis). Rangsangan eksperimental yang properti akustiknya diketahui

dengan jelas dan yang bisa divariasikan dengan cara-cara terkontrol. Hal ini memungkinkan untuk menemukan properti-properti suara mana yang penting bagi persepsinya oleh pendengar (Nolan dalam Syarfina, 2009:29)

Pengetahuan fonetik akustik juga penting dalam teknologi ujaran, terutama dalam pengenalan tuturan (speech recognition) dan hasil ujaran melalui komputer. Bunyi disebabkan oleh benda bergetar, seperti garpu tala. Ketika lengan garpu tala bergerak ke dalam, molekul udara tetangga menjadi kurang ramai (misalnya, itu menciptakan vakum parsial). molekul udara dari lingkungan sekitar akan cenderung bergerak ke daerah tekanan rendah yang baru. Hasilnya adalah pola gelombang dari


(43)

daerah tekanan tinggi dan rendah bergerak ke luar dari objek bergetar. Ini adalah gelombang suara.

Salah satu cara mudah untuk menggambarkan diagram gelombang suara adalah dengan grafik tekanan udara pada setiap titik waktu.(lihat grafik 1)

Grafik 1 Diagram Gelombang Suara

Dalam diagram ini, waktu diwakili dalam dimensi horisontal dan perbedaan tekanan

udara diwakili dalam dimensi vertikal. Garis (merah) lurus ke bawah tengah

merupakan tekanan udara rata-rata latar belakang - tekanan udara yang akan ada jika tidak ada gelombang suara. Poin di atas garis ini merupakan tekanan yang lebih tinggi (molekul udara lebih padat); poin di bawah ini merupakan tekanan yang lebih rendah (kurang molekul udara ramai).

Merujuk pendapat Verhaar (1996:21--22), gelombang suara diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gelombang murni (gelombang yang dihasilkan oleh satu alat penghasil gelombang suara (garpu tala)) dan gelombang rumit/kompleks (gelombang yang dihasilkan oleh bermacam-macam alat penghasil gelombang suara dengan frekuensi yang berbeda-beda dan tak beraturan). Sketsa Gelombang Murni (lihat gambar 1).


(44)

Gambar 1 Gelombang Murni

Sketsa Gelombang Rumit/Kompleks (lihat gambar 2).

Gambar 2 Gelombang Kompleks

Gelombang rumit selanjutnya dibedakan lagi menjadi gelombang rumit yang periodis--dua gelombang atau lebih muncul dengan frekuensi yang berbeda tetapi beraturan dan gelombang rumit yang turbulen--dua gelombang atau lebih muncul dengan frekuensi yang berbeda tetapi tak beraturan. Dikaitkan dengan gelombang suara manusia, vokal merupakan gelombang rumit yang periodis sedangkan konsonan merupakan gelombang rumit yang turbulen.

Gerakan molekul udara melalui ruang adalah gelombang suara. Sebuah gelombang suara yang berulang secara teratur disebut gelombang periodik. Pada bagian ini, akan diberikan pemahaman tentang bagian-bagian dari gelombang perodik sederhana. Gelombang tersebut dapat digambarkan dengan gerakan (atau jumlah tekanan yang diberikan oleh molekul udara) pada sumbu vertikal dan waktu pada sumbu horisontal. (lihat grafik 2):


(45)

Grafik 2 Gerak Gelombang

Jumlah tekanan udara yang diberikan pada molekul udara adalah Amplitudo/intensitas digambarkan sepanjang sumbu y (vertikal). Waktu gelombang digambarkan sepanjang sumbu x (horizontal). Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh selama satu siklus tunggal.

2.4.2Ciri-Ciri Fonetik Akustik

Ciri akustik terdiri dari frekuensi atau struktur melodik, durasi atau struktur temporal, dan intensitas. Ciri-ciri akustik disebut juga dengan istilah prosodi. Ketiga kajian di atas merujuk pada unsur suprasegmental yang akurasi datanya hanya bisa di dapat lewat pengukuran sebuah piranti. Dalam hal ini peranti yang dimaksud adalah

Praat.

Menurut Heuven dalam T. Syarfina (2009) prosodi atau ciri akustik berfungsi: (1) untuk menandai ranah (seperti paragraf, kalimat, dan frasa), (2) untuk mengkualifikasikan informasi yang disajikan di dalam suatu ranah (seperti batasan pernyataan, batasan pertanyaan), dan (3) untuk menonjolkan konstituen-konstituen tertentu di antara ranah-ranah (aksentuasi).


(46)

Kemudian Crystal dalam T. Syarfina (2009) berpendapat bahwa intonasi dan ciri suprasegmental menampilkan beragam fungsi yang berbeda. Fungsi intonasi dan suprasegmental itu adalah menjadi penanda emosional, gramatikal, struktur informasi, tekstual, psikologi, dan indeksikalitas. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Penanda emosional mencakup fungsi intonasi dan suprasegmental tentang makna yang didasari oleh sikap seperti: kesenangan, kebosanan, terkejut, keramahan, dan lain-lain;

2) Penanda gramatikal, intonasi berperan sebagai penanda kontras gramatikal, yaitu mengidentifikasi unit-unit besar gramatikal seperti klausa dan kalimat berdasarkan cara kontur nada memilah suatu ujaran.

3) Penanda struktur informasi, intonasi berperan sebagai penanda struktur informasi pada ujaran. Aspek informasi mana yang ditekankan dengan intonasi maksimum merupakan asumsi untuk menganalisa sebuah informasi;

4) Penanda tekstual, intonasi berperan sebagai penanda dalam analisis wacana (discourse). Koherensi prosodi dengan baik digambarkan melalui bentuk melodi distingtif pada paragraf-paragraf yang dibaca saat pembacaan sebuah berita; 5) Penanda psikologi, intonasi diperankan untuk mengklarifikasi ujaran yang rumit

menjadi sederhana sehingga dapat dipakai untuk mengorganisasi ujaran dalam membantu seseorang dalam pemerolehan bahasa.


(47)

6) Penanda indeksikal, ciri suprasegmental difungsikan untuk mengidentifikasi ideksikal seseorang sehingga identitas sosial seseorang dapat dilihat dari kajian ini.

2.4.2.1Frekuensi

Frekuensi digunakan untuk mengukur gelombang yang berjalan secara ritmis dengan hitungan per satuan waktu. Dalam hubungannya dengan fonetik akustik, gelombang yang dimaksud adalah gelombang suara yang dihasilkan oleh pita suara manusia yang ditangkap/direkam dan dideteksi oleh alat yang dinamakan spektogram. Dalam ilmu fisika, bunyi dapat diukur dan digambarkan dalam bentuk grafik yang dinamakan gelombang sinusoidal (lihat gambar ) sehingga bunyi dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian siklus (cycle). Toleransi frekuensi bunyi yang

dapat diterima oleh telinga manusia berkisar antara 15 – 20 cycle per second (c/sec)

untuk titik terendah dan 15.000 – 20.000 c/sec untuk titik tertinggi (Ridwan 2006:292).

Frekuensi gelombang adalah seberapa sering gelombang berulang. Hal ini biasanya diukur dalam Hertz (disingkat Hz), terkadang juga disebut cycle per second

"siklus per detik". Orang akan mendengar frekuensi gelombang sinus sebagai nada (pitch), yaitu, frekuensi tinggi (sering berulang) gelombang akan terdengar seperti nada tinggi, sedangkan frekuensi rendah (tidak seperti yang sering berulang) gelombang akan terdengar seperti sebuah catatan yang lebih rendah. Misalnya, dalam tangga nada diakronis dikenal nada do, re, mi, fa, sol, la, si. Nada do direalisasikan


(48)

sebagai gelombang yang longgar berfrekuensi rendah, sedangkan nada si

direalisasikan sebagai gelombang yang rapat dengan frekuensi tinggi. Ilustrasi lain adalah pada dawai gitar, keenam dawai gitar jika dipetik akan menghasilkan gelombang bunyi yang berbeda antar satu sama yang lainnya. Perbedaan yang signifikan terlihat jika dawai gitar paling atas dan paling bawah dipetik. Dawai gitar paling atas jika dipetik menghasilkan gelombang bunyi yang longgar dengan frekuensi rendah, sedangkan dawai gitar yang paling bawah jika dipetik menghasilkan gelombang bunyi yang rapat dengan frekuensi tinggi. Simpulannya bahwa secara fisik, nada tergantung atas banyaknya getaran pada pita suara, semakin banyak getaran yang dihasilkan oleh pita suara semakin tinggi pula nada bunyi yang dihasilkan (Nooteboom 1999:642).

Frekuensi adalah jumlah siklus per detik yang direpresentasikan dengan huruf F atau huruf kecil f. pengukuran frekuensi gelombang didasarkan atas seberapa sering gelombang tersebut berulang selama satu detik. Detik direpresentasikan dengan huruf T. Terdapat hubungan yang penting antara F dan T, yaitu periode atau waktu gelombang. (Lieberman, 1972:7;Lapoliwa, 1988:47).

F x T = 1, berarti bahwa F = 1/T dan

T = 1/F

Contoh, T adalah 0,01 detik dan F adalah 100 siklus per detik (c/sec). Jadi (0,01 X 100 = 1). Sebuah ujaran menghasilkan variasi frekuensi dasar. Jadi, jika berbicara tentang variasi nada berarti berbicara intonasi dalam suatu ujaran, tetapi jika


(49)

berbicara tentang frekuensi dasar/fundamental (Fo) berarti berbicara tentang frekuensi bunyi ujaran yang menghasilkan nada ujaran tersebut. Berkenaan dengan nada, variasi frekuensi fundamental di sepanjang ujaran itu membentuk rentang suara yang disebut rentang nada (pitch range).

Frekuensi memegang peranan yang cukup penting dalam analisis struktur internal bunyi bahasa (speech sound). Dalam kajian intonasi, frekuensi fundamental (Fo) lebih relevan diukur dengan perhitungan logaritma. Dalam ukuran logaritma disebut Semiton (st). Tinggi Fo yang semula diukur dengan Hz dikonversi dalam ukuran semiton (st) dengan rumus sebagai berikut:

FHz adalah frekuensi fundamental hasil pengukuran yang terstilisasi dan F (Ref) adalah

frekuensi fundamental yang dijadikan referen. Semiton merupakan satuan ukuran nada. Satu semiton berarti jarak dari satu nada ke nada berikutnya. Kajian ini menggunakan F sebesar 130,7749 Hz yaitu frekuensi fundamental C dalam musik. Hal ini dimaksudkan agar tinggi nada dalam setiap kontur dapat dibandingkan dengan nada C natural itu (Sugiono, 2003:96)

2.4.2.2Intonasi

Kontur nada sebenarnya secara global hanya dikelompokan menjadi dua yaitu alir naik dan alir turun. Namun, jik diidentifikasi lebih spesifik, kontur alir nada memiliki perbedaan struktur, tuturan, modus, situasi tuturan, maupun aspek-aspek


(50)

tindak tutur yang menghasilkan ujaran. Hal ini membuktikan produktivitas sebagai salah satu sifat bahasa.

Dalam kajian fonetik akustik, alir nada biasa disebut intonasi yang dijabarkan melalui pendeskripsian frekuensi fundamental dalam suatu ujaran. Fungsi frekuensi fundamental pada tataran kalimat disebut intonasi; pada tataran kata disebut nada (tone). (Lehiste, 1970:105;T.Syarfina, 2009:34). Selanjutnya, Lehiste dalam Rahyono FX (2003) menjelaskan bahwa intonasi merupakan ciri tonal (tonal features) yang

ada pada tingkat kalimat. Ciri tonal pada tingkat kalimat itu juga mengandung makna nonlinguistis, yakni mengungkap sikap penutur dan taraf kepentingan pesan yang disampaikan melalui kalimat itu.

2.4.2.3Durasi

Menurut Sugiono (2003) durasi adalah rentang waktu yang diperlukan untuk merealisasikan segmen bunyi yang diukur dengan satuan milidetik. Durasi dalam siklus tunggal disebut periode (period). Dilambangkan dengan huruf T (Time).

Diukur dengan satuan detik atau milidetik (second atau milisecond) yang disingkat (md). Dalam (gambar 1) ditunjukan dengan garis warna merah. Jika diterapkan pada suara manusia menunjukan bahwa rentang waktu pita suara terbuka mengeluarkan bunyi dan tertutup kembali, gelombang suara itu dihitung sebagai periode dengan hitungan 1 detik.

Tempo adalah rentang waktu yang diperlukan untuk merealisasikan sebuah tuturan. Jadi, struktur temporal diartikan sebagai seperangkat aturan yang dipakai


(51)

untuk menentukan pola durasi dalam tuturan. Durasi berhubungan dengan gerakan artikulatori dan rangkaiannya yang sifatnya terukur. Beberapa faktor yang mempengaruhi durasi antara lain: (1) titik dan perilaku artikulasi dari segmen itu sendiri, (2) suara-suara sementara awal dan berikutnya, dan (3) faktor suprasegmental.

2.4.2.4Intensitas

Intensitas biasa disebut Amplitudo gelombang, yakni ukuran perbedaan tekanan pada gelombang suara. Amplitudo/intensitas biasanya diukur dalam desibel

(disingkat dB). Orang-orang akan mendengar Amplitudo/intensitas sebagai kenyaringan.

Amplitudo/intensitas merupakan istilah untuk menentukan lebar sempitnya suatu gelombang. Dengan kata lain, intensitas bunyi, yaitu keras, nyaring, lirihnya suatu bunyi yang diterima oleh telinga berpangkal pada luasnya atau lebarnya gelombang udara (istilahnya ”Amplitudo/intensitas) dan bersifat netral terhadap frekuensi/titi nada (Vehaaar J.W.M. 22 : 1996)

Jarak sangat menentukan Amplitudo/intensitas. Maksudnya, semakin jauh kita dari sumber bunyi maka Amplitudo/intensitas bunyi/suara (intensitas/kekerasan bunyi) yang diterima oleh indra pendengar kita semakin kecil. Begitu juga berlaku sebaliknya, semakin dekat kita dari sumber bunyi maka Amplitudo/intensitas bunyi /suara (intensitas/kekerasan bunyi) yang diterima oleh indra pendengar kita semakin besar pula.


(52)

Selain jarak, berkurangnya amplitudo/intensitas bunyi/suara atau berkurangnya kecepatan pelenyapan bunyi juga ditentukan oleh proses dan tempat pemantulan gelombang Amplitudo/intensitas. Semakin padat/keras dan permukaan yang rata suatu obyek pantul, seperti dinding tembok, semakin rendah tingkat kecepatan pelenyapan bunyi. Sebaliknya, semakin lunak dan permukaan tidak rata, semakin tinggi tingkat kecepatan pelenyapan bunyi. Dapat dikatakan, media yang padat/keras dan rata sangat berpotensi baik sebagai penghantar Amplitudo/intensitas dan media yang lunak dan tak rata berpotensi kurang baik menghantarkan Amplitudo/intensitas.

Perbandingan intensitas suara dengan intensitas suara lainnya dihitung dengan fungsi logaritma, yaitu 10 kali logaritma terhadap bilangan dasar 10 rasio intensitas bunyi; rasio intensitas bunyi tersebut merupakan hasil kuadrat rasio amplitudo (Hayward 2000:44; Syarfina 2009:37)

Amplitudo dalam dB suara B berhubungan dengan suara A yang dihasilkan dengan mendapatkan logaritma terhadap bilangan dasar dari rasio intensitas bunyi (Ia/Ib) dan dikalikan dengan 10. Misalnya, apabila suara B mempunyai dua kali intensitas suara A, rasio intensitas suaranya adalah 2. berdasarkan logaritma, 2 adalah 0,3, dikali dengan 10, dan hasilnya adalah 3 dB. Apabila intensitas suara B setengah dari suara A, intensitas rasionya adalah ½. Logaritma dari ½ adalah -0,3, dikali dengan 10, dan hasilnya bernilai -3 dB. Intensitas diukur dengan rumus berikut ini:


(53)

2.4.2.5Resonansi

Resonansi adalah getaran suara yang memberi efek getaran yang sama pada obyek lain dari sumber suara. Obyek yang dimaksud tersebut biasa disebut sebagai resonator. Obyek memiliki frekuensi. Jika obyek digetarkan pada frekuensi yang berbeda, getaran akan berangsur melambat dan akhirnya berhenti. Namun, jika obyek digetarkan pada frekuensi yang sama dengan obyek lain disekelilingnya maka getaran akan diperkuat dan obyek lain disekelilingnya tersebut. Obyek-obyek lainnya yang turut bergetar pada frekuensi yang sama dengan obyek utama tersebut dinamakan obyek yang beresonansi. Artinya resonansi merupakan respon suatu obyek, yang berpotensi menghasilkan frekuensi, dari frekuensi obyek lain yang mempengaruhinya. Beberapa contoh resonansi:

1) Gelombang berdiri pada lompat tali,

2) Getaran suara hasil tiupan botol yang diisi dengan air separoh, dan 3) Getaran dawai biola.

Jika obyek digetarkan dua kali pada frekuensi resonansi favorit, obyek lain sebagai resonator tidak akan merespon dengan baik. Jika obyek digetarkan tiga kali dengan frekuensi resonansifavoritnya, maka obyek lain akan beresonansi - meskipun tidak sebanyak pada frekuensi resonansinya. Pola ini akan berulang pada setiap kelipatan ganjil dari frekuensi terendah. Dengan kata lain, pola ini akan menjadi frekuensi resonansi yang efektif:


(54)

Tabel 1 Frekuensi Resonansi yang Efektif

Frekuensi Favorit Resonansi

1 x 1 x ya

2 x 2 x tidak ada

3 x 3 x ya

4 x 4 x tidak ada

5 x 5 x ya

Contohnya, pada tabung setengah terbuka yang berukuran 17 cm (panjang khas untuk saluran vokal seorang pria dewasa), frekuensi yang disukai adalah 500 Hz, 1500 Hz, 2500 Hz, 3500 Hz, dan seterusnya.

Jika ditinjau dari diagram kurva respon frekuensi tabung, setiap frekuensi akan beresonansi jika getaran diberikan pada frekuensi tersebut. Kurva respon frekuensi untuk saluran vokal ukuran 17 cm dalam posisi netral (yaitu, posisi untuk schwa) terlihat seperti pada Grafik 3 berikut ini:


(55)

Resonansi penting untuk bunyi bahasa berdasarkan struktur alat-alat bicara karena memang resonansi membahas getaran bunyi suara yang menjadi resonator. Dalam hal ini antara lain: rongga mulut, rongga hidung, rongga laring, beserta gumpalan-gumpalan udara di dalamnya.

2.4.3Tuturan Modus Deklaratif

Hudson, (1980:110) dalam A. Chaedar Alwasilah, (1993:19), mengatakan bahwa petuturan (speech act) adalah bagian dari ujaran yang dipakai dalam interaksi

sosial. A. Chaedar Alwasilah menyebut istilah (speech act) sebagai petuturan. Sedangkan para ahli-ahli bahasa yang lain biasa menyebut tindak ujar atau tindak tutur. Berarti konsep petuturan, tindak ujar, maupun tindak tutur merujuk pada konsep yang sama, yaitu speech act. Dalam penelitian ini digunakan istilah ”tindak

tutur” sebagai representasi dari istilah ”speech act”.

Tindak tutur adalah interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur (petutur), dengan satu pokok tuturan atau lebih, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Tindak tutur dibatasi sebagai aksi yang dilakukan oleh penutur melalui ujaran atau dengan menggunakan bahasa.

Dell Hymes (1972) dalam Abdul Chaer (1995) mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu:

1) Setting and scene, yaitu tempat dan situasi berlangsungnya tuturan, 2) Participant, yaitu pihak yang terlibat dalam tuturan,


(56)

3) Ends, yaitu maksud dan tujuan tuturan,

4) Act sequence, bentuk dan isi tuturan. Hal ini berkenaan dengan kata-kata dan

kalimat yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topic penuturan. Bentuk tuturan dalam ruang sekolah atau penuturan biasa di kedai kopi. Begitu juga dengan isi yangh dibicarakan, 5) Key, penggunaaan nada (intonasi), cara, dan semangat dimana sebuah tuturan

disampaikan,

6) Instrumentalities, Jalur bahasa yang digunakan, lisan ataukah tulis. Kode

tuturan yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register,

7) Norm of interaction and interpretation, yaitu norma dalam berinteraksi dan

penafsirannya, dan

8) Genre, yaitu jenis bentuk penyampaiannya, seperti narasi, puisi, doa, dan

sebagainya.

Syarat utama berlangsungnya tindak tutur adalah penggunaan kalimat. Kalangan formalisme membedakan kalimat menjadi empat berdasarkan modusnya, yaitu:

1) deklaratif, yaitu kalimat yang isinya hanya meminta petutur untuk menaruh perhatian saja, tanpa melakukan tindakan atau aksi atas pernyataan penutur karena maksud penutur hanya memberitahukan saja;

2) interogatif, yaitu kalimat yang isinya meminta agar si petutur memberikan jawaban dari si penutur;


(57)

3) imperatif, yaitu kalimat yang isinya meminta agar si petutur memberikan aksi atau tindakan dari si penutur; dan

4) interjektif (seruan), yaitu kalimat yang menyatakan seruan.

Austin (1962) dalam Abdul Chaer, (1995:66) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstantif dan kalimat performatif. Kalimat konstantif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka, seperti Siti adalah gadis yang manis. atau pagi tadi saya terlambat sekolah. Sedangkan kalimat performatif

adalah kalimat yang berisi perlakuan. Artinya apa yang diucapkan si pengujar sesuai dengan apa yang dilakukan.

Austin (1962:100-102) dalam Abdul Chaer (1995:68) merumuskan tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus dalam kalimat performatif, yaitu: (1) Tindak tutur lokusi (locution, locutionary act), yakni makna linguistik suatu ujaran;

(2) Tindak Tutur Ilokusi (illocution, illocutionary act), yakni makna komunikatif

ujaran oleh penutur (penutur); dan (3) Tindak tutur Perlokusi (perlocution, perlocutionary act), yakni dampak ujaran bagi pendengar, disebut juga perlocutionary effect.

Austin (1962:150-163) dalam Abdul Chaer (1995:79), membagi kalimat performatif menjadi lima kategori, Yaitu:

6) Kalimat Verdiktif (verdictives). Kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian (judgement). Contoh: (Aku mutuske) kowe sing salah.

7) kalimat Eksersitif (exercitives). Kalimat perlakuan yang menyatakan nasihat, peringatan, dan sebagainya. Contoh: (Aku pingin) kowe dadi dokter


(58)

8) Kalimat Komisif (commissives). Kalimat perlakuan yang mana penutur terikat (commited) dengan perjanjian. Contoh: (Aku janji) sesuk tak bayar.

9) Kalimat Behatitif (behatitives). Kalimat perlakuan yang berhubungan dengan

tingkah laku sosial, baik keberuntungan maupun kemalangan. Seperti permintaan maaf, ucapan selamat, pernyataan penyesalan, atau tantangan. Contoh: (Aku sedih) duitku ilang.

10) Kalimat ekspositif (expositives). Kalimat perlakuan yang memberi penjelasan,

keterangan, perincian kepada seseorang. Contoh: (Aku nerangke) Getuk iki digawe soko telo.

Menurut J. Searle dalam Asin Gunarwan (2007) Tindak ujar (tutur) dapat digolongkan berdasarkan fungsinya ke dalam lima kategori sebagai berikut.

1) Deklarasi, yaitu tindak tutur yang pengungkapannya menimbulkan efek dalam bentuk perubahan status dan keadaan. Seperti, menyatakan, meresmikan, menobatkan, menetapkan, menghukum, memutuskan, menyebutkan, dan lain-lain. Rumusannya adalah Deklarasi membuat U mengubah dunia P menyebabkan X. Contoh: (Aku mutuske) kowe sing salah;

2) Representatif, yaitu tindak tutur yang kebenaran pengungkapannya dapat diverifikasi salah atau betul. Seperti menyatakan, mengakui, meyakini, menyadari, menerangkan, dan memastikan. Rumusannya adalah Representatif membuat U sesuai dengan dunia P yakin X. Contoh: (Aku nerangke) Gethuk iki digawe soko telo;


(59)

3) Ekspresif yaitu tindak tutur yang merupakan pengungkapan perasaan, sikap, dan pendapat si penutur. Seperti, berterima kasih, mohon maaf, bersedih, berdukacita, mengucapkan selamat, dan lain-lain. Rumusannya adalah Ekspresif membuat U sesuai dengan dunia P merasa X. Contohnya: (Aku sedih) duitku ilang;

4) Direktif, yaitu tindak tutur yang pengungkapannya bertujuan mempengaruhi petutur untuk melakukan sesuatu. Seperti, memerintahkan, memohon, mengingatkan, memperingatkan, menyarankan, dan lain-lain. Rumusannya adalah Direktif membuat U sesuai dgn dunia P mau/ingin X. Contoh: (Aku pingin) kowe dadi dokter;

5) Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya (di dalam arti si penutur membuat komitmen) untuk melakukan sesuatu bagi petutur. Seperti, menjanjikan, bersumpah, mengancam, dan lain-lain. Rumusannya adalah Komisif membuat U sesuai dgn dunia P bermaksud X. Contohnya: (Aku janji) sesuk tak bayar.

2.4.4Bahasa Jawa Dialek Standar

Dialek Solo-Yogya ini dikenal sebagai bahasa Jawa Mataraman. Menurut sejarah, wilayah Solo dan Yogyakarta merupakan kesatuan wilayah yang terintegrasi pada masa kerajaan Surakarta (Mataram). Namun, setelah diadakan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, kerajaan Surakarta dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Surakarta Hadiningrat (Solo sekarang) yang dipimpin oleh Sunan


(60)

Pakubuwana dan wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta sekarang) yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwana).

Bahasa Jawa dialek Surakarta adalah dial

daerah

menjadi acuan baku bagi pemakaian resmi bahasa Jawa (bahasa Jawa Baku) dan standar bagi pengajaran bahasa dan sastra Jawa. Maka sering disebut sebagai bahasa Jawa dialek standar. Selain dialek Surakarta, dialek Yogyakarta juga direpresentasikan juga sebagai dialek standar bahasa Jawa karena sebenarnya kedua wilayah itu masih merupakan satu dialek. Maka, dialek Solo-Yogya sering disebut sebagai dialek standar.

Standarisasi dialek Yogya didasarkan pada anggapan bahwa daerah Solo-Yogya merupakan pusat kebudayaan Jawa-Kraton sebagai sumber dari nilai-nilai dan norma-norma Jawa. Dengan demikian, logat Solo-Yogya juga dianggap sebagai ”bahasa Jawa yang beradab”. Dengan logat ini penggunaan bahasa Jawa dengan sistem kesembilan gaya itu betul-betul sudah berkembang mencapai kerumitan yang luar biasa. (Koentjaraningrat, 1984:23—24).

Pada tahun 2006, Pujiati Suyata dan Suharti menguatkan anggapan tersebut. Mereka melakukan penelitian dengan judul penelitian ”Status Isolek Yogyakarta-Surakarta Dan Implikasinya Terhadap Bahasa Jawa Standar: Tinjauan Linguistik Komparatif Diakronis”. Penelitian ini menekankan aspek isolek Solo-Yogya yang merupakan alat komunikasi antar-anggota masyarakat di daerah Yogyakarta dan Surakarta yang belum ditentukan statusnya sebagai bahasa, dialek, atau subdialek.


(61)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasangan kerabat mencapai 86,5%, yang termasuk ke dalam kriteria hubungan antardialek dalam satu bahasa. Dengan demikian, status hubungan kedua isolek adalah hubungan antardialek. Hal itu diperkuat oleh hasil analisis sinkronis melalui kosakata 600 medan makna, tataran frase, dan kalimat. Bukti-bukti linguistis tersebut berimplikasi pada penetapan dialek Jawa Standar. Sesuai dengan statusnya sebagai dialek, dalam dialek Yogyakarta dan Surakarta ada unsur yang sama, selain ada yang khas. Unsur-unsur yang sama pada kedua dialek, merupakan dialek Jawa Standar.

2.4.5Bahasa Jawa Dialek Deli (Medan)

Menurut data sejarah, eksodus ethnis Jawa secara besar-besaran diawali pada masa Hindia Belanda, orang Jawa didatangkan dari pulau Jawa untuk direkrut menjadi pekerja (kuli) perkebunan di wilayah Deli (sekarang wilayah Medan dan sekitarnya). Pada masa inilah terjadi eksodus besar-besaran suku bangsa Jawa ke Deli (Medan) atas propaganda pemerintah Hindia Belanda. Suku bangsa Jawa yang memiliki latar belakang tersebut di atas sekarang disebut orang Jawa-Deli (Jadel), lalu keturunannya sekarang disebut Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera).

Berdasarkan

2.109.339 jiwa.Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Komposisi penduduk kota Medan dilihat dari sisi ethnis seperti pada tabel di bawah ini.


(1)

No. Pr Penutur Solo Kal_Beh

Intensitas (db) Frekuensi (Hz)

Int. Dasar Int. Final Int. Atas

Int. Bawah

Nd.

Dasar Nd. Akhir Nd. Ting Nd. Ren

1 Noviani 1,4

86,725 88,3816 91,4113 58,6670 200,1 209,5 298,6 192,0 2 Sri Surijah R 2,4

87,947 71,6343 91,8025 56,0892 198,1 172,9 294,3 152,0 3 Asih Tri H 3,4

62,336 69,9596 71,2476 39,3200 192,4 160,8 220,7 160,8

4 Suryani 4,4

76,961 63,9062 81,6934 42,8395 199,2 161,9 308,4 156,0

5 Inem 5,4

83,706 78,0155 83,7058 54,9024 186,3 164,6 255,6 163,9

6 Handayani 6,4

87,623 60,4760 89,7351 60,4760 203,4 203,7 244,5 172,2

7 Rini 7,4

41,341 62,4074 67,5102 35,0559 192,4 177,3 247,4 139,1

8 Siti 8,4

88,365 87,4888 88,3649 49,9523 205,2 209,7 307,2 209,7

9 Suparni 9,4

62,088 51,5248 67,7611 35,0394 191,0 162,4 239,7 132,9

10 Sutinah 10,4

82,617 86,6627 87,1778 57,3225 200,4 167,0 288,2 167,0


(2)

No. Pr Penutur Solo Kal_Eks

Intensitas (db) Frekuensi (Hz)

Int. Dasar Int. Final Int. Atas

Int. Bawah

Nd.

Dasar Nd. Akhir Nd. Ting Nd. Ren

1 Noviani 1,5

86,971 86,0580 89,6158 59,1735 201,0 165,8 296,9 165,8 2 Sri Surijah R 2,5

88,841 89,8514 91,2374 68,3717 192,9 135,0 290,3 135,0 3 Asih Tri H 3,5

63,072 56,9098 72,8298 41,7989 182,7 155,7 250,6 154,7

4 Suryani 4,5

71,582 72,7267 83,4609 43,8063 195,6 166,8 316,5 155,3

5 Inem 5,5

89,322 77,7296 89,3224 60,8668 200,8 183,4 267,5 166,1

6 Handayani 6,5

88,885 67,4010 88,8847 59,4696 201,2 153,4 243,9 153,4

7 Rini 7,5

54,813 60,2214 64,1190 33,2738 177,4 178,1 244,0 170,6

8 Siti 8,5

88,805 85,4622 88,8047 46,6388 206,3 178,9 375,6 178,9

9 Suparni 9,5

59,078 53,3589 65,2128 31,1518 169,8 141,2 233,0 128,0

10 Sutinah 10,5

83,211 78,8805 88,1480 66,9022 191,0 124,2 279,5 124,2


(3)

LAMPIRAN 11

DATA DURASI BUNYI SILABIS KAL_EKS

Lk Penutur Solo

Durasi Bunyi Silabis

[a]1 [u] [ə]1 [a]2 [e]1 [ə]2 [ʊ] [i]1 [i]2 [i]3 [a]3 [e]2 [ɔ]1 [ɔ]2 [e]3 [ɔ]3 Agus Purnomo 0,172 0,108 0,090 0,147 0,109 0,540 0,118 0,130 0,135 0,093 0,124 0,801 0,102 0,093 0,104 0,288 Sukatno 0,109 0,066 0,099 0,117 0,135 0,077 0,064 0,060 0,133 0,095 0,079 0,066 0,074 0,056 0,121 0,235 Supeno 0,145 0,058 0,075 0,139 0,087 0,066 0,147 0,101 0,217 0,058 0,107 0,084 0,087 0,075 0,084 0,063 Drajat 0,129 0,086 0,043 0,142 0,262 0,035 0,062 0,096 0,088 0,056 0,174 0,129 0,083 0,078 0,118 0,362 Sutarno 0,119 0,055 0,062 0,119 0,275 0,049 0,130 0,145 0,268 0,067 0,107 0,098 0,095 0,090 0,101 0,077 Sudarno 0,097 0,136 0,045 0,120 0,153 0,060 0,082 0,096 0,153 0,054 0,103 0,080 0,075 0,092 0,108 0,186 Hendi 0,124 0,104 0,080 0,121 0,151 0,090 0,137 0,121 0,162 0,099 0,173 0,123 0,112 0,112 0,148 0,110 Sutarso 0,112 0,067 0,083 0,123 0,170 0,078 0,083 0,065 0,085 0,081 0,137 0,114 0,094 0,094 0,130 0,226 Bogel 0,204 0,123 0,059 0,123 0,201 0,091 0,091 0,096 0,155 0,078 0,179 0,150 0,129 0,107 0,107 0,300 Nano 0,152 0,090 0,062 0,121 0,101 0,065 0,112 0,121 0,252 0,215 0,191 0,087 0,115 0,132 0,104 0,222


(4)

Lk Penutur Medan Durasi Bunyi Silabis

[a]1 [u] [ə]1 [a]2 [e]1 [ə]2 [ʊ] [i]1 [i]2 [i]3 [a]3 [e]2 [ɔ]1 [ɔ]2 [e]3 [ɔ]3 Harimurti 0,152 0,077 0,084 0,135 0,098 0,058 0,066 0,083 0,094 0,072 0,143 0,115 0,047 0,165 0,099 0,241 Mang Lit 0,136 0,147 0,042 0,178 0,216 0,108 0,114 0,139 0,274 0,114 0,178 0,178 0,041 0,149 0,135 0,482 Wartono 0,106 0,076 0,079 0,116 0,259 0,079 0,082 0,104 0,122 0,114 0,139 0,095 0,088 0,088 0,163 0,282 Wak Sirin 0,256 0,193 0,100 0,086 0,216 0,110 0,113 0,112 0,273 0,093 0,140 0,093 0,086 0,083 0,160 0,399 M. Toha 0,149 0,058 0,061 0,107 0,320 0,090 0,110 0,120 0,268 0,107 0,136 0,078 0,100 0,087 0,094 0,172 Agung 0,124 0,090 0,040 0,123 0,276 0,106 0,106 0,106 0,230 0,150 0,193 0,303 0,193 0,206 0,113 0,260 Z Hidayat 0,083 0,051 0,037 0,122 0,071 0,032 0,034 0,151 0,133 0,069 0,087 0,053 0,063 0,072 0,108 0,107 M. Nasir 0,221 0,163 0,068 0,160 0,183 0,115 0,150 0,166 0,329 0,102 0,139 0,200 0,105 0,193 0,112 0,292 Kuncung 0,161 0,106 0,066 0,112 0,130 0,130 0,070 0,116 0,112 0,059 0,101 0,101 0,064 0,077 0,101 0,255 Suyadi 0,179 0,116 0,062 0,125 0,392 0,111 0,195 0,165 0,361 0,187 0,156 0,316 0,263 0,263 0,138 0,259


(5)

Pr Penutur Solo

Durasi Bunyi Silabis

[a]1 [u] [ə]1 [a]2 [e]1 [ə]2 [ʊ] [i]1 [i]2 [i]3 [a]3 [e]2 [ɔ]1 [ɔ]2 [e]3 [ɔ]3 Noviani 0,155 0,117 0,104 0,217 0,258 0,091 0,069 0,101 0,110 0,088 0,139 0,101 0,142 0,148 0,129 0,385 Sri Surijah R 0,237 0,139 0,073 0,167 0,411 0,115 0,101 0,153 0,209 0,132 0,206 0,146 0,206 0,157 0,157 0,258 Asih Tri H 0,147 0,088 0,041 0,116 0,188 0,072 0,054 0,100 0,098 0,085 0,121 0,088 0,062 0,100 0,136 0,472 Suryani 0,127 0,091 0,098 0,155 0,865 0,106 0,278 0,023 0,127 0,116 0,211 0,120 0,130 0,109 0,186 0,321 Inem 0,142 0,093 0,088 0,184 0,200 0,075 0,138 0,109 0,120 0,099 0,123 0,123 0,088 0,107 0,144 0,331 Handayani 0,133 0,076 0,098 0,155 0,093 0,066 0,096 0,086 0,113 0,088 0,142 0,106 0,081 0,098 0,135 0,245 Rini 0,139 0,085 0,075 0,106 0,120 0,073 0,087 0,127 0,085 0,080 0,127 0,094 0,080 0,123 0,127 0,224 Siti 0,150 0,144 0,081 0,132 0,269 0,132 0,090 0,120 0,129 0,093 0,197 0,132 0,102 0,120 0,132 0,329 Suparni 0,195 0,124 0,087 0,174 0,575 0,103 0,149 0,153 0,260 0,136 0,165 0,145 0,182 0,174 0,141 0,596 Sutinah 0,102 0,061 0,065 0,116 0,322 0,082 0,056 0,061 0,089 0,064 0,131 0,087 0,061 0,088 0,082 0,037


(6)

Pr Penutur Medan Durasi Bunyi Silabis

[a]1 [u] [ə]1 [a]2 [e]1 [ə]2 [ʊ] [i]1 [i]2 [i]3 [a]3 [e]2 [ɔ]1 [ɔ]2 [e]3 [ɔ]3 Bibi 0,140 0,178 0,111 0,148 0,343 0,130 0,233 0,146 0,331 0,180 0,272 0,215 0,109 0,227 0,174 0,382 Mbak Kar 0,194 0,326 0,058 0,147 0,301 0,066 0,149 0,114 0,234 0,068 0,218 0,275 0,118 0,298 0,137 0,395 Ayu 0,167 0,234 0,088 0,177 0,265 0,105 0,140 0,134 0,221 0,100 0,160 0,138 0,081 0,094 0,142 0,226 Sriasrianti 0,110 0,063 0,046 0,153 0,161 0,083 0,086 0,126 0,108 0,107 0,109 0,145 0,099 0,081 0,147 0,177 Siti Aisah 0,140 0,087 0,054 0,124 0,210 0,060 0,078 0,143 0,183 0,104 0,110 0,132 0,085 0,071 0,114 0,193 Juliana 0,184 0,084 0,076 0,123 0,414 0,075 0,097 0,166 0,213 0,098 0,161 0,110 0,114 0,098 0,123 0,451 Rosliani 0,106 0,082 0,038 0,129 0,264 0,067 0,102 0,135 0,223 0,073 0,152 0,097 0,088 0,073 0,117 0,309 Kartika 0,184 0,123 0,115 0,139 0,351 0,135 0,167 0,139 0,223 0,111 0,183 0,167 0,175 0,119 0,135 0,372 Irna 0,153 0,098 0,083 0,134 0,392 0,116 0,152 0,138 0,207 0,109 0,185 0,236 0,134 0,163 0,134 0,290 Ima 0,153 0,087 0,079 0,117 0,117 0,079 0,166 0,131 0,161 0,076 0,166 0,117 0,106 0,101 0,164 0,304