Kobhe Dheke Masuk Rumah Adat

Ayam yang dipanggang atau dibakar dimakan bersama nasi serta minumannya adalah tuak moke, sebelum menyantap nasi dan daging ayam, terlebih dahulu mereka memberikan sesajen berupa nasi dan hati ayam bagi para leluhur kuwi. Demikianpun minuman, para leluhur harus diberi minum terlebih dahulu yang biasa disebut fedhi tua. Tata upacara pemotongan hewan dengan ujud tertentu yang diawali dengan pengucapan mantra dan pemberian sesajen berlaku untuk semua upacara Wawancara Bapak Fransiskus Dhosa, 27 Desember 2012.

3.2.3 Perayaan Inti

Sili peletak atau pionir pertama budaya Reba sudah menata perayaan Reba dalam tiga bagian yaitu: Esa, go wala su’a kobe wunga, artinya: pertama, mengasah pisau, malam pertama. Zua, go su’i uwi kobe ngia zua, artinya: kedua, memotong ubi, malam kedua. Telu, go pojo tebu kobe ngia telu, artinya: menikmati hasilnya bersama, malam ketiga. Namun, secara umum perayaan inti Reba terdiri atas tiga bagian yakni: kobe dheke dheke reba artinya masuk rumah adat, sedo uwi artinya tarian khusus pada perayaan Reba, dan su’i uwi artinya upacara terakhir pada perayaan inti Reba.

3.2.3.1 Kobhe Dheke Masuk Rumah Adat

Secara harafiah kobhe dheke terdiri atas dua kata, yaitu kobe yang berarti malam, dan dheke yang berarti naik. Nuansa maknanya bahwa masuk rumah adat sa’o kita harus menaiki tangga, khususnya ke dalam bagian one sao dalam rumah adat yang posisi paling tinggi, sehingga untuk masuk rumah adat selalu digunakan kata dheke. Pada malam dheke reba semua keluarga atau warga rumah adat, baik yang berada di kampung itu maupun yang datang dari luar daerah karena bekerja di perantauan akan berkumpul bersama. Dheke Reba, diselenggarakan di rumah adat masing-masing yang merupakan malam reuni keluarga secara paripurna. Setiap warga rumah adat yang datang akan membawa serta beras, ayam, moke tuak. Pada malam itu juga, para penggarap lahan atau bidang tanah milik sa’o rumah adat tersebut akan datang mengantar beras, moke, dan ayam, yang bahasa adat Ngadha disebut dengan istilah wae tua ana manu. Selama seseorang atau keluarga tertentu menggarap tanah dari rumah adat tertentu, maka pada setiap upacara Reba, pada upacara kobhe dheke mereka harus wajib mengantar tua ana manu. Pengantaran tua ana manu tersebut merupakan bukti hukum kepemilikan atau pengakuan bahwa tanah yang mereka garap adalah milik sah dari sa’o rumah adat tersebut. Bila mereka lalai, tidak mengantar wae tua ana manu pada malam kobhe dheke, maka bisa didenda atau dilarang mengerjakan lahan itu lagi. Kobhe dheke juga merupakan ajang seorang pemuda dan keluargannya mengantar tua manu atau belis mas kawin untuk meresmikan pertunangan dengan seorang wanita dari sa’o rumah adat tersebut. Untuk sebuah pernikahan, jalur adat yang harus ditempuh ialah melamar atau masuk minta yang dalam bahasa adat Ngadha disebut bere tere oka pale, kemudian pada waktu Reba mengantar tua manu mas kawin, lalu terakhir pemberkatan nikah. Pada malam kobhe dheke dapat dikatakan semua anggota suku, atau warga rumah adat tersebut berkumpul, bernostalgia, saling melepas rindu, bercerita tentang pengalamannya masing-masing. Pada upacara kobhe dheke, bila tidak ada yang mengantar tua manu mas kawin, kepala suku dan semua warga rumah adat yang mengikuti upacara tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan nasihat-nasihat yang berkaitan dengan penanaman tanaman, pengggarapan lahan, kebun, atau ladang, perhatian kepada rumah adat, upacara-upacara adat, pemeliharaan lingkungan, masalah moral dan kebajikan, serta masalah perkawinan dan rumah tangga. Pada malam itu di setiap rumah adat seluruh warga atau peserta Reba wajib mengikuti jalannya upacara dheke reba, biasanya orang mengikuti upacara dheke reba di rumah adat pihak mama terlebih dahulu matrilineal, baru dilanjutkan merayakan di rumah adat pihak bapak patrilineal Wawancara Bapak Fransiskus Dhosa, 27 Desember 2012.

3.2.3.2 Sedo Uwi