Wua benu Nabe Fusa: Tetap penuh di Nabe Fusa
Dizi ne’e da metu : Ubi suku Dizi
Wua benu nabe tegu: Dan metu penuh nabe tegu
Uwi ngata Gale Beo: Ubi panenan Gale Beo
Riwu dhanga ngadha ngedho: Selalu dikagumi semua orang Uwi halo leza:
Ubi biar musim panas Sedu peka rua wali:
Tetap bertunas dan bertumbuh Uwi reba ana Nage:
Ubi reba Nage Sama ngawu rake:
Bagaikan harta malaikat yang takkan habis.
Teks Tuturan 6
Ungkapan-ungkapan syair adat di atas dituturkan oleh Bapak Fransiskus Dhosa 61 tahun, Tokoh Adat dari Desa Ratogesa,
Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngadha. Direkam pada tanggal 27 Desember 2012.
Oleh Yoseph Karolus Leba 23 tahun
3.2.3.3 Su’i Uwi Upacara Pemotongan Ubi
Su’i Uwi adalah upacara terakhir pada perayaan inti Reba. Su’i uwi dilaksanakan pada malam berikut setelah sedo uwi. Pada malam su’i uwi seluruh
warga klan berkumpul kembali di rumah adat masing-masing untuk mengikuti upacara su’i uwi. Ubi yang digunakan untuk upacara ini adalah ubi yang diambil
dari setiap rumah adat masing-masing yang sudah dipilih dan disepakati oleh kepala suku sebelum upacara Reba ini di adakan. Sebelum ubi dipotong, terlebih
dahulu pemangku adat meriwayatkan kedatangan ubi dari empat arah yaitu, dari arah Selatan, Utara, Timur, dan Barat. Periwayatan kedatangan ubi, sebagai
simbol kedatangan para leluhur. Ubi dipotong menjadi empat bagian besar, sambil memotong pemangku adat akan menyebut bagian terakhir kedatangan ubi yaitu
dari kebun atau tanah milik rumah adat tersebut. Semua tanah atau lahan milik rumah adat tersebut disebutkan semua, kalau sudah dijual harus diriwayatkan
penjualannya. Setiap menyebutkan nama tempat, atau bagian dari periwayatan, selalu diikuti dengan seruan: “Su”i Uwi, Uwi”. Melalui upacara ini semua warga
rumah adat dapat mengetahui tanah kekayaan atau hak milik rumah adat tersebut, sehingga warga rumah adat tersebut tidak akan sembarangan menyerobot atau
mengklaim tanah suku lain sebagai tanah mereka. Su’i Uwi mengandung makna hukum adat atau kebenaran hukum tentang kepemilikan tanah yang harus
diketahui oleh seluruh warga klan. Selama upacara su’i uwi berlangsung pintu rumah adat di tutup, dan tidak boleh dibuka sedikitpun. Setelah selesai upacara
pemotongan ubi kemudian dilanjutkan dengan pemotongan ayam untuk ujud pengesahan upacara su’i uwi dengan pengucapan syair mantra zi’a ura manu, wi
basa go su’i uwi. Dara ayam dioleskan pada empat potong ubi, dan pada beberapa bagian rumah adat, yaitu pene pintu, nuke tiang di bagian dalam rumah,
mataraga bagian tengah dinding belakang yang berukiran tanduk kerbau, papa bhoko bagian dalam rumah adat untuk perempuan, dan kalingatepali wai batu
ceper di halaman tempat menginjakan kaki sebelum masuk ke dalam rumah adat. Ubi kemudian dipotong-potong untuk dimasak, bagian kepala ubi yang
berdaun disimpan untuk ditanam kembali di ladang atau di kebun untuk upacara Reba tahun berikutnya. Penanaman kembali ubi ini merupakan simbol pelestarian
lingkungan hidup, revitalisasi agar seluruh lingkungan baik fisik maupun sosial
dapat hidup terus. Selanjutnya, sambil menanti nasi, ubi, dan daging masak, pemangku adat menyampaikan petuah, nasihat, dan ajaran-ajaran atau filsafat
hidup yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat setempat Wawancara Bapak Fransiskus Dhosa, 27 Desember 2012.
3.2.4 Perayaan Akhir