16 6,5 kali lipat dari nilai normal 106,6-693,1 UL, dan nilai AST naik sekitar 6,1
kali lipat dari nilai normalnya 113,8-693,9 UL. Hasil ini sesuai dengan level peningkatan relatif nilai enzim serum terhadap induksi beberapa senyawa racun
yang disajikan pada tabel dibawah ini yang dapat menjadi patokan dari kenaikan aktivitas serum ALT-AST akibat pemejanan karbontetraklorida.
Tabel 1. Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus kerusakan hati oleh racun Zimmerman, 1999.
E. Metode Uji Hepatotoksisitas
Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik pada hati dapat dilakukan secara invivo maupun invitro. Model invivo dapat
menunjukkan bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada hati berdasarkan pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro
menjelaskan mekanisme kerusakan yang terjadi. Zimmerman 1999 mengemukakan beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : 1 uji enzim serum ; 2 pemeriksaan asam amino dan protein; 3 perubahan penyusun kimia dalam
hati; 4 uji ekskretori hati; dan 5 analisis histologi.
17 1.
Uji enzim serum Pengukuran enzim serum atau plasma dilakukan untuk mendeteksi
ketoksikan pada hati yang kemudian didukung dengan analisis histologi. Apabila terjadi kerusakan hati, enzim akan dilepaskan ke dalam darah dari sitosol dan
organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus Zimmerman, 1999. Transaminase terdiri atas glutamate piruvat transaminase GPT dan
glutamat oksaloasetat transaminase GOT. Sebagian besar GOT terdapat di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim GPT terdapat
pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya pada semua spesies adalah di hati sehingga GPT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap
nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan nekrosis, sel hati akan dipecah sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam sel hati keluar dan masuk ke dalam
aliran darah. Peningkatannya bisa mencapai 10-100 kali lipat dari harga normal Zimmerman,1999.
2. Pemeriksaan asam amino dan protein
Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum terjadi secara
lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin Zimmerman, 1999. 3.
Perubahan penyusun kimia dalam hati Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme
kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan yang dekat dengan terjadinya steatosis Zimmerman, 1999.
18 4.
Uji ekskretori hati Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein, dan
mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi hati tersebut
dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter hepatotoksisitas Zimmerman,
1999.
F. Macaranga tanarius L.