Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida
EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA WAKTU ENAM JAM EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius L.TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh :
Christine Herdyana Febrianti
NIM : 098114105
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA WAKTU ENAM JAM EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius L.TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh :
Christine Herdyana Febrianti
NIM : 098114105
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(3)
ii
(4)
iii
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah
kekayaan, kehormatan, dan kehidupan.
(Amsal 22 : 4)
Kupersembahkan skripsi ini untuk…
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pertolongan-Nya di dalam hidupku
Papa dan Mama tercinta , adikku Jipi, serta keluarga besarku atas doa dan dukungan yang tidak putus-putusnya
Reza Eka Putra atas cinta, dukungan, dan semangat
Sahabat-sahabatku terkasih
(6)
v
(7)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
(8)
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang
melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek
Hepatoprotektif Jangka Waktu Enam Jam Ekstrak Etanol Daun Macaranga tanarius L. Terhadap Aktivitas ALT-AST pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan
skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus atas tuntunan, berkat, rahmat pertolongan dan
penyertaan-Nya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing skripsi ini atas
segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan,
dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt sebagai Dosen Penguji skripsi yang
(9)
viii
5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp. PK. sebagai Dosen Penguji skripsi yang telah
banyak memberikan masukan dan saran.
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Pimpinan Laboratorium Farmasi
yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna
penelitian skripsi ini.
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah membimbing dalam
determinasi tanaman Macaranga tanarius L.
8. Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Kayat, Pak Yuwono, Pak Wagiran, Pak Sigit,
Pak Parlan, dan Bu Hartini yang telah banyak membantu menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.
9. Papa, Mama, adik, serta keluarga besar Soebroto dan Martono atas doa,
dukungan semangat dan perhatiannya dari awal sampai akhir penelitian
ini,.
10.Reza Eka Putra sebagai sahabat terkasih atas doa, kasih sayang, perhatian,
kesabaran, bantuan, motivasi dan waktunya.
11.Teman-teman “Tim Macaranga part 3” Nanda Chris, Theresia Garri, Rosalia Kony, Fransisca Devita, Bernadetta Amilia, Inggrid Silli, dan
Luluk Rahendra atas kerja sama, bantuan, suka duka, dan perjuangan
dalam menyelesaikan penelitian ini sampai akhir.
12.Teman-teman tercinta Devita, Lia, Inggrid, Galuh, Shinta, Melisa, Yulio,
Putra, Raras, Carli dan David atas persahabatan, kebersamaan dan suka
(10)
ix
13.Seluruh warga FKK B angkatan 2009 dan kelas C serta semua teman
farmasi USD khususnya angkatan 2009.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang
telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini berlangsung.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi
acuan-acuan untuk penelitian selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak baik mahasiswa, lingkungan
akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 19 Desember 2012
Penulis
(11)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA... vi
PRAKATA……….. vii
DAFTAR ISI………... x
DAFTAR TABEL……….. xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………. xv
INTISARI……….. xvi
ABSTRACT………. xvii
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang………..………. 1
1. Perumusan masalah...………...…….. 4
2. Keaslian penelitian………... 4
3. Manfaat penelitian……….... 6
B. Tujuan Penelitian... 6
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 8
A. Anatomi dan Fisiologi Hati... 8
(12)
xi
C. Hepatotoksin... 11
D. KARBON TETRAKLORIDA... 12
E. Metode Uji Hepatotoksisitas... 16
F. Macaranga tanarius (L.)... 18
1. Taksonomi... 18
2. Nama Daerah... 19
3. Morfologi... 19
4. Kandungan kimia... 19
5. Khasiat dan kegunaan... 20
6. Ekologi penyebaran dan budidaya... 21
G. Metode Penyarian... 21
H. Landasan Teori... 22
K. Hipotesis ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 25
B. Variabel dan Definisi Operasional... 25
1. Variabel penelitian..………... 25
2. Definisi operasional ... 27
C. Bahan Penelitian... 26
D. Alat atau Instrumen Penelitian... 29
E. Tata Cara Penelitian ... 29
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 35
(13)
xii
A. Hasil Determinasi Tanaman………... 36
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Etanol-Air Daun M. tanarius... 36
C. Orientasi Waktu Pencuplikan Darah Hewan Uji... 37
D. Efek Hepatoprotektif Jangka Waktu 6 jam Ekstrak Etanol Daun M. tanarius Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida... 40
1. Kontrol negatif (Olive Oil dosis 2 ml/kgBB)... 43
2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2ml/Kg BB)... 45
3. Kontrol ekstrak etanol daun M. tanarius 3840 mg/kg BB... 46
4. Perlakuan ekstrak etanol-air daun M. tanarius dosis 3840; 1280; dan 426 mg/kgBB jangka waktu 6 jam pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/Kg BB... 47
E. Rangkuman Pembahasan... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54
A. Kesimpulan... 54
B. Saran... 54
DAFTAR PUSTAKA... 55
LAMPIRAN... 59
(14)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus
kerusakan hati oleh racun... 16
Tabel II. Aktivitas serum ALT dan perbandingan antar waktu pencuplikan
darah hewan uji pada karbon tetraklorida dosis 2 ml/Kg……... 38 Tabel III. Aktivitas serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan
darah hewan uji pada karbon tetraklorida dosis 2 ml/Kg... 39
Tabel IV. Pengaruh perlakuan jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. tanarius dilihat dari aktivitas serum ALT dan AST pada berbagai variasi dosis terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida... 41
Tabel V. Hasil statistik jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. tanarius dilihat dari aktivitas serum ALT pada berbagai variasi dosis terhadap
hepatotoksisitas karbon tetraklorida... 42
Tabel VI. Hasil statistik jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. tanarius dilihat dari aktivitas serum AST pada berbagai variasi dosis terhadap
hepatotoksisitas karbon tetraklorida... 43
Tabel VII. Aktivitas serum ALT dan perbandingan antar waktu pencuplikan
darah hewan uji pada olive oil 2 ml/Kg BB……... 44 Tabel VIII. Aktivitas serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan
(15)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati…... 9
Gambar 2. Struktur karbon tetraklorida... 13
Gambar 3. Jalur metabolik karbon tetraklorida……... 15
Gambar 4. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius……... 20
Gambar 5. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbontetraklorida 2/kg ml BB pada pencuplikan darah 0 jam, 24 jam, dan 48jam………... 38
Gambar 6. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbontetraklorida 2/kg ml BB pada pencuplikan darah 0 jam, 24 jam, dan 48jam………... 39
Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus praperlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius pada berbagai variasi dosis……….………... 41
Gambar 8. Diagram batang aktivitas serum AST tikus praperlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius pada berbagai variasi dosis……….………... 42
(16)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun M. tanarius... 60
Lampiran 2. Foto ekstrak etanol-air daun M. tanarius... 60
Lampiran 3. Foto larutan ekstrak etanol-air daun M. tanarius... 60
Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman M. tanarius... 61
Lampiran 5. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji pendahuluan penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji pada karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB………... 62
Lampiran 6. Analisis statistik aktivitas serum AST pada uji pendahuluan penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji pada karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB………... 65
Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum ALT pengaruh perlakuan jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. Tanarius pada berbagai variasi dosis terhadap hepatoksisitas karbontetraklorida... 68
Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum AST pengaruh perlakuan jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. Tanarius pada berbagai variasi dosis terhadap hepatoksisitas karbontetraklorida... 74
Lampiran 9. Perhitungan efek hepatoprotektif... 88
Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius... 89
(17)
xvi
INTISARI
Telah dilakukan penelitian tentang efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi apakah pemberian ekstrak etanol daun M. tanarius jangka waktu 6 jam dapat memberikan efek hepatoprotektif, dan berapa dosis efektif ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. yang diperlukan untuk berefek hepatoprotektif.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran aktivitas serum Alanin Aminotransferase (ALT) and serum Aspartat Aminotransferase (AST). Sebanyak 30 tikus jantan galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/Kg BB, kelompok kontrol negatif diberikan olive oil dosis 2 mL/Kg BB, kelompok kontrol ekstrak etanol daun M. tanarius, dan 3 kelompok perlakuan yang diberi dosis ekstrak etanol daun M. tanarius berturut-turut 3840 ; 1280 ; dan 426 mg/Kg BB kemudian diberi karbon tetraklorida pada jangka waktu 6 jam setelah pemberian ekstrak etanol M. tanarius. Pada 24 jam setelah pemberian karbon tetraklorida, diambil cuplikan darah melalui sinus orbitalis mata. Darah yang diambil ditetapkan aktivitas serum ALT dan AST-nya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius pada jangka waktu 6 jam mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida pada dosis 3840 ; 426; dan 1280 mg/Kg BB dengan memberikan efek hepatoprotektif berturut-turut sebesar 32,2 ; 54,4 ; dan 67,9 %.
Kata kunci : 6 jam, hepatoprotektif, karbon tetraklorida, ekstrak etanol, M. Tanarius
(18)
xvii
ABSTRAC
A study concerning the hepatoprotective effect term of six hours of the ethanol extract M. tanarius leaf in male rats induced by carbon tetrachloride. This study aimed to obtain information whether the administration of ethanol extract of M. tanarius leaves term of 6 hours to give hepatoprotective effects, and how much effective dose required of ethanol extract of M. tanarius leaves for hepatoprotective effect.
This research is a pure experimental design with randomized complete unidirectional pattern. The method used in this research is a method of measuring the activity of serum alanine aminotransferase (ALT) and serum aspartate aminotransferase (AST). A total of 30 male Wistar rats were divided randomly into 6 groups : hepatotoxins control group (carbon tetrachloride dose of 2 mL/Kg BB), negative control group given olive oil dose of 2 mL/Kg BB, control group of ethanol extract of M. tanarius, and 3 treatment groups were given a dose of ethanol extract of M. tanarius 3840 ; 1280 ; and 426 mg/Kg BB then induce carbon tetrachloride to the term of 6 hours after administration of ethanol extract of M. tanarius leaves, respectively. At 24 hours after administration of carbon tetrachloride, blood samples were taken through the eye orbital sinus. Blood serum taken specified ALT activity and AST it.
The result showed that the ethanol extract of M. tanarius leaves at term of 6 hours has hepatoprotective effect in male rats induced by carbon tetrachloride at a dose of 3840 ; 426; and 1280 mg/Kg BB with give hepatoprotective effect for 32,2 ; 54,4 ; and 67,9 %, respectively.
Key words: term of 6 hours, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ethanol extract, M. tanarius
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati berperan utama dalam metabolisme dari lemak, karbohidrat, dan
protein serta dalam detoksifikasi. Aktivitas hati tersebut didukung dengan
memiliki kapasitas cadangan yang besar pula serta hanya memerlukan 10%-20%
fungsi jaringan untuk mempertahankan kerjanya (Baradero, Daydrit, dan Siswadi,
2008). Kerusakan hati dapat disebabkan oleh berbagai macam substansi kimia
(hepatotoksin) dan ditandai dalam dua cara yaitu akumulasi lemak atau steatosis
dan kematian sel-sel hati atau nekrosis. Akumulasi lemak dalam hati (steatosis)
merupakan tanda-tanda umum toksisitas hati dan mungkin diakibatkan oleh zat
kimia yang toksik, termasuk alkohol. Nekrosis hati (kematian sel-sel hati) terjadi
akibat paparan terhadap sejumlah zat kimia, antara lain alfatoksin, karbon
tetraklorida, klorofom, dan asam tannat. Pada kasus sirosis, suatu kondisi hati
yang cukup dikenal, sejumlah besar sel hati hancur akibat penyalahgunaan alkohol
secara kronis, hepatitis viral, atau akibat agen kimia yang dapat menyerang sel-sel
hati (Anonim, 2012).
Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang
dapat menimbukan kerusakan hati adalah CCl4. Karbon tetraklorida (CCl4) adalah
bahan kimia yang bersifat toksik. CCl4 sebagai pelarut lipid memudahkan
senyawa tersebut dapat menyeberangi membran sel dan terdistribusi ke semua
(20)
2
kecil sekalipun dapat menimbulkan efek pada berbagai organ tubuh termasuk
susunan saraf pusat, hati, ginjal dan peredaran darah. Efef toksik CCl4 yang paling
terlihat adalah pada hati (toksisitas CCl4 melebihi daripada kloroform) walaupun
keduanya sama-sama merusak organ-organ lain. (Gene, 1999).
Tanaman macaranga adalah salah satu tanaman yang tersebar di daerah
Asia Tenggara, Afrika, Madagaskar, Australia dan daerah sekitar Pasifik. Di
daerah Malaysia akar tanaman ini dimanfaatkan sebagai dekok yang khasiatnya
sebagai antitusif dan antipiretik (Lim, Lim, dan Yule, 2009), sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mencari alternatif pengobatan yang baru.
Studi yang dilakukan Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat,
dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan adanya konstituen senyawa flavonoid dari
ekstrak n-heksana dan kloroform daun M. tanarius yaitu tanariflavanone D, nymphaeol A, dan nymphaeol C yang mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi dalam uji siklooksigenase-2.
Hasil penelitian Adrianto (2011) mengemukakan bahwa kandungan
kimia ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diduga larut dan dapat memberikan efek hepatoprotektif adalah golongan glikosida dari senyawa
didalamnya yaitu malofenol B dan macarangiosida A. Kemungkinan mekanisme
kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah dengan
menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit reaktifnya, yaitu NAPQI
oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan lain senyawa
(21)
3
transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap metabolit
reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.
Menurut Moyler (1991), beberapa sifat pelarut dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam proses ekstraksi yang diinginkan yang didasarkan pada
polaritas. Polaritas metanol (0,73) dan etanol (0,68) yang memiliki selisih 0.05
memungkinkan adanya kesamaan kandungan antara ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. dengan ekstrak etanol-air daun M. tanarius L., yaitu macarangiosida A-C dan malofenol B.
Dari uraian di atas, penelitian ini dilakukan menggunakan ekstrak
etanolik daun M. tanarius dan bukan ekstrak metanolik daun M. tanarius karena ekstrak metanolik bersifat lebih toksik dibandingkan ekstrak etanol sehingga perlu
dilakukan pengujian efek hepatoprotektif dari ekstrak etanolik daun Macaranga tanarius L. pada jangka waktu 6 jam untuk melihat dosis efektif yang dapat digunakan pada pengobatan kerusakan hati akut serta membandingkan dengan
penelitian efek hepatoprotektif ekstrak etanolik daun Macaranga tanarius L. jangka panjang dan jangka pendek yang juga dilakukan secara bersamaan. Studi
ini yang dilakukan Rahmamurti (2012) menyebutkan bahwa pada ekstrak
etanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang dengan dosis efektif 1280 mg/Kg BB. Kemudian studi ini dilanjutkan oleh Silli (2012) dengan
menggunakan dosis efektif tersebut (1280 mg/Kg BB) secara jangka pendek, yaitu
pada waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam dengan jangka waktu 6 jam sebagai waktu efektif
(22)
4
masih memungkinkan di Indonesia, sangat bagus untuk dikembangkan dan
dimanfaatkan.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
Berapakah dosis paling efektif hepatoprotektif pemberian ekstrak etanolik
daun Macaranga tanarius L. Pada pemberian jangka waktu 6 jam pada tikus jantan yang terinduksi karbontetraklorida ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, studi yang dilakukan Phommart, dkk
(2005) melaporkan adanya konstituen senyawa flavonoid, yaitu
tanariflavanone D, nymphaeol A, dan nymphaeol C yang mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi dalam uji siklooksigenase-2 dari ekstrak n-heksana dan kloroform daun M. tanarius. Matsunami, dkk (2006; 2009) juga melakukan penelitian terhadap kandungan daun M. tanarius yang diisolasi dari ekstrak metanolik berupa kandungan glikosida, yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.
Penelitian efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi
parasetamol yang menggunakan infusa daun Macaranga tanarius L. pernah dilakukan oleh Mahendra (2011) secara jangka panjang dan dilanjutkan secara
(23)
5
jangka pendek oleh Nugraha (2011) Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa
kandungan tanaman Macaranga tanarius L. dapat berfungsi sebagai hepatoprotektif dengan dosis efektif 5g/Kg BB dengan hasil praperlakuan 1
jam infusa daun M. tanarius 5 g/kg BB yang merupakan waktu paling efektif untuk menghasilkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan teriduksi
parasetamol 2,5 g/kg BB. Selain itu, pernah juga dilakukan penelitian yang
menggunakan ekstrak methanol : air daun Macaranga tanarius L. oleh Adrianto (2011). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa kandungan
tanaman Macaranga tanarius L. dapat berfungsi sebagai efek hepatoprotektif dengan dosis efektif 3840 mg/Kg BB.
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya karena penelitian ini melihat aspek lain, yakni
kemampuan ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. selama 6 jam dalam memberikan efek hepatoprotektif yang ditandai kenaikan aktivitas serum ALT
dan AST dalam darah tikus dengan metode induksi karbontetraklorida.
Kemudian hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan penelitian
terdahulu yang telah disebutkan. Adapun penelitian tentang kemampuan
ekstrak etanol daun M. tanarius L. terhadap tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida dilakukan oleh Rahmamurti (2012) menyebutkan bahwa
pada ekstrak etanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang dengan dosis efektif 1280 mg/Kg BB. Kemudian studi ini dilanjutkan
(24)
6
pendek yaitu pada waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam dengan jangka waktu 6 jam
sebagai waktu efektif yang memberikan efek hepatoprotektif paling baik.
Dengan selisih kepolaran yang kecil (0,05) antara metanol dan etanol
dimungkinkan adanya senyawa yang sama yang dapat memberikan efek
hepatoprotektif pada penelitian ini, yaitu macarangiosida A-C dan malofenol
B.
3. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian mengenai ekstrak etanol daun
M. tanarius yang memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek dan dosis efektif.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
akan manfaat daun M. tanarius yang memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek untuk dapat diaplikasikan pada penderita kerusakan hati tingkat
(25)
7
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek
hepatoprotektif ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. jangka waktu jam ke-6 pada tikus jantan yang terinduksi karbontetraklorida.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dosis paling
efektif pemberian ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. pada jangka waktu jam ke-6 yang dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus
(26)
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hepar adalah kelenjar terbesar yang memiliki berat 1500 g atau 2,5%
dari berat tubuh. Permukaan superior dari hepar adalah cembung dan terletak di
bawah kubah kanan diafragma. Bagian interior hepar cekung dan dibawahnya
terdapat ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus (Baradero dkk., 2008).
Terdapat dua lobus utama yang menyusun hati yaitu lobus kanan dan
lobus kiri. Ligament falsiform membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan
posterior, sedangkan lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral.
Ligamentum farsiforme melintasi diafragma sampai ke. dinding depan abdomen.
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis (Baradero dkk., 2008).
Didalam lobulus terdapat sel-sel hepar (hepatosit) dan pada setiap segi
dari lobules terdapat cabang-cabang vena porta, arteria hepatica, dan kanalikuli
empedu. Di antara deretan sel-sel hepar terdapat sinusoid yang membawa darah
dari cabang-cabang vena porta dan arteria hepatica ke vena hepatica. Pada dinding
sinusoid terdapat sel-sel fagosit yang disebut sel Kupffer. Sel Kupffer ini memiliki fungsi utama menelan eristrosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme dan
(27)
9
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Baradero dkk., 2008).
Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu seperti ditunjukkan pada
gambar 1. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat
kecil dinamakan kanalikuli, yang berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati
(Price and Wilson, 1984).
Hati memiliki kapasitas fungsi cadangan. Pada hati normal 80% dari
bagian hati tersebut bekerja tanpa batas. Hati memiliki fungsi dalam sintesis,
ekskretori dan metabolisme. Fungsi pensintesis disini sebagai sumber plasma
albumin, plasma globulin, termasuk α1-antitripsin (α- antiprotease) dan banyak protein sebagai koagulan. Fungsi menekskresi atau ekskretori, yaitu ekskresi
substansi-substansi dalam empedu. Komponen utama dalam empedu tersebut
adalah bilirubin. Selain itu kolesterol, urobilinogen, dan asam empedu juga
(28)
10
Hati berperan utama dalam metabolisme dari lemak, karbohidrat, dan
protein serta dalam detoksifikasi. Pada metabolisme lemak, asam lemak bebas
dari jaringan adiposa dan rangkaian medium atau pendek asam lemak yang
diabsorbsi oleh usus dibawa menuju hati. Trigliserid, kolesterol, dan fosfolipid
disintesis dalam hati dari asam lemak dan kompleksnya dengan protein aseptor
lipid spesifik untuk membentuk lipoprotein dengan densitas sangat rendah yang
masuk ke dalam plasma. Hati juga memetabolisme lipoprotein dengan densitas
intermediet dan rendah (Chandrasoma and Taylor, 1995).
Pada metabolisme karbohidrat, hati merupakan sumber utama glukosa
plasma. Setelah makan, glukosa berasal dari absorbsi oleh usus. Pada saat
berpuasa, glukosa dihasilkan dari glikogenolisis dan glukonogenesis dalam hati.
Hati merupakan tempat penyimpanan utama glikogen tubuh. Ketika terjadi
kekurangan glukosa, asam lemak dimetabolisme hati menjadi bentuk keton yang
berperan sebagai sumber energi alternatif dari banyak jaringan (Chandrasoma and
Taylor, 1995).
Selain itu, hati merupakan organ utama dalam katabolisme dan sintesis
urea. Urea akan disekresikan oleh hati ke dalam plasma, yang kemudian akan
diekskresi dalam ginjal. Pada detoksifikasi, hati berperan vital dalam detoksifikasi
komponen racun nitrogen yang dihasilkan dari usus selain itu banyak obat serta
bahan kimia lainnya (Chandrasoma and Taylor, 1995).
Aktivitas hati tersebut didukung dengan memiliki kapasitas cadangan
yang besar pula serta hanya memerlukan 10%-20% fungsi jaringan untuk
(29)
11
B. Kerusakan Hati
Kerusakan sel hati akut umumnya diakibatkan nekrosis sel hati yang luas
dan akut yang dapat disebabkan oleh virus hepatitis, obat dan bahan kimia yang
toksik. Kerusakan hati akut dapat digolongkan menjadi jaundice (kuning), hipoglikemia, kecenderungan untuk perdarahan yang disebabkan kegagalan
sintesis faktor pembeku darah dalam hati, gangguan elektrolit dan asam basa,
hepatik ensefalopati, sindrom hepatorenal, dan kenaikkan serum enzim yang
berhubungan dengan kasus nekrosis sel hati. Kerusakan sel hati akut memiliki
angka kematian yang tinggi (Chandrasoma and Taylor, 1995).
Kerusakan sel hati kronis biasanya diakibatkan oleh sirosis, yang
berkaitan dengan nekrosis sel hati, fibrosis, dan regenerasi nodular. Efek dari
kerusakan hati kronis, yaitu penurunan sintesis albumin, menyebabkan rendahnya
serum albumin, edema, dan ascites, penurunan protrombin dan faktor VII, IX, dan
X yang menimbulkan perdarahan. Hipertensi portal, hepatik ensefalopati, sindrom
hepatorenal, dan perubahan endokrin yang disebabkan kesalahan metabolisme
hormon, dan hepatikus fetor (Chandrasoma and Taylor, 1995).
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati
dengan dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat
menimbulkan kerusakan hepar akut, subkronik, maupun kronik
(30)
12
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Hepatotoksin teramalkan (intrinsik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai
sifat toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat
menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides), aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain sebagainya (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai
toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung, maksudnya obat induk atau bentuk metabolitnya langsung
berikatan dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh
organelnya, seperti ditunjukkan oleh CCl4 dan parasetamol. Secara tidak
langsung, maksudnya obat induk atau bentuk metabolitnya dalam menimbulkan
luka hepatik dengan cara mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin),
atau mengganggu jalur ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus,1992).
Kerusakan yang ditimbulkan bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan
uji dan menyebabkan lesi yang mirip pada manusia (Zimmerman,1999).
2. Hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)
Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu senyawa yang mempunyai
sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada
individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh
mekanisme alergi (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan
(31)
13
(Zimmerman, 1999 ; Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh
hepatotoksin golongan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis (Donatus, 1992).
Hepatotoksin terramalkan dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni : (1)
hepatotoksin kerja langsung ; (2) hepatotoksin kerja tak langsung. Hepatotoksin
kerja langsung meliputi zat beracun (zat induk atau metabolitnya) yang mampu
menimbulkan luka secara langsung pada membran plasma, retikuloendoplasma,
dan organel lain hepatosit. Prototipenya adalah karbon tetraklorida. Sedangkan
hepatotoksin kerja tak langsung meliputi zat beracun yang menimbulkan luka
dengan cara mengganggu jalur atau proses metabolic yang khas, yang
mengakibatkan kerusakan atau kekacauan struktur sel hati. Prototipenya etionin
dan galaktosamina (Zimmerman, 1999).
D. Karbon Tetraklorida (CCl4)
(32)
14
Karbon Tetraklorida (CCl4) (gambar 2) merupakan cairan jernih mudah
menguap, tidak berwarna, bau khas. Sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur
dengan etanol mutlak dan dengan eter (Depkes RI, 1979).
Hepatotoksisitas dari karbon tetraklorida telah banyak dipelajari daripada
hepatotoksin lain. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika
diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan sentrilobular nekrosis hepatik
dan perlemakan di hati. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan
sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati yang menjadi target utama
dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan ini tergantung pada
metabolisme aktivasi oleh CYP450. Oleh karena itu, hati menjadi daerah
centrilobulator, dimana terjadi kerusakan terbesar. Dosis rendah karbon
tetraklorida menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450
(Timbrel, 2008).
Destruksi sitokrom P-450 terjadi terutama di centrilobular dan daerah
tengah hati. Penghancuran CYP450 tampaknya dipengaruhi oleh jumlah oksigen
yang tersedia (Timbrel, 2008).
Gambar 3 menjelaskan tentang jalur metabolik dari karbon tetraklorida.
Karbon tetraklorida akan mengalami reduksi dehalogenasi di hati dengan adanya
katalis enzim sitokrom P-450 sehingga membentuk radikal bebas triklorometil
(CCl3-). Radikal bebas ini jika bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal
triklorometilperoksi (OOCCl3-) yang lebih reaktif. Saat konsumsi CCl4 telah
mencukupi, Ca2+ dalam sitoplasma intrasel meningkat maka dapat menyebabkan
(33)
15
transport Ca2+ sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara pemasukan
pengeluaran Ca2+ (Gregus dan Klaaseen, 2001).
Gambar 3. Jalur metabolik karbon tetraklorida (Moon, Lee, dan Song, 2010)
Mekanisme nekrosis dapat terjadi karena adanya gangguan pada
mitikondria dalam sel, dimana mitokondria merupakan penghasil ATP. Gangguan
ini terjadi karena meningkatnya Ca2+ di sitoplasma sehingga mengakibatkan
pengambilan Ca2+ ke dalam mitokondria meningkat dan sintesis ATP terganggu.
Jika gangguan terjadi di seluruh mitokondria, maka dapat mengakibatkan
penurunan ATP yang sangat tinggi dan menyebabkan pecahnya sel atau nekrosis
(Gregus dan Klaaseen, 2001).
Studi yang dilakukan Janakat dan Al-Merie (2002) menunjukkan kenaikan
serum ALT dan AST paling signifikan terjadi pada 24 jam setelah ingesti
karbontetraklorida dengan pengamatan hepatotoksisitas dari 2 jam setelah ingesti
karbon tetraklorida secara intraperitonial. Hasil studi menunjukkan dosis optimum
yang dapat menaikkan aktivitas serum ALT dan AST tikus sebesar 2 mL/Kg
(34)
16
6,5 kali lipat dari nilai normal (106,6-693,1 U/L), dan nilai AST naik sekitar 6,1
kali lipat dari nilai normalnya (113,8-693,9 U/L). Hasil ini sesuai dengan level peningkatan relatif nilai enzim serum terhadap induksi beberapa senyawa racun
yang disajikan pada tabel dibawah ini yang dapat menjadi patokan dari kenaikan
aktivitas serum ALT-AST akibat pemejanan karbontetraklorida.
Tabel 1. Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus kerusakan hati oleh racun (Zimmerman, 1999).
E. Metode Uji Hepatotoksisitas
Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik
pada hati dapat dilakukan secara invivo maupun invitro. Model invivo dapat menunjukkan bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada
hati berdasarkan pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro menjelaskan mekanisme kerusakan yang terjadi.
Zimmerman (1999) mengemukakan beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : (1) uji enzim serum ;
(2) pemeriksaan asam amino dan protein; (3) perubahan penyusun kimia dalam
(35)
17
1. Uji enzim serum
Pengukuran enzim serum (atau plasma) dilakukan untuk mendeteksi
ketoksikan pada hati yang kemudian didukung dengan analisis histologi. Apabila
terjadi kerusakan hati, enzim akan dilepaskan ke dalam darah dari sitosol dan
organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus (Zimmerman, 1999).
Transaminase terdiri atas glutamate piruvat transaminase (GPT) dan
glutamat oksaloasetat transaminase (GOT). Sebagian besar GOT terdapat di hati
dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim GPT terdapat
pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya pada semua spesies
adalah di hati sehingga GPT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap
nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan nekrosis, sel hati akan dipecah
sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam sel hati keluar dan masuk ke dalam
aliran darah. Peningkatannya bisa mencapai 10-100 kali lipat dari harga normal
(Zimmerman,1999).
2. Pemeriksaan asam amino dan protein
Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena
metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum terjadi secara
lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin (Zimmerman, 1999).
3. Perubahan penyusun kimia dalam hati
Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme
kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan
(36)
18
4. Uji ekskretori hati
Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein, dan
mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan sebagian
contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi hati tersebut
dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan kecepatan metabolisme
obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter hepatotoksisitas (Zimmerman,
1999).
F. Macaranga tanarius L.
Tanaman Macaranga tanarius L. 1. Taksonomi
Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta Sub- Divisi : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Sub-classis : Rosidae Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius L. (Plantamor, 2008). 2. Nama daerah
(37)
19
3. Morfologi
Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki
ketinggian 4-5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar,
dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi
oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya.
Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup
untuk menyamak jala dan kulit (Wardiyono, 2012).
4. Kandungan kimia
Dalam penelitian kandungan kimia daun M. tanarius yang sudah dilakukan dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun M. tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama dengan malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin (Matsunami, dkk, 2006), serta lignan glukosida, pinoresinol, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan 15
komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M. tanarius (Matsunami, dkk, 2009). Uji kandungan kimia dari tanin daun M. tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu 7 hydrolyzable, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990). Dari daun M. tanarius ditemukan 3 kandungan senyawa baru, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan, yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan annuionone) (Phommart,dkk,
(38)
20
2005). Gambar 3 menunjukkan struktur senyawa tanariflavanon C dan D,
nymphaeol A, B dan C, malofenol serta macarangiosida A-D.
Tanariflavanon C Tanariflavanon D Nymphaeol A
Nymphaeol B Nymphaeol C Malofenol
Macarangiosida A Macarangiosida B
Macarangiosida C Macarangiosida D
Gambar 4. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart, dkk., 2005) dan (Matsunami, 2006)
5. Khasiat dan kegunaan
Daun M. tanarius secara tradisional digunakan untuk fermentasi tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Daun M. tanarius selain kaya akan tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik (Lin, dkk,
1990). Di Malaysia dan Thailand, dekok akar Macaranga digunakan sebagai
(39)
21
dan untuk penutup luka dapat diambil dari daun segarnya guna mencegah terjadi
inflamasi. Di Cina tanaman Macaranga ini menjadi tumbuhan yang komersil,
karena dapat dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim dkk., 2009).
6. Ekologi penyebaran dan budidaya
M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia, sampai ke
Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan
Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau
di Malesia (yaitu Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini,
seluruh Kepulauan Filipina). Selain itu M. tanarius ditemukan di daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian Selatan Cina, Korea, dan
Okinawa, Jepang (Anonim, 2010).
G. Metode Penyarian
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem
maserasi dengan menggunakan pelarut organik. Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi
(40)
22
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).
H. Landasan Teori
Kerusakan hati dapat menghasilkan nekrosis maupun sirosis pada sel-sel
hati. Pada kerusakan hati ini salah satunya dapat diketahui dari adanya
peningkatan aktivitas enzim tertentu yang dilepaskan ke dalam darah. Enzim
tersebut seperti alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransaminase
(AST) yang menunjukkan adanya nekrosis pada sel hati. Peningkatan aktivitas
serum enzim tersebut dapat mencapai 10-100 kali dari normal (Zimmerman,
1999).
Matsunami, dkk (2006) melaporkan adanya senyawa glikosida, yaitu
macarangioside A-C dan mallophenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol M. tanarius dan menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Adanya
senyawa glikosida yang memiliki aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH,
maka dilakukan pendekatan dalam penelitian ini dengan modifikasi pelarut.
Penelitian yang dilakukan Yoder (2005) melaporkan adanya komponen
prenylated stilbenes yaitu Schweinfurthin E, Schweinfurthin F, Schweinfurthin G, Schweinfurthin H , dan Vedelianin serta komponen dihidroflavonoid dan flavonoid yaitu Alnifoliol, Bonanniol, Diplacol, Bonannione A, dan Diplacone
(41)
23
(nymphaeol A) dari ekstrak etanol buah M. alnifolia yang berfungsi sebagai agen sitotoksik.
Hasil penelitian Adrianto (2011) mengemukakan bahwa kandungan
kimia ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diduga larut dan dapat memberikan efek hepatoprotektif adalah golongan glikosida dari senyawa
didalamnya yaitu malofenol B dan macarangiosida A. Kemungkinan mekanisme kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah dengan
menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit reaktifnya yaitu NAPQI
oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan lain senyawa
malofenol B dan macarangiosida A mampu meningkatkan jumlah enzim glutation
Stransferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap metabolit
reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.
Adapun penelitian tentang kemampuan ekstrak etanol daun M. tanarius L. terhadap tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida telah dilakukan oleh
Rahmamurti (2012) menyebutkan bahwa pada ekstrak etanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang dengan dosis efektif 1280 mg/Kg
BB. Kemudian studi ini dilanjutkan oleh Silli (2012) dengan menggunakan dosis
efektif tersebut secara jangka pendek yaitu pada waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam
dengan jangka waktu 6 jam sebagai waktu efektif yang memberikan efek
hepatoprotektif paling baik.
Dengan selisih kepolaran yang kecil (0,05) antara metanol dan etanol
dimungkinkan adanya senyawa yang sama yang dapat memberikan efek
(42)
24
Adanya kemiripan antara kandungan senyawa flavonoid dalam M. tanarius yang mempunyai aktivitas antioksidan dan kandungan flavonoid dalam M. alnifolia yang memiliki kemampuan sebagai agen sitotoksik, yaitu nymphaeol A. kemampuan penangkapan radikal bebas oleh senyawa ini dimungkinkan dilakukan dalam jangka waktu 6 jam.
I. Hipotesis
Ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek jangka waktu jam ke-6 pada tikus jantan terinduksi
karbontetraklorida. Hal ini dapat diketahui dari adanya penurunan aktivitas serum
(43)
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dimana
dilakukan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian
ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variasi dosis pemberian ekstrak etanol daun M. tanarius jangka waktu tertentu pada tikus jantan terinduksi karbontetraklorida.
b. Variabel tergantung
Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak etanol daun M. tanarius terhadap sel hati tikus yang terinduksi karbontetraklorida, dengan tolak
ukur kuantitatif berdasarkan penurunan aktivitas serum ALT dan AST.
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau yang harus dikendalikan yaitu: hewan uji tikus jantan
galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, jenis makanan
(44)
26
d. Variabel pengacau tidak terkendali
Variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi patologis
tikus.
2. Definisi operasional
a. Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut etanol 50% secara maserasi selama 72
jam, dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring dan
diuapkan di oven selama 72 jam pada suhu 500C, hingga bobot
pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
b. Efek hepatoprotektif ekstrak etanol adalah kemampuan ekstrak etanol
daun M. tanarius. Dosis tertentu melindungi hati dari hepatotoksin.
c. Jangka waktu 6 jam, yaitu penelitian ini dilakukan dalam selang waktu 6
jam, hasil ini diperoleh sebagai waktu efektif dari penelitian efek
hepatoprotektif ekstrak etanol jangka pendek pada tikus jantan terinduksi
karbon tetraklorida.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Bahan uji yang digunakan, yaitu daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi USD Yogyakarta pada bulan Mei 2012.
(45)
27
b. Subyek uji yang digunakan yaitu tikus jantan putih galur Wistar usia 2-3
bulan, berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbontetraklorida, yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi USD
Yogyakarta.
b. Kontrol negatif berupa olive oil yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
c. Pelarut untuk maserasi berupa etanol-air yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
d. Pelarut untuk hepatotoksin karbontetraklorida berupa olive oil yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi
USD Yogyakarta.
e. Aquabidest yang dipergunakan dalam uji serum darah yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi USD.
f. Bahan untuk mengukur aktivitas serum ALT dan AST berupa reagen
kit-ALT (GPT) FS* dan kit-ASAT (GOT) FS* produksi Dyasis yang
digunakan untuk mengukur aktivitas ALT-AST serum. Masing- masing
(46)
28
Kit-ALAT (GPT) FS* :
R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
Kit-ASAT (GOT) FS* :
R1 TRIS pH 7.65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L MDH (Malate dehydrogenase) ≥ 800 U/L LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
(47)
29
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan ekstrak etanol-air daun M. tanarius
Seperangkat alat gelas, yaitu Bekker glass, gelas ukur, labu ukur,
cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, mesin penyerbuk, shaker, oven, dan timbangan analitik.
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas, yaitu Bekker glass, labu ukur, batang
pengaduk, gelas ukur, timbangan analitik (Mettler PM 4600 Delta Range
dan Mettler AE 200) , spuit injeksi per oral, mikropipet, pipa kapiler,
evendrof, vitalab mikro version 1,0 user manual (E.merck, Darmsadt,
Germany), stopwatch, vortex (Genie, Wilten, Holland), dan sentrifuge.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi daun M. tanarius
Determinasi daun M. tanarius dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman M. tanarius pada buku acuan determinasi (Koorders dan Valeton, 1918) dan disesuaikan dengan kunci determinasinya.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi USD
(48)
30
3. Pembuatan serbuk daun M. tanarius
Daun M. tanarius dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan diangin-anginkan hingga kering. Pengoptimalan pengeringan dilakukan
dengan oven pada suhu 500C selama 72 jam. Daun yang telah kering
diserbuk dengan alat penyerbuk. Setelah didapatkan serbuk kasar daun,
kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan no. mesh 40 untuk
mendapatkan serbuk daun M. tanarius yang lebih halus.
4. Pembuatan ekstrak etanol daun M. tanarius
Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk terlebih dahulu supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun
M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut makin besar. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut etanol 50% pada suhu kamar selama 3x24 jam dengan
kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan dalam pelarut etanol adalah agar
senyawa kimia yang terkandung dalam daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan
kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen
yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan
randemen ekstrak yang akan diperoleh. Selanjutnya, cawan porselen yang
berisi larutan hasil maserasi tersebut dimasukkan dalam oven untuk
(49)
31
etanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g (Andini, 2010).
5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius kental yang telah dibuat.
Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
���� − ����� = � �.1+� �.2+� �.3+� �.4+� �.5+� �.6
6
Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen ekstrak.
Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat
dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta
dikeluarkan dari spuit per oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya, yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil
dengan pelarut yang sesuai, yaitu CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang
tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat
ditetapkan, yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 3840 mg/ml atau 38,4% b/v
(Andini, 2010).
6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. Tanarius
Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi tikus
dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan
dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah: D x BB = C x V
D x 0,250 Kg/BB = 384 mg/ml x 2,5 ml
(50)
32
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya
dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mg/Kg BB dan 426
mg/Kg BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ;
1280 ; dan 3840 mg/kg BB.
7. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan
lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air
mendidih sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat
suspensi parasetamol.
8. Pembuatan larutan CCl4
Larutan CCl4 dalam olive oil dibuat dengan cara melarutkan 1
bagian CCl4 ke dalam 1 bagian olive oil sehingga didapatkan dosis 2
ml/Kg BB tikus.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbontetraklorida
Pemilihan dosis karbontetraklorida dilakukan untuk mengetahui
pada dosis berapa karbontetraklorida mampu menyebabkan kerusakan
pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum
paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), bahwa dosis 2
ml/kg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT serum
secara signifikan pada tikus bila diberikan secara intraperitonial tanpa
(51)
33
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Menurut Janakat dan Al-Merie (2002), kenaikan serum ALT paling
signifikan akan terjadi pada 24 jam setelah ingesti karbontetraklorida.
Oleh karena itu akan dilakukan penetapan waktu pencuplikan darah tikus
jantan dengan cara membagi tikus jantan dikelompokan dengan jumlah 5
ekor. Diambil darahnya pada jam ke 6 dengan berbagai variasi dosis.
Serum darah diambil untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.
10. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan
dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I
merupakan kontrol hepatotoksin karbontetraklorida dengan dosis 2 ml/Kg
BB secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif, yaitu
pemberian olive oil secara intra peritonial. Kelompok III merupakan kontrol ekstrak etanolik daun M. tanarius. Kelompok IV-VI, diberikan ekstrak etanol daun M. tanarius dengan dosis 3840 ; 1280 ; dan 426 mg/Kg BB kemudian pada 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis
hepatotoksik karbon tetraklorida 2 ml/Kg BB. Pada jam ke-24 setelah
ingesti karbontetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah
sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST.
11. Pembuatan serum
Darah mencit diambil melalui sinus orbitalis mata dengan pipa
(52)
34
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan
diambil supernatannya (serum).
12. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Alat yang digunakan pada pengukuran aktivitas serum ALT dan
AST adalah vitalab-mikro. Pada analisis fotometri ini dengan serum ALT
dilakukan dengan reagen, yaitu reagen I dan reagen II. Reagen I berisi
TRIS (pH 7,65), L-Alanin, dan LDH (laktat dehidrogenase). Reagen II
berisi 2-oksoglutarat dan NADH. Analisis dilakukan dengan reaksi
sebagai berikut: reagen I sebanyak 800 μL, dicampur dengan 200 μL reagen II, setelah itu dicampurkan serum sebanyak 100 μL dan dibaca resapan setelah tiga menit.
Pada analisis fotometri dengan serum AST dilakukan reaksi
sebagai berikut, yaitu reagen I dan reagen II. Reagen I berisi TRIS (pH
7,65), L-Aspartat, LDH (laktat dehidrogenase), dan MDH (malat
dehidrogenase). Reagen II berisi 2-oksoglutarat dan NADH. Analisis
dilakukan dengan reaksi sebagai berikut: reagen I sebanyak 800 μL
dicampur dengan 200 μL reagen II. Setelah itu dicampurkan serum sebanyak 100 μL dan dibaca resapan setelah tiga menit.
Aktivitas enzim dilihat pada panjang gelombang 340 nm, suhu
37oC, dan faktor koreksi 1745. Aktivitas serum ALT dan AST dinyatakan
dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di
Laboratorium Anatomi-Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi USD
(53)
35
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis dengan metode Kolmogoro Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi data yang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Akan tetapi bila didapatkan
distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu,
dilanjutkan uji dengan Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok. Selain melakukan serangkaian uji statistik, dilakukan juga perhitungan
efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol daun M. tanarius. Rumus perhitungan efek hepatoprotektif :
Aktivitas ALT−serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida − ( Aktivitas ALT−serum perlakuan ) Aktivitas ALT−serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida x 100%
(54)
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat dari
ekstrak etanol-air daun M.tanarius sebagai agen hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbontetraklorida pada jangka waktu 6 jam. Untuk membuktikan hal
tersebut, dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas ALT-AST serum menjadi
tolak ukur kuantitatif dalam pengujian tersebut.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan bertujuan menetapkan kebenaran sampel
yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri morfologis tanaman berdasarkan
kepustakaan dan menghindari kesalahan dalam proses pengumpulan bahan.
Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah daun, batang, biji,
bunga, dan buah. Dari hasil determinasi dinyatakn bahwa tanaman yang
digunakan adalah benar M. tanarius.
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Etanol-air daun M. tanarius
Pembuatan ekstrak etanol-air daun M. tanarius menggunakan metode maserasi. Pertimbangan menggunakan metode tersebut karena proses dan
peralatan yang digunakan sederhana. Selain itu, metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam larutan
(55)
37
Sebelum dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukkan terlebih dahulu
lalu kemudian diayak dengan pengayak No. Mesh 40. Serbuk tersebut kemudian
dihitung kadar airnya menggunakan metode gravimetri dan dilakukan sebanyak 3
replikasi hingga didapatkan rerata rendemen sebesar 7,59%. Pada standarisasi
ekstrak etanol-air daun M. tanarius yang menjadi parameter bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan 0%, tujuannya untuk menghitung sisa zat setelah
dilakukan pengeringan pada temperature 500C. Ekstrak yang berada dalam cawan
ditimbang 1 jam sekali selama 24 jam atau hingga berat menjadi tetap. Tujuannya
adalah untuk menentukan batasan atau rentang seberapa senyawa yang hilang
selama pengeringan, dimana akan mempengaruhi bobot ekstrak yang diperoleh
karena akan mempengaruhi konsentrasi dan dosis ekstrak.
Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada perubahan
bobot ekstrak sehingga bobot ekstrak tetap yaitu sebesar 1,92 g diperoleh pada
jam ke-72. Untuk susut pengeringan ekstrak sebesar 0% pada jam ke-72 sehingga
dapat diketahui bahwa pada ekstrak tidak ada lagi pelarut yang masih tersisa.
C. Orientasi Waktu Pencuplikan Darah Hewan Uji
Orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk
memperoleh waktu optimal terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT setelah
diinduksi karbontetraklorida pada dosis 2 ml/Kg BB tanpa menyebabkan hewan
uji itu mati. Waktu pencuplikan yang diuji, yaitu jam ke-0, 24, dan 48.
Karbontetraklorida diberikan secara intraperitonial. Setelah itu, dilakukan
(56)
38
Berikut merupakan hasil orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji
yang disajikan dalam tabel dan diagram batang :
Tabel 2. Aktivitas serum ALT dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah hewan uji pada karbon tetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
Waktu pencuplikan
(jam)
Purata aktivitas serum ALT ±
SE (U/L)
Kebermaknaan terhadap
0 jam 24 jam 48 jam
0 jam 73,2 ± 12,9 - BB BTB 24 jam 246,4 ± 17,0 BB - BB 48 jam 102 ± 14,6 BTB BB - Keterangan: BB = berbeda bermakna ; BTB = berbeda tidak bermakna (p<0,05) ; SE = Standar error
Gambar 5. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbontetraklorida 2/kg ml BB pada pencuplikan darah
0 jam, 24 jam, dan 48jam
Keterangan : 1 = pencuplikan darah 0 jam ; 2 = pencuplikan darah 24 jam ; 3 = pencuplikan darah 48 jam
(57)
39
Tabel 3. Aktivitas serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah hewan uji pada karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
Waktu pencuplikan
(jam)
Purata aktivitas serum AST ±
SE (U/L)
Kebermaknaan terhadap
0 jam 24 jam 48 jam
0 jam 157,2 ± 18,8 - BB BTB 24 jam 596,2 ± 25,3 BB - BB 48 jam 188,6 ± 3,3 BTB BB - Keterangan: BB = berbeda bermakna ; BTB = berbeda tidak bermakna (p<0,05) ; SE = Standar error
Gambar 6. Diagram batang aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbontetraklorida 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah
0 jam, 24 jam, dan 48jam
Keterangan : 1 = pencuplikan darah 0 jam ; 2 = pencuplikan darah 24 jam ; 3 = pencuplikan darah 48 jam
Dari tabel 1 dan gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai aktivitas serum ALT
pada jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 berturut-turut adalah 73,2 ± 12,9 ; 246,4
± 17,0 ; dan 102 ± 14,6 U/L. Nilai aktivitas ALT paling tinggi terjadi pada selang
waktu 24 jam. Pada pencuplikan darah 24 jam didapatkan 3,36 kali lipat kenaikan
(58)
40
jam didapatkan 1,4 kali lipat kenaikan nilai ALT dari nilai normal (dari 73,2 ke
102 U/L), namun sudah terjadi penurunan bila dibandingkan terhadap jam ke-24.
Maka, peningkatan aktivitas serum ALT pada waktu 24 jam telah memenuhi
syarat hepatotoksisitas yang telah ditentukan.
Pada tabel II dan gambar 5 juga dapat dilihat bahwa nilai aktivitas serum
AST pada jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 berturut-turut adalah 157,2 ± 18,8 ;
596,2 ± 25,3 ; dan 188,6 ± 3,3 U/L. Nilai aktivitas AST paling tinggi terjadi pada
selang waktu 24 jam. Secara statistik, didapat bahwa kedua data pada nilai ALT
dan AST menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pencuplikan darah jam
ke-24 dibandingkan dengan jam ke-0 dan jam ke-48 (p<0,05). Oleh sebab itu, waktu
pencuplikan pada jam ke-24 dipilih setelah induksi karbontetraklorida dosis 2
ml/Kg BB.
D. Efek Hepatoprotektif Jangka Waktu 6 jam Ekstrak Etanol Daun M. tanarius Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuktian terhadap adanya efek
hepatoprotektif dari ekstrak etanol-air daun M. tanarius. Jangka waktu 6 jam diambil dari waktu efektif yang dapat menghasilkan efek hepatoprotektif setelah
diinduksi karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB. Pada perlakuan ini digunakan
variasi dosis ekstrak etanol-air daun M. tanarius sebesar 3840 ; 1280 ; dan 426 mg/Kg BB dan dosis toksik karbontetraklorida yang digunakan sebesar 2 ml/Kg
BB. Pencuplikan darah dilakukan setelah induksi karbontetraklorida selama 24
(59)
41
Berikut merupakan hasil penelitian yang disajikan dalam tabel dan
diagram batang :
Tabel 4. Pengaruh perlakuan jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. Tanarius dlihat dari aktivitas serum ALT dan AST pada berbagai variasi
dosis terhadap hepatoksisitas karbon tetraklorida
Kelompok Purata nilai ALT ± SE (U/L)
Purata nilai AST ± SE (U/L)
Efek hepatoprotektif
(%) I 246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3 - II 82,2 ± 2,7 118,6 ± 5,1 - III 68,0 ± 2,4 180,6 ± 6,5 - IV 167,0 ± 7,7 513,2 ± 16,2 32,2 %
V 79,0 ± 3,1 130,6 ± 3,7 67,9 % VI 112,4 ± 2,8 467,8 ± 7,0 54,4 %
Keterangan :
I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
II : Kelompok kontrol negatif (olive oil) dosis 2 ml/Kg BB
III : Kelompok kontrol perlakuan EEDM 6 jam (dosis 3840 mg/Kg BB)
IV : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 3840 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis
2 ml/Kg BB
V : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 1280 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis
2 ml/Kg BB
VI : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 426 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis 2
ml/Kg BB
EEDM = ekstrak etanol daun M. tanarius ; SE = Standar Error
Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus praperlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius pada berbagai variasi dosis
Keterangan : 1 = Kelompok kontrol hepatotoksin ; 2 = Kelompok kontrol negatif ; 3 = Kelompok kontrol perlakuan dosis 3840 mg/Kg BB ; 4 = Kelompok praperlakuan dosis 3840 mg/Kg BB ; 5 = Kelompok praperlakuan dosis 1280 mg/Kg BB ; 6 = Kelompok praperlakuan dosis 426 mg/Kg
(60)
42
Gambar 8. Diagram batang aktivitas serum AST tikus praperlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius pada berbagai variasi dosis
Keterangan : 1 = Kelompok kontrol hepatotoksin ; 2 = Kelompok kontrol negatif ; 3 = Kelompok kontrol perlakuan dosis 3840 mg/Kg BB ; 4 = Kelompok praperlakuan dosis 3840 mg/Kg BB ; 5 = Kelompok praperlakuan dosis 1280 mg/Kg BB ; 6 = Kelompok praperlakuan dosis 426 mg/Kg
Tabel 5. Hasil statistik jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. Tanarius
dlihat dari aktivitas serum ALT pada berbagai variasi dosis terhadap hepatoksisitas karbontetraklorida
Kel I II III IV V VI
I - BB BB BB BB BB
II BB - BTB BB BTB BTB
III BB BTB - BB BTB BB
IV BB BB BB - BB BB
V BB BTB BTB BB - BTB
VI BB BTB BB BB BTB -
Keterangan :
I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
II : Kelompok kontrol negatif (olive oil) dosis 2 ml/Kg BB
III : Kelompok kontrol perlakuan EEDM 6 jam (dosis 3840 mg/Kg BB)
IV : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 3840 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis
2 ml/Kg BB
V : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 1280 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis
2 ml/Kg BB
VI : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 426 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis 2
ml/Kg BB
EEDM = ekstrak etanol daun M. tanarius ; BB = berbeda bermakna (p <0,05) ; BTB = tidak berbeda bermakna (p>0,05)
(61)
43
Tabel 6. Hasil statistik jangka waktu 6 jam ekstrak etanol daun M. Tanarius
dlihat dari aktivitas serum AST pada berbagai variasi dosis terhadap hepatoksisitas karbontetraklorida
Kel I II III IV V VI
I - BB BB BTB BB BB
II BB - BB BB BTB BB
III BB BB - BB BB BB
IV BB BB BB - BB BTB
V BB BTB BB BB - BB
VI BB BB BB BTB BB -
Keterangan :
I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB II : Kelompok kontrol negatif (olive oil) dosis 2 ml/Kg BB
III : Kelompok kontrol perlakuan EEDM 6 jam (dosis 3840 mg/Kg BB) IV : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 3840 mg/Kg BB 6 jam +
karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
V : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 1280 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
VI : Kelompok praperlakuan EEDM dosis 426 mg/Kg BB 6 jam + karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB
EEDM = ekstrak etanol daun M. tanarius ; BB = berbeda bermakna (p <0,05) ; BTB = tidak berbeda bermakna (p>0,05)
1. Kontrol negatif (Olive Oil dosis 2 ml/Kg BB)
Kontrol negatif dibuat bertujuan untuk mengetahui pelarut memiliki
efek hepatoprotektif atau tidak, memastikan peningkatan aktivitas ALT dan
AST-serum akibat pemberian hepatotoksin karbontetraklorida dan
memastikan bahwa efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi
hepatotoksin karbontetraklorida akibat pemberian ekstrak etanol daun M. tanarius.
(62)
44
Berikut merupakan hasil orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji
yang disajikan dalam tabel:
Tabel 7. Aktivitas serum ALT dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah hewan uji pada olive oil dosis 2 ml/Kg BB
Waktu pencuplikan
(jam)
Purata aktivitas serum ALT ±
SE (U/L)
Kebermaknaan terhadap 0 jam 24 jam
0 jam 90,2 ± 4,9 - BTB 24 jam 82,2 ± 2,7 BTB -
Keterangan: BB = berbeda bermakna ; BTB = berbeda tidak bermakna (p<0,05) ; SE = Standar error
Tabel 8. Aktivitas serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah hewan uji pada olive oil dosis 2 ml/Kg BB
Waktu pencuplikan
(jam)
Purata aktivitas serum AST ±
SE (U/L)
Kebermaknaan terhadap 0 jam 24 jam
0 jam 122,8 ± 5,7 - BTB 24 jam 118,6 ± 5,1 BTB -
Keterangan: BB = berbeda bermakna ; BTB = berbeda tidak bermakna (p<0,05) ; SE = Standar error
Aktivitas ALT-serum kontrol olive oil pada jam ke-0 sebesar 90,2 ± 4,9 U/L, sedangkan aktivitas ALT-serum pada jam ke-24 sebesar 82,2 ± 2,7
U/L. Nilai ALT ini yang akan dijadikan patokan nilai normal serum ALT
untuk penelitian ini selanjutnya. Sebagai data pendukung, dilakukan juga
pengukuran terhadap aktivitas AST-serum pada jam ke-0 sebesar 122,8 ± 5,7
U/L sedangkan aktivitas AST-serum pada jam ke-24 sebesar 118,6 ± 5,1 U/L,
data ini juga digunakan sebagai patokan nilai normal serum AST untuk
(63)
45
AST kontrol negatif pada jam ke-0, kedua data tersebut menunjukkan hasil
berbeda tidak bermakna (p>0,05). Pada kontrol hepatotoksin, kedua data
tersebut menunjukkan hasil berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini dapat
disebabkan karena sebagian besar enzim aspartate tidak spesifik berada di
dalam hati, melainkan berada dalam otot rangka, jantung, hati, serta tersebar
ke seluruh jaringan sehingga belum dapat digunakan sebagai patokan
kerusakan hati. Selain itu, kombinasi dari kedua enzim tersebut lebih sensitif
dibandingkan dengan enzim dehidrogenase lainnya seperti laktat
dehidrogenase, glutamate dehidrogenase, isositrat dehidrogenase, dan malat
dehidrogenase dalam menunjukkan adanya kerusakan sel hati pada tikus
jantan yang terinduksi hepatotoksin karbontetraklorida.
2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 ml/Kg BB)
Kontrol hepatotoksin bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi
karbontetraklorida 2 ml/Kg BB terhadap sel hati tikus sekaligus sebagai
patokan dalam menganalisa efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun M. tanarius. Aktivitas serum ALT kontrol hepatotoksin karbontetraklorida 2 ml/Kg BB (kelompok I) sebesar 246,4 ± 17,0 U/L sedangkan aktivitas serum
AST kontrol hepatotoksin karbontetraklorida 2 ml/Kg BB (kelompok I)
sebesar 596,2 ± 25,3 U/L.
Bila dibandingkan dengan aktivitas serum ALT kontrol negatif olive
(64)
46
lebih kurang 2,99 kalinya sedangkan presentase perbedaan sebesar 199,8 %
dibandingkan dengan kontrol negatif.
Pada serum AST bila dibandingkan dengan aktivitas serum AST
kontrol negatif olive oil sebesar 118,6 ± 5,1 U/L maka terlihat adanya kenaikan aktivitas AST-serum lebih kurang 5,03 kalinya sedangkan presentase
perbedaan sebesar 402,7 % dibandingkan dengan kontrol negatif.
Hasil analisis statistik baik aktivitas serum ALT maupun aktivitas
serum AST kontrol hepatotoksin karbontetraklorida berbeda bermakna
(p<0,05) dengan kontrol negatif olive oil. Aktivitas AST-serum menunjukkan
kenaikan yang lebih tinggi daripada aktivitas ALT-serum karena pada
aktivitas AST-serum tidak hanya melibatkan sel hati sehingga yang menjadi
patokan terutama adalah nilai aktivitas serum. Kenaikan aktivitas
ALT-serum cukup signifikan, sehingga dapat dikatakan telah terjadi kerusakan pada
hati dengan adanya kenaikan tersebut. Kenaikan dari serum ALT dan AST
menegaskan bahwa karbontetraklorida dosis 2 ml/Kg BB memberikan efek
hepatotoksik pada tikus jantan.
3. Kontrol ekstrak etanol daun M. tanarius 3840 mg/Kg BB
Kontrol ekstrak etanol daun M. tanarius dibuat bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak terhadap aktivitas ALT dan AST serum
tanpa induksi karbon tetraklorida. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai ALT
kontrol ekstrak sebesar 68,0 ± 2,4 U/L. Aktivitas ALT cenderung turun
(65)
47
satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna. Hal ini menggambarkan bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh hepatotoksik pada sel hati tikus sehingga dapat
diartikan kondisi sama seperti normal. Pada tabel 4 nilai AST kontrol ekstrak
sebesar 180,6 ± 6,5 U/L kemudian setelah dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan hasil berbeda bermakna terhadap kontrol hepatotoksin. Tetapi nilai AST tidak dapat menjadi patokan bahwa hati mengalami
kerusakan sel. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar enzim aspartate
tidak spesifik berada di dalam hati saja, melainkan berada dalam otot rangka,
jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan sehingga belum dapat
digunakan sebagai patokan kerusakan hati. Untuk itu dapat dikatakan bahwa
ekstrak etanol daun M. tanarius ini tidak menaikkan aktivitas serum ALT maupun AST.
4. Perlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 3840 ; 1280 ; dan 426 mg/Kg BB jangka waktu 6 jam pada tikus jantan terinduksi karbontetraklorida 2 ml/Kg BB
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari praperlakuan
jangka pendek yang telah dilakukan pada rentang waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam
dosis 1280 mg/Kg BB (Silli, 2012), pada penelitian ini waktu praperlakuan
jangka pendek ekstrak etanol daun M. tanarius sebelum pemejanan karbontetraklorida yang ditentukan adalah pada waktu 6 jam. Evaluasi
terhadap efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi karbontetraklorida didasarkan pada penurunan nilai aktivitas
(66)
48
serum ALT dan AST akibat praperlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius terhadap nilai aktivitas serum ALT dan AST kontrol hepatotoksin
karbontetraklorida.
Kelompok IV adalah kelompok perlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 3840 mg/Kg BB. Aktivitas serum ALT pada kelompok ini sebesar 167,0 ± 7,7 U/L. Dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin
karbontetraklorida, terjadi penurunan sebesar 1,45 kalinya atau 32,2 % dan
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik. Dapat
dikatakan bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 3840 mg/Kg BB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum ALT yang
terinduksi karbontetraklorida sebesar 32,2 %. Aktivitas serum ALT pada
kelompok IV ini jika dibandingkan dengan kontrol negatif menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik.
Aktivitas serum AST pada kelompok IV sebesar 513,2 ± 16,2 U/L.
Dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbontetaklorida menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik. Dibandingkan dengan
kontrol negative, aktivitas serum AST pada kelompok ini menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik. Dapat diartikan bahwa
ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 3840 mg/Kg BB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum AST yang terinduksi
karbontetraklorida. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak etanol
(67)
49
mempunyai efek hepatoprotektif, namun kondisi hepar belum kembali seperti
normal.
Kelompok V adalah kelompok perlakuan ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 1280 mg/Kg BB. Aktivitas serum ALT pada kelompok ini sebesar 79,0 ± 3,1 U/L. jika dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon
tetraklorida, terjadi penurunan sebesar 3,12 kalinya atau 67,9 % dan
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik. Dapat
dikatakan bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 1280 mg/Kg BB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum ALT yang
terinduksi karbontetraklorida sebesar 67,9 %. Aktivitas serum ALT pada
kelompok V ini jika dibandingkan dengan kontrol olive oil menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) pada uji statistik.
Aktivitas serum AST pada kelompok V sebesar 130,6 ± 3,7 U/L.
Dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbontetaklorida menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada uji statistik. Dibandingkan dengan
kontrol negatif, aktivitas serum AST pada kelompok ini menunjukkan
perbedaan tidak bermakna (p>0,05) pada uji statistik. Dapat diartikan bahwa
ekstrak etanol daun M. tanarius dosis 1280 mg/Kg BB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum AST yang terinduksi
karbontetraklorida. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak etanol
daun M. tanarius dosis 1280 mg/Kg BB pada tikus jantan terinduksi CCl4
(1)
Test Statisticsb
AST Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok_perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok_perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
AST Kelompok perlakuan dosis 3840 mg/Kg BB 5 7.40 37.00 Kelompok perlakuan dosis 426 mg/Kg BB 5 3.60 18.00
Total 10
Test Statisticsb
AST Mann-Whitney U 3.000 Wilcoxon W 18.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok_perlakuan
(2)
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok_perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
AST Kelompok perlakuan dosis 1280 mg/Kg BB 5 3.00 15.00 Kelompok perlakuan dosis 426 mg/Kg BB 5 8.00 40.00
Total 10
Test Statisticsb
AST Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok_perlakuan
(3)
Lampiran 9.
Rumus perhitungan efek hepatoprotektif :
Aktivitas ALT−serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida − ( Aktivitas ALT−serum perlakuan )
Aktivitas ALT−serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida x 100%
Dengan rumus tersebut maka perhitungan efek hepatoprotektif pada aktivitas ALT adalah sebagai berikut :
Kelompok M. tanarius dosis 426 mg/Kg BB (po) + induksi karbon tetraklorida:
246,4−167,0
246,4 x 100% = 32,22 %
Kelompok M. tanarius dosis 1280 mg/Kg BB (po) + induksi karbon tetraklorida:
246,4−79,0
246,4 x 100% = 67,94 %
Kelompok M. tanarius dosis 3840 mg/Kg BB (po) + induksi karbon tetraklorida:
246,4−112,4
246,4 x 100% = 54,38 %
(4)
Lampiran 10.
Perhitungan kadar air – gravimetri
Bobot Sebelum Sesudah Kadar air
Replikasi 1 5,008 4,628 7,59 %
Replikasi 2 5,002 4,615 7,74 %
Replikasi 3 5,001 4,629 7,44 %
Rata-rata 7,59 %
Perhitungan Kadar Air
Replikasi 1
Kadar air = − x 100% = 5,008−4,628
5,008 x 100% = 7,59%
Replikasi 2
Kadar air = − x 100% = 5,002−4,615
5,002 x 100% = 7,74%
Replikasi 3
Kadar air = − x 100% = 5,001−4,629
5,001 x 100% = 7,44%
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Jangka Waktu 6 jam Ekstrak Etanol Daun
Macaranga tanarius L. terhadap Aktivitas ALT-AST pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” memiliki nama lengkap Christine Herdyana Febrianti, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Djunaedi Sutianto dan Herlin Bekti Subroto. Penulis dilahirkan di Biak, Papua pada tanggal 9 Februari 1992. Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu TK Maranatha Biak (1995-1997), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Santo Yoseph II Biak (1997-2003). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SMPN 1 Biak Kota (2003-2006), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Stella Duce I Yogyakarta (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Semasa menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik dalam fakultas maupun di luar fakultas. Penulis pernah mengikuti kepanitiaan seperti Panitia TITRASI tahun 2010 sebagai anggota DamPok (Pendamping Kelompok), Koordinator bidang Acara Hari Anti Tembakau (2010), dan Koordinator Divisi Advokasi ISMAFARSI komisariat Sanata Dharma periode 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Farmakognosi Fitokimia II (2012), Toksikologi Dasar (2012), Biokimia (2012), dan Patologi Klinik (2012).