Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius pada penurunan aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi CCl4, sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak pola searah yang menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat badan + 150-250 gram. Tikus dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi olive oil dengan dosis 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Kelompok III

(kontrol infusa) diberi infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB selama enam hari berturut-turut. Kelompok IV-VI tikus diberi infusa daun M. tanarius berturut-turut dengan dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB sekali sehari selama 6 hari. Pada hari ke-7 semua perlakuan diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Sesuai

waktu cuplikan darah yang ditentukan darah diambil dari sinus orbitalis mata tikus untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya. Kadar ALT-AST dianalisis dengan metode Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi datayang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA)dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe atau Tamhane untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dari data ALT serum yang diperoleh, dari tatacara analisis hasil yang digunakan, infusa daun M. tanarius memberikan efek hepatoprotektif pada dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB secara berturut-turut sebesar 44,1%, 39,6%, dan 58,1%.

Kata kunci : Macaranga tanarius, hepatoprotektif, infusa, ALT, AST, karbon tetraklorida


(2)

xxi ABSTRACT

The research has purpose to get information about effect the aqueous extract of M. tanarius leaf’s for decreased activity of serum ALT-AST in rats induced by CCl4, so it can be used as hepatoprotector.

The research was pure experimental with direct sampling design using 30 male Wistar strain rats, age 2-3 month, and the weight + 150-250 grams. The rats were divided into six groups. Rats in group I (negative control) were given 2 ml/kgBB doses of olive oil continually in 6 days. Group II (hepatotoxin control) rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4 solution 50%. Group III (control of

aqueous extract) rats were given 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous

extract in 6 days as a negative. In group IV- VI, the rats were given 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous extract continually in 6 days and on the 7th day, the rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4. The level

of ALT-AST serum was analyzed with Kolmogorov Smirnov to see distribution of each group. If got normal distribution then continue analyzed with One Way ANOVA with trust level 95% and continue with Scheffe or Tamhane test to see difference among each group, significant (p<0,05) or not significant (p>0,05).

Based of the result of the research from level of ALT serum, from the analyzer that used, the aqueous extract of M. tanariusleaf’s give hepatoprotective

effect in 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB doses continues 44,1%, 39,6%, and 58,1%.

Keywords : Macaranga tanarius, hepatoprotective, the aqueous extract, ALT, AST, carbon tetracloride


(3)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN Macaranga tanarius L. PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Nanda Chris Nurcahyanti NIM : 098114079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia

sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau

dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan

janganlah patah hati.”

(Ulangan 31 : 8)

Karya ini kupersembahan kepada : Yesus Kristus, Juruselamat dan tempatku berseru Papa Mamaku tercinta,dan Cyntia adikku,serta keluarga besarku yang selalu mendukungku dalam doa Sahabat-sahabatku yang selalu mengisi keceriaan dan semangat Mas, Mbak, dan Kawan sepelayanku yang tersayang Serta Almamterku tercinta


(7)

v


(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Infusa Daun Macaranga Tanarius

L. Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bantuan, bimbingan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak member perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.


(10)

viii

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman M. tanarius

7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Wagiran selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Ibu Hartini serta Bapak Arzan selaku pengurus taman Universitas Sanata Dharma Kampus III yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.

8. Rekan-rekan tim Macaranga 2012, Theresia Garri W., M.R. Biri Kony Tiala, Fransisca Devita R.W., Christine Herdyana F., Bernadetta Amilia R., A.M. Inggrid Silli, dan Luluk Rahendra M. atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.

9. Sahabat-sahabatku Veronika Dita A., Niken Ambar S., Novia Sarwoningtyas, Nugroho Kristanto dan Hanung Dwi N., atas motivasi, doa, kebersamaan dan persahabatannya.

10.Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 09, FKK B 09 serta seluruh angkatan 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

11.Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang


(11)

ix


(12)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4


(13)

xi

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Hati ... 6

B. Kerusakan Hati ... 8

1. Steatosis (Perlemakan hati) ... 8

2. Nekrosis ... 9

3. Sirosis ... 9

C. Hepatotoksin ... 10

1. Hepatotoksin tipe A (teramalkan) ... 10

2. Hepatotoksin tipe B (tak teramalkan) ... 10

D. Karbon Tetraklorida (CCl4) ... 10

E. Metode Pengujian Hepatoprotektif ... 14

1. Tes enzim serum ... 14

2. Tes eskretori hepatik ... 15

3. Perubahan kandungan kimia hati ... 15

4. Analisis histologik kerusakan hati ... 16

F. ALT dan AST ... 16

G. Macaranga tanarius L. ... 17

1. Sinonim ... 17

2. Nama lain ... 17

3. Taksonomi... 18

4. Penyebaran ... 18


(14)

xii

6. Kandungan kimia ... 19

7. Khasiat dan kegunaan ... 20

H. Infusa ... 20

1. Definisi ... 20

2. Cara pembuatan ... 20

I. Landasan Teori ... 21

J. Hipotesis ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 23

1. Variabel penelitian ... 23

2. Definisi operasional ... 24

C. Bahan Penelitian ... 25

1. Bahan utama ... 25

2. Bahan kimia ... 25

D. Alat Penelitian ... 27

1. Alat pembuatan serbuk daun M. tanarius ... 27

2. Alat pembuatan infusa daun M. tanarius ... 27

3. Alat pengukuran kadar ALT-AST serum ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Determinasi tanaman ... 28

2. Pengumpulan bahan uji... 28


(15)

xiii

4. Penetapan kadar air simplisia serbuk kering daun M. tanarius ... 28

5. Pembuatan infusa daun M. tanarius ... 29

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida 50% ... 29

7. Uji pendahuluan ... 29

8. Pengelompokan hewan uji ... 30

9. Pembuatan serum ... 31

10. Pengukuran aktivitas ALT-AST serum ... 31

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Penyiapan Bahan Uji ... 33

1. Hasil determinasi tanaman ... 33

2. Penetapan kadar air serbuk kering M. tanarius ... 33

B. Uji Pendahuluan ... 34

1. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius ... 34

2. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 35

3. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 35

4. Penetapan lama praperlakuan infusa daun M. tanarius ... 38

C. Hasil Efek Hepatoprotektif Infusa daun M. tanarius dengan Kajian kadar ALT-AST serum... 39

1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB) ... 42

2. Kontrol hepatotoksin CCl4 2 ml/kgBB ... 44

3. Kontrol negatif infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB ... 46 4. Kelompok perlakuan infusa daun M. tanarius dosis 2,5; 5 dan


(16)

xiv

10 g/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi

CCl4 2 ml/kgBB ... 47

D. Rangkuman Pembahasan ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 58


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Peningkatan kadar beberapa enzim serum pada pemejanan

beberapa senyawa toksik ... 17 Tabel II. Komposisi reagen serum ALT diasys ... 26 Tabel III. Komposisi reagen serum AST diasys ... 26 Tabel IV. Purata aktivitas ALT-AST serum tikus setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu

pencuplikan darah (n=5) ... 36 Tabel V. Hasil uji Scheff aktivitas ALT-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 37 Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 37 Tabel VII. Purata + aktivitas ALT-AST serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 39 Tabel VIII. Hasil uji Tamhane aktivitas ALT-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2


(18)

xvi

Tabel IX. Hasil uji Scheff aktivitas AST-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 41 Tabel X. Purata + aktivitas ALT- serum tikus sebelum dan sesudah

pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB... 42 Tabel XI. Purata + aktivitas AST- serum tikus sebelum dan sesudah


(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur mikroskopik hati ... 7 Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida (CCl4) ... 10

Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon

tetraklorida ... 12 Gambar 4. Senyawa yang terkandung pada daun M. tanarius ... 19 Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 36 Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 36 Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 40 Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 40 Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus sebelum


(20)

xviii

Gambar 10.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus sebelum


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto daun M. tanarius ... 59 Lampiran 2. Foto infusa daun M. tanarius ... 59 Lampiran 3. Hasil uji Anova waktu cuplikan darah ... 60 Lampiran 4. Hasil uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway,

ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan infusa daun M.

tanarius selama 6 hari ... 64 Lampiran 5. Hasil uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway,

AST-serum tikus jantan setelah praperlakuan infusa daun M.

tanarius selama 6 hari ... 67 Lampiran 6. Hasil uji kontrol negatif olive oil ... 71 Lampiran 7. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 78 Lampiran 8. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa daun M.

tanarius pada kelompok perlakuan ... 78 Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 79 Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 80 Lampiran 11. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran alat

Mikrovitalab ... 80 Lampiran 12. Surat determinasi tanaman M. tanarius ... 82 Lampiran 13. Surat Ethical Clearence Penelitian ... 83


(22)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius pada penurunan aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi CCl4, sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak pola searah yang menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat badan + 150-250 gram. Tikus dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi olive oil dengan dosis 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Kelompok III

(kontrol infusa) diberi infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB selama enam hari berturut-turut. Kelompok IV-VI tikus diberi infusa daun M. tanarius berturut-turut dengan dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB sekali sehari selama 6 hari. Pada hari ke-7 semua perlakuan diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Sesuai

waktu cuplikan darah yang ditentukan darah diambil dari sinus orbitalis mata tikus untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya. Kadar ALT-AST dianalisis dengan metode Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi datayang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA)dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe atau Tamhane untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dari data ALT serum yang diperoleh, dari tatacara analisis hasil yang digunakan, infusa daun M. tanarius memberikan efek hepatoprotektif pada dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB secara berturut-turut sebesar 44,1%, 39,6%, dan 58,1%.

Kata kunci : Macaranga tanarius, hepatoprotektif, infusa, ALT, AST, karbon tetraklorida


(23)

xxi ABSTRACT

The research has purpose to get information about effect the aqueous extract of M. tanarius leaf’s for decreased activity of serum ALT-AST in rats induced by CCl4, so it can be used as hepatoprotector.

The research was pure experimental with direct sampling design using 30 male Wistar strain rats, age 2-3 month, and the weight + 150-250 grams. The rats were divided into six groups. Rats in group I (negative control) were given 2 ml/kgBB doses of olive oil continually in 6 days. Group II (hepatotoxin control) rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4 solution 50%. Group III (control of

aqueous extract) rats were given 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous

extract in 6 days as a negative. In group IV- VI, the rats were given 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous extract continually in 6 days and on the 7th day, the rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4. The level

of ALT-AST serum was analyzed with Kolmogorov Smirnov to see distribution of each group. If got normal distribution then continue analyzed with One Way ANOVA with trust level 95% and continue with Scheffe or Tamhane test to see difference among each group, significant (p<0,05) or not significant (p>0,05).

Based of the result of the research from level of ALT serum, from the analyzer that used, the aqueous extract of M. tanariusleaf’s give hepatoprotective

effect in 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB doses continues 44,1%, 39,6%, and 58,1%.

Keywords : Macaranga tanarius, hepatoprotective, the aqueous extract, ALT, AST, carbon tetracloride


(24)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang mempunyai peranan penting bagi manusia, karena hati berperan dalam metabolisme dan mengeluarkan hasil produksi dari makanan (Wibowo dan Paryana, 2009). Jika hati mengalami kerusakan maka dapat mengganggu proses-proses di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal. Kerusakan hati dapat disebabkan karena induksi suatu senyawa kimia dan infeksi virus. Telah dilaporkan kasus kerusakan hati terutama perlemakan hati terjadi 29 per 1000 orang per tahun, sedangkan di Jepang angka kejadiannya mencapai 31-86 per 1000 orang per tahun (Kalbe Medical Dept., 2012).

Penelitian obat baru untuk mengatasi kerusakan hati di Indonesia sampai saat ini masih sangat terbatas, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai obat baru dari kekayaan alam Indonesia. Macaranga tanarius L. (M. tanarius) merupakan salah satu tanaman yang dikembangkan di daerah tropis dan salah satunya merupakan tanaman asli Indonesia (World Agroforestry Centre, 2002). Pada penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dan Takeda (2006), M. tanarius dilaporkan mempunyai kandungan glikosida diantaranya macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, macarangiosida D, dan malofenol B. Pada penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dan Takeda (2009) melaporkan adanya senyawa glikosida yaitu (macarangiosida A-C dan malofenolB) yang diisolasi dari ekstrak


(25)

methanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Pada penelitian Mahendra dan Hendra (2011); Nugraha dan Hendra (2011) serta Kurniawati, Adrianto, dan Hendra (2011) dilaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek antiinflamasi, selain itu infusa dan ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilihat pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan cairan jernih yang mudah

menguap dan mudah larut dalam eter. Senyawa ini biasanya digunakan untuk sintesis senyawa kimia. Telah diketahui bahwa karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa hepatotoksin. Senyawa ini akan menghasil radikal bebas triklorometil dengan katalis enzim sitokrom P-450 yang dapat menimbulkan peroksidasi lipid. Hasil ini dapat menyebabkan kerusakan sel berupa perlemakan hati (steatosis) (Timbrell, 2008). Spektrum efek toksik karbon tetraklorida pada hati inilah sehingga karbon tetraklorida digunakan sebagai model dalam menggambarkan kerusakan hati yang terjadi pada penelitian ini.

Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan infusa didasarkan pada penelitian Matsunami, dkk (2009) dilaporkan bahwa dengan pelarut yang bersifat polar dapat menarik senyawa antioksidan dari daun M. tanarius. Oleh sebab itu, diharapkan dengan pelarut air senyawa antioksidan dapat tertarik juga. Selain itu, pemilihan infusa sebagai sediaan pada penelitian ini adalah karena pembuatan


(26)

infusa sesuai standart pembuatan sediaan herbal relatif mudah sehingga dalam aplikasi di masyarakat dapat diterapkan.

1. Perumusan masalah

a. Apakah pemberian infusa daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif infusa daun M. tanarius yang memberikan pengaruh penurunan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang menggunakan M. tanarius sebelumnya adalah Matsunami, dkk (2006, 2009) dan Phommart, Pakawade, Nitirat, Somsak, dan Somyote (2005). Matsunami dkk, (2006, 2009) melaporkan adanya macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, dan malofenol B pada tanaman M. tanarius yang mempunyai aktivitas antioksidan. Phommart dkk (2005) melaporkan kandungan tanaman M. tanarius berupa tanariflavanon B,

tanariflavanon C, tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,

blumenol A dan blumenol B. Penelitian lain yang menggunakan M. tanarius

adalah penelitian Puteri dan Kawabata (2010), yang melaporkan bahwa terdapat 5 senyawa baru yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak EtOAc daun M. tanarius, yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatannin A dan

macatannin B. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dapat menghambat enzim


(27)

Selain itu Mahendra dan Hendra (2011) serta Nugraha dan Hendra (2011) telah melakukan penelitian tentang efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasatamol. Selain kedua penelitian itu juga telah ada penelitian mengenai efek inflamasi dan efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol (Kurniawati, Andrianto, dan Hendra 2011). Berdasarkan penelitian tentang M. tanarius yang telah dilakukan, maka penelitian mengenai pengaruh infusa daun

M. tanarius pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi mengenai pengaruh infusa daun M. tanarius

pada kadar ALT-AST serum. b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengobatan alternatif pada kerusakan hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.


(28)

2. Tujuan khusus

Penelitian ini khususnya bertujuan untuk mengetahui dosis paling efektif dari infusa daun M. tanarius untuk berpengaruh menurunkan kadar ALT-AST serum.


(29)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati

Hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dalam tubuh. Hati disebut kelenjar karena menghasilkan empedu dan mengeluarkan hasil produksi dari makanan. Selain itu hati juga berperan dalam metabolisme. Hati mempunyai dua facies yaitu facies diaphragmatica dan facies visceralis. Facies diafragmatica letaknya di sebelah atas dengan bentuk sesuai lengkung diapfragma dengan permukaan yang halus. Permukaan ini terdiri dari bagian anterior dan posterior. Sedangkan facies visceralis menghadap ke bawah dan ke belakang sehingga permukaannya ireguler (Wibowo dan Paryana, 2009).

Hati terbagi menjadi dua lobus (lobus kanan dan lobus kiri). Lobus kanan terbagi menjadi daerah superior dan posterior dibatasi oleh fisura segmentalis. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Setiap lobus hati terdapat struktur yang disebut lobulus. Lobulus terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk kubus dan mengelilingi vena sentralis (Gambar 1). Di antara lempeng-lempeng sel hati tersebut terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang dari vena porta dan arteri hepatica. Antar sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer yang mempunyai fungsi untuk memfagosit bakteri dan benda asing lain dalam saluran darah (Price dan Wilson, 2005).


(30)

Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Ganong dan McPhee, 2011).

Hati menerima darah dari vena portae hepatis (70%) dan arteri hepatica

(30%). Arteri hepatica membawa darah yang berisi oksigen yang berasal arteria

hepatica communis , di sebelah kiri ductus choledocus dan di depan vena portae

(Wibowo dan Paryana, 2009). Vena porta membawa darah vena dari usus halus yang kaya akan nutrien yang baru diserap, obat, dan racun langsung ke hati. Vena porta membentuk jalinan khusus yang memungkinkan setiap hepatosit terbasahi langsung oleh darah yang terbawa dalam vena porta (Ganong dan McPhee, 2011).

Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya nutrisi, tidak membawa oksigen, dan kadang bersifat toksik. Selain itu juga mendapat suplai darah dari arteria hepatica yang mengandung oksigen. Peredaran darah yang tidak biasa ini menyebabkan sel hati relatif kekurangan oksigen, sehingga mengakibatkan sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).


(31)

B. Kerusakan Hati

Kerusakan hati yang dapat timbul dari berbagai jenis senyawa toksik adalah sebagai berikut.

1. Steatosis (Perlemakan hati)

Perlemakan hati atau steatosis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kandungan lipid di dalam hati. Peningkatan kandungan lipid ini dapat mencapai 5%. Perlemakan hati dapat terjadi dari beberapa peristiwa yaitu kelebihan asam lemak bebas di dalam hati, adanya gangguan siklus trigliserida, peningkatan pola sintesis atau esterifikasi dari asam lemak, penurunan oksidasi asam lemak, penurunan sintesis apoprotein dan penurunan sintesis atau sekresi dari VLDL (Gregus dan Klaaseen, 2001). Mekanisme yang paling umum mendasari adanya perlemakan hati adalah rusaknya pelepasan trigliserid hati ke dalam plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein (Lu, 1995).

Perlemakan hati biasanya merupakan suatu respon pemejanan dari beberapa hepatotoksin. Beberapa senyawa hepatotoksin yang menyebabkan steatosis adalah karbon tetraklorida, etanol, fialuridini, dan asam valproat (Gregus dan Klaaseen, 2001). Beberapa senyawa lain yang dapat menimbulkan lesi akut adalah etionin, fosfor, dan tetrasiklin dengan menyebabkan banyak butiran lemak kecil, sedangkan lesi kronik dapat disebabkan oleh etanol dan metotreksat dengan menyebabkan butiran lemak besar menggantikan inti. (Lu, 1995).


(32)

2. Nekrosis

Nekrosis ditandai dengan pembengkakan sel, kebocoran, disintegrasi nukleus, dan adanya sel-sel inflamasi. Sel-sel yang telah mati dapat bertahan selama berhari-hari ketika sejumlah besar sel sel mati. Ketika terjadi nekrosis pada hepatosit, terkait adanya kebocoran membran, nekrosis dapat dideteksi dengan pengujian biokimia plasma (atau serum) untuk enzim yang dihasilkan di sitosol. Informasi utamanya adalah aktivitas tingkat enzim alanin aminotransferase (ALT) yang mendominasi enzim di hepatosit, selain itu juga dapat dideteksi dengan laktat dehidrogenase (LDH), yang ditemukan dalam banyak jaringan (Gregus dan Klaaseen, 2001).

3. Sirosis

Sirosis merupakan bentuk kerusakan yang terakhir, dan merupakan tahap kerusakan hati yang kronis. Sirosis ditandai dengan akumulasi sejumlah jaringan fibrosa yang luas, khususnya serabut-serabut kolagen, sebagai respon terhadap kerusakan atau terhadap peradangan. Akibat peradangan zat kimia berulang kali, sel-sel hepatik yang hancur digantikan dengan jaringan parut fibrotik. Akibat endapan kolagen yang terus-menerus, anatomi hati terganggu oleh jaringan parut fibrotik yang saling berhubungan. Ketika jaringan parut fibrotik membagi-bagi massa hati yang masih baik menjadi nodul-nodul dengan hepatosit yang masih beregenerasi, fibrosis telah berkembang menjadi sirosis dan hati memiliki kapasitas cadangan fungsional yang sangat kecil untuk menjalankan fungsi hati. Sirosis bersifat irreversibel, memiliki harapan hidup yang kecil, dan biasanya merupakan hasil paparan berulang zat kimia beracun (Treinen dan Moslen, 2001).


(33)

C. Hepatotoksin

Senyawa atau obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati terbagi menjadi dua macam sebagai berikut.

1. Hepatotoksin tipe A (teramalkan)

Merupakan suatu senyawa atau obat jika diberikan dapat menimbulkan kerusakan hati pada sebagian besar orang yang mengkonsumsi senyawa tersebut pada dosis pemberian yang mencukupi untuk menimbulkan efek toksik. Jadi untuk menimbulkan ketoksikan hepatotoksin tipe A bergantung pada dosis. Contoh obat dari hepatotoksin tipe A adalah tetrasiklin, parasetamol, karbon tetraklorida, dan salisilat (Forrest, 2006).

2. Hepatotoksin tipe B (tak teramalkan)

Merupakan senyawa atau obat yang sebenarnya tidak menimbulkan efek pada hati namun jika diberikan kepada orang tertentu akan menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin tipe B ini tidak bergantung dengan dosis pemberian senyawa. Kejadian adanya toksisitas pada hepatotoksin jenis ini sangat jarang, terjadi pada 1 : 1000 orang. Contoh obat yang termasuk tipe B adalah isoniazid, halothane, dan chlorpromazine (Forrest, 2006).

D. Karbon tetraklorida (CCl4)

Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida (CCl4) (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 1995)


(34)

Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 2) adalah suatu cairan jernih yang

mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas. Senyawa ini memiliki BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Efek hepatotoksik dari karbon tetraklorida telah banyak dipelajari daripada hepatotoksin lain. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan perlemakan hati (steatosis) dan nekrosis sentrilobular hepatik. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini bergantung pada aktivasi metabolisme oleh sitokrom P-450 (CYP2E1). Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 (Timbrell, 2008).

Destruksi sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui selektif untuk CYP2E1, sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak mempengaruhi. Destruksi CYP2E1 tampaknya dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia (Timbrell, 2008).

Sebagai enzim mikrosomal CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi metabolit yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam metabolisme karbon tetraklorida, CYP2E1 berfungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron yang mengakibatkan hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3)


(35)

bebas triklorometil ini akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (OOCCl3) yang lebih reaksif (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami suatu reaksi. Atom hidrogen yang berasal dari metilen dapat menjembatani reaksi dengan asam lemak tak jenuh atau protein yang akan menghasilkan ikatan kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan beraksi secara langsung dengan fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang tidak stabil selanjutnya akan


(36)

mengakibatkan peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat memberikan senyawa karbonil seperti

4-hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki efek biokimia seperti menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-fosfat (Timbrell, 2008).

Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein maka transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis

(Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat (Wahyuni, 2005).

Penggunaan karbon tetraklorida sebagai senyawa model hepatotoksin telah banyak dilakukan. Pada penelitian Hogade, Patil, Wadkar, Mathapati, Dhumal (2010) melaporkan bahwa aktivitas ALT dan AST serum pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida mencapai tiga dan empat kali nilai normal. Selain itu, Iniaghe, Malomo, dan Adebayo (2008) juga melaporkan bahwa aktivitas ALT serum pada tikus yang terrinduksi karbon tetraklorida melampaui tiga kali nilai


(37)

normal. Hal ini menegaskan bahwa dengan adanya induksi karbon tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas ALT-AST serum.

Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase (GSH) sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, GSH akan menangkap radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).

E. Metode Pengujian Hepatoprotektif

Pemeriksaan kondisi kerusakan hati dapat dilakukan dengan beberapa uji di laboratorium. Pemeriksaan tersebut meliputi tes enzim serum, tes ekstkretori hepatik, perubahan kandungan kimia hati dan analisis histologik kerusakan hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

1. Tes enzim serum

Dalam mengidentifikasi kerusakan hati, terdapat beberapa kategori enzim serum yang didasarkan pada spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan

hati. Kategori pertama adalah alkalinfosfatase, 5’-nukleotidase (5’NT), dan gamma-glutamiltranspeptidase ( -GT). Kenaikan aktivitas enzim-enzim serum tersebut memperlihatkan ada kerusakan kolestatik. Kategori kedua spesifik untuk kerusakan hati sitotoksik. Kategori kedua ini dibagi lagi menjadi beberapa kategori. Enzim yang tidak spesifik dan dapat menunjukkan kerusakan jaringan ekstrahepatik misalnya aspartat aminotransferase (AST) dan laktat dehidrogenase (LDH). Pengukuran aktivitas enzim tersebut lebih hepatospesifik, terutama penggunaan untuk penelitian senyawa-senyawa yang belum diketahui potensi


(38)

kehepatoksikannya (Plaa dan Charbonneau, 2001). Enzim yang paling spesifik untuk mengukur kerusakan yang terjadi di hati adalah Alanin aminotransferase (ALT) (Timbrell, 2008).

2. Tes ekskretori hepatik

Beberapa senyawa kimia yang berada di sirkulasi sistemik diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau diubah didalam hepatosit. Senyawa itu seperti bilirubin dan xenobiotika lainnya dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan kerusakan hepatik karena berasal dari dalam hati. Apabila terjadi perubahan jumlah senyawa-senyawa tersebut di dalam sirkulasi sistemik, dapat diindikasikan terdapat kelainan di hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

3. Perubahan kandungan kimia hati

Senyawa hepatotoksin dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsional hepatik. Hal ini berguna untuk mendeteksi dan menetapkan tingkat kerusakan hati yang terjadi. Perubahan ini dapat mempengaruhi metabolisme suatu obat sehingga merubah efek farmakologis obat tersebut. Hal ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan disfungsi hati, seperti pada terjadinya perpanjangan durasi efek dari pentobarbital dapat digunakan untuk menentukan hepatotoksisitas relatif haloalkana. Panjang durasi pentobarbital tergantung pada kemampuan hati memetabolisme barbiturat. Adanya kerusakan sel hati dapat menurunkan enzim pemetabolisme obat di hati, yang menyebabkan perpanjangan waktu tidur pentobarbital (Plaa dan Charbonneau, 2001).


(39)

4. Analisis histologik kerusakan hati

Analisis potensi hepatotoksik terhadap zat kimia di hati dapat dilengkapi dengan deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan pengamatan mikroskopik cahaya dari sel hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

F. ALT dan AST

Dua enzim yang berkaitan dengan kerusakan hati adalah enzim aminotrasnferase yang mengkatalisis pemindahan reversibel suatu gugus amino di antara sebuah asam amino dan sebuah asam alfa-keto. Fungsi kedua enzim ini penting untuk pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk menyusun protein hati. Aspartat aminotransferase (AST) atau juga disebut glutamate-oksaloasetat transminase (GOT) adalah enzim yang memperantai reaksi antara asam aspartat dan alfa-ketoglutamat. Alanin aminotransferase (ALT) yang disebut juga sebagai glutamate-piruvat transaminase (GPT) berperan dalam memindahkan satu gugus amino di antara alanin dan asam ketoglutamat. Enzim AST dan ALT dianggap enzim hati karena konsentrasinya tinggi di hati, namun dari keduanya yang spesifik untuk hati adalah ALT, AST terdapat juga di miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sacher dan Mc Pherson, 2002).

Pada gangguan hati kadar ALT dan AST akan mengalami peningkatan atau penurunan bersamaan. Apabila sel hati mengalami cedera, enzim yang normal berada di intrasel ini akan masuk ke dalam aliran darah dan terjadi peningkatan kadar kedua enzim ini di dalam darah. Peningkatan kadar


(40)

aminotransferase setara dengan luas kerusakan hepatoselular (Sacher dan Mc Pherson, 2002). Peningkatan kadar ALT-AST serum pada kerusakan hati tergantung pada senyawa toksik yang terpapar (Tabel I.) (Zimmerman, 1999).

Tabel I. Peningkatan kadar beberapa enzim serum pada pemejanan beberapa senyawa toksik

Senyawa toksik Lesi yang ditimbulkan Peningkatan kadar enzim serum Nekrosis Steatosis AST ALT OCT,SDH

CCl4 + + 4+ 3+ 4+

Thioacetamide + - 4+ 3+ 4+

Tetrasiklin - + 2 + 1+

Ethionine - + + - +

Phosphorous + + 1-2+ 1-2+ 1-2+

Keterangan :

ALT, alanin aminotransferase; AST, aspartate aminotransferase; CCl4, karbon

tetraklorida; OCT, ornithine carbamoyl transferase; SDH, sorbitol dehydrogenase

(Zimmerman, 1999).

G. Macaranga tanarius L. 1. Sinonim

Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, dan Mappa tanarius Blume (World Agroforestry Centre. 2002).

2. Nama lain

a. Inggris : hairy mahang

b. Filipina : binunga, himindan, kuyonon

c. Indonesia : hanuwa, mapu, mara, tutup ancur d. Malaysia : ka-lo, kundoh, mahang puteh, tampu


(41)

f. Vietnam : hach dâu nam

(World Agroforestry Centre. 2002). 3. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub-Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-classis : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius L.

(Plantamor, 2008). 4. Penyebaran

Tanaman M. tanarius banyak ditemukan tumbuh di daerah tropis tertutama di daerah hutan hujan tropis. Tanaman ini banyak ditemukan di banyak Negara antara lain : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Vietnam, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, dan Thailand (World Agroforestry Centre. 2002).

5. Morfologi

M. tanarius merupakan tanaman pohon yang tingginya dapat mencapai 20 meter. Cabang pohon agak tebal dan berwarna hijau keabu-abuan. Daun


(42)

berwarna hijau dengan bentuk jantung dan pangkalnya berbentuk bulat, ukuran daun berkisar 8-32 x 5-28 cm. Panjang tangkai daun 6-27 cm, perbungaan terjadi di ketiak daun, bunga jantan dapat terdiri dari benang sari, sedangkan bunga betina dapat terdiri dari dua sel ovari. Buah berbentuk kapsul biccocus dengan panjang 1 cm, berwarna kekuningan, terletak di luar kelenjar. Biji berbentuk bulat dengan ukuran 5 mm, dan berkerut (World Agroforestry Centre. 2002).

6. Kandungan kimia

Matsunami dkk., (2006, 2009) telah melaporkan bahwa dalam daun M. tanarius terdapat kandungan kimia seperti pada Gambar 4. berikut ini :

Gambar 4. Senyawa yang terkandung pada daun M. tanarius (Matsunami dkk, 2006).

Matsunami, dkk (2009) melaporkan adanya senyawa glikosida yaitu macarangiosida A-D dan malofenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Macarangiosida A-D dan malofenol B memiliki ikatan α-β unsaturated.

Kemungkinan pada atom C-β inilah radikal bebas terikat karena sifat ikatan α-β unsaturated yang khas. Selain itu, Phommart dkk (2005) melaporkan kandungan


(43)

lain dari tanaman M. tanarius berupa tanariflavanon B, tanariflavanon C,

tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, blumenol A dan

blumenol B.

7. Khasiat dan kegunaan

Tanaman M. tanarius di Thailand digunakan telah banyak dimanfaatkan untuk kesehatan. Bagian daun segar digunakan sebagai antiinflamasi, dekok dari akarnya digunakan sebagai antipireutik dan antitusif, bagian akar segar digunakan sebagai antiemetik (Phommart dkk, 2005). Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa daun M. tanarius dapat digunakan sebagai kandidat antidiabetes.

H. Infusa 1. Definisi

Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

2. Cara pembuatan

Infusa dibuat dengan cara mencampur serbuk simplisia derajat halus yang sesuai dengan sejumlah air pada panci, dipanaskan di atas penangas air


(44)

selama 15 menit terhitung setelah suhu mencapai 90oC sambil sesekali diaduk. Serkai selagi panas dengan kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

I. Landasan Teori

Kerusakan hati dapat berwujud nekrosis dan sirosis. Adanya kerusakan pada sel hati ini dapat diindentifikasi dengan mengukur aktifitas pelepasan enzim tertentu dari sel hati menuju plasma. Enzim yang dapat digunakan sebagai tolok ukur tersebut seperti Aspartat aminotransferase (AST) dan Alanin aminotransferase (ALT). Bila terjadi kerusakan seperti steatosis pada sel hati maka nilai aktifitas dari kedua enzim ini dapat meningkat menjadi 3 dan 4 kali lipat nilai normal (Zimmerman, 1999).

Karbon tetraklorida (CCl4) diketahui sebagai salah satu senyawa model

hepatotoksin yang dapat menyebabkan perlemakan pada sel hati. Senyawa ini akan menghasil radikal bebas triklorometil dengan katalis enzim sitokrom P-450 yang dapat menimbulkan peroksidasi lipid serta dapat berikatan secara kovalen dengan protein dan lipid sehingga mengakibatkan steatosis dan tertimbunnya lipid ini dapat mengganggu integritas membrane sel hati (Timbrell, 2008).

Pada penelitian dari Matsunami dkk., (2006) melaporkan kandungan dari

M. tanarius, yaitu macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, dan malofenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius mempunyai aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH yang dapat berpotensi sebagai zat


(45)

.antioksidan. Senyawa-senyawa glikosida yang terlarut dalam pelarut polar ini diharapkan dapat menghambat pembentukan peroksidasi lipid sehingga dapat mengurangi efek toksik yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida. Mahendra dan Hendra (2011) serta Nugraha dan Hendra (2011) melaporkan bahwa infusa daun

M. tanarius mempunyai pengaruh berupa penurunan kadar ALT dan AST serum tikus jantan yang terinduksi parasetamol.

J. Hipotesis

Pemberian infusa daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).


(46)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini antara lain : a. Variabel bebas :

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis infusa daun M. tanarius

yang dibuat dalam tiga peringkat dosis. Dosis infusa daun M. tanarius adalah volume (ml) infusa daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan hewan uji yang bersangkutan.

b. Variabel tergantung :

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar ALT-AST serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) setelah

pemberian infusa daun M. tanarius.

c. Variabel pengacau terkendali :

1) Kondisi hewan uji, yaitu menggunakan tikus berjenis kelamin jantan, dengan galur Wistar, berat badan 150-250, umur 2-3 bulan


(47)

2) Frekuensi pemberian infusa daun M. tanarius, diberikan 1x selama 6 hari berturut-turut pada waktu pemberian yang sama.

3) Cara pemberian senyawa uji dilakukan secara peroral dan pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida diberikan secara intraperitonial. 4) Bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diambil di

kebun obat Universitas Sanata Dharma dan diambil pada bulan Mei 2012.

d. Variabel pengacau tidak terkendali :

Variabel pengacau yang tidak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi patofisiologis hewan uji.

2. Definisi operasional

a. Infusa daun M. tanarius, merupakan hasil infudasi 50,0 g sebuk kering daun M. tanarius dalam 200,0 ml air pada suhu 900C selama 15 menit. Serkai selagi panas dengan kain flannel, kemudian diuapkan dengan

waterbath hingga bobot infusa mencapai bobot yang sama dengan bobot serbuk kering daun M. tanarius yang sebelumnya diinfudasi sehingga diperoleh infusa daun M. tanarius 100%.

b. Efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius, merupakan kemampuan infusa daun M. tanarius untuk dapat melindungi hati dari adanya induksi suatu hepatotoksin.


(48)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar dengan range berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun tanaman M. tanarius yang diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dalam pelarut olive oil (Bertolli).

b. Pelarut untuk sediaan uji (infusa) adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

c. Reagen serum ALT yang digunakan adalah reagen serum ALT diasys, dengan komposisi sebagai berikut .


(49)

Tabel II. Komposisi reagen serum ALT diasys

Komposisi Jumlah

R1

TRIS pH 7.15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L LDH (lactate

dehydrogenase) > 2300 U/L R2

2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS : Good’s buffer pH

9.6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

d. Reagen serum AST yang digunakan adalah reagen serum AST diasys, dengan komposisi sebagai berikut .

Tabel III. Komposisi reagen serum AST diasys

Komposisi Jumlah

R1

TRIS pH 7.65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L MDH (malate

dehydrogenase) > 800 U/L LDH (lactate

dehydrogenase) > 1200 U/L R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS : Good’s buffer pH

9.6 100 mmol/L


(50)

e. Kontrol serum Cobas (PreciControl ClinChem Multi 1) Roche/Hitachi

analyzer digunakan sebagai kontrol serum dalam validasi pengujian kadar ALT-AST serum.

f. Aqua bidestilata yang digunakan sebagai blanko dalam pengukuran kadar ALT-AST serum diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Olive oil (Bertolli) sebagai kontrol negatif. D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk daun M. tanarius

Alat yang digunakan untuk pembuatan serbuk daun M. tanarius meliputi

oven, mesin penyerbuk, dan timbangan analitik (Mettler Toledo). 2. Alat pembuatan infusa daun M. tanarius

Alat yang digunakan untuk pembuatan infusa M. tanarius meliputi seperangkat alat gelas (Bekker glass (Iwaki Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), dan batang pengaduk), cawan porselin, panci lapis alumunium, penangas air (Memert), termometer, timbangan analitik (Mettler Toledo), stopwatch, dan kain flanel. 3. Alat pengukuran kadar ALT-AST serum

Alat yang digunakan dalam pengukuran meliputi seperangkat alat gelas (Bekker glass (Iwaki Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), tabung reaksi dan batang pengaduk), timbangan analitik (Mettler Toledo), spuit injeksi intraperitonial dan peroral untuk tikus (Terumo), pipa kapiler, Eppendrof, vortex (Genie Wilten), sentrifuge (Centurium Scientific), stopwatch dan Microlab 200 Merck.


(51)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Backer dan Bakhuizen, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk

Daun segar M. tanarius yang telah dipetik dicuci bersih dan dikering anginkan. Setelah kering daun dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50oC, dan disimpan selama 24 jam. Setelah daun benar-benar kering (jika diremas timbul bunyi renyah), daun kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan no.40 (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1989) untuk memperkecil luas permukaan agar mempermudah mengeluarkan kandungan fitokimianya.

4. Penetapan kadar air simplisia serbuk kering daun M. tanarius

Penetapan kadar air dilakukan termopan, yaitu dengan menguji susut penguapan dari simplisia serbuk daun M.tanarius (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1989). Alat yang digunakan pada uji ini adalah Moisture Balance yang terdapat di Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan


(52)

sampel + 5 g sampel dan menimbang bobot simplisia sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot a). Kemudian alat dipanaskan pada suhu 1100C selama 15 menit, dan setelah menimbang bobot simplisia setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan b merupakan kadar air dari simplisia yang diselidiki.

5. Pembuatan infusa daun M. tanarius

Untuk membuat infusa daun M. tanarius dengan konsentrasi 100% dimulai dengan mengambil 50,0 g serbuk kering daun M. tanarius ditambahkan 200,0 ml air. Campuran kemudian dipanaskan di atas heater dengan suhu 900C selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu telah mencapai 900C, lalu disaring menggunakan kain flanel untuk memisahkan infusa dan ampasnya. Kemudian infusa diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh bobot infusa sama dengan bobot serbuk kering daun M. tanarius yang digunakan untuk membuat infus.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dalam pelarut olive oil. Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mencampurkan karbon tetraklorida dan olive oil dengan perbandingan volume 1:1.

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius

Penetapan dosis pemberian infusa daun M. tanarius mengacu pada penelitian Mahendra dan Hendra (2011) yang menyatakan dosis M. tanarius yang diberikan adalah 2,5; 5; dan 10 g/kg.


(53)

b. Penetapan dosis hepatotoksin CCl4

Penetapan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST-serum paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), bahwa dosis 2 ml/kg BB pada konsentrasi 50% telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus bila diberikan secara intraperitonial (i.p).

c. Penetapan waktu cuplikan darah

Penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) mengenai optimasi dosis, rute pemberian, dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin menunjukkan bahwa aktivitas ALT-AST serum tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun. Untuk mendapatkan waktu cuplikan darah paling optimum dilakukan orientasi dengan cara membagi tikus dalam tiga kelompok (masing-masing lima ekor) dengan waktu cuplikan 0, 24 dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida kemudian diukur aktivitas ALT-AST serumnya.

8. Pengelompokan hewan uji

Sebanyak tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing kelompok lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol negatif) diberi olive oil dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial (i.p). Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida 50% 2


(54)

ml/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun M. tanarius

dosis 10 g/kgBB secara peroral. Kelompok IV-VI berturut-turut diberi infusa daun

M. tanarius secara oral dengan dosis berturut-turut 2,5; 5; dan 10 g/kgBB sekali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh diberi larutan karbon tetraklorida 50% dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Kemudian kelompok I-VI diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata sesuai hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah, lalu diukur aktivitas ALT dan AST-nya.

9. Pembuatan serum

Darah diambil dari sinus orbitalis mata tikus kemudian ditampung pada tabung Eppendrof dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu darah disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 ppm. Bagian supernatan bening diambil.

10. Pengukuran aktivitas ALT-AST serum

Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT dan AST serum adalah Mikrolab 200 Merck di Laboratorium Biokimia-Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, dan hasil dinyatakan dengan satuan U/L. Sebelum melakukan pengukuran sampel dilakukan validasi alat menggunakan kontrol serum dengan range 33,9-48,9 U/L. Analisis dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II dan dibaca serapannya setelah satu menit. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium Biokimia-Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Adanya hasil pengukuran aktivitas ALT-AST serum maka dapat ditentukan


(55)

pengaruh infusa daun M. tanarius dalam melindungi hati dengan menghitung efek hepatoprotektifnya menggunakan rumus sebagai berikut :

 

AktivitasALT-serumkontrolhepatotoksin CCl

100%

perlakuan serum

-ALT Aktivitas CCl

in hepatotoks kontrol

serum -ALT Aktivitas

4

4  x

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis dengan metode

Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi data yang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe

atau Tamhane untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Akan tetapi bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu, dilanjutkan uji dengan Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok.


(56)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyiapan Bahan Uji 1. Hasil determinasi tanaman

Penelitian ini menggunakan serbuk kering daun M. tanarius . Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan determinasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa bagian tanaman yang digunakan benar berasal dari tanaman M. tanarius sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan uji penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Determinasi ini dilakukan dengna mencocokan ciri tanaman dengan buku acuan yang tersedia (Backer dan Bakhuizen, 1963) sampai ke tingkat spesies. Hasil determinasi menunjukan bahwa tanaman yang diambil memang benar tanaman Macaranga tanarius L.

2. Penetapan kadar air serbuk kering M. tanarius

Penetapan kadar air perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa serbuk kering yang digunakan memiliki kandungan air sesuai persyaratan serbuk simplisia yang baik, yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995). Penetapan kadar air serbuk kering daun M. tanarius

dilakukan dengan menghitung susut penguapan menggunakan terrmopan dengan alat Moisture Balance yang terdapat di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(57)

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara memanaskan serbuk pada suhu 1100C selama 15 menit. Digunakan suhu 1100C dimaksudkan kandungan air dalam serbuk telah menguap dan waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi parameter standarisasi non spesifik. Hasil pengujian didapatkan bahwa kandungan air dari serbuk kering daun M. tanarius sebesar 7,59%. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk kering daun M. tanarius telah memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius

Penetapan dosis infusa daun M. tanarius dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dosis infusa daun M. tanarius yang digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis infusa daun M. tanarius didasarkan pada konsentrasi maksimal yang dapat dibuat dan volume maksimal infusa daun M. tanarius yang dapat dipejankan pada tikus secara peroral. Mahendra dan Hendra (2011) melaporkan bahwa dosis maksimal yang dapat dibuat dan dapat dipejankan secara peroral adalah 10 g/kgBB. Terdapat tiga peringkat dosis infusa M. tanarius yang dapat mempunyai pengaruh untuk menurunkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus yang telah dilaporkan Mahendra dan Hendra (2011), yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kgBB. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dosis infusa M. tanarius yang digunakan mengacu pada penelitian tersebut.


(58)

2. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati (steatosis) pada tikus. Pada kerusakan ringan berupa steatosis kadar ALT-serum mencapai tiga kali nilai normal dan AST-ALT-serum meningkat sampai empat kali nilai normal (Zimmerman, 1999).

Pada penelitian ini dosis karbon tetraklorida yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) mengenai optimasi dosis, rute pemberian dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida untuk menginduksi hepatotoksisitas pada tikus. Dari hasil penelitian tersebut didapat dosis karbon tetraklorida yang paling optimum dalam menaikan aktivitas ALT dan AST adalah 2 ml/kgBB tikus.

3. Penetapan waktu pencuplikan darah

Tujuan dari penetapan waktu cuplikan darah ini adalah untuk mengetahui waktu dimana kehepatotoksikan dari karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB mencapai efek mekasimal. Hal ini ditunjukan oleh aktivitas ALT-AST serum tertinggi pada selang waktu tertentu. Pada penelitian ini karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgB diujikan pada selang waktu pengambilan sampel darah pada selang waktu jam ke-0, 24, dan 48. Hasil penetapan berupa aktivitas ALT-AST serum dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 5 serta gambar 6 di bawah ini.


(59)

Tabel IV. Purata aktivitas ALT-AST serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah (n=5)

Selang Waktu (jam)

Purata Aktivitas ALT-serum + SE (U/L)

Purata Aktivitas AST-serum + SE (U/L)

0 72,2 + 12,9 151,2 + 14,3

24 246,4 + 17,0 596,2 + 25,3

48 102,0 + 14,6 188,6 + 3,3

Ket : SE= Standar error of mean

Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

Gambar 6.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah


(60)

Hasil analisis variansi satu arah dari data ALT-serum yang diperoleh, didapat nilai probabilitasnya 0,000 (< 0,005). Hasil ini menunjukan bahwa di antara ketiga kelompok terdapat perbedaan hasil. Untuk mengetahui kebermaknaan dari perbedaan antar ketiga kelompok tersebut, maka dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil analisisnya dapat dilihat di tabel V.

Tabel V. Hasil uji Scheff aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

Selang Waktu (jam) 0 24 48

0 - B TB

24 B - B

48 TB B -

Keterangan :

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) Data nilai AST-serum yang didapat dianalisis menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov ternyata diketahui bahwa distribusinya tidak normal (p<0,05), oleh karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Kruskal-Wallis

untuk mengatahui ada tidaknya perbedaan antar ketiga kelompok. Hasil analisis didapat nilai p adalah 0,03 (<0,05) berarti antar ketiga kelompok terdapat perbedaan. Untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok maka kemudian data dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil dari keberbedaan antar kelompok dapat dilihat di tabel VI berikut ini.

Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

Selang Waktu (jam) 0 24 48

0 - B B

24 B - B

48 B B -

Keterangan :


(61)

Hastuti (cit. Pilichoe, dkk, 2004) melaporkan bahwa nilai ALT-serum dan AST-serum normal pada tikus putih adalah 29,8-77,0 U/L dan 19,3-68,9 U/L. Pada tabel IV terlihat bahwa aktivitas ALT paling tinggi mencapai 246,4 + 17,0 U/L pada selang waktu 24 jam. Hal ini juga diikuti dengan adanya aktivitas AST tertinggi pada selang waktu 24 jam dengan nilai AST-serum 596,2 + 25,3. Nilai ALT-AST serum pada selang waktu ke-24 jam ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai normal dari kedua enzim tersebut. Hal ini berarti pada selang waktu ke-24 telah terjadi gangguan pada hati. Hasil ini pun didukung pada gambar 5 dan 6, terlihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas ALT dan AST pada selang waktu 24 jam secara signifkan. Pada tabel V. dan VI. juga menunjukkan keberbedaan antara aktivitas ALT-AST serum antara selang waktu 24 jam terhadap selang ke 0 jam dan 48 jam menunjukkan hasil yang bermakna. Dari hasil uji tersebut, di penelitian ini menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB.

4. Penetapan lama praperlakuan infusa daun M. tanarius

Pada penelitiannya, Mahendra dan Hendra (2011) dan Kurniawati dkk (2011) melaporkan bahwa praperlakuan pemberian infusa dan ekstrak metanol-air daun M. tanarius kepada kelompok hewan uji selama enam hari dan pada hari yang ke-7 diberikan parasetamol sebagai hepatotoksin.

Pada penelitian ini mengacu kedua penelitian di atas yang menggunakan model praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan diberikan larutan karbon tetraklorida 50% dosis 2 ml/kgBB pada hari yang ke-7. Hal ini dikarenakan karena penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari efek


(62)

hepatoprotektif daun M. tanarius dengan menggunakan senyawa model hepatotoksin yang berbeda, sehingga dapat dibandingkan dengan penelitian efek hepatoprotektif daun M. tanarius yang sudah ada.

C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Infusa Daun M. tanarius dengan Kajian Kadar ALT-AST Serum

Pengaruh infusa daun M. tanarius terhadap kadar ALT-AST serum dinilai dari ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-serum dan AST-serumnya akibat praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius terhadap aktivitas serum dan AST- serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Aktivitas ALT-AST serum yang dinyatakan dalam satuan U/L disajikan dalam bentuk purata + SE pada tabel VII. serta gambar 7 dan 8 di bawah ini.

Tabel VII. Purata + aktivitas ALT-AST serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

Kel. Perlakuan

Purata + SE aktivitas ALT-AST serum (U/L)

Efek hepatoprotektif (%)

ALT-serum AST-serum

ALT-serum

AST-serum I Kontrol Negatif Olive oil

2ml/kgBB 82,2 + 2,7 118,6 + 5,1 - -

II Kontrol Hepatotoksin CCl4 2

ml/kgBB 246,4 + 17,0 596,2 + 25,3 0 0

III Kontrol Infusa Daun M.

tanarius 10 g/kgBB 90,0 + 2,4 172,4 + 14,8 - -

IV Infusa Daun M. tanarius 2,5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

137,6 + 2,2 348,4 + 19,5 44,1 41,6

V Infusa Daun M. tanarius 5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

148,8 + 3,1 416,6 + 19,9 39,6 30,1

VI Infusa Daun M. tanarius 10 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB


(63)

Gambar 7.Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetrakloridadosis 2 ml/kgBB

Gambar 8.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetrakloridadosis 2 ml/kgBB


(64)

Tabel VIII. Hasil uji Tamhane aktivitas ALT-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetrakloridadosis 2 ml/kgBB

Kelompok Perlakuan I II III IV V VI

I - B TB B B B

II B - B B TB B

III TB B - B B TB

IV B B B - TB B

V B TB B TB - B

VI B B TB B B -

Keterangan :

I = Kontrol Negatif Olive oil 2ml/kgBB

II = Kontrol Hepatotoksin karbon tetraklorida2 ml/kgBB III = Kontrol Infusa Daun M. tanarius 10 ml/kgBB

IV = Infusa Daun M. tanarius 2,5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

V = Infusa Daun M. tanarius 5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

VI = Infusa Daun M. tanarius 10 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Tabel IX. Hasil uji Scheff aktivitas AST-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

Kelompok Perlakuan I II III IV V VI

I - B TB B B B

II B - B B B B

III TB B - B B TB

IV B B B - TB B

V B B B TB - B

VI B B TB B B -

Keterangan :

I = Kontrol Negatif Olive oil 2ml/kgBB

II = Kontrol Hepatotoksin karbon tetraklorida2 ml/kgBB III = Kontrol Infusa Daun M. tanarius 10 ml/kgBB

IV = Infusa Daun M. tanarius 2,5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

V = Infusa Daun M. tanarius 5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

VI = Infusa Daun M. tanarius 10 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB


(65)

1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB)

Pengujian terhadap kelompok kontrol negatif olive oil bertujuan untuk mengetahui pengaruh olive oil sebagai pelarut hepatotoksin dalam meningkatkan aktivitas ALT-AST serum. Dosis olive oil yang digunakan dalam pengujian ini adalah 2 ml/kgBB disesuaikan dengan dosis karbon tetraklorida yang digunakan yaitu 2 ml/kgBB. Hasil aktivitas ALT-serum dan AST-serum kelompok kontrol negatif olive oil adalah 82,2 + 2,7 U/L dan 118,6 + 5,1 U/L. Untuk mengetahui pengaruh pemberian olive oil terhadap peningkatan aktivitas ALT-AST serum maka hasil pengukuran di atas dianalisis secara statistik dan dibandingkan dengan aktivitas ALT-AST serum tikus sebelum diberi olive oil. Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel X dan XI serta gambar 9 dan 10 berikut ini.

Tabel X. Purata + aktivitas ALT- serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Kel Perlakuan Purata + SE aktivitas

ALT-serum

Perbedaan terrhadap Kel. I Kel. II I Jam ke-0 sebelum pemberian

olive oil 90,2 + 4,9 - TB

II Jam ke-24 setelah olive oil 82,2 + 2,7 TB -

Keterangan :

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Tabel XI. Purata + aktivitas AST- serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Kel Perlakuan Purata + SE aktivitas

AST-serum

Perbedaan terrhadap Kel. I Kel. II I Jam ke-0 sebelum pemberian

olive oil 122,8 + 5,7 - TB

II Jam ke-24 setelah olive oil 118,6 + 5,1 TB -

Keterangan :


(66)

Gambar 9.Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Gambar 10.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Pada tabel IX dan gambar 9 terlihat bahwa hasil aktivitas ALT-serum kontrol olive oil sebesar 82,2 + 2,7 U/L jika dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum sebelum pemberian olive oil sebesar 90,2 + 4,9 U/L menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik. Hal serupa juga telihat pada hasil


(67)

aktivitas AST-serum pada tabel IX dan gambar 10 dari kedua perlakuan. Dengan adanya hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa adanya pemberian olive oil

sebagai pelarut dari hepatotoksin karbon tetraklorida tidak memberikan pengaruh dalam menaikkan aktivitas ALT-AST serum. Ini menunjukkan bahwa olive oil

tidak menimbulkan kerusakan pada hati dan hati masih dalam keadaan normal. Sehingga nilai aktivitas ALT-AST serum kelompok olive oil dapat dijadikan acuan nilai normal aktivitas ALT-AST serum pada penelitian selanjutnya.

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

Karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model hepatotoksin karena telah diketahui bahwa karbon tetraklorida dapat menyebabkan perlemakan hati. Selain itu penggunaan karbon tetraklorida pada penelitian ini adalah merupakan penelitian lanjutan dari saran pada penelitian efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius menggunakan senyawa hepatotoksin parasetamol (Mahendra dan Hendra, 2011). Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada hati tikus jantan. Selain itu hasil dari uji ini juga akan digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius . Uji ini dilakukan dengan cara memberikan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara intraperitorial dan diambil sampel darahnya pada selang waktu 24 jam melalui

sinus orbitalis mata.

Hasil pengujian pada tabel VII menunjukkan bahwa aktivitas ALT-serum setelah pemberian karbon tetraklorida meningkat mencapai 246,4 + 17,0 U/L. Pada tabel VIII. terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok


(68)

kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida terhadap kelompok kontrol negatif olive oil yang (aktivitas ALT-serum sebesar 82,2 + 2,7 U/L). Menurut Zimmerman (1999) bahwa aktivitas ALT-serum dengan adanya kerusakan hati berupa steatosis

mencapai tiga kali lipat dari nilai normal, dari hasil pengujian ini terlihat bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB telah mencapai 3 kali lipat dari nilai normal (dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil). Hasil ini dapat menunjukkan bahwa pemberian karbon tetrakloridadosis 2 ml/kgBB telah menyebabkan kerusakan hati ringan seperti steatosis.

Hasil pengujian terhadap aktivitas AST-serum didapatkan hasil 596,2 + 25,3 U/L. Pada tabel IX terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida terhadap kelompok kontrol negatif olive oil (aktivitas AST-serum sebesar 118,6 + 5,1 U/L). Menurut Zimmerman (1999) bahwa aktivitas AST-serum dengan adanya kerusakan hati berupa steatosis mencapai empat kali lipat dari nilai normal, dari hasil pengujian ini terlihat bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB telah mencapai empat kali lipat dari nilai normal (dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil). Hasil ini mendukung bahwa dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada tikus menyebabkan kerusakan hati.

Adanya keberbedaan bermakna aktivitas ALT-AST serum kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida terhadap kelompok kontrol negatif olive oil, menunjukkan pemberian karbon tetraklorida memberikan pengaruh


(1)

tanarius. Oleh sebab itu, dapat diperoleh sediaan dalam 1 ml infusa mengandung 1 g kandungan kimia dari daun M. tanarius.

 Pemberian infusa menggunakan ½ volume maksimal (5 ml) pemberian per oral yaitu 2,5 ml

Dengan dasar tersebut maka ditetapkan dosis tertinggi infusa daun M. tanarius

D x BB = C x V

Dosis x Berat badan = Konsentrasi x Volume pemberian D x 250 g = 1000 mg/ml x 2,5 ml

D = 10 mg/g

D = 10.000 mg/kg = 10 g/kg (dosis tertinggi)

Untuk dua peringkat dosis di bawahnya, dosis 10 g/kg dibagi 2 kemudian dibagi 2 lagi sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu : 10 g/kg; 5 g/kg dan 2,5 g/kg.

Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia

 Angka konversi Tikus 200 g ke Manusia 70 kg = 56,0

 Dosis untuk manusia = Dosis untuk tikus 200 g x (angka konversi ke manusia)

Dengan dasar tersebut maka ditetapkan dosis infusa daun M. tanarius untuk manusia:

1. Infusa daun M. tanarius 2,5 g/kgBB tikus : 2,5 g/kgBB = 2,5 g/1000 gBB = 0,5 g/200 gBB


(2)

0,5 g/200 gBB x 56,0 = 28 g/70 kgBB manusia 2. Infusa daun M. tanarius 5 g/kgBB tikus :

5 g/kgBB = 5 g/1000 gBB = 1 g/200 gBB 1 g/200 gBB x 56,0 = 56 g/70 kgBB manusia 3. Infusa daun M. tanarius 10 g/kgBB tikus :

10 g/kgBB = 10 g/1000 gBB = 2 g/200 gBB 2 g/200 gBB x 56,0 = 112 g/70 kgBB manusia

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius

Penetapan kadar air serbuk menggunakan menggunakan metode Gravimetri dengan alat moisture balance. Dilakukan dengan mengukur kehilangan kandungan saat pemanasan selam 15 menit dengan suhu 1100C. berikut hasil penetapan kadar air yang diperoleh :

Bobot (gram) Replikasi I Replikasi II Replikasi III Sebelum

pemanasan 5,008 5,002 5,001

Sesudah

pemanasan 4,628 4,615 4,629

Kadar air (%) 7,59 7,74 7,44

Rata-rata 7,59 %

Persyaratan kadar air simplisia adalah kurang dari 10%, sehingga kadar simplisia serbuk daun M. tanarius ini memenuhi syarat.

Lampiran 11. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran alat Mikrovitalab Pengukuran dilakukan dengan serum kontrol Cobas yang mempunyai range untuk ALT-serum antara 33,9 – 48,9 U/l)


(3)

x (U/l) x xx (xx)2 42

41,2

0,8 0,64

40 -1,2 1,44

41 -0,2 0,04

42 0,8 0,64

41 -0,2 0,04

8 , 2   ) 1 ( ) ( 2     n x x

SD Range = x + SD CV=(SD/x)x100%

= 41,2 + 0,8 = (0,8/41,2) x 100% 8 , 0 4 8 , 2 SD

= 40,4 sampai 42 = 1,94%


(4)

(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Infusa Daun Macaranga Tanarius L. Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” memiliki nama lengkap Nanda Chris Nurcahyanti, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir. Kris Setyanto, M.Si. dan Marsini, S.Pd. Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 14 April 1991. Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu TK Kristen Kridawita Klaten (1996-1997), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Klaten (1997-2003). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 2 Klaten (2003-2006), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 2 Klaten (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan S-I Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Semasa menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik dalam fakultas maupun di luar fakultas. Penulis pernah menjadi anggota divisi Kesekretariatan Pelepasan Wisuda (2010), anggota divisi Pendamping Kelompok Titrasi (2011), dan divisi Pendamping Kelompok Kunjungan Universitas Pancasila (2011) Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Analisis (2011) dan Toksikologi Dasar (2012).


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka pendek infusa biji atung (Parinarium glaberimum Hassk) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 68

Efek hepatoprotektif jangka panjang infusa biji atung (Parinarum glaberimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 65

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT-AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 111

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang.

0 1 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek.

0 1 111

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 106

Efek hepatoprotektif infusa daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi parasetamol - USD Repository

0 0 86

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 106

Efek hepatoprotektif infusa daun swietenia mahagoni (l.) jacq. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113