Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

xviii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., untuk menurunkan aktivitas ALT

dan AST serum sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor. Dari penelitian ini juga dapat diketahui lama waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek hepatoprotektif.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-200 gram. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin CCl4 dengan

dosis 2,8 ml/kg BB secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2 ml/kg BB secara intra peritonial. Kelompok III merupakan

kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 5 g/kg BB secara per oral. Kelompok IV-VIII diberikan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840 mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada ½, 1, 2, 4

dan 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis hepatotoksik CCl4 dengan dosis 2 ml/kg

BB. Pada jam ke-24 setelah diberi CCl4, semua kelompok diambil darahnya pada

daerah sinus orbitalis di mata tikus. Data ALT dan AST serum yang didapat, dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya kemudian

dilanjutkan analisis dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.

Dari data pengukuran aktivitas serum ALT dan AST yang diperoleh waktu paling efektif menunjukkan efek hepatoprotektif adalah pada jam ke-½.

Kata Kunci: M. tanarius, ekstrak metanol-air, jangka pendek, ALT, AST,


(2)

xix ABSTRACT

This study is aimed to determine the effects of short-term administration of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leave; to decrease the activity of

ALT and AST serum, as a result, it can be used as a hepatoprotector. This study also measures the effective time allocation in providing effective hepatoprotective effects.

This is pure experimental study using completely randomized design. This study uses male Wistar rats, attain the age of 2-3 months and ±150-200 grams weight. Group I was the hepatotoxins CCl4 control at a dose of 2.8 ml/kg body weight which

was injected intraperitoneally. Group II was the negative control which was given olive oil 2 ml/kg body weight intraperitoneally. Group III was the control treatment given methanol-water extract of M. tanarius leave orally at a dose of 5 g/kg body

weight. Group IV-VIII were given the methanol-water extract of M. tanarius leave at

a dose of 3840 mg/kg, afterward, the treatment was given hepatotoxic dose of CCl4 at

a dose of 2 ml/kg at ½, 1, 2, 4 and 6 hours successively. At the 24th hour after being given CCl4, all groups have blood drawn at the orbital sinus region in the rats’ eyes.

ALT data and AST serum which were obtained were analyzed using Kolmogorov-Smirnov test to look at the data distribution, after that, the data were analyzed using

Scheffe test to determine the differences in ALT activities and AST serum in each

group.

From the data measurement of serum ALT activities and serum AST activities which were obtained, the most effective time showing hepatoprotective effect was shown at the beginning of the ½ hour.

Keywords: M. tanarius, methanol-water extracts, short-term, ALT, AST, carbon tetrachloride


(3)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PENDEK EKSTRAK

METANOL - AIR DAUN Macaranga tanarius L. TERHADAP

TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh: M. R. Biri Koni Tiala

NIM : 098114088

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii


(5)

iii


(6)

iv

PERSEMBAHAN

“Dont wait for the perfect moment, just take the moment

and make it perfect”

Kupersembahkan skripsi ini untuk…… Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku kekuatan, berkat

dan jalan keluar dari segala persoalan, Papa Mamaku, adik dan kakak serta keluarga besarku, Aloysius Gonzaga Jati Panantya, yang selalu memberiku dukungan dan doa, Sahabat-sahabat dan teman-temanku tersayang, Almamaterku tercinta.


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanariusL. Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu membimbing, memberi motivasi, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Ibu dr. Fenty, M. Kes., Sp. PK, selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Prof., Dr. CJ Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan, kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Farmakognosi-Fitokimia dan Farmasi Fisika demi terselesaikannya skripsi ini.


(10)

viii

6. Pak Parjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Pak Heru selaku laboran Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika, Pak Kayat selaku laboran Laboratorium Biokimia dan Pak Ratijo selaku laboran Laboratorium Hayati, Pak Wagiran, selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Pak Agung selaku laboran Laboratorium Farmasi Fisika, serta Pak Andri selaku laboran di kebun obat, atas segala bantuan dan kerja sama selama di laboratorium.

7. Papa, mama, kakak, adik, dan saudara yang telah membantu dari awal sampai akhir penelitian ini, atas doa, dukungan semangat dan perhatiannya.

8. Aloysius Gonzaga Jati Panantya sebagai teman seperjalanan, sahabat setia, yang tak pernah kurang dan tak pernah habis, atas doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, motivasi dan waktunya yang telah membantu dari awal sampai akhir penelitian ini.

9. Rekan-rekan penelitian tim macaranga, Nanda Chris Nurcahyanti, Theresia Garri Windrawati, Fransisca Devita Risti W., Christine Herdyana Febrianti, Bernadetta Amilia, A.M. Inggrid Silli dan Luluk Rahendra Martha atas bantuan, kerjasama, perjuangan dan suka duka yang telah kita alami bersama selama penelitian. 10. Teman-teman FKK B atas kebersamaan kita.

11. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat memiliki manfaat sekecil apapun


(11)

ix

bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 19 Desember 2012


(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Keaslian Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5


(13)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Tanaman Macaranga tanarius L. ... 7

1. Sinonim... 7

2. Nama daerah ... 7

3. Taksonomi ... 7

4. Kandungan tanaman ... 7

B. Hepar ... 10

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 10

2. Kerusakan hati ... 12

C. Hepatotoksin ... 15

D. Karbon Tetraklorida ... 17

E. Metanol ... 20

F. Metode Ekstraksi ... 20

G. Pengukuran Serum ALT dan AST ... 22

H. Landasan Teori ... 23

I. Hipotesis ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A.Jenis dan Rancangan Penelitian... 25

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 25

1. Variabel Penelitian ... 25

2. Definisi Operasional ... 26

C. Bahan Penelitian ... 27


(14)

xii

2. Bahan Kimia ... 27

D. Alat Penelitian ... 29

E. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Determinasi daun M. tanarius ... 30

2. Pengumpulan bahan... 30

3. Pembuatan serbuk ... 30

4. Pembuatan ekstrak metanol : air daun M. tanarius ... 30

5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 30

6. Pembuatan dosis ekstrak metanol : air daun M. tanarius ... 32

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 32

8. Uji pendahuluan ... 32

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 33

10. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum ... 34

11. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 35

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A.Penyiapan Bahan ... 36

1. Hasil determinasi tanaman ... 36

2. Pembuatan serbuk daun M. tanarius ... 37

3. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 37


(15)

xiii

C.Uji Pendahuluan ... 40

1. Penentuan dosis hepatotoksik ... 40

2. Penentuan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 40

3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 40

D.Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 45

1. Kontrol negatif... 46

2. Kontrol hepatotoksin ... 48

3. Kontrol perlakuan ... 49

4. Perlakuan Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 50

E. Rangkuman Pembahasan ... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A.Kesimpulan ... 59

B.Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 65


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 ... 41 Tabel II. Aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 ... 43 Tabel III. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam ke 0, 24 dan 48 ... 44 Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam ke 0 24 dan 48 ... 45 Tabel V. Pengaruh perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius

3840 mg/kg BB berdasarkan aktivitas serum ALT dan AST pada

beberapa variasi waktu terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida ... 46 Tabel VI. Perbandingan aktivitas serum ALT jam ke-0 dengan perlakuan

kontrol negatif olive oil ... 47

Tabel VII. Perbandingan aktivitas serum AST jam ke-0 dengan perlakuan

kontrol negatif olive oil ... 47

Tabel VIII. Perbandingan aktivitas serum ALT kontrol perlakuan dengan

kontrol hepatotoksin dan kontrol negatif... 50 Tabel IX. Perbandingan aktivitas serum AST kontrol perlakuan dengan

kontrol hepatotoksin dan kontrol negatif... 50 Tabel X. Perbandingan data berbeda bermakna dan berbeda tidak bermakna


(17)

xv

pada perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius

3840 mk/kg BB berdasarkan aktivitas serum ALT pada beberapa

variasi waktu ... 51 Tabel XI. Perbandingan data berbeda bermakna dan berbeda tidak bermakna

pada perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius

3840 mk/kg BB berdasarkan aktivitas serum AST pada beberapa


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur senyawa yang terdapat pada daun M. tanarius... ... 8

Gambar 2. Struktur dasar lolubus hati memperlihatkan lempeng sel hati... 11

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida... 17

Gambar 4. Kenaikan relatif aktivitas serum ALT dan AST... 18

Gambar 5. Mekanisme biotrasformasi dan oksidasi karbon tetrakloria... 19

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam... 42

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam... 43

Gambar 8. Diagram batang rata-rata pengaruh perlakuan jangka pendek pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas serum ALT... 51

Gambar 9. Diagram batang rata-rata pengaruh perlakuan jangka pendek pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas serum AST... 52


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun M. tanarius ... 66

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 66

Lampiran 3. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius ... 67

Lampiran 4. Surat Etikal Clearance ... 68

Lampiran 5. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutka Anova One-Way data ALT pada orientasi waktu pengambilan pencuplikan darah setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 3840 mg/kgBB... 69

Lampiran 6. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutka Anova One-Way data AST pada orientasi waktu pengambilan pencuplikan darah setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 3840 mg/kgBB... 76

Lampiran 7. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 82


(20)

xviii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., untuk menurunkan aktivitas ALT

dan AST serum sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor. Dari penelitian ini juga dapat diketahui lama waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek hepatoprotektif.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-200 gram. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin CCl4 dengan

dosis 2,8 ml/kg BB secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2 ml/kg BB secara intra peritonial. Kelompok III merupakan

kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 5 g/kg BB secara per oral. Kelompok IV-VIII diberikan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840 mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada ½, 1, 2, 4

dan 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis hepatotoksik CCl4 dengan dosis 2 ml/kg

BB. Pada jam ke-24 setelah diberi CCl4, semua kelompok diambil darahnya pada

daerah sinus orbitalis di mata tikus. Data ALT dan AST serum yang didapat, dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya kemudian

dilanjutkan analisis dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.

Dari data pengukuran aktivitas serum ALT dan AST yang diperoleh waktu paling efektif menunjukkan efek hepatoprotektif adalah pada jam ke-½.

Kata Kunci: M. tanarius, ekstrak metanol-air, jangka pendek, ALT, AST,


(21)

xix ABSTRACT

This study is aimed to determine the effects of short-term administration of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leave; to decrease the activity of

ALT and AST serum, as a result, it can be used as a hepatoprotector. This study also measures the effective time allocation in providing effective hepatoprotective effects.

This is pure experimental study using completely randomized design. This study uses male Wistar rats, attain the age of 2-3 months and ±150-200 grams weight. Group I was the hepatotoxins CCl4 control at a dose of 2.8 ml/kg body weight which

was injected intraperitoneally. Group II was the negative control which was given olive oil 2 ml/kg body weight intraperitoneally. Group III was the control treatment given methanol-water extract of M. tanarius leave orally at a dose of 5 g/kg body

weight. Group IV-VIII were given the methanol-water extract of M. tanarius leave at

a dose of 3840 mg/kg, afterward, the treatment was given hepatotoxic dose of CCl4 at

a dose of 2 ml/kg at ½, 1, 2, 4 and 6 hours successively. At the 24th hour after being given CCl4, all groups have blood drawn at the orbital sinus region in the rats’ eyes.

ALT data and AST serum which were obtained were analyzed using Kolmogorov-Smirnov test to look at the data distribution, after that, the data were analyzed using

Scheffe test to determine the differences in ALT activities and AST serum in each

group.

From the data measurement of serum ALT activities and serum AST activities which were obtained, the most effective time showing hepatoprotective effect was shown at the beginning of the ½ hour.

Keywords: M. tanarius, methanol-water extracts, short-term, ALT, AST, carbon tetrachloride


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Hati merupakan organ vital yang berfungsi vaskuler untuk menyimpan dan menyaring darah, metabolisme dan sekresi atau eksresi, yang berperan dalam pembentukan empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke pencernaan, serta fungsi pertahanan tubuh melalui detoksifikasi dan fungsi perlindungan (Guyton dan Hall, 2010). Adanya kerusakan pada hati dapat disebabkan oleh mikroorganisme maupun senyawa kimia (obat-obatan) (Donatus, 1992). Menurut WHO (2012), kanker hati yang disebaban oleh adanya virus (mikoorganisme) seperti virus HBV dan HCV menyebabkan kematian sebesar 20% di negara maju dan negara berkembang, sedangkan di negara dengan kondisi menengah kebawah memiliki tingkat resiko kematian lebih besar, sekitar 70%. Pada tahun 2008, Kanker hati memiliki tingkat kematian ketiga setelah kanker paru dan lambung. Obat dan zat beracun dapat menyebabkan sekitar 10% dari seluruh kasus hepatitis, atau sekitar 20-30% dari kasus penyakit hati akut (Cadman, 2000).

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). Karbon

tetraklorida merupakan yang biasa digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci, dan digunakan dalam pembuatan bahan-bahan plastik, tinta, bahan semikonduktor (WHO, 2004). Karbon tetraklorida bersifat toksik terhadap hati dan ginjal,


(23)

karsinogen dan berpengaruh pada penipisan lapisan ozon di atmosfer (Bruckner dan Warren, 2001).

Banyak orang di dunia ini yang terpapar karbon tetraklorida di lingkungan kerja. Kazanthis, Bomford, Oxon (1960) melaporkan bahwa 17 karyawan pabrik pengolahan kuarsa dievakuasi karena terpapar uap karbon tetraklorida dan 15 pekerjanya mengeluhkan gejala mual, anoreksia, muntah perut kembung, ketidaknyamanan epigastrium, pusing sampai 4 bulan sebelum evaluasi.

Dampak dari terkena paparan karbon tetraklorida jangka panjang ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati. Menurut data yang ada di WHO (2012) pada tahun 2008 kanker hati mengakibatkan 695.000 kematian. Kanker ini dapat diakibatkan senyawa kimia karsinogen ataupun karsinogen biologi seperti infeksi virus, bakteri, maupun parasit. Pada tahun 2008 (WHO, 2008a; 2008b) dilaporkan kejadian hepatitis akibat virus seperti VHA terjadi 1,4 juta kasus dan 2 milyar orang terinfeksi VHB dengan 350 juta orang diantaranya menderita hepatitis kronis.

Dengan adanya tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit (Donatus, 1992). Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai hepatoprotektor adalah Macaranga tanarius L. Berdasarkan penelitian terakhir mengenai M. tanarius., dilaporkan oleh Nugraha (2010) dan Mahendra (2010)

bahwa infusa daun M. tanarius dapat digunakan sebagai hepatoprotektor. Pada

penelitian tersebut, digunakan model senyawa hepatotoksin parasetamol dosis tinggi. Selain itu, Adrianto (2010) melaporkan ekstrak metanol-air daun M.


(24)

tanarius, dapat digunakan untuk sebagai hepatoprotektor dengan senyawa model

yang digunakan adalah parasetamol.

Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka (2006), tanaman M. tanarius, mempunyai aktivitas sebagai antioksidan

yang sangat bermanfaat untuk kesehatan, yaitu macarangiosida A-D, dan malofenol B yang didapat dari isolasi ekstrak metanol daun M. tanarius, yang

mana mempunyai aktivitas penangkapan terhadap DPPH.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, dkk (2006) meneliti bahwa senyawa antioksidan yang dapat didapatkan dari daun M. tanarius adalah

dari hasil isolasi ekstrak metanol yang bersifat polar. Oleh karena itu, maka metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan yang mencegah aktivitas radikal bebas dari karbon tetraklorida. Dari uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi karbon

tetraklorida.

Penelitian efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap tikus yang terinduksi karbon tetraklorida ini dilakukan untuk membandingkan dengan penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap tikus yang terinduksi karbon tetraklorida (Windrawati, 2012) yang juga dilaksanakan bersamaan. Oleh karena itu, penelitian ini menarik untuk diteliti karena penelitian menggunakan ekstrak metanol-air daun M. tanarius jangka pendek dan belum pernah dilakukan


(25)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah praperlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi

karbon tetraklorida yang dengan melihat adanya penurunan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan serum Aspartate Transaminase (AST)?

2. Berapakah waktu paling efektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus yang

terinduksi karbon tetraklorida?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang menggunakan M. tanarius pernah dilakukan oleh Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, Sutthivaiyakit (2005) dan Matsunami dkk (2006), Matsunami dkk ( 2009). Phommart, dkk (2005) melaporkan kandungan tanaman M. tanarius. Mahendra (2010) bahwa infusa daun M. tanarius dapat

digunakan sebagai hepatoprotektor jangka panjang dan Nugraha (2010 melaporkan bahwa infusa daun M. tanarius dapat digunakan sebagai

hepatoprotektor jangka pendek. Selain itu, Adrianto (2010) melaporkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius, dapat digunakan untuk sebagai hepatoprotektor

dengan senyawa model parasetamol. Kurniawati (2010) melaporkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai antiinflamasi. Dari hasil penelitian Andini

(2010), ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek analgesik. Dari


(26)

metanol-air daun M. Tanarius dengan metformin memiliki efek antidiabetik.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Windrawati (2013) bahwa daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang.

Berdasarkan penelusuran pustaka, efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida belum

pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian mengenai pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang memiliki efek hepatoprotektif jangka

pendek.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat daun M. tanarius yang memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif pemberian ekstrak metanol-air jangka pendek daun M. tanarius pada tikus yang terinduksi


(27)

karbon tetraklorida dengan cara melihat adanya pernurunan aktivitas serum ALT dan serum AST.

2. Tujuan khusus:

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu paling efektif yang dapat memberikan efek hepatoprotektif dari ekstrak metanol-air jangka pendek daun M. tanarius untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus


(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Macaranga tanarius L. 1. Sinonim

Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tanarius var. Glabra F. Muell. (Asian Plant, 2012).

2. Nama Daerah

Mara, Tutup merah, Sapat (Plantamor, 2008) 3. Taksonomi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdevisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius L. (Plantamor, 2008).

4. Kandungan

Penelitian mengenai tanaman Macaranga tanarius L. sudah banyak


(29)

diisolasi dan diidentifikasi. Pada penelitian Matsunami dkk. (2006), Matsunami dkk. (2009) diketahui bahwa dalam daun M. tanarius, yaitu macarangiosida D, dan laurosida E, metil brevifolin karboksilat, dan larutan hiperin dan isokuercitin,

macarangioside A, macarangioside B, macarangioside C dan mallophenol B

yang diisolasi dari ekstrak metanol. Senyawa ini menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

Dari penelitian lain (Phommart dkk, 2005) yang berhasil diidentifikasi dilaporkan terdapat tiga kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone

B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol dan annuionone).

Struktur beberapa senyawa yang terdapat dalam daun M. tanarius dapat dilihat pada gambar1.

Tanariflavanon C Tanariflavanon D

Nymphaeol A Nymphaeol B

Gambar 1. Struktur senyawa yang terdapat pada daun M. tanarius


(30)

5. Khasiat dan kegunaan

Daun M. tanarius juga memiliki banyak kegunaan, penelitian yang dilakukan oleh Phommart dkk. (2005) akar tanaman M. tanarius digunakan

sebagai antipiretik dan antitusif, sedangkan daun M. tanarius memiliki efek

antiinflamasi. Daun M. tanarius yang kaya akan tanin, dapat digunakan sebagai

obat diare, luka dan antiseptik (Lin, Nonaka, Nishioka, 1990).

Berdasarkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ardianto (2010), ekstrak metanol-air daun tanaman Macaranga tanarius L. memiliki khasiat

sebagai hepatoprotektif jangka panjang. Infusa infusa daun M. tanarius dapat

digunakan sebagai hepatoprotektor jangka panjang yang dilaporkan oleh Mahendra (2010). Selain itu, Nugraha (2010) melaporkan bahwa infusa daun M. tanarius juga memiliki khasiat sebagai efek hepatoprotektif jangka pendek.

Dari penelitian lain, dilaporkan oleh Andini (2010) ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek analgesik. Selain itu, pada tahun 2010,

Kurniawati melaporkan hasil penelitian bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi. Daun M. tanarius secara tradisional

digunakan untuk fermentasi tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Khasiat lain yang diteliti pada daun M. tanarius adalah melalui penelitian terbaru

mengenai daun M. tanarius, dilaporkan oleh Oktavia (2012), bahwa kombinasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan metformin dapat digunakan sebagai

antidiabetes. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Windrawati (2013) mengenai efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius


(31)

B. Hepar 1. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hepar adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1500 g (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2005). Fungsi hati adalah pembentukan empedu, penyimpanan karbohidrat, pembentukan benda keton, pengaturan metabolisme karbohidrat, reduksi dan konjugasi hormon steroid adrenal dan kelenjar kelamin, detoksikasi obat-obatan dan toksin, membentuk protein-protein plasma dan banyak fungsi penting dalam metabolisme lemak (Ganong, 2001).

Unit dasar fungsional dasar hati adalah lolubus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang dan diameter tertentu. Hati manusia mengandung 50.000 sampai 100.000 lolubus (Guyton dan Hall, 2007). Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson, 2005).

Lolubus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Lolubus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang menyebar dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng sel hati tebalnya dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lolubus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 2007). Skema dari struktur dasar hati dapat dilihat pada gambar 2.


(32)

Gambar 2. Struktur dasar lolubus hati memperlihatkan lempeng sel hati (Baradero dkk, 2005)

Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik (Price dan Wilson, 2005).

Hati dalam kondisi normal memiliki kapasitas fungsional yang besar. Kemampuan hati di dalam tubuh antara lain untuk sintesis, eksresi dan berfungsi dalam proses metabolisme. Hati merupakan sumber dari plasma albumin, globulin dan banyak protein. Pada fungsi eksresi dapat dilihat pada banyak komponen yang


(33)

dikeluarkan oleh hati melalui empedu. Komponen utama dari empedu adalah bilirubin, selain itu kolesterol, urobilinogen dan asam empedu juga terdapat dalam empedu. Pada fungsi metabolisme, hati memetabolisme lemak, karbohidrat, protein dan detoksifikasi. Hati memegang peranan penting dalam menawar-racunkan racun berbahaya turunan senyawa nitrogen yang berasal dari usus, obat-obatan dan senyawa kimia. (Candrasoma dan Taylor, 1995).

Selain itu, hati memiliki kemampuan untuk mengembalikan dirinya sendiri setelah kehilangan jaringan hati. Proses ini disebut regenerasi sel hati. Selama regenerasi sel hati, hepatosoit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu sampai dua kali dan setelah tercapai ukuran dan volume hati sebelumnya, hepatosit kembali kepada keadaan sebelumnya (Guyton dan Hall, 2007).

Peran penting hati dalam eliminasi obat adalah untuk memetabolisme obat induk dan merubahnya menjadi senyawa metabolit. Kapasitas dari hati untuk mengubah obat induk menjadi metabolit sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim pemetabolisme yang terdapat pada retikulum endoplasma halus dan sitosol pada hepatosit (DiPiro dkk, 2008).

2. Kerusakan Hati

Hati merupakan organ penting yang dapat mengubah struktur dari senyawa kimia dan obat-obatan. Beberapa hasil dari proses terjadinya metabolisme secara biologis dapat menjadi tidak aktif, beberpa menjadi metabolit yang aktif dan adapula yang menjadi racun (Laurence, Bennett, Brown, 1997).


(34)

Konsekuensi klinis paling parah penyakit hati akibat terjadinya kerusakan hati adalah gagal hati. Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan hati yang mendadak dan masif. Gagal hati umumnya merupakan titik akhir kerusakan progresif hati sebagai bagian dari penyakit hati kronik. Umumnya, sekitar 80%-90% kapasitas fungsional hati sudah rusak sebelum gagal hati timbul (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).

Senyawa toksik dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati. Jenis kerusakannya, antara lain:

1. Steatosis (Perlemakan hati).

Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Adanya kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia (Lu, 1995). Ketika senyawa toksin seperti alkohol masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang cukup, maka akan menimbulkan terbentuknya lipid yang terakumulasi dalam hepatosit. Ketika jumlah senyawa toksin yang terpapar ke dalam tubuh jumlahnya semakin banyak maka lipid akan semakin terakumulasi dan menciptakan gelembung-gelembung besar, dan meluas hingga ke tepi hati (Kumar dkk, 2007).

Berbagai macam toksikan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak di dalam hati, mekanisme yang mendasari sangat beragam. Mekanisme yang paling umum adalah terjadinya pelepasan trigliserid hati ke plasma, karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein. Penimbunan lipid juga melalui beberapa mekanisme, seperti penghambatan sintesis protein dari lipoprotein (misalnya disebabkan oleh karbon tetraklorida,


(35)

etionin); penekanan konjugasi trigliserid dengan lipoprotein (misalnya karbon tetraklorida); rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria (misalnya etanol) (Lu, 1995).

2. Nekrosis hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, tengah dan perifer) atau masif. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dilaporkan menyebabkan nekrosis akut. Nekrosis hati merupakan suati manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Perubahan biokimia pada nekrosis hati bersifat kompleks (Lu, 1995).

3. Sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Patogenesis terjadinya sirosis hati dalam sebagian kasus tampaknya berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sel dari hati. Keadaan ini menyebabkan aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Karsinogen kimia dan pemberian CCl4 jangka panjang dapat menyebabkan sirosis

hati pada hewan. Pada manusia, terjadinya sirosis hati karena konsumsi kronis minuman beralkohol (Lu, 1995).

4. Kanker hati

Karsinoma hepatoseluler merupakan terjadinya kerusakan hati yang paling berat. Sejumlah besar senyawa toksik dapat menyebabkan kanker hati pada hewan (Lu, 1995).


(36)

Kerusakan sel hati dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kerusakan sel hati akut

Kerusakan sel hati akut dapat terjadi karena nekrosis besar pada hati, yang disebabkan karena infeksi viral, obat-obat yang merusak hati, maupun induksi senyawa kimia. Kerusakan sel hati akut ditandai dengan adanya penyakit kuning, hipoglikemia, gangguan elektrolit dan asam-basa, enselophati hati, dan kenaikan serum enzim (alanin transferase dan aspartate transaminase) pada kasus terjadinya nekrosis hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

b. Kerusakan sel hati kronik

Kerusakan sel hati kronik biasanya merupakan hasil dari sirosis yang merupakan tahap lanjut dari nekrosis, fibrosis, dan regenerasi nodular (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Pada keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim alanin transferase (ALT) yang terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah dan ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).

C. Hepatotoksin

Banyak kerusakan hati seperti yang diuraikan diatas yaitu steatosis, nekrosis, sirosis yang disebabkan oleh paparan senyawa toksik (hepatotoksin). Contohnya adalah paparan CCl4, kloroform, aflatoksin dan fosfor (Lu, 1995).

Hepatotoksin merupakan zat toksik yang dapat menyebabkan rusaknya sel hati (Poppy, Komala, Santoso, Sulaiman, Rienita, Nuswantari, 1998). Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi dua, yaitu:


(37)

a. Hepatotoksin teramalkan (tipe A).

Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin teramalkan bergantung kepada dosis pemberian (Forrest, 2006). Contoh hepatotoksin teramalkan adalah racun jamur (Amanita phalloides), karbon tetraklorida, kloroform, parasetamol

(Chandrasoma dan Taylor, 1995).

Prosesnya dikenal sebagai toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya, seperti ditunjukkan oleh karbon tetraklorida dan parasetamol. Secara tidak langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik dengan cara mengganggu jalur metabolik-khas atau mengganggu jalur ekskresi hepatik (Donatus,1992).

b. Hepatotoksin takteramalkan (tipe B).

Merupakan obat atau senyawa yang tidak bersifat toksik pada hati tetapi jika diberikan kepada orang tertentu akan dapat menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin jenis ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Contoh obat-obat yang tipe ini adalahisoniazid, halothane, dan chlorpromazine (Forrest, 2006).


(38)

D. Karbon tetraklorida

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida (Pustakalaya, 2005)

Karbon tetraklorida merupakan senyawa kimia yang dengan rumus molekul CCl4 dan memiliki rumus bangun seperti pada gambar 3. Karbon

tetraklorida merupakan cairan bening yang tidak mudah terbakar dan memiliki bau yang khas, larut dalam etanol, aseton, benzen, karbon disulfida dan memiliki kelarutan rendah dalam air (Oehha, 2000). Karbon tetraklorida pada masa lalu digunakan sebagai cairan pemebersih, bahan yang digunakan untuk pemadam kebakaran (Departement of Health and Human Services, 2005). Karbon tetraklorida merupakan cairan bening yang sangat mudah menguap dan tidak mudah terbakar Karbon tetraklorida merupakan senyawa kimia yang dikhawatirkan dapat menyebabkan karsinogen dan dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan uji (Departement of Health and Human Services, 2011).

Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian. Frezza dkk (1994) meneliti bahwa sekelompok tikus galur Sprague Dawley yang diinduksi karbon tetraklorida mengalami kematian dan terjadi kanker hati. Pada tahun 1995, penelitian mengenai hepatotoksin karbon tetraklorida dilakukan oleh Rosnalini yang meneliti mengenai optimasi dosis hepatoprotektif kurkuminoid pada tikus.


(39)

Penelitian lainnya mengenai karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin dilaporkan oleh Bulan, Pramono (2009) yang meneliti adanya perubahan kadar SGOT dan SGPT setelah diberikan rebusan daun putri malu (Mimosa pudica, Linn) pada

tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.

Karbon tetraklorida telah diketahui sebagai senyawa model yang dapat menimbulkan nekrosis hepar dan perlemakan hati pada berbagai macam spesies. Senyawa ini mudah larut dalam komponen lemak, yang mengakibatkan senyawa ini terdistribusi ke seluruh tubuh, meskipun begitu efek utama ketoksikannya adalah di hepar dengan cara pemberian apapun (Timbrell, 2008). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dapat menaikkan aktivitas serum ALT dan AST sebesar sekitar 4 kali dan 3 kali dari aktivitas serum normal. Berikut adalah tingkat kenaikan relatif dari beberapa serum enzim dari terjadinya keracunan hati.

Gambar 4. Kenaikan relatif aktivitas serum ALT dan AST (Zimmerman, 1999)

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik karena akan mengalami reaksi reduksi dehalogenasi membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (CCl3). Radikal ini kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan


(40)

dan Elstner, 1999). Kemudian radikal tersebut menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid (Gregus dan Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001).

Senyawa radikal ini juga mengakibatkan kerusakan pada organela lain yang akan menyebabkan nekrosis (kerusakan hati) (Zimmerman, 1978). Berikut ini akan digambarkan skema biotransformasi terjadinya reaksi reduksi dehalogenasi dan reaksi oksidasi dari karbon tetraklorida.

C Cl HCl Cl Cl Carbon tetrachloride O e -CYP2EI C Cl Cl Cl O2 C Cl Cl Cl

O O

-Trichloromethyl

radical Trichloromethylperoxide radical

protein or lipid

covalent binding C Cl Cl Cl H Chloroform RH R+ Lipid peroxidation O2 GSH GSSG

CCl3OH

C

Cl Cl

O

Phosgene

Toxicity Toxicity Toxicity

Gambar 5. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)


(41)

E. Metanol

Metanol (metil alkohol) yang memiliki struktur molekul CH3OH. Metanol

bersifat racun dan dapat mematikan bila ditelan. Kebutaan dapat pula terjadi karena kontak dengan kulit atau penghirupan uapnya terlalu lama. Kebutaan orang yang mencerna metanol disebabkan terbentuknya formaldehid (H2CO) yang dapat

merusakkan retina (Keenan, 1992).

Metanol adalah golongan senyawa alkohol yang paling sederhana, yang berisi satu atom karbon. Kharakteristik dari metanol adalah berupa cairan, tidak berwarna dan memiliki bau khas alkohol (Environmental Protection Agency, 1994). Metanol memiliki nilai indeks polaritas sebesar 5,1 dan termasuk senyawa yang bersifat polar (Byers, 2003). Metanol banyak digunakan sebagai larutan penyari yang digunakan pada saat maserasi. Pelarut ini diduga mampu melarutkan hampir semua komponen, baik yang bersifat polar, semi polar maupun non polar (Al-Ash’ary, Supriyanti, Zackiyah, 2010).

F. Metode Ekstraksi

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat pendeteksian analit. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada di dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak menyulitkan proses pendeteksiannya. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituen yang bersifat non polar atau agak


(42)

polar. Sementara itu, senyawa-senyawa polar dan juga senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air (Sudjadi, 2007).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI , 1995).

Metode ekstraksi memilik beberapa metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin. Dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi: pertama heksana (atau petroleum eter), kemudian kloroform (atau diklorometana), etil asetat, aseton, metanol dan akhirnya air (Heinrich dan Barnes, 2009).

Keuntungan utama metode ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam berdasarkan kelarutannya (polaritasnya) dalam pelarut ekstraksi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi suhu kamar (Heinrich dan Barnes, 2009).

Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi


(43)

digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. (Sudjadi, 1986).

G. Pengukuran Serum ALT dan AST

Sejumlah pemeriksaan sering digunakan untuk menilai cedera hati. Aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) serum, yang sering disebut uji fungsi hati, merupakan pengukuran kadar enzim-enzim yang normalnya terletak di dalam hepatosit. Oleh karena itu keberadaan keduanya dalam serum adalah tanda nekrosis sel hati dan bukan merupakan indikasi sejati fungsi hati (McPhee dan Ganong, 2010).

Kerusakan sel-sel hati dapat dilihat dari peningkatan serum aminotransferase secara signifikan yang mendahului terjadinya kenaikan jumlah bilirubin total dan alkaline phospatase. Kebanyakan dari kerusakan hati dapat terjadi satu tahun setelah pemaparan agen hepatotoksik (DiPiro dkk.,2008).

Saat terjadi nekrosis pada hepatosit, kebocoran pada associated plasma membran dapat dideteksi secara biokimia dengan cara menganalisa plasma atau serum untuk melihat enzim turunan sitosol yakni, lactate dehydrogenase (LDH),

alanine aminotransferase (ALT atau SGPT), aspartate aminotransferase (AST atau SGOT) (Gregus dan Klaaseen, 2001).


(44)

H. Landasan Teori

Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati. Kerusakan hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis (Forrest, 2006). Pada keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim ALT yang terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah. Kerusakan ini ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).

Karbon tetraklorida telah diketahui sebagai senyawa model yang dapat menimbulkan toksisitas (Timbrell, 2008). Karbon tetraklorida ini bersifat toksik karena akan mengalami reaksi reduksi dehalogenasi membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (CCl3) (Gregus dan Klaaseen, 2001). Dengan bereaksi

dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometil peroksi menginisiasi terjadinya radikal lipid. Radikal lipid ini akan menyebabkan terbentuknya lipid radikal lipid alkoksil (LO). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid (Gregus dan Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid ini yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma yang dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lainya termasuk sel hati.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Phommart (2005) menemukan adanya senyawa flavonoid dari ekstrak n-heksana dan kloroform dari daun

Macaranga tanarius L. yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan berfunsi mencegah terjadinya oksidasi. Pada tahun 2010, Adrianto melaporkan penelitian mengenai M. tanarius bahwa, ekstrak metanol-air daun tanaman M. tanarius memiliki khasiat sebagai hepatoprotektif dengan senyawa penginduksi


(45)

hepatoprotektif, hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahendra (2010) yang melaporkan bahwa infusa daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang dengan senyawa hepatotoksin parasetamol. Nugraha (2010) juga melaporkan bahwa infusa daun M. tanarius juga memiliki

khasiat sebagai efek hepatoprotektif jangka pendek dengan menginduksi parasetamol. Pada tahun 2012, Windrawati meneliti dari ekstrak metanol-air daun

M. tanarius yang memiliki efek hepatoprotektif jangka panjang.

I. Hipotesis

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., memiliki efek


(46)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L., terhadap tikus jantan merupakan jenis penelitian

eksperimental murni diberikan pelakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan pada percobaan ini ialah: 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama 1. Variabel bebas

Lama pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius, yaitu

variasi jam pemberian ekstrak. 2. Variabel tergantung

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius, terhadap sel hati tikus yang terinduksi karbon tetraklorida,

dengan tolok ukur kuantitatif berdasarkan penurunan aktivitas serum ALT dan AST.


(47)

b. Variabel pengacau

1. Variabel pengacau terkendali

Kondisi hewan uji yaitu subyek uji yang digunakan adalah tikus galur Wistar, jenis kelamin jantan, berat badan 150-200 gram, dan umur 2-3 bulan. Frekuensi pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan

cara pemberian ekstrak secara per oral. Bahan daun M. tanarius yang

dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012, cara penyimpanan serbuk daun M. tanarius.

2. Variabel pengacau tak terkendali Kondisi patologis hewan uji.

2. Definisi operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah: a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Ekstrak daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam, dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan di oven selama 24 jam pada suhu 50 C, hingga bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.


(48)

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.

c. Jangka pendek, yaitu penelitian dilakukan dalam selang waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-200 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji berupa daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012. 2. Bahan kimia

a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan air yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Karbon tetraklorida (Merck) sebagai hepatotoksin yang berupa cairan, tidak berwarna, berbau khas yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(49)

c. CMC-Na sebagai pelarut ekstrak kental dari daun M. tanarius berupa

sebuk, berwarna putih yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta d. Bahan pensuspensi karbon tetraklorida adalah olive oil (Bertolli) yang

berupa minyak.

e. Olive oil sebagai kontrol negatif.

f. Blanko pengujian ALT dan AST menggunakan aqua bidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas, Jakarta) yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Dasar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

g. Reagen DyaSyss untuk mengukur aktivitas serum ALT dan AST berupa

reagen SGPT dan SGOT. h. Serum ALT

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum ALT DyaSyss.

Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum ALT adalah sebagai berikut: R1: TRIS pH 7,15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (lactatedehydrogenase) 2300 U/L R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L


(50)

i. Serum AST

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum AST DyaSyss. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum AST adalah sebagai berikut: R1: TRIS pH 7,65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH(malatedehydrogenase) 800 U/L

LDH(lactatedehydrogenase) 1200 U/L R2: 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13mmol/L

D. Alat Penelitian

1. Peralatan pembuatan serbuk kering daun M. tanarius antara lain: oven

(Memmert), mesin penyerbuk (Retsch) timbangan elektrik.

2. Peralatan pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius antara lain:

timbangan elektrik, seperangkat alat gelas berupa Erlenmeyer, labu ukur, Bekker glass, gelas ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass),

cawan porselin, shaker (maserator), kertas saring, corong Buchner, vaccum pump, vaccum rotary evaporator, oven.

3. Peralatan uji hepatoprotektif antara lain: peralatan gelas, seperti Bekker glass, labu ukur, batang pengaduk, gelas ukur, tabung reaksi, timbangan elektrik,


(51)

pipa kapiler, effendorf, spuit injeksi per oral 5 ml dan 10 ml untuk tikus, spuit injeksi intra peritonial 3 ml, stopwatch, vortex, sentrifuge, mikro pipet, mikro vitalab (Microlab 200, Merck).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan

ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan batang yang dilakukan secara

benar sesuai dengan buku acuan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar

dan berwarna hijau, tidak berlubang yang dipetik dari Kebun Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk

Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih

daun diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah

terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.


(52)

4. Pembuatan ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Sebanyak 10 gram serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi, dimasukkan dalam vaccum rotary evaporator untuk menguapkan metanol dan mendapatkan ekstrak kemudian dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50° C untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan

bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 3,77 g. 5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol : air daun M. tanarius kental yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

� � − � � = . 1 + . 2 + . 3 + . 4 + . 5 + . 6 6

Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata rendemen ekstrak. percawannya yaitu 3,77 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai. Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta


(53)

dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya (gram) dalam labu ukur dengan pelarut yang sesuai CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4%b/v (Andini, 2010).

6. Penetapan dosis ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol : air daun M. tanarius adalah :

D x BB = C x V

D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5 ml D = x mg/kg BB

Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis tertinggi.

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian diencerkan dengan olive oil dengan perbandingan 1:1 sampai volume tertentu sehingga diperoleh konsentrasi akhir sebesar 50%.


(54)

8. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi tetapi tidak menimbulkan kematian. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat, Al-Merie (2003), bahwa dosis 2 ml/kg BB karbon tetraklorida dalam olive oil dengan

perbandingan karbon tetraklorida : oilve oil 1:1, terbukti mampu

meningkatkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus bila diberikan secara intra peritonial (i.p).

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Berdasarkan penelitian Janakat, Al-Merie (2003) meunjukkan bahwa aktivitas GPT serum tikus terangsang karbon tetraklorida 2 mg/kg BB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun. Pengukuran ada jam ke-24 dilakukan untuk mengetahui profil kenaikan serum GPT sebelum jam ke-48.

c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Lama waktu pemejanan ekstrak metanol : air daun M. tanarius dilakukan

pada waktu jam ke-½, 1, 2, 4 dan 6 kemudian setelah ½, 1, 2, 4 dan 6 jam dipejankan senyawa hepatotoksin karbon tetraklorida, kemudian diukur


(55)

aktivitas ALT dan AST-nya sesuai hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah.

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 40 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam delapan kelompok sama banyak. Kelompok I merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu hepatotoksin karbon tetraklorida dengan dosis 3840 mg/kg BB secara intra peritonial. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kg BB secara per oral. Kelompok IV-VIII diberikan

ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840 mg/kg BB,

kemudian secara berturut-turut pada ½, 1, 2, 4, dan 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kg BB. Pada jam ke-24 setelah diberi karbon tetraklorida semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis pada mata tikus, kemudian ditampung dalam Effendorf untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Darah disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan bagian supernatannya diambil.

10.Penetapan aktivitas ALT-AST serum

Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT dan AST serum adalah Mikro vitalab 200. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370 C, dengan faktor koreksi, dan dinyatakan dengan satuan U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium


(56)

Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Analisis aktivitas serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum atau plasma dengan 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II dan didiamkan selama operating time selama satu menit

kemudian divortex dan dibaca resapan setelah dua menit. Untuk analisis fotometri dengan AST serum dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum atau plasma dengan 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II dan didiamkan selama operating time selama satu menit kemudian

divortex dan dibaca resapan setelah dua menit. 11.Perhitungan Efek Hepatoprotektif

Hasil resapan aktivitas serum ALT dan AST yang dilakukan pengujian besarnya efek hepatoprotektif yang dinyatakan dalam persen (%). Perhitungan mengenai besarnya efek hepatoprotektif dapat dihitung menggunakan rumus:

� � � / ℎ � � − � � � / � �

� � � / ℎ � �

x 100%

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk

mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (ANOVA one way)

dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan


(57)

antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Tetapi bila distribusi tidak normal dilakukan analisis dengan

Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar

kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitney untuk melihat


(58)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. sebagai hepatoprotektor tikus

yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) dengan pemberian jangka pendek.

Selain itu penelitian ini sebagai kelanjutan dari penelitian sebelumnya mengenai efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M.tanarius namun

menggunakan hepatotoksin karbon tetraklorida. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dilakukan beberapa pengujian. Aktivitas ALT dan AST dari serum tikus yang diteliti dijadikan sebagai tolak ukur pengujian kuantitatif.

A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi tanaman

Penelitian dengan tema penggunaan tanaman sebagai hepatoprotektor ini menggunakan serbuk dari daun tanaman M. tanarius. Daun tanaman M. tanarius

yang didapat dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ini dilakukan determinasi. Tujuan determinasi tanaman ini supaya diketahui secara pasti tanaman yang digunakan dalam penelitian ini benar merupakan tanaman M. tanarius supaya tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan.

Pendeterminasian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang dideterminasi adalah daun, batang, bunga dan buah menggunaan buku acuan untuk mendeterminasi tanaman hingga ke tingkat spesies. Hasil yang diperoleh adalah daun, batang, buah dan bunga benar merupakan tanaman M. tanarius.


(59)

2. Pembuatan serbuk daun M. tanarius

Pembuatan serbuk daun M. tanarius diawali dengan pengambilan daun M. tanarius, kemudian dilakuan pencucian dan pensortiran daun sesuai dengan

langkah-langkah pembuatan simplisia. Pencucian bertujuan supaya daun yang diperoleh bebas dari kotoran dan debu. Penyortiran dilakukan supaya daun yang digunakan daun yang hijau dan tidak berlubang. Kemudian daun dikeringkan dibawah sinar matahari yang ditutupi kain hitam. Hal ini dilakukan supaya daun menjadi layu, namun kandungan klorofilnya tidak rusak akibat sinar matahari. Setelah daun menjadi rapuh, dipanaskan menggunakan oven sekitar 15 menit, kemudian dipisahkan daun dari tulang daun, sehingga diperoleh serpihan daun. Potongan kecil daun-daun ini kemudian diserbukkan penggunakan penyerbuk dan disaring menggunakan pengayak dengan nomor mess 40. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPOM RI.

3. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius

Penetapan kadar air dari serbuk daun M. tanarius bertujuan untuk menguji

serbuk yang dihasilkan memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yakni kadar air kurang dari 10% (Departemen Kesehatan RI, 1995). Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan pada suhu 110°C selama 15 menit. Penetapan suhu sebesar 110°C dimaksudkan agar supaya kandungan air telah menguap dan waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi persyaratan parameter standarisasi non spesifik. Dari hasil pengujian penetapan


(60)

kadar air menunjukkan bahwa serbuk daun M. tanarius memiliki rata-rata kadar

air sebesar 7,59%. Hasil pengujian ini, menunjukkan bahwa kadar air sebuk daun

M. tanarius telah memenuhi persyaratan kadar air untuk serbuk yang baik, yaitu

kurang dari 10% (Departemen Kesehatan RI, 1995).

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius Pembuatan ekstrak metanol-air dilakukan dengan metode penyarian yaitu dengan maserasi. Maserasi merupakan metode penyarian yang dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam labu erlenmeyer, yang kemudian di aduk dengan kecepatan kostan menggunakan shaker, selama kurang lebih 72 jam. Metode ini dipilih dalam metode penyarian karena peralatan yang digunakan sederhana dan cara pengerjaan serta pengoperasian alat yang mudah. Metode ini dilakukan untun menyari simplisia yang dilarutkan menggunakan pelarut tertentu.

Pemilihan pelarut ini didasarkan pada jenis kandungan zat aktif digunakan, hal ini supaya ada kecocokan antara zat akif dengan larutan penyari, sehingga zat aktif akan larut dan bercampur dengan cairan penyari. Dalam daun M. tanarius

mengandung senyawa golongan glikosida fenolik yang dapat larut di dalam air, sehingga dalam larutan penyari juga menggunakan air. Pada penelitian ini digunakan cairan penyari, yaitu campuran metanol dengan air dengan perbandingan 1:1 atau 50 ml air dan 50 ml metanol.

Menurut standar, proses ekstraksi metanol-air serbuk daun M. tanarius

menghasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental didapatkan dengan mengikuti parameter yang ada, yaitu ekstrak kental didapatkan bobot pengeringan tetap


(61)

dengan susut pengeringan sebesar 0%. Tujuan dilakukan pengukuran parameter non spesifik yaitu parameter susut pengeringan adalah untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur ± 50°C. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang setiap waktu tertentu selama 24 jam atau hingga berat menjadi konstan (dinyatakan dalam persen). Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atau rentang mengenai seberapa banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan, dimana hal ini dapat mempengaruhi bobot ekstrak yang didapatkan sehingga akan mempengaruhi konsentrasi dan dosis ekstrak. Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada perubahan bobot ekstrak sehingga diperoleh bobot pengeringan tetap yaitu pada jam ke-23 dan ke-24.

Untuk susut pengeringan ekstrak metanol air daun M. tanarius pada jam

ke-23 dan ke-24 sebesar 0% sehingga dapat diketahui pelarut penyari ekstrak sudah tidak ada atau tidak ada sisa. Dengan demikian, pada penelitian ini, waktu pengeringan 24 jam yang digunakan untuk memperoleh bobot pengeringan tetap ekstrak metanol air daun M. tanarius. Dari hasil penimbangan bobot ekstrak

didapat rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebesar 3,77% yang

dihasilkan dari 63 cawan ekstrak kental. Untuk pembuatan ekstrak kental, digunakan 1 kg serbuk kering daun M. tanarius, sehingga dapat dihasilkan ekstrak


(62)

C. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin

Pada penelitian ini jenis hepatotoksin karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida ini diberikan dengan dosis tertentu yang dapat memberikan efek terhadap hepar tikus. Adanya respon dari pemberian hepatotoksin ini ditandai dengan kenaikan tinggi serum ALT dan AST yang menandakan adanya kerusakan pada hepar tikus. Karbon tetraklorida merupakan hepatotoksin yang dapat menyebabkan terjadinya perlemakan hati atau degradasi melemak. Kenaikan serum ALT dan AST dari pemberian karbon tetraklorida dibandingkan dengan kondisi normal adalah sekitar 3-4 kali (Zimmerman, 1999). Hal ini berbeda dengan hepatotoksin yang digunakan, misalnya seperti paracetamol yang kenaikan serum ALT dan AST mencapai 10-20 kali lipat. Hal ini disebabkan karena, kemampuan parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati sampai pada tahap nekrosis akut.

Dosis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 2 ml/kg BB, dengan pelarut yang digunakan adalah olive oil. Adapun perbandingan yang digunakan

adalah 1:1. Penetapan dosis ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat, Al-Merie (2003). Pada penelitian ini, pemberian CCl4 dengan dosis

2 ml/kg BB diberikan secara intraperitonial.

2. Penentuan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

Penetapan dosis yang digunakan, didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Windrawati (2013) dimana dosis ini memiliki efek hepatoprotektif yang paling


(63)

baik. Selain itu, penetapan dosis juga berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adrianto (2010). Dosis yang digunakan sebesar 3840 mg/kgBB yang diberikan secara peroral dengan pelarut yang digunakan adalah CMC Na. Pelarut CMC Na yang digunakan 1 gram dalam 1 ml aquadest yang kemudian dicampurkan dengan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Pada penelitian dengan waktu jangka pendek dilakukan penentuan waktu pencuplikan darah pada rentang waktu tertentu, yaitu 24 jam dan 48 jam. Hal ini bertujuan untuk melihat keefektifan hepatotoksin dalam bekerja dan memberikan respon maksimal pada dosis 2 ml/kg BB. Dari pengujian ini akan didapatkan waktu optimal terjadinya peningkatan serum ALT dan AST. Karbon tetraklorida diujikan pada tikus dengan dosis 2 ml/kg BB dengan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 dan 48. Namun sebelum hepatotoksin diujikan, serum darah tikus diambil dahulu dan sebagai jam ke-0. Hal ini bertujuan supaya dapat dibandingkan sebelum diberikan senyawa uji dan setelah diberi perlakuan. Hasil yang didapatkan dari pengujian ini adanya aktivitas serum ALT yang dapat dilihat pada tabel I serta gambar VI.

Tabel I. Aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

0 73,2 ± 12,9

24 246,4 ± 17,0

48 102,0 ± 14,6


(64)

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Dari data tabel I dan gambar VI diagram batang tersebut, diketahui bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke 0 sebelum perlakuan, jam ke-24 dan jam ke-48 secara berturut-turut adalah 73,2 ± 12,9; 246,4 ± 17,0 dan 102,0 ± 14,6 U/L. Dapat diketahui bahwa aktivitas serum ALT pada pencuplikan darah jam ke-24 dengan pemberian perlakuan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB lebih tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke 0 dan jam ke-48.

Pada pencuplikan darah 24 jam didapatkan peningkatan serum ALT 3-4 kali dari nilai normal yang dibandingkan terhadap jam ke-0 (73,2 ± 12,9U/L). Pada pencuplikan darah 48 jam mengalami kenaikkan serum ALT hampir 2 kali dari nilai normal, karena peningkatan aktivitas serum ALT tertinggi sudah memenuhi kriteria terjadinya hepatotoksisitas, dan pada jam ke-48 sudah terjadi penurunan aktivitas ALT dan maka tidak dilakukan lagi pengukuran pencuplikan


(65)

darah pada jam ke-72. Selain itu dari uji statistik, dapat diketahui bahwa kenaikan serum AST pada jam ke-24, menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan data pada jam ke-0 dan ke-48 yang dapat dilihat pada tabel III.

Tabel II. Aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu (jam) Purata Aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 151,2 ± 14,2

24 596,2 ± 25,3

48 188,6 ± 3,2

Keterangan: SE = Standard Error

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam


(66)

Untuk data tabel II dan gambar VII dari aktivitas serum AST juga menunjukkan adanya peningkatan pada pencuplikan darah 24 jam dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke-0 dan jam ke-48. Dapat diketahui bahwa aktivitas serum AST pada jam ke 0 sebelum perlakuan, jam ke-24 dan jam ke-48 secara berturut-turut adalah 151,2 ± 14,2 U/L; 596,2 ± 25,3 U/L dan 188,6 ± 3,2 U/L. Nilai AST menggambarkan adanya kenaikan aktivitas serum AST pada jam ke-24 sebesar 3-4 kali dari nilai normal AST-serum yang dibandingkan terhadap jam ke-0 (151,2 ± 14,2 U/L), sedangkan pada jam ke-48, kenaikan aktivitas serum sebesar 1-2 kali dari jam ke-0. Pada jam ke-48 sudah terjadi penurunan aktivitas serum. Maka, dari data tersebut, kenaikan serum yang paling tinggi adalah pada jam ke-24. Kenaikan 3-4 kali sudah dapat dikategorikan terjadinya hepatotoksisitas. Berikut ini, hasil statistik perbedaan kenaikan akivitas serum ALT pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48.

Tabel III. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48

BB= berbeda bermakna (p<0,05); TB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Dari tabel tersebut, terdapat kenaikan aktivitas serum ALT yang menunjukkan perbedaan yang bermakna pada waktu pencuplikan darah jam ke-24 bila dibandingkan dengan jam ke-0 dan 48.

ALT Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB TB

Jam ke-24 BB BB


(1)

Jam 4 -300.00000* 27.96736 .000 -417.5566 -182.4434 Jam 6 -69.20000 27.96736 .635 -186.7566 48.3566 Dosis 3840

mg/kg

Kontrol CCl4 -424.60000* 27.96736 .000 -542.1566 -307.0434 Kontrol olive oil 53.00000 27.96736 .883 -64.5566 170.5566 kontrol metanol 63.00000 27.96736 .744 -54.5566 180.5566 Jam 1/2 -99.40000 27.96736 .166 -216.9566 18.1566

Jam 1 -259.40000* 27.96736 .000 -376.9566 -141.8434 Jam 2 -258.00000* 27.96736 .000 -375.5566 -140.4434 Jam 4 -237.00000* 27.96736 .000 -354.5566 -119.4434 Jam 6 -6.20000 27.96736 1.000 -123.7566 111.3566 Jam 1/2 Kontrol CCl4 -325.20000* 27.96736 .000 -442.7566 -207.6434

Kontrol olive oil 152.40000* 27.96736 .003 34.8434 269.9566 kontrol metanol 162.40000* 27.96736 .001 44.8434 279.9566

Dosis 3840

mg/kg 99.40000 27.96736 .166 -18.1566 216.9566 Jam 1 -160.00000* 27.96736 .002 -277.5566 -42.4434 Jam 2 -158.60000* 27.96736 .002 -276.1566 -41.0434 Jam 4 -137.60000* 27.96736 .010 -255.1566 -20.0434 Jam 6 93.20000 27.96736 .235 -24.3566 210.7566 Jam 1 Kontrol CCl4 -165.20000* 27.96736 .001 -282.7566 -47.6434 Kontrol olive oil 312.40000* 27.96736 .000 194.8434 429.9566 kontrol metanol 322.40000* 27.96736 .000 204.8434 439.9566

Dosis 3840

mg/kg 259.40000

*

27.96736 .000 141.8434 376.9566 Jam 1/2 160.00000* 27.96736 .002 42.4434 277.5566 Jam 2 1.40000 27.96736 1.000 -116.1566 118.9566 Jam 4 22.40000 27.96736 1.000 -95.1566 139.9566 Jam 6 253.20000* 27.96736 .000 135.6434 370.7566 Jam 2 Kontrol CCl4 -166.60000* 27.96736 .001 -284.1566 -49.0434 Kontrol olive oil 311.00000* 27.96736 .000 193.4434 428.5566


(2)

kontrol metanol 321.00000* 27.96736 .000 203.4434 438.5566 Dosis 3840

mg/kg 258.00000

*

27.96736 .000 140.4434 375.5566 Jam 1/2 158.60000* 27.96736 .002 41.0434 276.1566 Jam 1 -1.40000 27.96736 1.000 -118.9566 116.1566 Jam 4 21.00000 27.96736 1.000 -96.5566 138.5566 Jam 6 251.80000* 27.96736 .000 134.2434 369.3566 Jam 4 Kontrol CCl4 -187.60000* 27.96736 .000 -305.1566 -70.0434 Kontrol olive oil 290.00000* 27.96736 .000 172.4434 407.5566 kontrol metanol 300.00000* 27.96736 .000 182.4434 417.5566

Dosis 3840

mg/kg 237.00000

*

27.96736 .000 119.4434 354.5566 Jam 1/2 137.60000* 27.96736 .010 20.0434 255.1566 Jam 1 -22.40000 27.96736 1.000 -139.9566 95.1566 Jam 2 -21.00000 27.96736 1.000 -138.5566 96.5566 Jam 6 230.80000* 27.96736 .000 113.2434 348.3566 Jam 6 Kontrol CCl4 -418.40000* 27.96736 .000 -535.9566 -300.8434

Kontrol olive oil 59.20000 27.96736 .803 -58.3566 176.7566 kontrol metanol 69.20000 27.96736 .635 -48.3566 186.7566

Dosis 3840

mg/kg 6.20000 27.96736 1.000 -111.3566 123.7566 Jam 1/2 -93.20000 27.96736 .235 -210.7566 24.3566

Jam 1 -253.20000* 27.96736 .000 -370.7566 -135.6434 Jam 2 -251.80000* 27.96736 .000 -369.3566 -134.2434 Jam 4 -230.80000* 27.96736 .000 -348.3566 -113.2434 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets AST

Scheffe


(3)

1 2 3 4 kontrol metanol 5 1.0860E2

Kontrol olive oil 5 1.1860E2

Dosis 3840 mg/kg 5 1.7160E2 1.7160E2 Jam 6 5 1.7780E2 1.7780E2

Jam 1/2 5 2.7100E2

Jam 4 5 4.0860E2

Jam 2 5 4.2960E2

Jam 1 5 4.3100E2

Kontrol CCl4 5 5.9620E2

Sig. .635 .166 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Means

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

AST *

Kelompok_perlakuan 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

ANOVA Table Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. AST *

Kelompok_perlakua n

Between Groups

(Combined)

1176335.511 8 147041.939 75.197 .000 Within Groups 70395.600 36 1955.433

Total 1246731.111 44 Measures of Association

Eta Eta Squared AST * Kelompok_perlakuan .971 .944


(4)

Lampiran 7. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius Keterangan (gram) Cawan 1 Cawan 2 Cawan 3 Cawan 4 Cawan 5 Cawan 6 Cawan

kosong 60,42 58,85 59,10 53,08 58,86 59,11

Cawan +

ekstrak 64,16 62,69 62,90 56,84 62,56 62,90

Rendemen 3,74 3,84 3,80 3,76 3,70 3,79

� � − � � = . 1 + . 2 + . 3 + . 4 + . 5 + . 6 6

=3,74 + 3,84 + 3,80 + 3,76 + 3,70 + 3,79 6

= 3,77 g

Sebanyak 1 kg serbuk kering daun M. tanarius menghasilkan 63 cawan ekstrak

kental dengan rata-rata rendemen 3,77 gram ekstrak kental.

Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Cawan

Berat cawan kosong (gram)

Jam ke 0

10.00 5 15.00 10 20.00 21 07.00 22 08.00 23 09.00 24 10.00

1 60,42 Berat

ekstrak (gram)

129,17 110,30 99,57 64,54 64,26 64,16 64,16

2 53,08 129,04 111,06 99,88 57,34 56,96 56,84 56,84


(5)

Lampiran 8. Perhitungan kadar air – gravimetri

Bobot Sebelum Sesudah Kadar air

Replikasi 1 5,008 4,628 7,59 %

Replikasi 2 5,002 4,615 7,74 %

Replikasi 3 5,001 4,629 7,44 %

Rata-rata 7,59 %

Perhitungan Kadar Air

 Replikasi 1 Kadar air = − x 100%

= 5,008−4,628

5,008 x 100%

= 7,59%

 Replikasi 2 Kadar air = − x 100%

= 5,002−4,615

5,002 x 100%

= 7,74%

 Replikasi 3 Kadar air = − x 100%

= 5,001−4,629

5,001 x 100%


(6)

BIOGRAFI

Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif

Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L. Terhadap Tikus Terinduksi

Karbon Tetraklorida” memiliki nama lengkap Maria Rosalia Biri Koni Tiala, merupakan anak ketiga pasangan Damianus Tiala dan Ritta Magrita Deske Oleng. Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 20 Maret 1990. Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu TK Negeri 1 Sleman, Yogyakarta (1995-1996), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri Percobaan 2 Depok, Sleman, Yogyakarta (1996-2002). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SLTP Pangudi Luhur 1, Timoho Yogyakarta (2002-2005), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 9 Yogyakarta (2005-2008). Penulis kemudian melanjutkan belajar bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada (2008), setelah itu melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Semasa menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik dalam fakultas maupun di luar fakultas. Penulis menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa pada tahun 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Farmakognosi Fitokimia I (2010), Asisten Praktikum Farmakologi (2011), Asisten Praktikum farmakognosi Fitokimia I (2012) dan Asisten Praktikum Farmakologi- Toksikologi (2012).


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang.

0 1 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek.

0 1 111

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida: kajian terhadap praperlakuan jangka waktu 30 menit.

0 3 114

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 123

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida: kajian terhadap praperlakuan jangka waktu 30 menit - USD Repository

0 1 112

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek - USD Repository

0 0 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang - USD Repository

0 0 107