Kajian Teori LANDASAN TEORI

10

BAB II LANDASAN TEORI

Bab II dalam penelitian ini membahas empat pokok bahasan yaitu kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

A. Kajian Teori

Kajian teori akan membahas empat pokok bahasan. Keempat pokok bahasan yang dibahas yaitu tes hasil belajar, kontruksi tes hasil belajar, pengembangan tes hasil belajar, dan taksonomi Bloom yang direvisi. 1. Tes Hasil belajar a Definisi tes hasil belajar Tes hasil belajar merupakan penggabungan dari kata tes dan hasil belajar. Tes menurut Sulistyorini 2009: 86 merupakan istilah dari bahasa Prancis kuno yaitu kata testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Bukhori dalam Sulistyorini, 2009: 86 menjelaskan bahwa tes merupakan suatu percobaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Pengertian tes lainnya adalah suatu cara unutk melakukan penilaian yang bentuknya seperti tugas yang wajib dikerjakan siswa dengan tujuan mendapatkan data tentang nilai dan prestasi siswa yang bersangkutan Suwandi, 2010: 39. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat pengumpul informasi hasil belajar siswa dengan cara memberikan tugas yang wajib dikerjakan siswa yang bersangkutan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Purwanto 2009: 44-45 memaparkan bahwa hasil belajar berasal dari dua kata yang berbeda yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil berarti suatu perolehan yang merupakan akibat dari dilakukannya suatu aktivitas tertentu atau proses yang mengakibatka n perubahan input secara fungsional. Kata “belajar” sendiri merupakan usaha yang dilakukan seseorang agar terjadi perubahan perilaku pada orang yang bersangkutan. Hasil belajar menurut arti setiap katanya berarti sebuah perubahan yang terjadi pada seseorang dalam segi sikap dan tingkah laku sebagai dampak dari suatu aktivitas yang dilakukan orang yang bersangkutan tersebut. Hasil belajar sendiri dapat berbentuk nilai atau pun sebuah karya. Purwanto 2009: 56 menambahkan bahwa tes hasil belajar merupakan salah satu alat ukur yang mengukur penampilan maksimal seseorang dalam hal ini seorang siswa. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah sebuah alat ukur yang menguji kemampuan siswa setelah melakukan usaha untuk merubah perilaku siswa tersebut. b Jenis tes Suwandi 2010: 40 memaparkan bahwa tes dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada dasar yang digunakan. Dasar yang digunakan dalam menentukan jenis tes antara lain berdasarkan individu yang dites, jawaban yang dikehendaki, penyusunnya, pengukur keberhasilan, dan bentuk tes. Berikut penjabaran jenis- jenis tes menurut Suwandi: 1. Jenis tes menurut individu yang dites Tes semacam ini merupakan tes yang berdasar pada jumlah individu yang akan dites. Tes jenis ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tes individual dan tes kelompok. Tes individual berarti kegiatan tes yang hanya akan dihadapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI oleh seorang siswa, sedangkan tes kelompok berarti tes yang harus dihadapi sejumlah kelompok misalnya satu kelas Suwandi, 2010: 40. 2. Jenis tes menurut jawaban Tes menurut jawaban berarti tes ini berdasarkan pada jawaban yang dikehendaki yang diberikan siswa. Tes semacam ini dapat dibedakan ke dalam tes perbuatan dan tes verbal. Tes perbuatan merupakan tes yang menuntut respon dari siswa berupa tingkah laku yang melibatkan gerakan otot dengan kata lain tes ini berkaikan dengan aspek psikomotor. Berbeda dengan tes perbuatan, tes verbal merupakan tes yang menghendaki jawaban siswa berupa tingkah laku verbal yaitu jawaban berupa bahasa yang berisi kata-kata dan kalimat. Tes verbal sendiri dibagi lagi menjadi tes tertulis dan tes lisan Suwandi, 2010: 40-41. 3. Jenis tes menurut penyusunannya Tes menurut penyusunnya merupakan tes yang melihat susunan suatu tes. Tes jenis ini dibedakan ke dalam tes buatan guru dan tes standar. Tes buatan guru berarti tes yang dibuat oleh guru kelas itu sendiri. Tes seperti ini bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan setelah proses pengajaran selesai. Keunggulan tes semacam ini adalah guru dapat mengukur keberhasilan siswa dalam memahami materi, sedangkan kekurangnya adalah kurangnya pengujian terhadap soal yang diteskan, sehingga taraf ketepercayaan tes yang dibuat guru sering dianggap rendah. Kebalikan dengan tes buatan guru, tes standar adalah tes yang telah distandarkan. Tes standar sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tes bakat aptitude test dan tes prestasi achievement test. Tes bakat dan tes prestasi sendiri sebenarnya saling tumpang tindih, namun tes yang biasanya lebih sering dipakai adalah tes prestasi. Tes standar memilki kelebihan yaitu dapat dipergunakan di semua sekolah dan kelayakan, kesahihan, serta kepercayaan tes ini sudah terbukti Suwandi, 2010: 41-44. 4. Jenis tes pengukur keberhasilan Tes semacam ini umumnya digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar Suwandi, 2010: 44. Ada empat tes yang terdapat dalam jenis tes ini yaitu a tes kemampuan awal; b tes diagnostik; c tes formatif; dan d tes sumatif. Penjabaran keempat tes ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a Tes kemampuan awal merupakan tes yang dilakukan sebelum siswa mengalam proses belajar. Tes ini dibagi menjadi tiga macam yaitu pretes yang merupakan tes kemampuan awal bagi siswa dengan maksud untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum memulai proses belajar, lalu tes prasyarat yang merupakan tes yang dilakukan sebelum seseorang melakukan pendidikan tertentu dengan maksud untuk mengetahui kemampuan atau keterampilan tertentu yang dimiliki orang tersebut, dan yang terakhir adalah tes penempatan yang bertujuan mengetahui tingkat kemampuan siswa untuk kemudian menempatkannya pada tingkat kemampuan yang sesuai Suwandi, 2010: 44-45. b Tes diagnostik yang mana dilakukan sebelum atau selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Tes ini bertujuan untuk menemukan bahan-bahan pelajaran yang dirasa masih sulit untuk dipahami siswa. Informasi yang didapat dari tes tentang kelemahan siswa akan menjadi pedoman dasar untuk menyusun program remedial Suwandi, 2010: 45-46. c Tes formatif merupakan tes yang dilakukan selama kegiatan belajar mengajar masih berlangsung, lebih tepatnya dilakukan pada setiap akhir satuan bahasan. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur tingkat kemampuan dari siswa dalam mencapai tujuan yang berkaitan dengan pokok bahasan yang baru diselesaikan. Informasi yang didapat dari tes ini berguna untuk menilai efektivitas kegiatan pengajaran yang dilakukan Suwandi, 2010: 46. d Tes sumatif yang merupakan tes yang dilakukan setelah semua kegiatan belajar mengajar selesai. Tes semacam ini pada umumnya dilkaukan pada ujian akhir semester. Tes ini mencakup seluruh bahan pelajaran diajarkan pada satu semester. Tes sumatif sendiri dilakukan pada setiap akhir semester sebagai ujian akhir semester Suwandi, 2010: 46-47. 5. Jenis tes berdasarkan bentuknya Tes berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua yaitu tes esai dan tes obyektif Suwandi, 2010: 47. Berikut penjabaran dari kedua tes tersebut: a Tes Esai Tes esai sendiri merupakan suatu bentuk pertanyaan yang jawabannya dituntut dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri. Tes ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tes esai adalah tes ini memungkinan siswa menunjukkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan, lalu menganalisis, menghubungkan, dan bahkan mengevaluasi sebuah informasi baru. Tes ini juga memungkinan siswa unutk menghubungkan fakta-fakta dan konsep yang mereka punya atau pelajari lalu mengkoherensikannya dengan pemikiran yang logis. Kelemahan dari tes esai ini yaitu cakupan materi yang ditanyakan terbilang terbatas Suwandi, 2010: 47-48. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b Tes Obyektif Bentuk tes lainnya adalah tes obyektif yang juga sering disebut sebagai tes jawab singkat. Tes ini memungkinan siswa hanya menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu sebagai perwakilan alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan. Jawaban pada tes obyektif bersifat pasti dengan kata lain hanya ada satu kemungkinan jawaban benar. Siswa yang tidak menjawab jawaban yang sudah seharusnya dengan kata lain jawaban yang benar, maka akan dinyatakan salah. Jenis tes obyektif yang banyak dipergunakan adalah tes jawaban benar-salah true-false pilihan ganda multiple choice, isian completion, serta menjodohkan matching. Tes jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan instrumen yang menilai kemampuan berpikir rendah yaitu kemampuan mengingat, sedangkan tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami Suwandi, 2010: 48-49. Materi yang dicakup pada pilihan ganda cenderung luas, namun pilihan ganda memiliki kelemahan yaitu siswa tidak dapat mengembangkan sendiri jawaban mereka namun cenderung hanya memilih jawaban yang benar. Siswa yang tidak tahu jawaban mana yang benar, maka siswa tersebut hanya akan menerka jawaban mana yang benar dan memilihnya. Kelemahan pilihan ganda yang lain adalah kurang mampu memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan balik bagi guru, sehingga pilihan ganda kurang dianjurkan untuk dipakai dalam penilaian kelas. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes obyektif cukup efisien sebagai alat ukur kemampuan siswa, namun perlu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adanya modifikasi agar siswa mampu berpikir tingkat tinggi sampai ke tahap create Suwandi, 2010: 49-50. 2. Konstruksi Tes hasil Belajar Kontruksi tes hasil belajar meliputi tiga pokok bahasan. Ketiga pokok bahasan yang dimaksud adalah validitas, reliabilitas, dan karakteristik butir soal. Ketiganya memiliki peran penting dalam pembuatan tes hasil belajar. Tes hasil belajar akan baik tergantung ketiga pokok bahasan konstruksi tes tesebut, penjabaran dari ketiga pokok bahasan dalam konstruksi tes hasil belajar tersebut yaitu: a Validitas Validitas menurut Mardapi 2008: 16 adalah suatu penafsiran skor sebuah tes seperti yang tercantum dalam tujuan penggunaan tes. Berbeda dengan Mardapi, Suwarto 2013: 94 memaparkan bahwa validitas adalah pertimbangan yang paling pokok di dalam pengembangan dan pengevaluasian tes, sedangkan Grondund dalam Sukardi, 2008: 30 mengatakan bahwa validitas sendiri merupakan ketepatan interprestasi yang dihasilkan dari skor tes atau instrumen evaluasi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa validitas merupakan suatu pertimbangan pokok dalam mengembangkan tes yang terfokus pada ketepatan interprestasi yang dihasilkan dari skor tes tersebut. Proses validitas sendiri melibatkan pengumpulan bukti untuk menyediakan penjelasan yang ilmiah. Validitas sendiri prosesnya dimulai dari pengajuan sebuah pernyataan yang eksplisit mengenai interprestasi-interprestasi dari suatu skor atau nilai tes. Pernyataan dalam validitas diajukan bersamaan dengan arti relevansi dari interprestasi tersebut. Interprestasi yang diajukan merujuk pada gagasan atau konsep yang akan diukur melalui sebuah tes. Saat proses validitas berlangsung, serta semua bukti baru mengenai arti dari suatu nilai tes telah ditemukan, maka tes tersebut mungkin memerlukan suatu revisi. Hal yang memerlukan revisi adalah kerangka kerja konseptual serta semua gagasan yang merupakan dasar suatu tes Suwarto, 2013: 94-95. Validitas dibedakan menjadi empat, yaitu 1 validitas isi; 2 validitas konstruk; 3 validitas konkruen atau kesejajaran; dan 4 validitas ramalan atau prediksi Sukardi, 2012: 122. Widoyoko 2009: 129 memaparkan bahwa keempat validitas tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu validitas internal internal validity dan validitas eksternal external validity. Validitas internal terdiri dari validitas isi dan validitas konstruk sedangkan validitas eksternal terdiri dari validitas kesejajaran dan validitas ramalan atau prediksi. 1 Validitas isi Validitas isi menurut Azwar 2014: 42 adalah validitas yang dilakukan lewat pengujian kelayakan isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgement. Pengujian validitas isi sendiri dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan Widoyoko, 2009: 129. Validitas isi sendiri sering dijelaskan melalui validitas tampang dan validitas logis. Validitas tampang merupakan proses validasi dari pemeriksaan terhadap butir soal tes untuk membuat kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek yang relevan. Validitas logis sering juga disebut validitas pencuplikan yang menuntut batasan terhadap kawasan perilaku yang akan diukur dan suatu desain logis yang mencakup kawasan perilaku yang diukur Widoyoko, 2009: 130-131. Validitas isi dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebuah tes berarti menguji dengan cara membandingkan antara indikator dengan soal yang dibuat. 2 Validitas konstruk Margono 2010: 187 memaparkan bahwa validitas konstruk adalah alat ukur yang dipakai pada instrumen yang mengandung definisi operasional yang tepat dari suatu konsep teori. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruk apabila tes tersebut mengukur aspek berpikir sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Validitas ini mengukur sebuah konsep yang mana berkaitan apa tidaknya antara aspek-aspek dalam tes. Validitas konstruk menurut pengertian diatas berarti merupakan alat ukur yang mengukur kesesuaian tingkat kognitif dengan indikator yang ada. 3 Validitas kesejajaran Validitas kesejajaran dapat dikatakan dimiliki oleh sebuah tes apabila hasilnya sesuai dengan kriteria yang sudah ada Widoyoko, 2009: 132. Hal ini berarti tes tersebut memiliki kesejajaran dengan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Validitas semacam ini biasanya derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat. Penentuan validitas kesejajaran dengan membangun analisis hubungan atau pembedaan Sukardi, 2008: 34. 4 Validitas prediksi Validitas terakhir adalah validitas prediksi yang berarti memperkirakan mengenai suatu hal yang akan terjadi pada waktu yang akan datang tes Widoyoko, 2009: 132-133. Perolehan validitas ini melalui pengambilan skor kriteria dan waktunya tidak bersamaan saat pengambilan skor tes. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa validitas kesejajaran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan validitas prediksi mengukur suatu instrumen menggunaka acuan sebuah kriteria. b Reliabilitas Suwarto 2013: 101 memaparkan bahwa tes merupakan alat ukur dan alat ukur yang reliabel merupakan suatu alat ukur yang tetap atau tidak berubah-ubah hasil pengukurannya serta dapat diandalkan. Tes dianggap reliabel apabila tes tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur Kountur, 2003: 156. Reliabilitas menaksir ketelitian serta ketepatan dari sebuah instrumen. Arti reliabilitas sendiri adalah tingkat ketepatan, keajegan, atau kemantapan, dengan kata lain suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai reliabilitas tinggai atau dapat dipercaya apabila alat ukut tersebut mantap. Mantap yang dimaksud adalah alat ukur tersebut stabil dan dapat diandalkan serta dapat digunakan untuk meramalkan. Suwarto 2013: 101 melanjutkan bahwa realibilitas tidak hanya sebagai tingkat ketepatan, namun juga sebagai tingkat konsistensi suatu alat ukur. Hasil pengukuran yang berulang tentang terhadap konsep materi yang sama namun hasil skor yang didapat sama itu berarti reliabilitas tes tersebut sudah sempurna. Sampai saat ini belum pernah didapatkan alat ukur yang memiliki reliabilitas yang sempurna dalam praktik sehari-hari. Kendati demikian reliabilitas tetap harus diuji agar suatu alat ukur atau tes dapat terbukti mutunya. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas adalah faktor penting dalam pembuatan soal yang bermutu sehingga soal tersebut dapat mengukur kemampuan siswa dengan tepat. Arikunto 2012: 104 menjelaskan bahwa untuk mengetahui reliabilitas suatu tes dapat dilihat dari kesejajaran hasil uji coba tes tersebut. Cara mencari besar reliabilitas ada tiga yaitu dengan menggunakan metode bentuk pararel, metode tes ulang, dan metode belah dua. Berikut penjelasan ketiga cara mencari besar reliabilitas: 1 Metode bentuk pararel merupakan cara untuk mencari reliabilitas dari tes pararel atau duah buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan sususan, namun butir soalnya berbeda. Kelemahan dari metode ini adalah pengetes harus menyusun dua seri tes. Selain itu pengetes memerlukan waktu yang lama untuk mengujicobakan tes sebanyak dua kali Arikunto, 2012: 105. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode ini tidak efektif untuk dilakukan apabila terikat oleh waktu. 2 Metode tes ulang dilakukan demi menghindari penyusunan dua seri tes. Pengetes yang menggunakan metode ini melakukan dua kali uji coba tes namun hanya mengujikan satu seri tes. Cara ini kurang baik untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan atau ingatan dan pemahaman. Hasil tes pertama dan kedua umumnya berbeda. Hasil tes kedua akan cenderung lebih baik dari pada hasil tes yang pertama. Meskipun demikian, hal tersebut tidak mempengaruhi kesejajaran hasil atau ketetapan hasil reliabilitas yang dicari Arikunto, 2012: 105- 106. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode tes ulang kurang efisien apabila terikat oleh waktu dan juga metode ini hanya mengetes pengetahuan dan pemahaman siswa saja. 3 Metode belah dua atau split-half method merupakan cara mencari reliabilitas yang mampu mengatasi kelemahan penggunaan metode bentuk pararel PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan metode tes ulang. Sama seperti metode tes ulang, pengetes menggunakan sebuah tes namun hanya diujicobakan satu kali. Namun apabila memakai metode ini, banyaknya butir soal harus genap agar dapat dibelah. Pembelahan butir soal sendiri dibagi menjadi dua. Pembelahan butir soal yang pertama yaitu membelah atas item genap dan item ganjil, sedangkan pembelahan butir soal yang kedua adalah membelah atas item awal dan item akhir Arikunto, 2012: 106-108. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode belah dua cukup efisien untuk dipakai dalam mencari reliabilitas karena waktu yang diperlukan tidak lama. c Karakteristik butir soal Karakteristik dari butir soal akan dibagi menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tersebut merupakan ciri dari tiap butir soal yang jangan dianggap remeh keberadaannya. Ketiga karakteristik butir soal tersebut ialah: 1 Daya pembeda Daya pembeda menurut Sudjana 2009: 141 dapat mengkaji butir-butir soal yang berujuan untuk mengetahui seberapa sanggup soal tersebut membedakan siswa yang tergolong memiliki prestasi tinggi dengan siswa yang tergolong memiliki prestasi rendah. Masidjo 1995: 196 menyatakan bahwa daya pembeda merupakan taraf jumlah jawaban benar siswa yang tergolong kelompok atas pandai berbeda dari siswa yang tergolong kelompok bawah kurang pandai untuk suatu item tes. Soal atau tes yang memiliki daya pembeda yang baik apabila diujikan kepada siswa yang pintar maka hasilnya akan baik sedangkan apabila diujikan kepada siswa yang dirasa kurang pintar maka hasilnya pun kurang baik. Tes yang tidak mempunyai daya pembeda akan memperoleh hasil yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah suatu cara untuk membedakan antara orang yang pandai dengan yang kurang pandai dengan memakai alat ukur berupa tes. Cara menghitung daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel kriteria dari Rose dan Stanley Sudjana, 2009: 141. Pengujian daya pembeda memilki kriteria yaitu bila jawaban salah dari kelompok siswa berprestasi rendah – jawaban salah dari kelompok siswa berprestasi tinggi sama atau lebih besar dari nilai tabel, maka butir soal itu mempunyai daya pembeda Sudjana, 2009: 143. Butir soal yang setelah diuji namun tidak memilki daya pembeda dapat diperkirakan bahwa soal tersebut terlalu mudah atau terlalu sukar untuk dikerjakan. 2 Tingkat kesulitan Daryanto 2007: 179 mengatakan bahwa tes yang baik adalah tes yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak akan merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkan soal tersebut, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menjadi penyebab siswa menjadi putus asa dalam mengerjakan soal. Masidjo 1995: 189 memaparkan bahwa tingkat kesulitan suatu tes dinyatakan dengan sebuah bilangan indeks yang disebut Indeks Kesukaran IK. Cara untuk mendapatkan soal yang baik, harus memenuhi validitas dan reliabilitas serta adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut Sulistyorini, 2009: 173. Keseimbangan dalam hal ini berarti soal yang termasuk dalam kategori rendah, sedang dan sukar memiliki bobot yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI proporsional. Berdasarkan pendapat 3 ahli maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan merupakan sebuah bilangan indeks untuk mendapat soal yang baik. Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan porsi jumlah soal mudah, sedang, dan sukar didasari dengan adanya keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah jumlah soal untuk ketiga kategori soal tersebut. Pertimbangan lainya adalah proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori soal tersebut didasarkan pada kurva normal Sudjana, 2009: 136. Soal sebagian besar memiliki tingkat kesulitan pada kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal yang mudah-sedang-sukar dapat dibuat 3-4-3, dimana 30 soal berkategori mudah, 40 soal berkategori sedang, dan 30 soal berkategori sukar. Selain perbandingan 3-4-3 soal juga dapat dibuat dengan perbandingan 25-50-25, dimana 25 soal berkategori mudah, 50 soal berkategori sedang, dan 25 soal berkategori sukar Sulistyorini, 2009: 174. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan soal sebagian besar harus pada kategori sedang, sebagian lagi pada kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Proporsi yang demikian berarti menuntut untuk membuat jumlah soal dengan kategori sedang dalam jumlah lebih banyak dari pada kategori mudah dan sukar, sedangkan kategori mudah dan sukar harus dibuat sama jumlah soalnya. 3 Analisis pengecoh Analisis pengecoh umumnya digunakan pada tes berbentuk pilihan ganda. Pengecoh merupakan pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban Purwanto, 2009: 108. Pola jawaban yang ada dalam soal diperoleh dengan menghitung banyaknya siswa yang tidak memilih pilihan antara jawaban a, b, c, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI atau d dan tidak memilih pilihan manapun. Pola jawaban soal dapat menentukan apakah pengecoh distractor dapat berfungsi atau tidak sebagai pengecoh yang baik. Pengecoh yang sama sekali tidak dipilih oleh siswa akan dianggap sebagai pengecoh yang jelek. Pengecoh tersebut dikatakan jelek karena tidak berfungsi sama sekali sebagai pengecoh sehingga tidak seorangpun yang memilih jawaban itu Daryanto, 2007: 192. Berdasarkan pendapat 2 ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengecoh merupakan pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban yang berfungsi menyesatkan siswa dalam memilih jawaban. Pengecoh yang berfungsi baik dapat dilihat melalui jumlah siswa yang memilih pengecoh tersebut. Daya tarik dari pengecoh yang besar akan membuat siswa yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan memilih pengecoh tersebut. Hal ini akan berarti pengecoh tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Daryanto 2007: 192-193 memaparkan bahwa sebuah pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila pengecoh tersebut minimal dipilih 5 siswa. Siswa yang umumnya terkecoh oleh pengecoh mempunyai kemampuan sedang atau di bawah rata-rata Suryabrata, 1997: 105. Berdasarkan pendapat 2 ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata pada umumnya tidak gampang terkecoh oleh pengecoh pada soal pilihan ganda. 3. Pengembangan tes hasil belajar Tes hasil belajar adalah dasar untuk memberikan penilaian hasil belajar yang seharusnya memiliki kemampuan secara nyata dan menimbang secara adil tingkat kemampuan siswa Purwanto, 2009: 81. Tes ini dapat dijadikan acuan bagi siswa untuk mengukur kemampuan mereka masing-masing tentang suatu meteri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tertentu. Semua alat ukur yang akan digunakan untuk menguji siswa termasuk tes hasil belajar perlu dipastikan kemampuannya mengukur secara baik. Demi mendapatkan tes hasil belajar yang berkualitas maka diperlukan prosedur pengembangan yang menjamin dalam membuat tes tersebut. Tes hasil belajar yang baik akan memperoleh data yang akurat dari siswa, maka tujuan dari pada tes hasil belajar akan tercapai. Pengumpulan data tes hasil belajar merupakan model pengumpulan data yang mana dipengaruhi cara kerja pengumpulan data tersebut dalam ilmu alam dengan cara mengukur Purwanto, 2009: 82-83. Cara kerja dalam tes berhubungan dengan prosedur dari pada pengembengan tes hasil belajar. Prosedur pengembagan tes hasil belajar menurut Purwanto 2009: 84 sendiri melibatkan tujuh kegiatan, antara lain: a. Identifikasi hasil belajar Bidang studi yang hendak diukur harus diidentifikasi terlebih dahulu dari hasil belajar siswa. Hal ini dilakukan agar peneliti tahu materi apa yang akan diteskan sesuai dengan pengetahuan yang telah diterima siswa, dengan kata lain memberikan tes hasil belajar setelah siswa tersebut belajar atau sudah mempelajari materi yang akan diteskan. Selain itu hasil belajar harus diidentifikasikan aspek apa yang akan diukur, baik ranah kognitif, afektif, dan psikomotornya Purwanto, 2009: 84. Jadi identifikasi hasil belajar dilaukan untuk mengetahui masalah yang dihadapi siswa sebagai dasar pembuatan tes. b. Deskripsi materi Objek kajian dalam hasil belajar dalam pendidikan adalah perilaku siswa dalam suatu hasil belajar. Untuk mengukur objek diperlukan pengetahuan hasil belajar siswa yang hendak diukur. Materi tentang hasil belajar dalam hal ini memegang peran penting dalam usaha memahami hasil belajar siswa yang hendak diukur kemampuannya. Data dari hasil belajar yang dikumpulkan didasarkan pada informasi yang berkaitan hasil belajar yang mana sudah dideskripsikan di dalam materi. Macam data sangat ditentukan oleh uraian materi tentang hasil belajar tersebut yang mana akan diukur datanya. Pengembangan tes hasil belajar sangat ditentukan pada materi. Data dari hasil belajar yang ingin dikumpulkan didasarkan pada semua informasi mengenai hasil belajar yang mana sudah dideskripsikan terlebih dahulu di dalam materi. Hal itu berarti uraian materi tentang hasil belajar yang akan diukur datanya akan menentukan data yang bervariasi. Materi sendiri akan menjadi acuan dalam pengumpulan data serta dalam memahami hasil belajarPurwanto, 2009: 84-85. Oleh karena itu apabila data yang dikumpulkan merupakan data tentang hasil belajar maka materi yang bersangkutan akan dikembangkan. c. Pengembangan spesifikasi Pengembangan spesifikasi tes hasil belajar oleh dua atau lebih pengembang developer akan menghasilkan tes hasil belajar yang sama kualitasnya. Adanya spesifikasi akan memungkinkan bagi satu pengembang tes hasil belajar membuat dua atau lebih perangkat tes yang setara atau sama sehingga pengujian tes hasi belajar dari segi kemampuan pengukuran dapat memperoleh hasil ukur yang relatif stabil dan konsisten reliabel. Hal yang dikembangkan pada spesifikasi seperti penentuan jenis tes hasil belajar, banyaknya butir soal, waktu ujia coba, peserta uji coba, aturan penskoran, kriteria uji coba, tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus dan menyusun kisi-kisi tes Purwanto, 2009: 85-86. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan spesifikasi dilakukan dengan mempertimbangkan masalah yang dihadapi siswa. d. Menuliskan butir-butir tes dan kunci jawaban. Pembuatan tes membutuhkan sebuah rancangan sebagai dasar penulisan butir- butir tes. Rancangan dalam pembuatan tes dinamakan kisi-kisi tes. Butir soal ditulis untuk mengukur variabel dengan berpedoman pada kisi-kisi tes tersebut. Suryabrata dalam Purwanto, 2009: 87 menjelaskan bahwa pedoman-pedoman dalam tes ada delapan, yaitu 1 menyatakan soal sejelas mungkin; 2 memilih kata yang sesuai; 3 menghindari pengaturan kata yang dirasa janggal dan terlalu kompleks atau berbelit-belit; 4 memasukkan semua keterangan yang dibutuhkan dalam membuat jawaban; 5 merumuskan soal dengan tepat; 6 menghindari kata-kata yang tidak berfungsi agar tidak dimasukkan; 7 menyesuaikan taraf kesukaran soal dengan kelompok serta tujuan yang dimaksudkan; dan 8 menghindari isyarat ke arah jawaban benar yang tidak seharusnya. Spesifikasi tes hasil belajar menentukan kunci jawaban agar perolehan hasil belajar dari responden dapat objektif. Kunci jawaban setiap jenis soal berbeda tergantung bagaimana soal tersebut. Kunci jawaban untuk soal esai akan berupa uraian, namun untuk soa objektif dapat berupa pilihan dari beberapa alternatif jawaban. Kunci jawaban sendiri dibuat dengan perhitungan yang tepat disesuaikan dengan soal dari jawaban tersebut Purwanto, 2009: 91-92. Jadi harus ada kesinkronan antara soal dengan kunci jawaban yang dibuat, sehingga pembuatan kunci jawaban sendiri harus benar-benar teliti. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI e. Mengumpulkan data uji coba hasil belajar. Data uji coba hasil belajar dikumpulkan dengan mengujikan instrumen uji coba tes hasil belajar. Instrumen tes hasil belajar sendiri dikembangkan berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Data dalam uji coba berbentuk skor yang mana dihitung menurut aturan skoring uji coba. Skor-skor yang telah terkumpul akan diolah dan menjadi data uji coba hasil belajar yang dapat menjadi pedoman dalam mengukur kemampuan siswa Purwanto, 2009: 92-93. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa data uji coba akan menjadi tolak ukur dalam menentukan baik tidaknya suatu tes. f. Uji kualitas tes hasil belajar Purwanto 2009: 93-94 menjelaskan bahwa tes hasil belajar yang dibuat berdasarkan kisi-kisi umumnya mempunyai butir soal yang secara teori baik. Butir soal harus diuji coba kualitasnya agar mendapat bukti secara empiris bahwa memang butir soal tersebut baik. Uji coba kualitas ini juga dilakukan agar tes hasil belajar dijamin kelayakannya sebagai sebuah alat ukur. Hasil dari uji kualitas tes hasil belajar sebagai pemenuhan syarat dari kelayakan tes hasil belajar dan barulah tes tersebut dapat digunakan untuk mengukur atau mengumpulkan data hasil belajar. Apabila dibuat bagan, maka pengumpulan data hasil belajar dengan menguji kualitas dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Mengumpulkan Data dengan Uji kualitas Tes yang belum jelas kualitasnya Uji coba Tes berkualitas Testing Skor Nilai g. Kompilasi tes Kompilasi tes berarti memilah butir soal yang telah diuji coba lalu membuang butir soal yang jelek dan menyusun tes dengan butir soal yang baik. Butir-butir yang terbukti baik adalah butir kompilasi yang mana butir ini siap digunakan dalam mengumpulkan data hasil belajar. Tahap akhir ini akan menjadi penyaring bagi butir soal yang baik dan yang tidak baik untuk digunakan dalam tes hasil belajar. Pemilihan butir soal yang baik harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan Purwanto, 2009: 94. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompilasi tes merupakan kegiatan akhir yang berperan menentukan baik tidaknya sebuah butir soal untuk menjadi sebuah alat ukur. Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan tes hasil belajar harus melalui prosedur pengembangan tes yang meliputi tujuh kegiatan. Ketujuh kegiatan tersebut adalah identifikasi masalah, deskripsi materi, pengembangan spesifikasi, menuliskan butir-butir tes dan kunci jawaban, mengumpulkan data uji coba hasil belajar, uji kualitas tes hasil belajar, dan kompilasi tes. 4. Taksonomi Bloom yang Direvisi Taksonomi menurut Anderson Krathwohl 2010: 6 merupakan sebuah kerangka berpikir yang khusus. Taksonomi dapat mengklasifikasikan Tujuan Instruksional Khusus TIK atau indikator secara bertahap. Rumusan TIK atau indikator terdiri dari satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerja merupakan deskripsi dari proses kognitif yang diharapkan, sedangkan untuk kata benda dideskripsikan sebagai pengetahuan yang diinginkan untuk dikuasai siswa Anderson Krathwohl, 2010: 6. Taksonomi dengan kata lain merupakan sebuah tingkatan dari pengetahuan yang menjadi acuan pembuatan TIK atau indikator. Taksonomi Bloom yang sudah direvisi memiliki dua dimensi yang merupakan proses kognitif dan pengetahuan. Terdapat enam kategori dalam dimensi proses kognitif, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan untuk dimensi pengetahuan terdapat empat kategori, yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Dimensi proses kognitif sendiri mengandung dimensi pengetahuan dalam setiap kategorinya Anderson Krathwohl, 2010: 6. Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi tersebut saling berkaitan sehingga terbentuklah taksonomi Bloom yang direvisi. Berikut tingkatan taksonomi Bloom yang sudah direvisi: a. Mengingat Anderson Krathwohl 2010: 99 menjabarkan bahwa mengingat merupakan proses pengambilan pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang diperlukan selama proses mengingat dapat berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, metakognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan tersebut. Proses-proses kognitif dalam kategori mengingat meliputi mengenali dan mengingat kembali Anderson Krathwohl, 2010: 103-104. Berdasarkan pengertian diatas maka mengingat dapat diartikan sebagai proses penggalian informasi kembali yang pernah diterima baik berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedura, metakognitif, bahkan kombinasi dari beberapa pengetahuan tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Memahami Memahami menurut Anderson Krathwohl 2010: 105 adalah proses mengkonstruksi makna dari pesan pembelajaran baik yang bersifat lisan, tulisan, maupun grafis yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Proses memahami didasari oleh pengetahuan konseptual. Anderson Krathwohl 2010: 106 menambahkan bahwa proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. c. Mengaplikasikan Mengaplikasikan menurut Anderson Krathwohl 2010: 116 merupakan proses kognitif yang melibatkan penggunaan prosedur tertentu untuk menyelesaikan suatau masalah atau mengerjakan soal latihan. Pengetahuan yang berkaitan erat dengan pengetahuan Prosedural. Terdapat dua kategori mengaplikasikan, yaitu mengeksekusi dan mengimplementasikan. Proses kognitif mengeksekusi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan menyelesaikan soal latihan, sedangkan mengimplementasikan berkaitan dengan menyelesaikan masalah. d. Menganalisis Menganalisis merupakan kegiatan memecah-mecah materi menjadi irisan kecil. Irisan kecil tersebut menentukan hubungan antar bagian dengan bagian lain yang membentuk materi tersebut Anderson Krathwohl, 2010: 120. Kategori proses menganalisis meliputi proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengitribusikan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa menganalisis merupakan kegiatan menyoroti suatu halmateri dengan cara melihat hubungan antar bagian materi tersebut. e. Mengevaluasi Mengevaluasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar tertentu Anderson Krathwohl, 2010: 125. Kegiatan mengevaluasi memiliki beberapa ketegori yang mencakup proses kognitif memeriksa dan mengkritik. Proses kognitif memeriksa berarti memeriksa keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal, sedangkan mengkritik berarti mengkritik keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal. Kegiatan mengevaluasi menurut uraian di atas berarti merupakan kegiatan untuk mencari kelemahan dengan cara memeriksa dan mengkritik. f. Mencipta Mencipta adalah kegiatan yang melibatkan proses penyusunan elemen-elemen menjadi sesuatu yang utuh dan koheren ataun fungsional. Kegiatan ini menuntut siswa dapat membuat produk baru dengan merakit kembali sejumlah elemen atau bagian menjadi suatu pola atau struktur. Proses mencipta dapat dibagi menjadi tiga tahap kognitif yaitu merumuskan, merencakan, dan memproduksi Anderson Krathwohl, 2010: 128-130. Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa mencipta adalah suatu kegiatan yang bertujuan membuat suatu produk baru dengan cara mengaitkan dan menyusun elemen-elem menjadi satu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Penelitian yang Relevan