67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  data  time  series berdasarkan laporan tahunan dari BPS dan BI dari tahun 1986-2015. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kurs rupiah. Variabel independen dalam penelitian  ini adalah cadangan  devisa  yang  dinyatakan  dalam  juta  dollar
Amerika  Serikat,  suku bunga  yang  dinyatakan  dalam  persen,  inflasi  yang dinyatakan  dalam  persen,  neraca  pembayaran  yang  dinyatakan  dalam juta
dollar Amerika Serikat, dan rasio ekspor terhadap impor.
Tabel IV.1 Deskripsi Data Penelitian
Tahun Kurs
Rupiah Cadangan
Devisa Suku
Bunga Inflasi
Neraca Pembayaran
Rasio Eksor
Terhadap Impor
1986 1.641
5.302,0 14,75
8.83 266
1,38 1987
1.650 6.512,3
15,02 8.90
1.383 1,39
1988 1.729
6.191,0 15,25
5.47 820
1,45 1989
1.795 6.561,9
11,33 5.97
1.810 1,35
1990 1.901
8.661,3 22,39
9.53 1.506
1,18 1991
1.992 9.867,7
18,70 9.52
1.437 1,13
1992 2.062
11.610,9 13,17
4.94 3.349
1,25 1993
2.110 12.352,2
9,50 9.77
3.664 1,30
1994 2.200
13.157,9 14,38
9.24 1048
1,25 1995
2.308 14.674
14,75 8.64
3829 1,12
1996 2.383
19.125 12,88
6.47 3188
1,16 1997
4.650 17.427
20,00 11.05
-2459 1,28
1998 8.025
23.762 38,44
77.63 222
1,79 1999
7.100 27.054
12,51 2.01
1213 2,03
2000 9.595
29.394 14,53
9.35 1219
1,85 2001
10.400 28.015,80
17,62 12.55
-2092 1,82
68
Tahun Kurs
Rupiah Cadangan
Devisa Suku
Bunga Inflasi
Neraca Pembayaran
Rasio Eksor
Terhadap Impor
2002 8.940
32.037,04 12,93
10.03 6.720
1,83 2003
8.465 36.295,71
8,31 5.06
7.157 1,88
2004 9.290
36.320,48 5,92
6.40 3.415
1,54 2005
9.830 34.723,69
12,75 17.11
623 1,48
2006 9.020
42.586,00 9,75
6.60 13.885
1,65 2007
9.419 56.920,00
8,00 6.59
14.083 1,53
2008 10.950
51.639,00 9,25
11.06 -1.706
1,06 2009
9.400 66.105,00
6,50 2.78
15.483 1,20
2010 8.991
96.207 6,50
6.96 31.670
1,16 2011
9.068 110.123
6,00 3.80
15.321 1,15
2012 9.670
112.781 5,75
4.30 491
1,00 2013
12.189 99.387
7,50 8.40
4.356 1,03
2014 12.440
111.862 7,75
8.40 3.663
1,06 2015
13.795 100.240
7,50 6.80
-2.857 1,13
Sumber : data sekunder dari BI dan BPS data diperoleh 2016
Grafik IV.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Periode 1986-2015
2,000 4,000
6,000 8,000
10,000 12,000
14,000 16,000
Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Y
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat periode 1986-2015 cenderung terdepresiasi atau melemah. Nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dari tahun ke tahun terus melemah. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak awal juli 1997 sampai 1998,
menyebabkan  merosotnya  nilai  tukar  rupiah  terhadap  dollar  Amerika  Serikat. Nilai tukar rupiah tahun 1997 berada pada posisi  Rp 4.650 dan pada tahun 1998
terus  tertekan  dan  berada  pada  posisi Rp  8.025.  Sejak  tahun  1997  tersebut,  nilai tukar  rupiah  cenderung  fluktuatif  sampai  tahun  2015.  Bahkan  tahun  2015  nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Nilai tukar rupiah pada tahun 2015 berada pada posisi Rp 13.795. Kondisi
ini diawali dari pemulihan Amerika Serikat pasca krisis 2008 yang menyebabkan The  Fed  atau  Bank  Sentral  Amerika  Serikat  merencanakan  pemangkasan
quantitative  easing atau  melakukan  stimulus  ekonomi.  Rencana  yang
dikemukakan oleh gubernur The Fed, yaitu Ben Bemanke sejak Mei 2013 tersebut menjadi  awal  melemahnya  mata  uang  global  terhadap  dollar  AS  karena  suplai
dollar  akan  berkurang. Hal  tersebut  berlanjut  pada  pelemahan  mata  uang  dunia terhadap  dollar  AS  yang  pada  akhirnya  menyebabkan  permintaan  barang
komoditas  menurun.  Hal  ini  membawa  dampak  bagi  Indonesia,  di  mana harga komoditas  yang  menjadi  andalan  ekspor  Indonesia  anjlok  dan  berdampak  pada
neraca perdagangan yang pada akhirnya memperburuk pelemahan rupiah. Nilai  tukar  rupiah  yang  terus  tertekan  pada  tahun  tersebut  menyebabkan
terganggunya  perekonomian  nasional,  di  mana harga-harga  barang  meningkat secara tajam,  sehingga  menyebabkan  daya  beli  masyarakat  dan  kegiatan  industri
ikut  melemah. Selain  itu,  pertumbuhan  ekonomi  melambat,  di  mana terjadi penurunan  pertumbuhan  ekonomi  dari  4,7  pada  kuartal  I  menjadi  4,6  pada
kuartal II.
Grafik IV.2 Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia Periode 1986-2015
0.00 20,000.00
40,000.00 60,000.00
80,000.00 100,000.00
120,000.00
Cadangan Devisa X1
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016
Berdasarkan  grafik  di  atas,  terlihat  bahwa  cadangan  devisa  Indonesia periode  1986-2015  memiliki  trend yang  cenderung  meningkat.  Cadangan  devisa
Indonesia  mengalami  peningkatan  yang  cukup  signifikan  sejak  memasuki  tahun 2010,  dari  tahun  sebelumnya  66.105  juta dollar AS menjadii  96.207  juta  dollar
AS.  Peningkatan  cadangan  devisa  di  tahun  2010  tersebut  didukung  oleh  masih kuatnya  aliran  masuk modal  asing  khususnya  investasi  langsung  PMA  dan
investasi  portofolio.  Tahun  2012,  cadangan  devisa  Indonesia  juga  mengalami peningkatan, dan ini merupakan cadangan devisa tertinggi yang dimiliki Indonesia
periode  1986-2015.  Gubernur  BI,  Darmin  Nasution  dalam  Kompas.com mengatakan bahwa transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan surplus yang
cukup  besar,  terutama  didukung  oleh  investasi  langsung  PMA  dan  arus  masuk modal  portofolio,  baik  dalam  pasar  saham  maupun  pasar  obligasi  yang  lebih
tinggi  dibandingkan  dengan  tahun  sebelumnya.  Cadangan  devisa  sampai  akhir tahun 2012 mencapai 112.781 juta dollar AS.
Tahun 2013-2015, cadangan devisa Indonesia berfluktuatif. Hal ini terlihat dari  cadangan  devisa  yang  dimiliki  oleh  Indonesia  tahun  2013  mengalami
penurunan  yang  cukup  signifikan  dan  berada  pada  posisi  99.387  juta  dollar AS. Tahun  2014,  cadangan  devisa  Indonesia  kembali  meningkat  dan  berada  pada
posisi 111.862 juta dollar AS. Akan tetapi, tahun 2015, cadangan devisa Indonesia kembali menurun dan berada pada posisi 100.240 juta dollar AS.
Penurunan  cadangan  devisa  tahun  2013  diakibatkan  karena  adanya pembayaran  utang  luar  negeri  pemerintah,  pemenuhan  kewajiban  BUMN  dan
intervensi BI untuk meredam jatuhnya nilai rupiah. Peningkatan cadangan devisa tahun  2014 dipengaruhi  oleh  penerimaan  devisa  hasil  ekspor  migas,  penarikan
pinjaman  luar  negeri  pemerintah,  dan  penerimaan  pemerintah  lainnya  dalam valuta  asing  yang  melebihi  pengeluaran  untuk  pembayaran  utang  luar  negeri
pemerintah  dan  kebutuhan  devisa  dalam  rangka  stabilisasi  nilai  tukar  rupiah.  Di samping itu,  simpanan valuta  asing dan  swap bank-bank  dengan Bank  Indonesia
juga  meningkat  menjelang  akhir  tahun  2014.  Sedangkan  penurunan  cadangan devisa tahun 2015  dikarenakan pengeluaran untuk pembayaran utang  luar  negeri
pemerintah  serta  penggunaan  devisa  dalam  rangka  stabilisasi  nilai  tukar  rupiah untuk mendukung terjaganya stabilisasi makroekonomi dan sistem keuangan.
Grafik IV.3 Perkembangan Suku Bunga Periode 1986-2015
10 20
30 40
50
Suku Bunga X2
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016
Berdasarkan  grafik di  atas,  terlihat  bahwa  suku bunga  Indonesia  periode 1986-1988 cenderung stabil dari 14,75 sampai 15,25. Akan tetapi, memasuki
tahun  1989-2015,  suku bunga  cenderung berfluktuatif.  Suku bunga  mengalami peningkatan  yang  sangat  tajam  memasuki  tahun  1998,  Peningkatan  tersebut
didukung  oleh  kondisi  perekonomian  pada  tahun  tersebut  yang  sangat  anjlok, dikarenakan  krisis  ekonomi  yang  melanda  Indonesia,  di  mana nilai  tukar  rupiah
terhadap dollar AS sangat merosot. Hal inilah yang menyebabkan Bank Indonesia menaikkan  suku  bunga  untuk  merespon  kenaikan  inflasi  dan  merosotnya  nilai
tukar rupiah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tahun  2012,  suku bunga  Indonesia  menyentuh  level  5,75 dan merupakan  suku bunga  terendah  sepanjang  sejarah  perekonomian  Indonesia
periode  1986-2015.  Menurut  Kepala  Ekonom  Danareksa  Research  Institute, Purbaya  Yudhi  Sadewa dalam  ViVAnews.com, kebijakan  BI  Rate ditempuh
karena  kemungkinan  inflasi  akan  naik  dengan  adanya  kebijakan  subsidi  dari pemerintah.  Selain  itu,  langkah  tersebut  untuk  mendorong  perbankan  yang  sulit
menurunkan  suku  bunga  kreditnya  dan  kebijakan  tersebut  diambil  untuk mendorong perekonomian Indonesia di tengah turunnya ekonomi global. BI akan
mewaspadai  risiko  ekonomi  global  dan  dampak  kebijakan  pemerintah  di  bidang energi,  dengan  menerapkan  bauran  kebijakan  moneter  dan  makro  dalam
pengelolaan ekonomi makro secara keseluruhan.
Grafik IV. 4 Perkembangan Inflasi Indonesia Periode 1986-2015
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Inflasi X3
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan  grafik  di  atas,  terlihat  bahwa  inflasi  Indonesia  dari  tahun 1986-2015  cenderung  berfluktuatif.  Peningkatan  inflasi  yang  sangat  tajam  dan
membuat kondisi perekonomian Indonesia sangat mengkhawatirkan terjadi pada tahun 1998. Dampak dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan
inflasi  mengalami  peningkatan  yang  sangat  signifikan.  Inflasi  Indonesia  pada tahun  tersebut  berada  pada  level  77,63  dan  ini  merupakan  inflasi  terparah
dalam sejarah inflasi Indonesia. Pasca  krisis  ekonomi  yang  melanda  Indonesia  tahun  1998,  inflasi
Indonesia  kembali  mengalami  peningkatan  yang  sangat  tajam  dan  menyentuh level  17,11 pada  tahun  2005.  Peningkatan  tersebut  dikarenakan  adanya
kenaikan  harga  yang  ditunjukkan  oleh  kenaikan  semua  kelompok  barang  dan jasa, seperti kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok
dan  tembakau,  air,  listrik,  gas  dan  bahan  bakar,  kelompok  sandang,  kelompok kesehatan, kelompok  pendidikan,  rekreasi  dan  olahraga  dan  kelompok  transpor,
komunikasi dan jasa keuangan. Memasuki tahun 2006, Inflasi mengalami penurunan sebesar 10,51 dari
sebelumnya  17,11  menjadi  6,60  dan  terus  menurun  sampai  tahun  2007. Tahun 2009, inflasi terus menunjukkan trend yang positif dan berada pada level
terendah  2,78.  Penurunan  laju  inflasi  tersebut  disebabkan  oleh  terjadinya deflasi  pada  barang-barang  yang  harganya  ditetapkan  oleh  pemerintah,  seperti
bahan  bakar  minyak  dan  listrik.  Akan  tetapi,  tahun  2010,  inflasi  kembali meningkat sebesar 4,18  dan  berada pada  level  6,96 dari  sebelumnya  berada
pada  level  2,78. Peningkatan  tersebut  sejalan  dengan  perkembangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perekonomian  dunia  yang  mendorong  kenaikan  harga-harga  barang  dan  jasa  di Indonesia. Selain  itu,  perubahan  iklim  juga  telah  berdampak  pada  menurunnya
produksi  barang  dan  jasa. Memasuki  tahun  2013,  laju  inflasi  Indonesia menembus  angka  8,40  dan  merupakan  inflasi  tertinggi  sejak  2009.  Inflasi  ini
timbul sebagai dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM bersubsidi.
Grafik IV. 5 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Periode 1986-2015
-5000 5000
10000 15000
20000 25000
30000 35000
Neraca Pembayaran X4
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016
Berdasarkan  grafik  di  atas,  terlihat  bahwa trend neraca  pembayaran Indonesia  dari  tahun  1986-2015  cenderung  berfluktuatif.  Tahun  1997,  neraca
pembayaran  Indonesia  mengalami  tekanan  yang  cukup  berat,  dikarenakan  krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimulai pada awal juli 1997. Defisitnya neraca
pembayaran Indonesia pada tahun tersebut sebagai akibat dari menurunnya ekspor migas secara  tajam  dikarenakan melemahnya permintaan  dunia  dan  menurunnya
harga minyak bumi di pasar internasional. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada  tahun  2010,  kondisi  neraca  pembayaran  mengalami  surplus  dan merupakan  neraca  pembayaran  tertinggi  sepanjang  sejarah  perekonomian
Indonesia  periode  1986-2015.  Surplusnya  neraca  pembayaran  Indonesia  pada tahun  tersebut  didukung  oleh  surplusnya  transaksi  berjalan,  di  mana tingginya
pertumbuhan ekspor nonmigas, khususnya  yang  berbasis sumber  daya alam.  Hal tersebut sejalan dengan permintaan dunia yang menguat dan harga yang tinggi di
pasar dunia. Memasuki  tahun  2011,  neraca  pembayaran  cenderung  menurun  dan
bahkan  pada  tahun  2015  mengalami  defisit.  Secara  keseluruhan,  neraca pembayaran  Indonesia mengalamai tekanan  yang cukup  besar.  Defisitnya  neraca
pembayaran  Indonesia  pada  tahun  tersebut  bersumber  dari  penurunan  surplus transaksi  modal  dan  finansial  yang  tidak  dapat  sepenuhnya  membiayai  defisit
transaksi berjalan. Selain itu, penurunan aliran masuk modal portofolio asing yang cukup  signifikan  sebagi  akibat  dari  tingginya  ketidakpastian  di  pasar  keuangan
global  memicu neraca  pembayaran  Indonesia  pada  tahun  tersebut  mengalami tekanan yang sangat signifikan.
Grafik IV.6 Rasio Ekspor Terhadap Impor
0.5 1
1.5 2
2.5
Rasio Ekspor Terhadap Impor X5
Tahun
Sumber : data sekunder, diolah 2016 Berdasarkan  grafik  di  atas,  terlihat  bahwa  rasio  ekspor  terhadap  impor
tahun 1986-1988 menunjukkan trend yang positif, di mana rasio ekspor terhadap impor  tahun  1986  berada  pada  level  1,38  ke  level  1,45.  Tahun  1989-2015,  rasio
ekspor  terhadap  impor  cenderung  berfluktuatif.  Rasio  ekspor  terhadap  impor mengalami  peningkatan  yang  sangat  signifikan  pada  tahun  1999,  di  mana rasio
ekspor terhadap impor berada pada level 2,03. Tahun 2012, rasio ekspor terhadap impor Indonesia  mengalami  penurunan sebesar  0,15  dari  tahun  sebelumnya 1,15
menjadi  1,00.  Menurut  Kepala  Badan  Pusat  statistik  BPS,  Suryamin  dalam Antaranews.com,  secara  keseluruhan,  selama  tahun  2012,  baik  sektor  migas
maupun nonmigas merosot yang mengakibatkan terjadi akumulasi penurunan total ekspor. Penurunan pada sektor migas disebabkan oleh merosotnya ekspor minyak
mentah  sebesar  11  dan diikuti  penurunan  ekspor  gas  yang  merosot  10,28. Selama  tahun  2012,  dari  10  komoditas  nonmigas,  tujuh  diantaranya  mengalami
penurunan ekspor, seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak lemak  nabati, mesinperalatan listrik, karet dan barang dari karet, komoditi bijih, kerak dan abu
logam, kertaskarton, dan pakaian jadi bukan rajutan. Sedangkan pada tahun 2012, penurunan  ekspor  diikuti  oleh  peningkatan  impor.  Peningkatan  impor  didorong
oleh  melonjaknya  impor  migas.  Terdapat  10  barang  nonmigas  yang  mengalami kenaikan impor tertinggi sepanjang 2012, yaitu barang dari besi dan baja sebesar
36,82,  kapal  terbang  dan  bagiannya  sebesar  31,39,  kendaraan  bermotor  dan bagiannya sebesar  28,29. Secara  keseluruhan,  peningkatan  impor  disebabkan
oleh tingginya permintaan pasar dalam negeri dan meningkatnya barang modal. Periode  2013-2015,  rasio  ekspor  terhadap  impor  kembali  meningkat  jika
pada  tahun  sebelumnya  mengalami  penurunan,  di  mana rasio  ekspor  terhadap impor berada pada level 1.03 2013, 1,06 2014, dan 1,13 2015.
B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat