Analisis Data 1. Uji Prasyarat

penurunan ekspor, seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak lemak nabati, mesinperalatan listrik, karet dan barang dari karet, komoditi bijih, kerak dan abu logam, kertaskarton, dan pakaian jadi bukan rajutan. Sedangkan pada tahun 2012, penurunan ekspor diikuti oleh peningkatan impor. Peningkatan impor didorong oleh melonjaknya impor migas. Terdapat 10 barang nonmigas yang mengalami kenaikan impor tertinggi sepanjang 2012, yaitu barang dari besi dan baja sebesar 36,82, kapal terbang dan bagiannya sebesar 31,39, kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 28,29. Secara keseluruhan, peningkatan impor disebabkan oleh tingginya permintaan pasar dalam negeri dan meningkatnya barang modal. Periode 2013-2015, rasio ekspor terhadap impor kembali meningkat jika pada tahun sebelumnya mengalami penurunan, di mana rasio ekspor terhadap impor berada pada level 1.03 2013, 1,06 2014, dan 1,13 2015.

B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas Uji Normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Untuk menentukan data berdistribusi normal atau tidak, digunakan kriteria sebagai berikut, Jika nilai Asymp. Sig. 2-tailed 0,05, berarti data dan residu berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai Asymp. Sig. 2-tailed 0,05, berarti data dan residu tidak berdistribusi normal. Penelitian ini menggunakan Statistical Package for Social Sciences SPSS 22.00, yaitu dengan menggunakan rumus Kolmogorov Smirnov. Output pengujian normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel IV.2 Hasil Pengujian Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 30 Normal Parameters a Mean .0000000 Std. Deviation 1605.17333727 Most Extreme Differences Absolute .119 Positive .085 Negative -.119 Kolmogorov-Smirnov Z .652 Asymp. Sig. 2-tailed .789 a. Test distribution is Normal. Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Berdasarkan output di atas, diketahui bahwa nilai Asymp.sig.2- tailed adalah 0,789. Dapat dikatakan bahwa nilai Asymp.sig. 2-tailed lebih besar dari nilai signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data dan residu berdistribusi normal. b. Uji Linieritas Uji Linieritas digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dan terikat mempunyai hubungan linier atau tidak. Hasil pengujian linieritas dapat dilihat pada output di bawah ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel IV.3 Uji Linieritas ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 395009132.029 5 79001826.406 25.375 .000 a Residual 74720861.838 24 3113369.243 Total 469729993.867 29 a. Predictors: Constant, Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga b. Dependent Variable: Kurs Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Berdasarkan output di atas, diperoleh F hitung sebesar 25,375 dengan probabilitas sebesar 0,000. Hasil F hitung tersebut kemudian dibandingkan dengan F tabel dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, sehingga diperoleh F tabel sebesar 2,62. Jadi, F hitung 25,375 F tabel 2,62 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor memiliki hubungan yang linier dengan variabel kurs rupiah.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Pengujian Multikolinieritas menggunakan program SPSS dengan menggunakan analisa collinearity statistics. Berdasarkan hasil analisis yang digunakan, jika nilai variance inflation factor VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance mendekati 1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada output di bawah ini: Tabel IV.4 Hasil Pengujian Multikolinieritas Coefficients a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Constant Cadangan_Devisa .382 2.618 Suku_Bunga .161 6.228 Inflasi .230 4.344 Neraca_Pembayaran .764 1.309 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor .788 1.269 a. Dependent Variable: Kurs Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Berdasarkan hasil collinearity statistics di atas, terlihat bahwa variabel cadangan devisa X1 memiliki nilai tolerance sebesar 0,382 dan nilai variance inflation factor VIF sebesar 2,618. Karena nilai VIF untuk variabel cadangan devisa di bawah 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel cadangan devisa tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinieritas. Untuk variabel suku bunga X2, terlihat bahwa nilai tolerance sebesar 0,161 dan nilai variance inflation factor VIF sebesar 6,228. Karena nilai VIF untuk variabel suku bunga tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinieritas. Variabel inflasi X3 memiliki nilai tolerance sebesar 0,230 dan nilai variance inflation factor VIF sebesar 4,344. Karena nilai VIF untuk variabel inflasi tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinieritas. Variabel neraca pembayaran X4 memiliki nilai tolerance sebesar 0,764 dan nilai variance inflation factor VIF sebesar 1,309. Karena nilai VIF untuk variabel neraca pembayaran tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel neraca pembayaran tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinieritas. Selanjutnya untuk variabel rasio ekspor terhadap impor X5 memiliki nilai tolerance sebesar 0,788 dan nilai variance inflation factor VIF sebesar 1,269. Karena nilai VIF untuk variabel rasio ekspor terhadap impor tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1 , maka dapat disimpulkan bahwa variabel rasio ekspor terhadap impor tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinieritas. b. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas, digunakan Uji Glejser dengan cara meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan nilai absolutnya 0,05, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil output untuk pengujian heteroskedastisitas sebagai berikut: Tabel IV.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 1802.719 1222.120 1.475 .153 Cadangan_Devisa .003 .007 .152 .508 .616 Suku_Bunga -58.451 58.193 -.463 -1.004 .325 Inflasi 14.780 24.485 .232 .604 .552 Neraca_Pembayaran -.048 .024 -.413 -1.953 .063 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor 147.636 587.408 .052 .251 .804 a. Dependent Variable: ABS Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Berdasarkan output di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi dari variabel cadangan devisa sebesar 0,616. Nilai signifikansi dari variabel suku bunga sebesar 0,325. Nilai signifikansi dari variabel inflasi sebesar 0,552. Nilai signifikansi dari variabel neraca pembayaran sebesar 0,063 dan nilai signifikansi dari variabel rasio ekspor terhadap impor sebesar 0,804. Kelima variabel di atas memiliki nilai signifikansi di atas 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya. Uji statistik yang digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah Run Test, dengan kriteria: jika nilai Asymp. Sig. 2-tailed di atas 0,05, maka tidak terdapat masalah autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada output di bawah ini: Tabel IV.6 Hasil Uji Autokorelasi Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Runs Test Unstandardized Residual Test Value a 291.06612 Cases Test Value 15 Cases = Test Value 15 Total Cases 30 Number of Runs 12 Z -1.301 Asymp. Sig. 2-tailed .193 a. Median Berdasarkan output di atas, terlihat bahwa nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,193 dan lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak mengalami masalah autokorelasi.

3. Pengujian Hipotesis

a. Uji Hipotesis Simultan Uji hipotesis simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, juga digunakan untuk mengetahui ketepatan model regresi yang dipilih. Hasil pengujian hipotesis simultan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel IV.7 Pengujian Hipotesis Simultan ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 395009132.029 5 79001826.406 25.375 .000 a Residual 74720861.838 24 3113369.243 Total 469729993.867 29 a. Predictors: Constant, Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga b. Dependent Variable: Kurs Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Berdasarkan hasil output di atas, diperoleh nilai F hitung sebesar 25,375 dengan F tabel sebesar 2,62. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, apabila F hitung lebih kecil daripada F tabel , maka H diterima dan H a ditolak. Sebaliknya, jika F hitung lebih besar daripada F tabel , maka H ditolak dan H a diterima. Dari hasil pengujian hipotesis di atas, diperoleh nilai F hitung lebih besar daripada F tabel 25,375 2,62, maka H ditolak dan H a diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor secara bersama-sama dapat menjadi prediktor kurs rupiah. Dengan kata lain, model regresi yang digunakan dalam penelitian ini sudah tepat. b. Uji Hipotesis Parsial Uji hipotesis parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing- masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil pengujian hipotesis parsial dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel IV.8 Hasil Regresi Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant -4114.804 2599.783 -1.583 .127 Cadangan_Devisa .102 .015 .920 6.984 .000 Suku_Bunga -168.683 123.793 -.277 -1.363 .186 Inflasi 79.933 52.085 .260 1.535 .138 Neraca_Pembayaran -.117 .052 -.210 -2.256 .033 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor 6182.456 1249.578 .454 4.948 .000 a. Dependent Variable: Kurs Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Karakteristik data kurs rupiah dalam penelitian ini menunjukkan situasi terdepresiasi justru ketika angkanya semakin meningkat dan sebaliknya, data kurs rupiah terapresiasi ketika angkanya menurun. Oleh karena itu, hasil output dari model regresi berganda dituliskan dalam posisi tanda yang dibalik. Dengan demikian, hasil persamaan regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berkut: Keterangan: Y = Kurs Rupiah X 1 = Cadangan Devisa X 4 = Neraca Pembayaran X 5 = Rasio Ekspor Terhadap Impor Adapun penjelasan hasil regresi dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Cadangan Devisa Pengujian Hipotesis dalam variabel cadangan devisa adalah sebagai berikut: H : Cadangan devisa tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. H a : Cadangan devisa berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Y = 4114,804 - 0,102 X 1 + 0,117 X 4 - 6182,456 X 5 Cadangan devisa memiliki koefisien beta sebesar -0,102, artinya jika cadangan devisa naik satu satuan, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan terdepresiasi sebesar 0,102 satuan. Artinya, nilai rupiah melemah. Untuk mengetahui apakah variabel cadangan devisa berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah, dapat dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi variabel cadangan devisa dengan taraf signifikansi 5 0,05. Nilai signifikansi variabel cadangan devisa sebesar 0,000, berada di bawah 0.05. Karena Sig. 0,05 0,000 0,05, maka H ditolak dan H a diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cadangan devisa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. 2. Suku Bunga Pengujian Hipotesis dalam variabel suku bunga adalah sebagai berikut: H : Suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. H a : Suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Pada kolom signifikansi menunjukkan bahwa suku bunga memiliki nilai signifikansi 0,186 dan berada di atas 0,05. Karena Sig. 0,05 0,186 0,05, maka H diterima dan H a ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986- 2015. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Inflasi Pengujian Hipotesis dalam variabel inflasi adalah sebagai berikut: H : Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986- 2015. H a : Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Pada kolom signifikansi menunjukkan bahwa inflasi memiliki nilai signifikansi 0,138 dan berada di atas 0,05. Karena Sig. 0,05 0,138 0,05, maka H diterima dan H a ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. 4. Neraca Pembayaran Pengujian Hipotesis dalam variabel neraca pembayaran adalah sebagai berikut: H : Neraca pembayaran tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. H a : Neraca pembayaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Neraca pembayaran memiliki koefisien beta sebesar 0,117, artinya jika neraca pembayaran naik satu satuan, maka nilai tukar rupiah akan terapresiasi sebesar 0,117 satuan. Artinya, nilai rupiah menguat. Pada kolom signifikansi menunjukkan bahwa neraca pembayaran memiliki nilai signifikansi 0,033 dan berada di bawah 0,05. Karena Sig. 0,05 0,033 0,05, maka H ditolak dan H a diterima. Dengan demikian dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI disimpulkan bahwa neraca pembayaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. 5. Rasio Ekspor Terhadap Impor H : Rasio ekspor terhadap impor tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. H a : Rasio ekspor terhadap impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Rasio ekspor terhadap impor memiliki koefisien beta sebesar -6182,456, artinya jika rasio ekspor terhadap impor naik satu satuan, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan terdepresiasi sebesar 6182,456 satuan. Artinya, nilai rupiah melemah. Pada kolom signifikansi menunjukkan bahwa rasio ekspor terhadap impor memiliki nilai signifikansi 0,000 dan berada di bawah 0,05. Karena Sig. 0,05 0,000 0,05, maka H ditolak dan H a diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio ekspor terhadap impor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. c. Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Hasil pengujian koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel IV.9 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .917 a .841 .808 1764.474 a. Predictors: Constant, Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga Sumber : data BI dan BPS, diolah 2016 Hasil perhitungan koefisien determinasi dengan menggunakan SPSS menunjukkan bahwa nilai R square sebesar 0,841. Hal ini berarti bahwa cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor secara bersama-sama memiliki pengaruh sebesar 84,1 terhadap kurs rupiah periode 1986-2015. Sedangkan sisanya 15,9 dijelaskan oleh variabel lain, misalnya jumlah uang beredar dan pendapatan nasional.

C. Pembahasan 1. Pengaruh Cadangan Devisa Terhadap Kurs Rupiah Periode 1986-2015