Penyakit Cacingan Epidemiologi STH

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Cacingan

Berbagai permasalahan kesehatan yang dihadapi di masyarakat. Salah satu penyakit yang menimbulkan masalah pada kesehatan yang sangat mempengaruhi adalah kecacingan. Manusia merupakan salah satu hospes defenitif dari berbagai jenis cacing usus cacing perut. Sebagian besar penulatran cacing perut berasal dari tanah yang disebaut soil transmitted helmints STH Kemenkes RI No. 424MENKESSKVI2006. Penyakit STH sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, karena hampir semua wilayah Indonesia merupakan tempat yang baik sebagai media perkembangan STH, yang merupakan tempat tropis dengan suhu dan iklim yang sesuai. Infeksi STH umumnya masuk melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang terkontaminasi atapun melalui tangan atau kulit yang terkontaminasi dan tanpa sengaja masuk ke mulut. Dalam tubuh manusia STH akan hidup dan memperoleh makanan dari manusia dengan mengisap dan melukai dinding usus manusia Zulkoni. dkk, 2010.

2.2 Epidemiologi STH

Dampak infeksi STH perlu diketahui untuk dapat menanggulangi dan melakukan pencegahanya. Secara epidemiologi, penyebaran cacing gelang Ascaris lumbricoides dan cacing cambuk Trichuris Trichiura memiliki pola yang hampir sama, demikian juga dengan penularan cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus Sutanto. dkk, 2008. Dari ketiga cacing tersebut memerlukan tanah sebagai media infektif untuk penularanya kepada hospes utamanya yaitu manusia. Telur cacing gelang Ascaris lumbricoides dan cacing cambuk Trichuris memerlukan tanah untuk menjadi bentuk infektif, telur yang mencapai tanah akan menjadi matang dalam waktu 3 minggu pada suhu obtimum 25 o – 30 o C. Kemudian telur yang matang akan menetas setelah masuk dalam tubuh manusia. Semakin banyak telur ditemukan pada daerah yang terkontaminasi maka semakin endemis daerah tersebut. Sedangkan untuk cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus memerlukan tanah berpasair, mengandung humus dan terlindung dri sinar matahari langsung. Telur cacing akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam dan kemudian pada hari ke 5 – 8 menjadi bentuk filariformyang infektif Dikjen PPPL RI, 2012.

2.3 Soil Transmitted Helmints STH

Dokumen yang terkait

Perbandingan Status Nutrisi Antara Anak Dengan Dan Tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

1 44 85

Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

0 43 92

Hubungan Antara Higiene dengan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths pada Siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

0 38 78

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kejadian Underweight pada Sekolah Dasar Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

0 39 62

Pengaruh Infeksi Soil Transmitted Helminth Terhadap Kemampuan Kognitif Anak

1 35 64

Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

0 32 55

HUBUNGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) DENGAN RISIKO KEJADIAN ALERGI PADA ANAK SD KELAS 1-4 BERDASARKAN KUESIONER ISAAC DI SD NEGERI 1 KRAWANGSARI KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

5 116 77

Faktor Risiko Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Anak Sekolah Dasar Di Dataran Tinggi Dan Rendah Di Kabupaten Gianyar Tahun 2016.

1 3 45

IDENTIFIKASI TELUR NEMATODA USUS (Soil Transmitted Helmints) PADA ANAK DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUUWATU

0 0 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KECACINGAN (INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA MURID SD NEGERI 3 BAJUR, KECAMATAN LABUAPI, KABUPATEN LOMBOK BARAT - Repository UNRAM

0 0 18