Cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus

dapat mengalami diare dengan gejala sindrom disentri atau colitis kronis, sehingga berat badan turun. Akibat dari bagian anterior cacing yang melukai mukosa usus yang mengakibatkan peradangan dan pendarahan, sehingga menimbulkan anemia Dikjen PPPL RI, 2012. Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh cacing cambuk Trichuris Trichiura adalah dengan memberikan albendazole 400 mg dosis tunggal, mebendazole 100 mg 2 kali sehari selama tiga kali berturut-turut, dan oksantel pamoate Kemenkes RI No. 424MENKESSKVI2006. Pencegahanya dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan lingkungan, menggunakan alat pelindung ke tempat yang lembab dan temperature yang merupakan habitat dari cacing ini. Memperhatikan tanah dan temperatur serta sinar matahari pada lingkungan yang dapat mengganggu perkembangan telur cacing Zaman Ng Mah- Lee, Mary, 2008.

2.3.3 Cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus

Cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus pertama kali ditemukan di Eropa pada pekerja tambang yang terinfeksi Necator Americanus dan Ancylostoma Duodenale, sehingga dua spesies cacing yang menginfeksi manusia ini disebut cacing tambang Susanto. dkk, 2008. Cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus dapat menginfeksi usus. Hospes definitive dari kedua cacing ini adalah manusia dan tidak memiliki hosper perantara. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini adalah nekatoriasis dan ankilostomiasis Onggowaluyo, 2002. Infeksi cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus dapat menyerang semua umur dengan proporsi tertinggi pada anak-anak. Hal tersebut dikarenakan aktifitas anak-anak yang suka bermain di lingkungan yang tidak bersih dan terkontaminasi cacing tambang. Penyakit ini diperkirakan menyerang 700 – 900 juta orang di Dunia, dengan 1 juta liter darah hilang 1 orang = 1 mL darah diisap oleh cacing Widoyono, 2006. Tempat perkembangan yang baik untuk cacing ini adalah tanah yang gembur pasir, humus dengan suhu optimum 28 o – 32 o C untuk Necator Americanus dan 23 o – 25 o C untuk Ancylostoma Duodenale Susanto. dkk, 2008. Ancylostoma Duodenale memiliki panjang sekitar 1 cm, dan memiliki bentuk menyerupai huruf C. Pada bagian mulutnya memiliki dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya, sedangkan cacing betina memiliki bagian ekor yang runcing. Untuk Necator Americanus panjang badanya sekitar 1 cm dan berbentuk menyerupai huruf S, pada bagian mulutnya memiliki benda kitin. Telurnya berukuran sekitar 70 x 45 mikon, bulat lonjong, berdinding tipis, kedua kutub mendatar, dan di dalamnya terdapat beberapa sel Prianto, dkk, 2002. Parasit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis di seluruh dunia, untuk Necator banyak ditemukan di Amerika Utara, dan pada daerah beriklim sedang untuk Ancylostoma Brooks. dkk, 2008. Di Indonesia prevalensinya tinggi, sekitar 40 di daerah pedesaan Susanto. dkk, 2008. Cacing ini memiliki gigi kecil yang digunakan untuk melukai dinding usus untuk mengisap darah sehingga penderita cacing ini akan mengalami pendarahan akibat peradangan dan anemia. Telur yang keluar melalui feses akan menetas pada tempat-tempat yang becek karena pada tempat kering telur akan mati. Telur yang menetas akan menjadi larva yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Larva yang menembus kulit akan dibawa oleh aliran darah menuju paru-paru, kemudian masuk ke dalam aveoli, trakea, esophagus, kemudian masusk ke lampoon dan menuju ke usus menjadi cacing dewasa Onggowaluyo, 2002. Obat yang dapat diberikan pada penderita cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus yaitu albendazol dosis tunggal 400 mg oral atau mebendazol 2 x 100 mghari atau pirantel pamoat 11 mg kg BB maksimum 1 gram. Untuk meningkatkan kadar Hb, perlu diberikan asupan gizi dan suplementasi zat besi Dikjen PPPL, 2012. Pencegahan dapat dilakukan dengan menanamkan PHBS kepada masyarakat yang berisiko. Pengukuran prevalensi penting dilakukan untuk mengetahui daerah endemisitas Widoyono, 2006.

2.4 Pemeriksaan tinja

Dokumen yang terkait

Perbandingan Status Nutrisi Antara Anak Dengan Dan Tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

1 44 85

Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

0 43 92

Hubungan Antara Higiene dengan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths pada Siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

0 38 78

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kejadian Underweight pada Sekolah Dasar Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

0 39 62

Pengaruh Infeksi Soil Transmitted Helminth Terhadap Kemampuan Kognitif Anak

1 35 64

Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

0 32 55

HUBUNGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) DENGAN RISIKO KEJADIAN ALERGI PADA ANAK SD KELAS 1-4 BERDASARKAN KUESIONER ISAAC DI SD NEGERI 1 KRAWANGSARI KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

5 116 77

Faktor Risiko Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Anak Sekolah Dasar Di Dataran Tinggi Dan Rendah Di Kabupaten Gianyar Tahun 2016.

1 3 45

IDENTIFIKASI TELUR NEMATODA USUS (Soil Transmitted Helmints) PADA ANAK DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUUWATU

0 0 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KECACINGAN (INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA MURID SD NEGERI 3 BAJUR, KECAMATAN LABUAPI, KABUPATEN LOMBOK BARAT - Repository UNRAM

0 0 18