Cacing cambuk Trichuris Trichiura

pamoat 10 mgkg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg. secara masal dapat dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan obat cacing albendazol 400 mg pada anak SD 2 kali setahun Susanto. dkk, 2008. Penanggulangan yang dilakukan terkait cacing gelang adalah perbaikan perilaku yang berhubaungan dengan kebersihan seperti, mencuci tangan, menjaga kebersihan pribadi, menggunakan alas kaki, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanam terutama sayur, dann perbaikan sanitasi lingkungan berupa kepemilikan jamban sesuai kriteria kesehatan Widoyono, 2006.

2.3.2 Cacing cambuk Trichuris Trichiura

Manusia merupakan satu-satunya hospes dari cacing cambuk Trichuris Trichiura, dimaana penyakit ini menduduki peringkat kedua tertinggi di dunia setelah cacing gelang Widoyono, 2006. Keberadaan cacing ini dalam tubuh manusia sangat merugikan karena dapat menurunkan kadar gizi dalam tubuh manusia. Kehilangan zat gizi yang disebabkan oleh cacing ini berupa kehilangan darah sekitar 0,005 cc per hari, jika dikalikan dengan jumlah penduduk serta persentase kasus cacing cambuk Trichuris Trichiura tentu angka ini akan menjadi lebih tinggi Kemenkes RI No. 424MENKESSKVI2006. Cacing cambuk Trichuris Trichiura menginfeksi hampir 500 – 900 juta orang di dunia. Infeksi dapat dialami semua golongan umur, terutama pada anak-anak yang berusia 5 – 15 tahun. Cacing cambuk Trichuris Trichiura lebih banyak menyebar pada daerah yang beriklim panas. Di Asia, prevalensi cacing cambuk Trichuris Trichiura lebih dari 50, afrika 25, dan amerika latin 12. Penyebaran cacing akan lebih cepat pada daerah pedesaan yang sanitasinya kurang bagus Widoyono, 2006. Factor yang paling penting dalam penyebaranya adalah keadaan tanah liat yang lembab dan teduh dengan suhu obtimum 30 o C. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia, Frekuensi cacing cambuk Trichuris Trichiura berkisar 30 – 90 Susanto. dkk, 2008. Infeksi cacing cambuk Trichuris Trichiura tersebar di seluruh dunia pada daerah yang beriklim tropis, lembab dan panas. Penyebaranya bersifat komplosit di seluruh dunia termasuk Indonesia Onggowaluyo, 2002. Cacing ini berukuran 4 cm untuk yang jantan dan 5 cm untuk yang betina. Bagian anterior halus seperti cambuk dan bagian ekor melingkar untuk yang jantan dan yang betina ekornya lurus berujung tumpul. Telurnya berukuran 50 x 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol berdinding tebal dan berisi larva Prianto, dkk, 2002. Telur tersebut akan menjadi matang dalam waktu 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai yaitu tanah yang lembab, teduh dan terhindar dari sinar matahari Susanto. dkk, 2008. Telur yang tertelan manusis dakan menetas dalam usus halus lalu berpindah ke usus besar kemudian akan menancapkan kepalanya pada lapisan usus. Darah akan diisap sebagai makanan cacing yang menimbulak damapak anemia akibat kekurang daran oleh inanggnya setiap larva akan tumbuh sepanjang 12,5 cm, cacing betina dewasa menghasilkan telur sekitar 5000 per hari yang akan dibuang melalui tinja Zulkoni, 2010. Infeksi berat pada anak dimana cacing tersebar pada seluruh kolon dan rectum sehingga dapat menimbulkan prolapses rekti akibat penderita mengejan dengan kuat dan sering timbul pada saat defekasi. Penderita juga dapat mengalami diare dengan gejala sindrom disentri atau colitis kronis, sehingga berat badan turun. Akibat dari bagian anterior cacing yang melukai mukosa usus yang mengakibatkan peradangan dan pendarahan, sehingga menimbulkan anemia Dikjen PPPL RI, 2012. Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh cacing cambuk Trichuris Trichiura adalah dengan memberikan albendazole 400 mg dosis tunggal, mebendazole 100 mg 2 kali sehari selama tiga kali berturut-turut, dan oksantel pamoate Kemenkes RI No. 424MENKESSKVI2006. Pencegahanya dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan lingkungan, menggunakan alat pelindung ke tempat yang lembab dan temperature yang merupakan habitat dari cacing ini. Memperhatikan tanah dan temperatur serta sinar matahari pada lingkungan yang dapat mengganggu perkembangan telur cacing Zaman Ng Mah- Lee, Mary, 2008.

2.3.3 Cacing tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus

Dokumen yang terkait

Perbandingan Status Nutrisi Antara Anak Dengan Dan Tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

1 44 85

Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

0 43 92

Hubungan Antara Higiene dengan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths pada Siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

0 38 78

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kejadian Underweight pada Sekolah Dasar Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

0 39 62

Pengaruh Infeksi Soil Transmitted Helminth Terhadap Kemampuan Kognitif Anak

1 35 64

Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

0 32 55

HUBUNGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) DENGAN RISIKO KEJADIAN ALERGI PADA ANAK SD KELAS 1-4 BERDASARKAN KUESIONER ISAAC DI SD NEGERI 1 KRAWANGSARI KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

5 116 77

Faktor Risiko Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Anak Sekolah Dasar Di Dataran Tinggi Dan Rendah Di Kabupaten Gianyar Tahun 2016.

1 3 45

IDENTIFIKASI TELUR NEMATODA USUS (Soil Transmitted Helmints) PADA ANAK DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUUWATU

0 0 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KECACINGAN (INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA MURID SD NEGERI 3 BAJUR, KECAMATAN LABUAPI, KABUPATEN LOMBOK BARAT - Repository UNRAM

0 0 18