mudah dipahami, dan yang terakhir adalah wartawan harus pandai memilih narasumber berita yang akan di wawancarai,sehingga nantinya wartawan dalam
penyajian beritanya akan membentuk sebuah informasi yang layak dibaca oleh khalayak.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana pembingkaian berita Kunjungan Presiden Barack Husein Obama ke Indonesia yang dilakukan oleh surat kabar harian Kompas dan Republika edisi
10-11 November 2010”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
“Mengetahui bagaimana pembingkaian berita kunjungan Presiden Barack Husein Obama ke Indonesia yang dilakukan oleh surat kabar Kompas dan Republika
edisi 10-11 November 2010”
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai analisis framing.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dua pihak: 1.
Institusi surat kabar Kompas dan Republika Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan
memberi sumbangan pemikiran pada institusi terutama pada harian Kompas dan Republika, khususnya dalam membingkai
atau mengkonstruksi suatu realitas. 2.
Khalayak Konsumen Media Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan cara
pandang khalayak media terhadap media dalam menyajikan dan menggambarkan sebuah peristiwa melalui cara pandang serta
konstruksi yang dibangun oleh wartawan di media massa khususnya media cetak.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Surat Kabar Sebagai Tanggung Jawab Sosial
Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, cerita, artikel, iklan dan sebagainya yang di cetak ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang
diterbitkan secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu sekali Djuroto.2002:11.
Pada ilmu komunikasi khususnya studi komunikasi massa, surat kabar merupakan salah satu kajiannya. Dalam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia”
disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu merupakan lembaran-lembaran
berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berskala ; bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum
Junaedhi,1991:257. Pada perkembangannya, surat kabar menjelma sebagai salah satu bentuk
dari pers yang memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan
adanya falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, politik dan budaya.
Pengertian tanggung jawab sosial sendiri adalah peran atau tugas yang dibawa oleh pers surat kabar dalam memberikan suatu berita pada khalayak
umum. Menurut Encip, secara eksplisit tanggung jawab sosial itu menyangkut kualitas penerbitan, tidak hanya tentang objektivitas berimbang, ketepatan,
kejelasan,kejujuran dan kelengkapan, tetapi juga mengenai nilai-nilai berita dikandung oleh suatu peristiwa yang menjadi berita. Untuk objektivitas berita
banyak yang ditetukan oleh cover both side dan oleh ketakberpihakan Encip dalam Jornal ISKI,edisi 5 oktober 2000:48.
2.1.2 Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial.
Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang obejetif dan edukatif, menghibur,
melakukan kontrol sosial yang konstruksif dengan menyalurkan segala anspirasi masyarakat, serta mempengaruhi masyarakat dengan melakukan komunikasi dan
peran positif dari masyarakat itu sendiriEffendy,2003:149. Sementara dalam jurnalistik Indoneisa Sumadiria,2005:32-35
menunjukkan lima fungsi dari pers,yaitu : 1.
Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi secepat- cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya, yang aktual akurat,
faktual dan bermanfaat. 2.
Fungsi Edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mampu dan mau
memerankan dirinya sebagai guru pers. 3.
Fungsi hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan
masyarakat.
4. fungsi control sosial atau koreksi, pers mengembah fungsi sebagai
pengawas pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari
pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu. Artinya idiologi wartawan dan media
yang bersangkutan yang secara srategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disisni dapat dikatakan bahwa media merupakan inti instrumen
idiologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek
yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak Eriyanto,2005:92.
2.1.3 Media Massa dan Konstruksi Realitas
Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan bahan sebuah berita. Disebabkan sifat
dan faktanya bahwa pekerja media massa adalah menceritakan peristiwa- peristiwa. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media pada dasarnya tidak
lebih dari penyusunan realitas hingga membentuk sebuah “cerita” Tuchman dalam Sobur, 2002: 88.
Dalam konstruksi realitas bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat
dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media Sobur, 2001 : 91.
Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan
bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus
menciptakan realitas Hamad dalam Sobur, 2001 : 90.
2.1.4 Ideologi Media
Konsep ideologi dalam sebuah institusi, media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah atau isi pemberitaan yang akan disampaikan kepada
pembaca. Hal ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu Eriyanto, 2004 : 13.
Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek
fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika wartawan menulis dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu
Pihak dan memasukkan opininya pada berita, semua itu dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah merupakan sarana
netral dalam menampilkan kekuatan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok apa yang dominan dalam media itulah yang akan
ditampilkan dalam berita-beritanya Eriyanto, 2004 : 90. Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan
objektif. Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan mediapun selalu dapat ditemukan adanya pemilihan karakter tertentu dan membuang aspek fakta yang
lain yang mencerminkan pemihakan media pada salah satu kelompok atau
ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak lepas dari subyektifitas sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan
dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.
Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu
merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan
kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu.
Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan
ditampung, tetapi media lebih sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak
Eriyanto, 2004 : 92.
2.1.5 Produksi Berita
Tahap paling awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempresepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Tahap ini melibatkan
konsepsi wartawan yang menentukan batasan-batasan mana yang dianggap berita dan mana yang dianggap tidak. Peristiwa dalam lapangan jurnaistik,
bukanlah realitas yang nyata. Ia adalah fonomena interpretasi yang melibatkan aktivitas kompleks. Peristiwa adalah bagian dimana seseorang mendifinisikan
sesuatu dan menyatakan bahwa ini adalah kenyataan Eriyanto,2002:102.
Individu dan sesama jurnalis mempunyai pandangan yang sama sehingga ia bisa menentukan mana peristiwa dan mana yang tidak bisa dianggap sebagai
peristiwa. Oleh karena itu, berita melalui proses produksi berikut ini merupakan peristiwa yang telah ditentukan sebagai berita, bukan peristiwa itu sendiri.
Rutinitas Organisasi
ada banyak faktor mengapa peristiwa tertentu diberitakan sementara yang lainnya tidak. Lebih banyak semua proses seleksi
dan sortir itu terjadi dalam suatu rutinitas kerja keradiosionalan, suatu bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi
berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keraturan kerja yang dijalankan setiap harinya sebagai bagian untuk mengefektifkan organisasi media
megkategorisasikan peristiwa dalam kategori atau bidang tertentu. Wartawan dibagi dalam beberpa departemen, dari ekonomi sampai olahraga supaya mereka
menghasilkan laporan yang berhubungan dengan bidangnya tersebut. Wartawan juga diklasifikasikan sebagai koresponden daerah dan nasional, dan seterusnya.
Praktek organisasi semacam ini yang semula dimaksudkan sebagai pembagian kerja, efektif dan pelimpahan wewenang, akhirnya berubah menjadi bentuk
seleksi sendiri.
Nilai Berita. Seperti kerja profesional lainnya, wartawan dan orang yang
bekerja di organisasi media juga memiliki batasan profesional untuk menilai kualitas pekerjaan mereka. Peristiwa yang akan disajikan oleh wartawan harus
memenuhi nilai berita news value untuk dianggap sebagai berita.
Nilai-nilai berita
bukan hanya menentukan peristiwa apa yang saja yang diberikan, melainkan juga bagaimana peristiwa itu dikemas. Hanya peristiwa yang memiliki aturan-aturan
tertentu saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita. Ini adalah prosedur pertama dari bagaimana peristiwa dikonstruksi Eriyanto, 2002:104.
Sebuah peristiwa yang mempunyai unsur nilai berita paling banyak dan paling tinggi lebih memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan
berita yang tidak memiliki unsur nilai berita atau nilai beritanya tidak tinggi akan dibuang. Jadi nilai berita itu bukan hanya menjadi ukuran dan standar kerja,
melainkan juga telah menjadi ideologi dari kerja wartawan. Berhubungan dengan oriertasi media dengan khalayak, Shoemaker dan
Reese mengungkapkan bahwa nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak Eriyanto, 20d6:105. Memproduksi berita tidak berbeda dengan
memproduksi barang, keduanya ditujukan pada khalayak. Nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan. Secara umum, nilai berita sebagai berikut :
1. Prominace, nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti
pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Misalnya kecelakaan pesawat adalah berita,
sementara kecelakaan sepeda motor bukanlah berita. 2.
Human Interest, peristiwa yang diberitakan lebih banyak mengandung unsur baru, sedih dan menguras emosi khalayak. Misalnya abang
becak yang mengayuh becaknya dari Surabaya ke Jakarta merupakan berita, sementara abang becak yang mengayuh becak keliling Surabaya
bukan berita. 3.
ConflictControvercy, peristiwa yang mengandung konflik lebih petensi21 disebut berita daripada peristiwa Nana biasa-biasa saja.
Misalnya kerusuhan antara etnis Madura dan etnis Dayak disebut berita, sementara pertengkaran antar ibu-ibu bukan berita.
4. Unusual, berita harus mengandung peristiwa yang tidak biasa dan
jarang terjadi. Seorang ibu melahirkan 5 bayi kembar adalah berita. Sementara ibu yang melahirkan 1 bayi itu sudah umum dan wajar, jadi
hanya berita biasa. 5.
Proximity, peristiwa yang lebih dekat lebih layak diberitakan daripada peristiwa yang jauh, baik dari segi fisik maupun emosional dengan
khalayak. Nilai berita tersebut merupakan produk dari konstruksi sosial. la
menentukan apa. yang layak dan apa yang tidak layak disebut berita. Nilai berita membatasi peristiwa mana yang layak disebut berita dan mana yang tidak.
Kategori Berita. Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut sebagai kategori berita. Secara umum, menurut
Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita : hard news, soft news, spot news, developing news, dan continuing news Eriyanto, 2002:109 :
1. Hard news : Kategori ini merupakan berita mengenai peristiwa yang terjadi
saat itu sehingga sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Ukuran keberhasilannya adalah seberapa cepat berita ini disampaikan. Peristiwa yang
masuk dalam kategori ini bisa peristiwa yang direncanakan Sidang Paripurna, Pendidikan oleh KPK, bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan bencana
alam, kerusuhan.
2. Soft news Feature : kategori ini berhubungan dengan kisah manusiawi
human interest. Soft news tidak dibatasi waktu dan aktualitas. la bisa diberitakan kapan saja, karena ukurannya bukan kecepatan penyampaian
berita melainkan apakah informasi yang disajikan menyentuh emosi khalayak. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang menarik, seperti harimau
langka yang melahirkan atau orang buta yang menyelesaikan studi Strata tiga. 3.
Spot news : Spot news merupakan bagian dari hard news. Dalam spot news peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan , misalnya bencana alam
dan tindak kriminal. 4.
Developing news : Developing news juga merupakan bagian dari hard news. la juga memberitakan peristiwa yang tidak direncanakan. Namun, developing
news merupakan berita lanjutan dari berita sebelumnya yang telah ditambahi elemen-elemen lain. Misalnya berita pertama menceritakan kecelakaan bis
yang menewaskan 23 penumpangnya di Tuban, kemudian dilanjutkan oleh berita selanjutnya yang mencantumkan daftar nama-nama korban, dan
seterusnya. 5.
Continuing news : Continuing news juga bagian dari hard news. la memberitakan peristiwa mana yang direncanakan. Satu peristiwa bisa terjadi
kompleks dan tidaik terduga tapi mengarah pada satu tema tertentu. Misalnya peristiwa Sidang Istimewa.
Kategori berita tersebut diatas dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subyek peristiwa yang menjadi berita. Wartawan memakai kategori berita
untuk menggambarkan peristiwa yang akan digunakan sebagai berita.
Berdasarkan kategori tersebut, wartawan kemudian menentukan apa yang harus dilakukan, persiapan yang dibutuhkan untuk menghasilk:an dan menangkap
peristiwa tersebut. Setiap kategori tersebut menentukan kontrol kerja. Ideologi ProtesionaObyektifitas. Standard professional berhubungan
dengan jaminan yang ditekankan kepada khalayak bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Obyektifitas dalam proses produksi berita secara umum
digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dan opini. Berita adalah fakta dan karenanya dalam proses pencarian berita dan penulisan berita
sama sekali tidak boleh terdapat opini. Upaya memisahkan fakta dan opini ini biasanya dijabarkan dengan beberapa prosedur. Pertama, dengan melakukan.
reportase baik lewat pengamatan maupun dengan wawancara. Seringkali pengamatan itu ditekankan dengan kata-kata, seperti langsung dari lapangan.
Sedangkan wawancara dengan sumber diberi tanda kutip untuk menekankan bahwa apa yang tersaji adalah yang tergambar di lapangan, bukan rekaan dari
wartawan. Kedua, pendapat antara satu sumber dikontraskan dengan sumber lain. Ini seringkali dikatakan sebagai liputan dua sisi cover both sides. Wartawan
mewawancarai sumber yang saling berseberangan untuk menekankan bahwa berita ini tidak memiliki satu sisi.
Perangkat seperti obyektifitas ini adalah ideologi yang dipercaya wartawan, bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah upaya untuk mencapai
kebenaran. Setelah seluruh prosedur dilakukan bisa jadi tetap tidak ada kebenaran yang pasti. Hal ini seperti kerja dokter yang telah melakukan seluruh prosedur
namun tidak ada jaminan diagnosa yang dokter katakan benar adanya. Tuchman
menyebut prosedur ini sebagai ritual karena ia direkonstruksi untuk dipercaya dan harus dilakukan oleh wartawan ketika ia menulis berita. Serangkaian prosedur
harus dilakukan wartawan agar apa yang ditulis dapat disebut sebagai obyektif Eriyanto, 2002:111.
Berbagai prosedur itu terinternalisasi dalam pikiran dan dipraktekkan dalam produksi berita oleh wartawan. Tuchman menyebut ada empat strategi
dasar. Pertama, menampilkan semua kemungkinan konflik yang muncul. Kedua, menampilkan fakta-fakta pendukung. Ketiga, pemakaian kutipan pendapat.
Keempat menyusun informasi dalam tata urutan tertentu. Format yang paling umum adalah piramida terbalik, dimana informasi yang penting disajikan lebih
dulu. Prosedur tersebut semacam jaminan dan pertanggungjawaban kepada
khalayak. Sebuah peristiwa bisa disajikan dan dibingkai dengan jalan yang berbeda oleh wartawan yang berbeda. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis
framing, peneliti harus menjauh dari terminology seperti bias atau distorsi. Dengan praktek objektivitas seperti yang disebut sebelumnya, media hendak
menyatakan bahwa peristiwanya memang benar-benar terjadi. 2.1.6 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realita
Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan
dilaporkan secara terbuka melalui media massa Birowo, 2004 :168. Peristiwa-peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya
melalui proses terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria
kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian “ditampilkan”
kepada khalayak Eriyanto, 2004: 26. Setelah proses penyeleksian tersebut, maka proses tersebut akan
dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi pada realitas ini
dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan
dalam pemberitaan Eriyanto, 2004 : 3. Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan
pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari institusi media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan
berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai Birowo, 2004 : 176.
Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media Sobur, 2001 : vi. Hal ini terkait dengan visi, misi, dan
ideologi yang dipakai oleh masing-masing media. Sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada
siapa jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan, atau kelompok tertentu. Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau
golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin
dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari integral
dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang
ada di masyarakat
2.1.7 Teori Hierarchy of Influence
Media pada dasarnya adalah cerminan dan refleksi dari masyarakat secara umum. Karena itu, media bukanlah saluran yang bebas, media juga subjek yang
mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Di dalam suatu pemberitaan, pembaca kerap berharap media bertindak
netral dan seimbang ketika memberitakan pihak-pihak yang berkonflik. Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi
kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media. Pamela shoemaker dan Stephen D. Reese membuat “Hierarchy
of Influence yang menjelaskan hal ini :
Gambar 1 `Hierarchy of Influence” Pamela shoemaker dan Stephen D. Reese
Tingkat Ideologis Tingkat Ekstramedia
Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media
Tingkat Individual
1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah karakteristik
pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional. 2.
Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator,
termasuk tenggang waktu deadline dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat space, kepercayaan reporter pada sumber-sumber
resmi dalam berita yang dihasilkan. 3.
Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan media akan berpengaruh pada
isi yang diberitakan 4.
Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media. Pseudoevent dari praktisi public
relations dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers. 5.
Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik
yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat Sobur, 2004:138-139.
2.1.8 Analisis Framing termasuk Paradigma Kontruktifis
Analisis framing termasuk paradigma konstruktifis. Dimana paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media den teks berita
yang dihasilkannya. Paradigma ini memandang realitas kehidupan bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Oleh karena itu,
konsentrasi analisis pada paradigma konstruktifis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi
dibentuk Eriyanto, 2003: 40. Konsep mengenai konstruktifisme diperkenalkan pertama kali oleh
seorang sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Berger mencetuskan teori mengenai konstruksi sosial atas realitas yang
menyatakan : “Manusia tidak memiliki lingkungan yang spesifik. Setelah lahir,
individu harus” membangun hubungan-hubungan dengan dunianya untuk proses perkembangannya sebagai manusia karena itu manusia selalu
mengkonstruksi segala sesuatu yang tidak tersedia untuk dirinya dari alam. Hasil konstruksi ini akhirnya akan mempengaruhi dan membentuk
pikiran serta tindakan dalam interaksi sosial” Subiakto dalam Aprini, 2002 :37.
Titik perhatian pada paradigma ini adalah bagaimana masing masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan
makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana
mereka berada. Intinya bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif ditafsirkan oleh individu
sebagai penerima pesan. Eriyanto, 2002: 40.
2.1.9 Analisis Framing
Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Benson tahun 1955 Sudibyo dalam Sobur, 2004 : 161. Mulanya frame dipakai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori
standar untuk mengapresiasikan realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Pan dan Kosicki yang membagi berita menjadi empat bagian
struktur besar yaitu : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah
cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan atau pertautan fakta kedalam berita agar
lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif pada akhirnya akan menentukan fakta apa yang akan diambil, bagian
mana yang ditonjolkan, bagian mana yang luput, atau bahkan dihilangkan dalam pemberitaan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut Sobur, 2002 : 162
Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan
dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa akan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas,
bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya Eriyanto, 2004 : 6.
Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada
dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa, aktor,
kelompok, atau apa saja dibingkai oleh media. Selanjutnya bagaimana media
memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu dibangun Eriyanto, 2004: 3.
Pada dasarnya analisis framing merupakan suatu metode untuk melihat cara bercerita story telling media atas suatu peristiwa, dimana kebenaran
tentang suatu realitas tidak diingkari secara total. Melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan
bantuan foto atau alat ilustrasi lainnya Sudibyo, 2001 :186. Framing pada prakteknya dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu
tertentu dan mengabaikan isu yang lain serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok,
menempatkan headline; halaman depan atau belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu
ketika menggambarkan orang atau suatu peristiwa yang diberitakan. Penonjolan diidentifikasikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan,
bermakna, dan berkesan. Pada dasarnya penonjolan tersebut tidak dimaknai bias, tetapi secara idiologis sebagai strategis wacana, upaya menyuguhkan kepada
publik tentang pandangan tertentu agar pandangan tersebut dapat diterima oleh khalayak. Salah satu yang menjadi prinsip analisis framing adalah wartawan bisa
menerapkan standar kebenaran serta batas-batas tertentu dalam mengolah dan msnyuguhkan berita Sobur. 2004: 86.
2.1.10 Proses Framing Pan dan Kosicki
Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, yaitu konsepsi Psikologis dan sosiologis. Pertama, yaitu konsepsi
psikologis. Framing dalam konsepsi ini berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan
dalam skema tertentu. Dalam pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana kognitif individu menafsirkan suatu peristiwa
dalam cara pandang tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang diklasifikasikan, mengorganisasikan dan
menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial
atas realitas. Konsepsi psikologis dan konsepsi sosiologis dapat digabung dalam satu
model. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana suatu berita diproduksi den peristiwa dikonstruksi oleh wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal
yang menafsirkan peristiwa, sebab paling tidak ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumber, dan kalayak.
Dalam mengkonstruksi realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya semata. Pertama, proses konstruksi itu juga
melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai-nilai sosial yang tertanam mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Ini umumnya
dipahami bagaimana kebenaran diterima secara taken of granted oleh wartawan. Sebagai bagian dan lingkungan sosial, wartawan akan menerima nilai-nilai,
kepercayaan yang ada didalam masyarakat. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi suatu berita, wartawan bukanlah berhadapan dengan publik
yang kosong. Hal ini karena wartawan bukan menulis untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan
standar kerja, profesi jurnalistik dan standar professional wartawan Eriyanto, 2002 : 252-254.
2.1.11 Perangkat Framing Pan dan Kosicki
Pada penelitian ini akan menggunakan analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang mengoperasionalkan empat dimensi struktural
teks berita sebagai perangkat framing : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang
berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kutipan sumber
latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu- kedalam teks berita secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar yaitu :
1. Sintaksis
Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa -pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa-
kedalam bentuk susunan, kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita antara lain :
a. Headline
Headline merupakan aspek sintaksis dari berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca
cenderung lebih mengingat headline yang dipakai daripada bagian berita. Headline mempunyai framing yang kuat Eriyanto, 2002 : 257.
Posisi judul dianggap penting karena sekilas pembaca akan membuka atau melihat media massa, maka yang akan terbaca lebih
dahulu adalah judulnya. Judul berita Headline pada dasarnya mempunyai tiga fungsi yaitu : mengiklankan berita atau cerita, meringkas
atau mengikhtisar cerita, dan memperbagus halaman. Dalam judul berita tidak diizinkan mencantumkan sesuatu yang bersifat pendapat atau opini
Anwar dalam Sobur, 2002: 76. b.
Lead Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita,
menunjukkan perspektif tertentu dari suatu peristiwa yang diberitakan Eriyanto, 2002 : 258. Lead adalah intisari berita yang mempunyai 3
fungsi, yaitu : 1 menjawab rumus 5W +1H who, what, where, when, why, how, 2 menekankan news feature of the story dengan
menempatkan pada posisi awal, 3 memberikan identifikasi cepat tentang orang, tempat, kejadian yang dibutuhkan bagi pemahaman cepat
berita Sobur, 2002 : 77. c.
Latar Informasi
Dalam menulis berita biasanya dikemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang ditulis menentukan kearah mana
pandangan khalayak hendak dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak,
bergantung pada kepentingan mereka Sobur, 2002: 79. Latar umumnya ditampilkan diawal sebelum pendapat wartawan
yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu latar
membantu menyelidiki bagaimana memberi pemaknaan atas suatu peristiwa Eriyanto, 2002: 258.
d. Kutipan Sumber
Pengutipan sumber berita dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun obyektifitas prinsip keseimbangan dan tidak
memihak. Ini juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan
pendapat dari orang lain yang mempunyai otoritas tertentu Eriyanto, 2002 : 259.
2. Skrip
Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana media mengisahkan atau menceritakan peristiwa dalam bentuk berita. Pola pengorganisasian
peristiwa dapat dilihat dari hadirnya komponen-komponen atau unsur kelengkapan berita yang sejalan dengan kaidah-kaidah jurnalistik yaitu
bentuk 5W + 1 H. Penerapan penulisan berita yang disusun sebagai suatu
cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, dilakukan institusi media, dalam hal ini oleh wartawan merupakan salah satu strategi wartawan dalam
mengkonstruksi dan memberi penekanan pada berita. Bentuk umum dan struktur skrip adalah pola 5W + 1 H, antara lain :
What : Peristiwa apa yang sedang terjadi ?
Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu ?
When : Kapan peristiwa itu terjadi ?
Where : Dimana peristiwa itu terjadi ?
Why : Mengapa peristiwa itu terjadi ?
How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?
3. Tematik
Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi, kalimat, atau hubungan
antar kalimat yang membentuk secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan kedalam bentuk yang lebih kecil.
Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini antara lain :
a. Detail
Elemen detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang komunikator. Komunikasi akan menampilkan secara
berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit
bahkan kalau perlu tidak disampaikan kalau hal itu merugikan dirinya. Detail berhubungan dengan apakah sisi informasi tertentu diuraikan
secara panjang atau tidak Sobur, 2002: 79. b. Maksud kalimat, hubungan
Elemen maksud melihat apakah kalimat itu disampaikan secara eksplisit ataukah tidak, apakah fakta disampaikan secara telanjang ataukah tidak.
Umumnya infomiasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sebaliknya informasi yang merugikan akan
diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah kepada publik hanya disampaikan informasi yang menguntungkan
komunikator Sobur, 2002 : 79. c. Nominalisasi antar kalimat
Dengan melakukan nominalisasi, dapat memberi sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Hal ini berhubungan dengan adanya pertanyaan
apakah komunikator memegang obyek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukah sebagai suatu kelompok Sobur, 2002 : 81.
d. Koherensi Koherensi pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Dua
buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang
tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan. Pertama, koherensi sebab akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau
sebab dari proposisi lain. Proposisi sebab akibat umumnya ditandai
dengan kata penghubung “sebab” atau “karena”. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi
atau kalimat lain. Koherensi penjelas ditandai dengan pemakaian kata hubung “dan” atau “lalu”. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau
kalimat satu dipandang sebagai kebalikan atau lawan dari kalimat atau proposisi lain. Koherensi pembeda ditandai dengan kata hubung
“dibandingkan” atau “sedangkan” Eriyanto, 2004: 263. e. Bentuk Kalimat
Berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas kalau diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan subjek
yang menerangkan dan predikat yang diterangkan. Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan
makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek dari pernyataan,
sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang menjadi objek dari pernyataannya Sobar, 2002:81.
f. Kata Ganti Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif. Pengulangan kata yang sama tanpa suatu tujuan yang jelas akan menimbulkan rasa yang kurang enak.
Pengulangan hanya diperkenankan kalau kata itu dipentingkan atau mendapat penekanan Sobur, 2002:82.
4. Retoris
Struktur retoris berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu. dengan kata lain, struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata,
idiom, grafik, gambar yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu. Ada beberapa elemen struktur retoris, antara lain :
a. Leksikon Pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau
menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai semata-mata hanya karena kebetulan, tetapi secara ideologis menunjukkan bagaimana
pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas Pemakaian kata-kata tersebut seringkali diiringi dengan penggunaan label-label tertentu
Eriyanto, 2002 : 264. b. Grafis
Dalam teks berita, grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf cetak tebal, huruf
miring. Huruf besar, pemakaian garis bawah, pemberian warna, foto, Pemakaian caption, raster grafik, gambar, table atau efek lain untuk
mendukung arti penting suatu pesan Eriyanto, 2004 : 266. c. Metafora
Dalam teks berita seorang komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan
sebagai ornament atau bumbu dari suatu teks. Tetapi, pemakaian metafora tertentu boleh jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti
suatu teks. Metafora tertentu dipakai komunikator secara strategis sebagai landasan befikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan
tertentu kepada publik Eriyanto, 2004: 259. d. Pengandaian
Pengandaian adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen pengandaian merupakan pernyataan yang
digunakan untuk mendukung makan suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya
tidak perlu dipertanyakan Sobur, 2002:79.
Tabel 2.1 KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI
STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI
SINTAKTIS Cara wartawan
menyusun fakta 1. Skema berita
Headline, lead, latar informasi, kutipan,
sumber, pernyataan, penutup
SKRIP Cara wartawan
mengisahkan fakta 2. Kelengkapan berita
5W + 1H
Cara wartawan menulis fakta
3. Detail 4. Maksud kalimat,
hubungan 5. Nominalisasi antar
kalimat 6. Koherensi
7. Bentuk kalimat 8. Kata ganti
Paragraf, proposisi
RETORIS Cara wartawan
menekankan berita 9. Leksikon
10. Grafis 11. Metafora
12. Pengandaian Kata, idiom, gambar, foto,
grafik
Sumber: Analisis Teks dan Media, Sobur, 2002: 176
2.2. Kerangka Berpikir
Pekerjaan media pada dasarnya adalah yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Berita merupakan hasil dari konstruksi realitas. Berita
bukanlah cerminan dari realitas sosial yang sesungguhnya melainkan realitas buatan. Berita yang terdapat pada media terkadang berbeda dengan realitas
sosial yang ada. Karena realitas sosial yang terjadi ditengah masyarakat dibingkai oleh media sesuai dengan cara pandang wartawan dan media cetak itu
sendiri. Realitas sosial dalam penelitian ini adalah peristiwa kunjungan Presiden
AS Obama di Indonesia pada tanggal 09-11 november 2010. Berita tentang kunjungan Presiden AS di Indonesia ini ditampilkan di halaman muka oleh surat
kabar Kompas dan Republika. Jika suatu media menempatkan sebuah kasus atau peristiwa dihalaman muka, maka diasumsikan peristiwa tersebut pasti
memperoleh perhatian besar dari khalayak. Setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca selalu dijadikan headline atau diletakkan pada
halaman muka Sobur, 2001 167 Pemuatan berita kunjungan Presiden AS di Indonesia di media cetak
khususnya surat kabar Kompas dan Republika yang cenderung berbeda dipilih peneliti sebagai subjek penelitian. Dasar dipilihnya surat kabar Kompas adalah
berita-berita yang ditulis oleh Kompas menunjukkan bahwa kompas mendukung baik kerja sama yang terjalin antara Indonesia dengan AS. Selain itu, pada berita
yang ditulis Kompas terlihat bahwa Kompas lebih memihak AS dengan menulis
hal-hal positif yang telah dilakukan pemerintah AS dalam membantu masyarakat Indonesia serta massa kecil Presiden Obama di Indonesia.
Sedangkan surat kabar Republika dalam berita-beritanya lebih mengangg ap bahwa kedatangan presiden ke Indonesia untuk menjalin kerja sama yang
harus saling menguntungkan antara satu sama lain, dalam pemberitaan Republika juga menganggap bahwa kunjungan presiden Obama tersebut adalah
salah satu strategi untuk menjangkau dunia Islam, mengingat Indonesia merupakan negara Islam terbesar di dunia.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis framing yang mana dipakai untuk mengetahui realitas yang dibingkai oleh media.
Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi dirangka bangun dengan bentukan dan makna tertentu, sehingga elemen tersebut
menandakan sebuah peristiwa berlangsung. Dari latar belakang tersebut maka paradigma, konsep, dan teori yang digunakan peneliti adalah paradigma
konstruktivisme. Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas yang
sedang terjadi dibingkai oleh suatu media. Realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi oleh suatu media sesuai dengan visi dan misinya untuk
ditampilkan dalam pemberitaan. Dalam penelitian ini menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki. Perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar. Pertama; struktur sintaksis, Kedua; struktur skrip, Ketiga; struktur tematik,
Keempat, struktur retoris. Teori yang dianggap relevan selanjutnya akan dipakai
untuk mengetahui kecenderungan atau perbedaan surat kabar Kompas dan Republika dalam memproduksi informasi adalah Hierarchy of Influence.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian