Analisis Framing Landasan Teori .1 Surat Kabar Sebagai Tanggung Jawab Sosial

konsentrasi analisis pada paradigma konstruktifis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi dibentuk Eriyanto, 2003: 40. Konsep mengenai konstruktifisme diperkenalkan pertama kali oleh seorang sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Berger mencetuskan teori mengenai konstruksi sosial atas realitas yang menyatakan : “Manusia tidak memiliki lingkungan yang spesifik. Setelah lahir, individu harus” membangun hubungan-hubungan dengan dunianya untuk proses perkembangannya sebagai manusia karena itu manusia selalu mengkonstruksi segala sesuatu yang tidak tersedia untuk dirinya dari alam. Hasil konstruksi ini akhirnya akan mempengaruhi dan membentuk pikiran serta tindakan dalam interaksi sosial” Subiakto dalam Aprini, 2002 :37. Titik perhatian pada paradigma ini adalah bagaimana masing masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Intinya bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima pesan. Eriyanto, 2002: 40.

2.1.9 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Benson tahun 1955 Sudibyo dalam Sobur, 2004 : 161. Mulanya frame dipakai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Pan dan Kosicki yang membagi berita menjadi empat bagian struktur besar yaitu : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan atau pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif pada akhirnya akan menentukan fakta apa yang akan diambil, bagian mana yang ditonjolkan, bagian mana yang luput, atau bahkan dihilangkan dalam pemberitaan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut Sobur, 2002 : 162 Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa akan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya Eriyanto, 2004 : 6. Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja dibingkai oleh media. Selanjutnya bagaimana media memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu dibangun Eriyanto, 2004: 3. Pada dasarnya analisis framing merupakan suatu metode untuk melihat cara bercerita story telling media atas suatu peristiwa, dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total. Melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan bantuan foto atau alat ilustrasi lainnya Sudibyo, 2001 :186. Framing pada prakteknya dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok, menempatkan headline; halaman depan atau belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau suatu peristiwa yang diberitakan. Penonjolan diidentifikasikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Pada dasarnya penonjolan tersebut tidak dimaknai bias, tetapi secara idiologis sebagai strategis wacana, upaya menyuguhkan kepada publik tentang pandangan tertentu agar pandangan tersebut dapat diterima oleh khalayak. Salah satu yang menjadi prinsip analisis framing adalah wartawan bisa menerapkan standar kebenaran serta batas-batas tertentu dalam mengolah dan msnyuguhkan berita Sobur. 2004: 86.

2.1.10 Proses Framing Pan dan Kosicki