memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu dibangun Eriyanto, 2004: 3.
Pada dasarnya analisis framing merupakan suatu metode untuk melihat cara bercerita story telling media atas suatu peristiwa, dimana kebenaran
tentang suatu realitas tidak diingkari secara total. Melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan
bantuan foto atau alat ilustrasi lainnya Sudibyo, 2001 :186. Framing pada prakteknya dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu
tertentu dan mengabaikan isu yang lain serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok,
menempatkan headline; halaman depan atau belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu
ketika menggambarkan orang atau suatu peristiwa yang diberitakan. Penonjolan diidentifikasikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan,
bermakna, dan berkesan. Pada dasarnya penonjolan tersebut tidak dimaknai bias, tetapi secara idiologis sebagai strategis wacana, upaya menyuguhkan kepada
publik tentang pandangan tertentu agar pandangan tersebut dapat diterima oleh khalayak. Salah satu yang menjadi prinsip analisis framing adalah wartawan bisa
menerapkan standar kebenaran serta batas-batas tertentu dalam mengolah dan msnyuguhkan berita Sobur. 2004: 86.
2.1.10 Proses Framing Pan dan Kosicki
Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, yaitu konsepsi Psikologis dan sosiologis. Pertama, yaitu konsepsi
psikologis. Framing dalam konsepsi ini berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan
dalam skema tertentu. Dalam pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana kognitif individu menafsirkan suatu peristiwa
dalam cara pandang tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang diklasifikasikan, mengorganisasikan dan
menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial
atas realitas. Konsepsi psikologis dan konsepsi sosiologis dapat digabung dalam satu
model. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana suatu berita diproduksi den peristiwa dikonstruksi oleh wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal
yang menafsirkan peristiwa, sebab paling tidak ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumber, dan kalayak.
Dalam mengkonstruksi realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya semata. Pertama, proses konstruksi itu juga
melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai-nilai sosial yang tertanam mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Ini umumnya
dipahami bagaimana kebenaran diterima secara taken of granted oleh wartawan. Sebagai bagian dan lingkungan sosial, wartawan akan menerima nilai-nilai,
kepercayaan yang ada didalam masyarakat. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi suatu berita, wartawan bukanlah berhadapan dengan publik
yang kosong. Hal ini karena wartawan bukan menulis untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan
standar kerja, profesi jurnalistik dan standar professional wartawan Eriyanto, 2002 : 252-254.
2.1.11 Perangkat Framing Pan dan Kosicki