ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak lepas dari subyektifitas sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan
dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.
Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu
merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan
kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu.
Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan
ditampung, tetapi media lebih sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak
Eriyanto, 2004 : 92.
2.1.5 Produksi Berita
Tahap paling awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempresepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Tahap ini melibatkan
konsepsi wartawan yang menentukan batasan-batasan mana yang dianggap berita dan mana yang dianggap tidak. Peristiwa dalam lapangan jurnaistik,
bukanlah realitas yang nyata. Ia adalah fonomena interpretasi yang melibatkan aktivitas kompleks. Peristiwa adalah bagian dimana seseorang mendifinisikan
sesuatu dan menyatakan bahwa ini adalah kenyataan Eriyanto,2002:102.
Individu dan sesama jurnalis mempunyai pandangan yang sama sehingga ia bisa menentukan mana peristiwa dan mana yang tidak bisa dianggap sebagai
peristiwa. Oleh karena itu, berita melalui proses produksi berikut ini merupakan peristiwa yang telah ditentukan sebagai berita, bukan peristiwa itu sendiri.
Rutinitas Organisasi
ada banyak faktor mengapa peristiwa tertentu diberitakan sementara yang lainnya tidak. Lebih banyak semua proses seleksi
dan sortir itu terjadi dalam suatu rutinitas kerja keradiosionalan, suatu bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi
berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keraturan kerja yang dijalankan setiap harinya sebagai bagian untuk mengefektifkan organisasi media
megkategorisasikan peristiwa dalam kategori atau bidang tertentu. Wartawan dibagi dalam beberpa departemen, dari ekonomi sampai olahraga supaya mereka
menghasilkan laporan yang berhubungan dengan bidangnya tersebut. Wartawan juga diklasifikasikan sebagai koresponden daerah dan nasional, dan seterusnya.
Praktek organisasi semacam ini yang semula dimaksudkan sebagai pembagian kerja, efektif dan pelimpahan wewenang, akhirnya berubah menjadi bentuk
seleksi sendiri.
Nilai Berita. Seperti kerja profesional lainnya, wartawan dan orang yang
bekerja di organisasi media juga memiliki batasan profesional untuk menilai kualitas pekerjaan mereka. Peristiwa yang akan disajikan oleh wartawan harus
memenuhi nilai berita news value untuk dianggap sebagai berita.
Nilai-nilai berita
bukan hanya menentukan peristiwa apa yang saja yang diberikan, melainkan juga bagaimana peristiwa itu dikemas. Hanya peristiwa yang memiliki aturan-aturan
tertentu saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita. Ini adalah prosedur pertama dari bagaimana peristiwa dikonstruksi Eriyanto, 2002:104.
Sebuah peristiwa yang mempunyai unsur nilai berita paling banyak dan paling tinggi lebih memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan
berita yang tidak memiliki unsur nilai berita atau nilai beritanya tidak tinggi akan dibuang. Jadi nilai berita itu bukan hanya menjadi ukuran dan standar kerja,
melainkan juga telah menjadi ideologi dari kerja wartawan. Berhubungan dengan oriertasi media dengan khalayak, Shoemaker dan
Reese mengungkapkan bahwa nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak Eriyanto, 20d6:105. Memproduksi berita tidak berbeda dengan
memproduksi barang, keduanya ditujukan pada khalayak. Nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan. Secara umum, nilai berita sebagai berikut :
1. Prominace, nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti
pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Misalnya kecelakaan pesawat adalah berita,
sementara kecelakaan sepeda motor bukanlah berita. 2.
Human Interest, peristiwa yang diberitakan lebih banyak mengandung unsur baru, sedih dan menguras emosi khalayak. Misalnya abang
becak yang mengayuh becaknya dari Surabaya ke Jakarta merupakan berita, sementara abang becak yang mengayuh becak keliling Surabaya
bukan berita. 3.
ConflictControvercy, peristiwa yang mengandung konflik lebih petensi21 disebut berita daripada peristiwa Nana biasa-biasa saja.
Misalnya kerusuhan antara etnis Madura dan etnis Dayak disebut berita, sementara pertengkaran antar ibu-ibu bukan berita.
4. Unusual, berita harus mengandung peristiwa yang tidak biasa dan
jarang terjadi. Seorang ibu melahirkan 5 bayi kembar adalah berita. Sementara ibu yang melahirkan 1 bayi itu sudah umum dan wajar, jadi
hanya berita biasa. 5.
Proximity, peristiwa yang lebih dekat lebih layak diberitakan daripada peristiwa yang jauh, baik dari segi fisik maupun emosional dengan
khalayak. Nilai berita tersebut merupakan produk dari konstruksi sosial. la
menentukan apa. yang layak dan apa yang tidak layak disebut berita. Nilai berita membatasi peristiwa mana yang layak disebut berita dan mana yang tidak.
Kategori Berita. Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut sebagai kategori berita. Secara umum, menurut
Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita : hard news, soft news, spot news, developing news, dan continuing news Eriyanto, 2002:109 :
1. Hard news : Kategori ini merupakan berita mengenai peristiwa yang terjadi
saat itu sehingga sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Ukuran keberhasilannya adalah seberapa cepat berita ini disampaikan. Peristiwa yang
masuk dalam kategori ini bisa peristiwa yang direncanakan Sidang Paripurna, Pendidikan oleh KPK, bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan bencana
alam, kerusuhan.
2. Soft news Feature : kategori ini berhubungan dengan kisah manusiawi
human interest. Soft news tidak dibatasi waktu dan aktualitas. la bisa diberitakan kapan saja, karena ukurannya bukan kecepatan penyampaian
berita melainkan apakah informasi yang disajikan menyentuh emosi khalayak. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang menarik, seperti harimau
langka yang melahirkan atau orang buta yang menyelesaikan studi Strata tiga. 3.
Spot news : Spot news merupakan bagian dari hard news. Dalam spot news peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan , misalnya bencana alam
dan tindak kriminal. 4.
Developing news : Developing news juga merupakan bagian dari hard news. la juga memberitakan peristiwa yang tidak direncanakan. Namun, developing
news merupakan berita lanjutan dari berita sebelumnya yang telah ditambahi elemen-elemen lain. Misalnya berita pertama menceritakan kecelakaan bis
yang menewaskan 23 penumpangnya di Tuban, kemudian dilanjutkan oleh berita selanjutnya yang mencantumkan daftar nama-nama korban, dan
seterusnya. 5.
Continuing news : Continuing news juga bagian dari hard news. la memberitakan peristiwa mana yang direncanakan. Satu peristiwa bisa terjadi
kompleks dan tidaik terduga tapi mengarah pada satu tema tertentu. Misalnya peristiwa Sidang Istimewa.
Kategori berita tersebut diatas dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subyek peristiwa yang menjadi berita. Wartawan memakai kategori berita
untuk menggambarkan peristiwa yang akan digunakan sebagai berita.
Berdasarkan kategori tersebut, wartawan kemudian menentukan apa yang harus dilakukan, persiapan yang dibutuhkan untuk menghasilk:an dan menangkap
peristiwa tersebut. Setiap kategori tersebut menentukan kontrol kerja. Ideologi ProtesionaObyektifitas. Standard professional berhubungan
dengan jaminan yang ditekankan kepada khalayak bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Obyektifitas dalam proses produksi berita secara umum
digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dan opini. Berita adalah fakta dan karenanya dalam proses pencarian berita dan penulisan berita
sama sekali tidak boleh terdapat opini. Upaya memisahkan fakta dan opini ini biasanya dijabarkan dengan beberapa prosedur. Pertama, dengan melakukan.
reportase baik lewat pengamatan maupun dengan wawancara. Seringkali pengamatan itu ditekankan dengan kata-kata, seperti langsung dari lapangan.
Sedangkan wawancara dengan sumber diberi tanda kutip untuk menekankan bahwa apa yang tersaji adalah yang tergambar di lapangan, bukan rekaan dari
wartawan. Kedua, pendapat antara satu sumber dikontraskan dengan sumber lain. Ini seringkali dikatakan sebagai liputan dua sisi cover both sides. Wartawan
mewawancarai sumber yang saling berseberangan untuk menekankan bahwa berita ini tidak memiliki satu sisi.
Perangkat seperti obyektifitas ini adalah ideologi yang dipercaya wartawan, bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah upaya untuk mencapai
kebenaran. Setelah seluruh prosedur dilakukan bisa jadi tetap tidak ada kebenaran yang pasti. Hal ini seperti kerja dokter yang telah melakukan seluruh prosedur
namun tidak ada jaminan diagnosa yang dokter katakan benar adanya. Tuchman
menyebut prosedur ini sebagai ritual karena ia direkonstruksi untuk dipercaya dan harus dilakukan oleh wartawan ketika ia menulis berita. Serangkaian prosedur
harus dilakukan wartawan agar apa yang ditulis dapat disebut sebagai obyektif Eriyanto, 2002:111.
Berbagai prosedur itu terinternalisasi dalam pikiran dan dipraktekkan dalam produksi berita oleh wartawan. Tuchman menyebut ada empat strategi
dasar. Pertama, menampilkan semua kemungkinan konflik yang muncul. Kedua, menampilkan fakta-fakta pendukung. Ketiga, pemakaian kutipan pendapat.
Keempat menyusun informasi dalam tata urutan tertentu. Format yang paling umum adalah piramida terbalik, dimana informasi yang penting disajikan lebih
dulu. Prosedur tersebut semacam jaminan dan pertanggungjawaban kepada
khalayak. Sebuah peristiwa bisa disajikan dan dibingkai dengan jalan yang berbeda oleh wartawan yang berbeda. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis
framing, peneliti harus menjauh dari terminology seperti bias atau distorsi. Dengan praktek objektivitas seperti yang disebut sebelumnya, media hendak
menyatakan bahwa peristiwanya memang benar-benar terjadi. 2.1.6 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realita
Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan
dilaporkan secara terbuka melalui media massa Birowo, 2004 :168. Peristiwa-peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya
melalui proses terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria
kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian “ditampilkan”
kepada khalayak Eriyanto, 2004: 26. Setelah proses penyeleksian tersebut, maka proses tersebut akan
dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi pada realitas ini
dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan
dalam pemberitaan Eriyanto, 2004 : 3. Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan
pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari institusi media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan
berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai Birowo, 2004 : 176.
Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media Sobur, 2001 : vi. Hal ini terkait dengan visi, misi, dan
ideologi yang dipakai oleh masing-masing media. Sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada
siapa jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan, atau kelompok tertentu. Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau
golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin
dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari integral
dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang
ada di masyarakat
2.1.7 Teori Hierarchy of Influence