PEMBINGKAIAN BERITA KUNJUNGAN PRESIDEN AS BARACK HUSEIN OBAMA DI INDONESIA (Studi Analisis Framing Tentang Berita Kunjungan Presiden AS Barack Husein Obama Pada Surat Kabar Kompas dan Republika edisi 10-11 November 2010 ).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

ERLIA DE JESUS SEQUEIRA GALUCHO NPM 0743010301

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011


(2)

Disusun Oleh :

Erlia de Jesus Sequeira G. NPM. 0743010301

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.

Menyetujui, Pembimbing Utama

Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 367049500361

Mengetahui DEKAN

Dra.Ec.Hj.Suparwati,M.Si NIP. 195507181983022001  


(3)

Republika)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wartawan membingkai dan mengkontruksi berita-berita tentang kunjungan presiden AS Barack husein Obama di Indonesia untuk itulah digunakan analisis framing sebagai suatu metode analisis teks, yang merupakan metode penelitian kualitatif dengan paragdigma konstruktivis.

Hasil dari penelitian ini, yaitu bahwa surat kabar Kompas lebih menekan Frame mengenai kerja sama bilateral antar RI-AS serta masa kecil Obama di Indonesia. Dalam penulisan berita Kompas lebih menulis pernyataan tentang Obama dan menampilkan pernyataan-pernyataan narasumber berita yang mendukung kerja sama bilateral. Sedangkan surat kabar Republika, dalam penyajian judul maupun beritanya ingin menyampaikan bahwa kujungan Presiden AS Barack Obama mempunyai maksud tertentu dan kerja sama bilateral antara kedua Negara hanya membawa keuntungan semata bagi AS.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberitaan pada Kompas terlihat mendukung dan memihak pemerintah AS. Hal ini ditunjukkan Kompas dengan menuliskan kerja sama yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak, Kompas juga lebih membahas tentang masa kecil Obama di Indonesia. Sedangkan surat kabar Republika menghadirkan judul dan isi berita yang mengarah pada dugaan bahwa kunjungan Obama hanya membawa keuntungan semata bagi AS.

Kata kunci : Pembingkaian, Berita tentang Kunjungan Presiden AS Barack Obama di Indonesia, Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Republika .


(4)

Obama 9 to 11 November 2010 on the Newspaper Kompas and Republika)

This study aims to find out how journalists frame and construct the news about the visit of AS President Barack Husein Obama in Indonesia that is used for framing the analysis as a method of text analysis, which is a qualitative research method with paragdigma constructivist.

The results of this study, namely that the newspaper Kompas more pressing frame of bilateral cooperation between Indonesia and the AS and Obama's childhood in Indonesia. In the Kompas news writing more about Obama's written statement and display news source statements that support bilateral cooperation. While the Republika newspaper, in preparing the title nor the story wanted to convey that visit AS. President Barack Obama has a specific purpose and bilateral cooperation between the two countries only bring profit solely for the AS.

The conclusion of this study was preaching on the Kompas looks to support and favor the AS government. This is shown Kompas by writing a mutually beneficial cooperation between the two sides, Kompas is also much talk about Obama's childhood in Indonesia. While presenting the Republika newspaper titles and content of news that leads to the suspicion that Obama's visit only bring profits to the AS.

Keywords: Framing, News of the visit of AS. President Barack Obama in Indonesia, Kompas newspaper,Republika newspaper.


(5)

karuniaNya begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi judul “Pembingkaian Berita Kunjungan Presiden AS Barack Husein Obama di Indonesia”.

Semua keberhasilan dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi. Dalam kesempatan ini, dengan rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus Atas Semua hidayah dan cobaan-cobaanNya.

2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur.

3. Dra. Sumardjijati, MSi, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur.

4. Bapak Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur sekaligus dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis, Mama dan Papaku yang tercinta atas dukungan materi dan doa yang tak pernah putus untuk penulis dan semua keluarga penulis yang ada di Timor Leste.


(6)

semangat dalam menyusun skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur.

Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini akan berguna bagi rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikas. Untuk semua pihak yang telah mendukung penyusunan sampai penyelesaian skripsi ini, sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 13 Januari 2011

Penulis


(7)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI…... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ………. xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori ... 10

2.1.1. Surat Kabar Sebagai Tanggung Jawab Sosial... . 10

2.1.2. Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial ... 11

2.1.3. Media Massa dan Konstruksi Realitas ... 12

2.1.4. Ideologi Media ... 13

2.1.5. Produksi Berita ... 14

2.1.6. Berita Sebagai Hasil Konstruksi ... 20


(8)

2.1.9. Analisis Framing ... 24

2.1.10. Proses Framing Pan dan kosicki ... 26

2.1.11. Perangkat Framing Pan dan Kosicki ... 28

2.2. Kerangka Berpikir ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Metode Penelitian ... 39

3.2. Definisi Konseptual ... 40

3.2.1. Kunjungan Presiden AS Barack Obama Ke Indonesia ... 40

3.2.2. Berita-berita di Surat Kabar Kompas dan Republika ... 40

3.3. Subyek dan Obyek Penelitian ... 40

3.4. Unit Analisis ... 40

3.5. Populasi dan Korpus ... 41

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.7. Teknik Analisis Data ... 42

3.8. Langkah-langkah Analisis Framing ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 49

4.1.1 Profil Perusahan Kompas ... 49


(9)

4.1.2 Profil Perusahan Republika... 59

4.1.2.1 Sejarah Berdirinya Surat Kabar Republika ... 59

4.1.2.2 Oplah Distribusi dan Profil Pembaca Republika ... 61

4.1.2.3 kebijakan Redaksional Republika ... 63

4.2 Hasil dan Pembahasan ... 65

4.2.1 Analisis Framing Berita Kompas ... 66

4.2.1.1 Frame Kompas Judul Obama Kembali Menghirup Udara Jakarta ... 66

4.2.1.2 Frame Kompas Judul Tepuk Gemuruh, Derai Tawa dan Histeris ... 73

4.2.2 Analisis Framing Berita Republika ... 78

4.2.2.1 Frame Republika Judul Harus Menguntungkan RI ... 78

4.2.2.2 Frame Republika Judul Obama Ceramah Massa Demo ... 87

4.3 Pembahasan Analisis Data Surat Kabar Kompas dan Surat Kabar Republika ... 88


(10)

5.1 Kesimpulan ... 91 5.2 Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(11)

Tabel 1. Kerangka Framing Pan dan Kosicki ... .. 35 Tabel 4.1 Frame Kompas Judul Obama Kembali Menghirup Udara

Jakarta………. 72 Table 4.2 Frame Kompas Judul Tepuk Gemuruh, Derai Tawa dan

Histeris………... 77 Table 4.3 Frame Republika Judul Harus Untungkan RI……… 82 Tabel 4.4 Frame Republika Judul Obama Ceramah Massa Demo……… 87 Tabel 4.5 Frame Surat Kabar Kompas dan Republika Tentang

Kunjungan Presiden AS Barack Obama Ke Indonesia ... .. 94


(12)

Gambar 1. Hierarchy of Influence” Pamela Shoemaker dan

Stephen D. Reese ... 22


(13)

xi

1. Edisi tanggal 10 November 2010, Judul : “Obama Kembali

Menghirup Udara Jakarta ………... 95 2. Edisi tanggal 11 November 2010, Judul : “Tepuk Gemuruh,

Derai Tawa dan Histeris ” …… ………... 96

Korpus Republika

1. Edisi tanggal 10 November 2010, Judul : “Harus

Menguntungkan RI”…… …… ………... 97 2. Edisi tanggal 11 November 2010, Judul : “Obama


(14)

1.1Latar Belakang Masalah

Berita mengenai kebijakan Amerika Serikat yang dimuat pada surat kabar Indonesia cenderung negatif terutama yang berkaitan dengan Islam. Seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah era George W Bush, yang mengatasnamakan memerangi terorisme, Bush menyerang dan menginvasi Negara-negara berpenduduk Muslim. ( Republika, 14 April, http://www.cmm.or.id/cmm-ind more php?id=5297 0 3 0 C, jumat 23 April 2009).

Hal ini juga masih terlihat pada pemberitaan mengenai kunjungan Presiden Barack Husein Obama di beberapa surat kabar yang masih mengkaitkan kunjungan Obama tersebut dengan berita-berita yang negatif terutama yang berkaitan dengan Islam.

Presiden AS Barack Obama ini sempat membatalkan kunjungannya dua kali yaitu pada bulan april 2010 dan juni 2010. Yang pertama beralasan karena harus menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU) tentang jaminan sosial bagi warga AS. Kali keduanya pihak AS mengajukan alasan masih ada persoalan mendesak lainnya, yang juga membutuhkan penanganan Obama. (www.kompas.com Senin, 08/11/2010 18:39 WIB), setelah membatalkan rencana kedatangannya Obama kembali memenuhi janjinya untuk berkunjung ke Indonesia pada hari Selasa tanggal 9 November 2010 pukul 16:20 WIB Obama mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Setelah mengunjungi India,


(15)

Presiden AS Barack Obama akhirnya ke Indonesia juga. Diukur dari durasi waktu kunjungannya, India tampak lebih penting sehingga Ia perlu tiga hari disana. Ia mungkin merasa tidak perlu berlama, bahkan tidak sampai sehari di Indonesia yang pernah Ia tinggali dan turut menentukan massa kecilnya itu. (Kompas selasa tanggal 9 November 2010 : 6).

Kedatangan Obama ini disambut antusias oleh masyarakat Indonesia, mengingat latar belakang Obama yang pernah tinggal di Indonesia selama empat tahun bersama Ibu dan Ayah tirinya.

Namun tidak semua masyarakat Indonesia menyambut kedatangan Obama dengan baik, sebagian masyarakat Indonesia menolak kedatangan Obama dengan aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan oleh empat kelompok massa tiga diantaranya Elemen Mahasiswa (BEM) UI, Front Aksi Mahasiswa (FAM) UI, satu kelompok demonstran lainnya digalang Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Hizbur Tahrir Indonesia (HTI). Mereka menuntut agar Obama menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Palestina, penarikan pasukan AS dari Afganistan dan Irak, Pembuktian komitmen Obama menjalin hubungan baik dengan dunia Islam serta penegasan kepada Indonesia untuk memiliki kedaulatan yang kuat. Hal ini jelas tertulis pada pemberitaan Republika Rabu 10 November 2010..

Tujuan Presiden Obama ke Indonesia untuk menjalin kerja sama kemitraan kedua Negara yang difokuskan pada bidang perekonomian, kemitraan antar masyarakat sipil, serta penguatan kerja sama politik dan keamanan. Dalam


(16)

kemitraan antar masyarakat misalnya; pertukaran pelajar dan kerja sama antar perguruan tinggi di kedua Negara akan di tingkatkan dengan signifikan.

Jika kita mencermati Pidatonya di Istana maupun di Universitas Indonesia Obama lebih banyak berbicara soal demokrasi, toleransi dan Hak Asasi Manusia tentu saja itu sangat bermanfaat di Era Modern seperti saat ini, tetapi tema ekonomi jauh lebih nyata. Justru tema inilah yang terlalu sedikit di singgung. Itupun lebih berkisar pada sumber daya alam dan pasar Indonesia yang besar dan empuk sebagai sasaran produk-produk Negerinya. Padahal yang kita butuhkan adalah seberapa besar investasi yang akan ditanamkan di Indonesia pada sektor industri. (www.repblika.com). Sosok Obama dinilai sebagai orang yang hadir dengan potensi di tengah kondisi sosial politik morat-marit. Selain itu melandasi argumentasi dengan fragmentasi yang tepat. Pemilihan Presiden berkulit hitam pertama merupakan fenomena bagi AS, di mana pertanyaan Marthin Luther King telah terjawab, orang kulit hitam mampu memimpin Negara AS.

Dalam pandangan konstruksionis berita dipandang sebagai hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, idiologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media (Eriyanto, 2005 : 26). Sehingga disini berita sifatnya subjektif, dan ditengah maraknya berita politik Indonesia, berita-berita dengan tema lain seperti terabaikan dalam pandangan pemberitaan. Ini disebabkan karena nilai dari suatu berita politik masih dianggap lebih besar dan bernilai tinggi, dari berita-berita lainnya. Padahal kenyataan tersebut belum tentu sepenuhnya benar.  Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok akan memiliki peluang


(17)

untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak. Penonjolan merupakan proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, menarik, berarti atau diingat oleh khalayak. Fakta tidak di tampilkan begitu saja, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Dalam media, framing dimaknai sebagai strategi atau cara pandang wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak (Eriyanto, 2002:253).

Dalam menonjolkan pemaknaan atau penafsiran atas suatu peristiwa wartawan atau media menggunakan strategi kata. Kalimat lead, hubungan antara kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Hal ini sependapat dengan pendapat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang mengoperasionalkan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Menurut Pan dan kosicki setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat ide berita yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu kedalam teks berita secara keseluruhan.

Sedangkan untuk perangkat framing yang digunakan dalam memframingkan berita seputar kunjungan Presiden Obama di indonesia ini, peneliti memilih memakai perangkat framing milik Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki karena peneliti ingin mengetahui bagaimana pembingkaian/pengkonstruksian makna


(18)

peristiwa yang berkaitan dengan objek penelitian dimana dengan meneliti media melalui struktur bahasa yang digunakan dalam mengkonstruksi realitas. Perangkat framing Pan dan Kosicki diantaranya menghadirkan sintaksis, skrip, tematik, retoris. Sintaksis adalah bagaimana wartawan menyusun fakta, unit yang diamati diantaranya headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta, unit yang diamati kelengkapan berita 5W + 1H. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta, unit yang diamati diantaranya paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antara kalimat. Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta, unit yang diamati diantaranya kata, idiom, gambar/foto, grafik. Dengan menekankan pada sintaksis, skrip, tematik, retoris maka peneliti dapat dengan mudah melihat perbedaan yang ditampilkan oleh kedua media tersebut dalam menuliskan berita. Berdasarkan hal ini peneliti menentukan formula Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki paling sesuai dalam penelitian ini.

Analisis framing formula Gamson dan Modigliani tidak sesuai dalam penelitian ini, karena formula framing ini menyajikan bagaimana cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa, dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.


(19)

Formula framing Murray Edelman juga tidak sesuai digunakan dalam penelitian ini karena, perangkat framing ini mensejajarkan dengan kategori. Realitas yang komplek disederhanakan dengan kategori tertentu yang menolong seseorang dalam memahami realitas. Kategori menurut Edelman bukanlah menggambarkan realitas, melainkan menunjukkan pada apa dan siapa yang diuntungkan, dan apa atau siapa yang dirugikan.

Alasan pemilihan surat kabar harian Kompas, didasari karena surat kabar yang memiliki motto “Amanat Hati Nurani Rakyat” di bawah logonya, merupakan penggambaran dari Visi dan Misi yang menyerukan isi hati nurani rakyat, dan dinilai sebagai surat kabar nasional yang terkenal netral serta objektif dalam menuliskan beritanya (Flourney dalam Sugiharti, 2002: 17), selain itu Kompas juga merupakan salah satu institusi pers umum yang didalam menuliskan berita-beritanya menganut prinsip cover both side, yaitu selalu menyajikan berita dalam dua sisi yang berbeda, dari semua hal yang dipaparkan tersebut telah terbuktikan saat Kompas sebagai institusi pers mengalami pembredelan atas artikel yang berjudul “perang pers terhadap pemerintah”, artikel tersebut di bredel karena dianggap terlalu tajam dan berani menyoroti serta mengkritik Pemerintah yang mengakibatkan para penguasa pada saat itu menjadi marah dan membredel artikel tersebut (Subiakto dalam Rusikawati 2004 : 11).

Sedangkan alasan peneliti memilih surat kabar harian Republika sebagai subyek kedua dalam penelitian ini, karena Republika merupakan surat kabar nasional dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi publik di Indonesia. Surat kabar yang terbit perdana pada 4 Januari 1993 ini, mengesankan membawa


(20)

aspirasi mayoritas jornalis, serta intelektual Islam yang liberal dan sekuler dalam mengangkat isu maupun peristiwa. Tapi secara idiologis menginformasikan nilai-nilai Islam dan secara terbuka menyatakan sebagai media Islam yang secara tidak langsung berpengaruh pada cara penyajian pemberitaannya yang cenderung memihak kepentingan umat Islam, hal ini terlihat dari Visi Republika sendiri yaitu:

“Menjadikan HU REPUBLIKA sebagai Koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cedas, dan professional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islamyang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil Alamin”(http://www.republika.co.id/).

Disamping itu dari kedua media yang peneliti gunakan sebagai subjek dalam penelitian ini, tentunya mempunyai perbedaan-perbedaan di dalam hal pengemasan dan penempatan beritanya, khususnya dalam pemuatan pemberitaan mengenai kedatangan Presiden Obama ke Indonesia.

Dengan membandingkan pemberitaan yang sama pada media cetak yang berbeda, maka peneliti berharap akan dapat menemukan kesimpulan yang berbeda pula dari isi pemberitaan yang ada pada kedua media tersebut. Hal ini berdasarkan atas pernyataan bahwa semua pekerjaan adalah agen. Yaitu bagaimana peristiwa yang acak dan komplek tersebut dapat disusun sedemikian rupa oleh seorang wartawan, sehingga membentuk suatu berita. Disinilah peran wartawan sangatlah sentral dalam institusi media, wartawan disini bertugas untuk mengurutkan informasi, membuat literature berita yang bertujuan agar sebuah berita lebih


(21)

mudah dipahami, dan yang terakhir adalah wartawan harus pandai memilih narasumber berita yang akan di wawancarai,sehingga nantinya wartawan dalam penyajian beritanya akan membentuk sebuah informasi yang layak dibaca oleh khalayak.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana pembingkaian berita Kunjungan Presiden Barack Husein Obama ke Indonesia yang dilakukan oleh surat kabar harian Kompas dan Republika edisi 10-11 November 2010”

 

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

“Mengetahui bagaimana pembingkaian berita kunjungan Presiden Barack Husein Obama ke Indonesia yang dilakukan oleh surat kabar Kompas dan Republika edisi 10-11 November 2010”

   

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai analisis framing.


(22)

  1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dua pihak: 1. Institusi surat kabar Kompas dan Republika

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan memberi sumbangan pemikiran pada institusi terutama pada harian Kompas dan Republika, khususnya dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realitas.

2. Khalayak Konsumen Media

Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan cara pandang khalayak media terhadap media dalam menyajikan dan menggambarkan sebuah peristiwa melalui cara pandang serta konstruksi yang dibangun oleh wartawan di media massa khususnya media cetak.

   


(23)

10 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Surat Kabar Sebagai Tanggung Jawab Sosial

Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, cerita, artikel, iklan dan sebagainya yang di cetak ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu sekali (Djuroto.2002:11).

Pada ilmu komunikasi khususnya studi komunikasi massa, surat kabar merupakan salah satu kajiannya. Dalam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu merupakan lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berskala ; bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi,1991:257).

Pada perkembangannya, surat kabar menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers yang memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan adanya falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, politik dan budaya.

Pengertian tanggung jawab sosial sendiri adalah peran atau tugas yang dibawa oleh pers surat kabar dalam memberikan suatu berita pada khalayak


(24)

umum. Menurut Encip, secara eksplisit tanggung jawab sosial itu menyangkut kualitas penerbitan, tidak hanya tentang objektivitas berimbang, ketepatan, kejelasan,kejujuran dan kelengkapan, tetapi juga mengenai nilai-nilai berita dikandung oleh suatu peristiwa yang menjadi berita. Untuk objektivitas berita banyak yang ditetukan oleh cover both side dan oleh ketakberpihakan (Encip dalam Jornal ISKI,edisi 5 oktober 2000:48).

2.1.2 Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial.

Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang obejetif dan edukatif, menghibur, melakukan kontrol sosial yang konstruksif dengan menyalurkan segala anspirasi masyarakat, serta mempengaruhi masyarakat dengan melakukan komunikasi dan peran positif dari masyarakat itu sendiri(Effendy,2003:149).

Sementara dalam jurnalistik Indoneisa (Sumadiria,2005:32-35) menunjukkan lima fungsi dari pers,yaitu :

1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya, yang aktual akurat, faktual dan bermanfaat.

2. Fungsi Edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mampu dan mau memerankan dirinya sebagai guru pers.

3. Fungsi hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.


(25)

4. fungsi control sosial atau koreksi, pers mengembah fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu. Artinya idiologi wartawan dan media yang bersangkutan yang secara srategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disisni dapat dikatakan bahwa media merupakan inti instrumen idiologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto,2005:92).

2.1.3 Media Massa dan Konstruksi Realitas

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan bahan sebuah berita. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerja media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas hingga membentuk sebuah “cerita” (Tuchman dalam Sobur, 2002: 88).

Dalam konstruksi realitas bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001 : 91).


(26)

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas (Hamad dalam Sobur, 2001 : 90).

2.1.4 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi, media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah atau isi pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca. Hal ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2004 : 13).

Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika wartawan menulis dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu

Pihak dan memasukkan opininya pada berita, semua itu dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah merupakan sarana netral dalam menampilkan kekuatan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok apa yang dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita-beritanya (Eriyanto, 2004 : 90).

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan objektif. Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan mediapun selalu dapat ditemukan adanya pemilihan karakter tertentu dan membuang aspek fakta yang lain yang mencerminkan pemihakan media pada salah satu kelompok atau


(27)

ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak lepas dari subyektifitas sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 92).

2.1.5 Produksi Berita

Tahap paling awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempresepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Tahap ini melibatkan konsepsi wartawan yang menentukan batasan-batasan mana yang dianggap berita dan mana yang dianggap tidak. Peristiwa dalam lapangan jurnaistik, bukanlah realitas yang nyata. Ia adalah fonomena interpretasi yang melibatkan aktivitas kompleks. Peristiwa adalah bagian dimana seseorang mendifinisikan sesuatu dan menyatakan bahwa ini adalah kenyataan (Eriyanto,2002:102).


(28)

Individu dan sesama jurnalis mempunyai pandangan yang sama sehingga ia bisa menentukan mana peristiwa dan mana yang tidak bisa dianggap sebagai peristiwa. Oleh karena itu, berita melalui proses produksi berikut ini merupakan peristiwa yang telah ditentukan sebagai berita, bukan peristiwa itu sendiri.

Rutinitas Organisasi ada banyak faktor mengapa peristiwa tertentu diberitakan sementara yang lainnya tidak. Lebih banyak semua proses seleksi dan sortir itu terjadi dalam suatu rutinitas kerja keradiosionalan, suatu bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keraturan kerja yang dijalankan setiap harinya sebagai bagian untuk mengefektifkan organisasi media megkategorisasikan peristiwa dalam kategori atau bidang tertentu. Wartawan dibagi dalam beberpa departemen, dari ekonomi sampai olahraga supaya mereka menghasilkan laporan yang berhubungan dengan bidangnya tersebut. Wartawan juga diklasifikasikan sebagai koresponden daerah dan nasional, dan seterusnya. Praktek organisasi semacam ini yang semula dimaksudkan sebagai pembagian kerja, efektif dan pelimpahan wewenang, akhirnya berubah menjadi bentuk seleksi sendiri.

Nilai Berita. Seperti kerja profesional lainnya, wartawan dan orang yang bekerja di organisasi media juga memiliki batasan profesional untuk menilai kualitas pekerjaan mereka. Peristiwa yang akan disajikan oleh wartawan harus memenuhi nilai berita (news value) untuk dianggap sebagai berita. Nilai-nilai berita bukan hanya menentukan peristiwa apa yang saja yang diberikan, melainkan juga bagaimana peristiwa itu dikemas. Hanya peristiwa yang memiliki aturan-aturan


(29)

tertentu saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita. Ini adalah prosedur pertama dari bagaimana peristiwa dikonstruksi (Eriyanto, 2002:104).

Sebuah peristiwa yang mempunyai unsur nilai berita paling banyak dan paling tinggi lebih memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan berita yang tidak memiliki unsur nilai berita atau nilai beritanya tidak tinggi akan dibuang. Jadi nilai berita itu bukan hanya menjadi ukuran dan standar kerja, melainkan juga telah menjadi ideologi dari kerja wartawan.

Berhubungan dengan oriertasi media dengan khalayak, Shoemaker dan Reese mengungkapkan bahwa nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak (Eriyanto, 20d6:105). Memproduksi berita tidak berbeda dengan memproduksi barang, keduanya ditujukan pada khalayak. Nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan. Secara umum, nilai berita sebagai berikut :

1. Prominace, nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Misalnya kecelakaan pesawat adalah berita, sementara kecelakaan sepeda motor bukanlah berita.

2. Human Interest, peristiwa yang diberitakan lebih banyak mengandung unsur baru, sedih dan menguras emosi khalayak. Misalnya abang becak yang mengayuh becaknya dari Surabaya ke Jakarta merupakan berita, sementara abang becak yang mengayuh becak keliling Surabaya bukan berita.

3. Conflict/Controvercy, peristiwa yang mengandung konflik lebih petensi21 disebut berita daripada peristiwa Nana biasa-biasa saja.


(30)

Misalnya kerusuhan antara etnis Madura dan etnis Dayak disebut berita, sementara pertengkaran antar ibu-ibu bukan berita.

4. Unusual, berita harus mengandung peristiwa yang tidak biasa dan jarang terjadi. Seorang ibu melahirkan 5 bayi kembar adalah berita. Sementara ibu yang melahirkan 1 bayi itu sudah umum dan wajar, jadi hanya berita biasa.

5. Proximity, peristiwa yang lebih dekat lebih layak diberitakan daripada peristiwa yang jauh, baik dari segi fisik maupun emosional dengan khalayak.

Nilai berita tersebut merupakan produk dari konstruksi sosial. la menentukan apa. yang layak dan apa yang tidak layak disebut berita. Nilai berita membatasi peristiwa mana yang layak disebut berita dan mana yang tidak.

Kategori Berita. Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut sebagai kategori berita. Secara umum, menurut Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita : hard news, soft news, spot news, developing news, dan continuing news (Eriyanto, 2002:109) :

1. Hard news : Kategori ini merupakan berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu sehingga sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Ukuran keberhasilannya adalah seberapa cepat berita ini disampaikan. Peristiwa yang masuk dalam kategori ini bisa peristiwa yang direncanakan (Sidang Paripurna, Pendidikan oleh KPK), bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan (bencana alam, kerusuhan).


(31)

2. Soft news (Feature) : kategori ini berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Soft news tidak dibatasi waktu dan aktualitas. la bisa diberitakan kapan saja, karena ukurannya bukan kecepatan penyampaian berita melainkan apakah informasi yang disajikan menyentuh emosi khalayak. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang menarik, seperti harimau langka yang melahirkan atau orang buta yang menyelesaikan studi Strata tiga. 3. Spot news : Spot news merupakan bagian dari hard news. Dalam spot news

peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan , misalnya bencana alam dan tindak kriminal.

4. Developing news : Developing news juga merupakan bagian dari hard news. la juga memberitakan peristiwa yang tidak direncanakan. Namun, developing news merupakan berita lanjutan dari berita sebelumnya yang telah ditambahi elemen-elemen lain. Misalnya berita pertama menceritakan kecelakaan bis yang menewaskan 23 penumpangnya di Tuban, kemudian dilanjutkan oleh berita selanjutnya yang mencantumkan daftar nama-nama korban, dan seterusnya.

5. Continuing news : Continuing news juga bagian dari hard news. la memberitakan peristiwa mana yang direncanakan. Satu peristiwa bisa terjadi kompleks dan tidaik terduga tapi mengarah pada satu tema tertentu. Misalnya peristiwa Sidang Istimewa.

Kategori berita tersebut diatas dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subyek peristiwa yang menjadi berita. Wartawan memakai kategori berita untuk menggambarkan peristiwa yang akan digunakan sebagai berita.


(32)

Berdasarkan kategori tersebut, wartawan kemudian menentukan apa yang harus dilakukan, persiapan yang dibutuhkan untuk menghasilk:an dan menangkap peristiwa tersebut. Setiap kategori tersebut menentukan kontrol kerja.

Ideologi Protesiona/Obyektifitas. Standard professional berhubungan dengan jaminan yang ditekankan kepada khalayak bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Obyektifitas dalam proses produksi berita secara umum digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dan opini. Berita adalah fakta dan karenanya dalam proses pencarian berita dan penulisan berita sama sekali tidak boleh terdapat opini. Upaya memisahkan fakta dan opini ini biasanya dijabarkan dengan beberapa prosedur. Pertama, dengan melakukan. reportase baik lewat pengamatan maupun dengan wawancara. Seringkali pengamatan itu ditekankan dengan kata-kata, seperti langsung dari lapangan. Sedangkan wawancara dengan sumber diberi tanda kutip untuk menekankan bahwa apa yang tersaji adalah yang tergambar di lapangan, bukan rekaan dari wartawan. Kedua, pendapat antara satu sumber dikontraskan dengan sumber lain. Ini seringkali dikatakan sebagai liputan dua sisi (cover both sides). Wartawan mewawancarai sumber yang saling berseberangan untuk menekankan bahwa berita ini tidak memiliki satu sisi.

Perangkat seperti obyektifitas ini adalah ideologi yang dipercaya wartawan, bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah upaya untuk mencapai kebenaran. Setelah seluruh prosedur dilakukan bisa jadi tetap tidak ada kebenaran yang pasti. Hal ini seperti kerja dokter yang telah melakukan seluruh prosedur namun tidak ada jaminan diagnosa yang dokter katakan benar adanya. Tuchman


(33)

menyebut prosedur ini sebagai 'ritual' karena ia direkonstruksi untuk dipercaya dan harus dilakukan oleh wartawan ketika ia menulis berita. Serangkaian prosedur harus dilakukan wartawan agar apa yang ditulis dapat disebut sebagai obyektif (Eriyanto, 2002:111).

Berbagai prosedur itu terinternalisasi dalam pikiran dan dipraktekkan dalam produksi berita oleh wartawan. Tuchman menyebut ada empat strategi dasar. Pertama, menampilkan semua kemungkinan konflik yang muncul. Kedua, menampilkan fakta-fakta pendukung. Ketiga, pemakaian kutipan pendapat. Keempat menyusun informasi dalam tata urutan tertentu. Format yang paling umum adalah piramida terbalik, dimana informasi yang penting disajikan lebih dulu.

Prosedur tersebut semacam jaminan dan pertanggungjawaban kepada khalayak. Sebuah peristiwa bisa disajikan dan dibingkai dengan jalan yang berbeda oleh wartawan yang berbeda. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis framing, peneliti harus menjauh dari terminology seperti bias atau distorsi. Dengan praktek objektivitas seperti yang disebut sebelumnya, media hendak menyatakan bahwa peristiwanya memang benar-benar terjadi.

2.1.6 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realita

Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa (Birowo, 2004 :168).

Peristiwa-peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya melalui proses terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria


(34)

kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian “ditampilkan” kepada khalayak (Eriyanto, 2004: 26).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka proses tersebut akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi pada realitas ini dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2004 : 3).

Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari institusi media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai (Birowo, 2004 : 176).

Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media (Sobur, 2001 : vi). Hal ini terkait dengan visi, misi, dan ideologi yang dipakai oleh masing-masing media. Sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan, atau kelompok tertentu). Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari integral


(35)

dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat

2.1.7 Teori Hierarchy of Influence

Media pada dasarnya adalah cerminan dan refleksi dari masyarakat secara umum. Karena itu, media bukanlah saluran yang bebas, media juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya.

Di dalam suatu pemberitaan, pembaca kerap berharap media bertindak netral dan seimbang ketika memberitakan pihak-pihak yang berkonflik. Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media. Pamela shoemaker dan Stephen D. Reese membuat “Hierarchy of Influence' yang menjelaskan hal ini :

Gambar 1

`Hierarchy of Influence” Pamela shoemaker dan Stephen D. Reese Tingkat Ideologis

Tingkat Ekstramedia Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media


(36)

1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional.

2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggang waktu (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.

3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan media akan berpengaruh pada isi yang diberitakan

4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media. Pseudoevent dari praktisi public relations dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers. 5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan pengaruh yang paling menyeluruh

dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Sobur, 2004:138-139).

2.1.8 Analisis Framing termasuk Paradigma Kontruktifis

Analisis framing termasuk paradigma konstruktifis. Dimana paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media den teks berita yang dihasilkannya. Paradigma ini memandang realitas kehidupan bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Oleh karena itu,


(37)

konsentrasi analisis pada paradigma konstruktifis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi dibentuk (Eriyanto, 2003: 40).

Konsep mengenai konstruktifisme diperkenalkan pertama kali oleh seorang sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Berger mencetuskan teori mengenai konstruksi sosial atas realitas yang menyatakan :

“Manusia tidak memiliki lingkungan yang spesifik. Setelah lahir, individu harus” membangun hubungan-hubungan dengan dunianya untuk proses perkembangannya sebagai manusia karena itu manusia selalu mengkonstruksi segala sesuatu yang tidak tersedia untuk dirinya dari alam. Hasil konstruksi ini akhirnya akan mempengaruhi dan membentuk pikiran serta tindakan dalam interaksi sosial” (Subiakto dalam Aprini, 2002 :37).

Titik perhatian pada paradigma ini adalah bagaimana masing masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Intinya bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima pesan. (Eriyanto, 2002: 40).

2.1.9 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Benson tahun 1955 (Sudibyo dalam Sobur, 2004 : 161). Mulanya frame dipakai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori


(38)

standar untuk mengapresiasikan realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Pan dan Kosicki yang membagi berita menjadi empat bagian struktur besar yaitu : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan atau pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif pada akhirnya akan menentukan fakta apa yang akan diambil, bagian mana yang ditonjolkan, bagian mana yang luput, atau bahkan dihilangkan dalam pemberitaan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Sobur, 2002 : 162)

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa akan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto, 2004 : 6).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Selanjutnya bagaimana media


(39)

memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu dibangun (Eriyanto, 2004: 3).

Pada dasarnya analisis framing merupakan suatu metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas suatu peristiwa, dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total. Melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan bantuan foto atau alat ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2001 :186).

Framing pada prakteknya dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok, menempatkan headline; halaman depan atau belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau suatu peristiwa yang diberitakan. Penonjolan diidentifikasikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Pada dasarnya penonjolan tersebut tidak dimaknai bias, tetapi secara idiologis sebagai strategis wacana, upaya menyuguhkan kepada publik tentang pandangan tertentu agar pandangan tersebut dapat diterima oleh khalayak. Salah satu yang menjadi prinsip analisis framing adalah wartawan bisa menerapkan standar kebenaran serta batas-batas tertentu dalam mengolah dan msnyuguhkan berita (Sobur. 2004: 86).

2.1.10 Proses Framing Pan dan Kosicki

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, yaitu konsepsi Psikologis dan sosiologis. Pertama, yaitu konsepsi


(40)

psikologis. Framing dalam konsepsi ini berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Dalam pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana kognitif individu menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang diklasifikasikan, mengorganisasikan dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.

Konsepsi psikologis dan konsepsi sosiologis dapat digabung dalam satu model. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana suatu berita diproduksi den peristiwa dikonstruksi oleh wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab paling tidak ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumber, dan kalayak.

Dalam mengkonstruksi realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya semata. Pertama, proses konstruksi itu juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai-nilai sosial yang tertanam mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Ini umumnya dipahami bagaimana kebenaran diterima secara taken of granted oleh wartawan. Sebagai bagian dan lingkungan sosial, wartawan akan menerima nilai-nilai, kepercayaan yang ada didalam masyarakat. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi suatu berita, wartawan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong. Hal ini karena wartawan bukan menulis untuk dirinya sendiri,


(41)

melainkan untuk dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik dan standar professional wartawan (Eriyanto, 2002 : 252-254).

2.1.11 Perangkat Framing Pan dan Kosicki

Pada penelitian ini akan menggunakan analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang mengoperasionalkan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kutipan sumber latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu- kedalam teks berita secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.

Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar yaitu :

1. Sintaksis

Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa -pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa- kedalam bentuk susunan, kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita antara lain :


(42)

a. Headline

Headline merupakan aspek sintaksis dari berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai daripada bagian berita. Headline mempunyai framing yang kuat (Eriyanto, 2002 : 257).

Posisi judul dianggap penting karena sekilas pembaca akan membuka atau melihat media massa, maka yang akan terbaca lebih dahulu adalah judulnya. Judul berita (Headline) pada dasarnya mempunyai tiga fungsi yaitu : mengiklankan berita atau cerita, meringkas atau mengikhtisar cerita, dan memperbagus halaman. Dalam judul berita tidak diizinkan mencantumkan sesuatu yang bersifat pendapat atau opini (Anwar dalam Sobur, 2002: 76).

b. Lead

Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari suatu peristiwa yang diberitakan (Eriyanto, 2002 : 258). Lead adalah intisari berita yang mempunyai 3 fungsi, yaitu : (1) menjawab rumus 5W +1H (who, what, where, when, why, how), (2) menekankan news feature of the story dengan menempatkan pada posisi awal, (3) memberikan identifikasi cepat tentang orang, tempat, kejadian yang dibutuhkan bagi pemahaman cepat berita (Sobur, 2002 : 77).


(43)

Dalam menulis berita biasanya dikemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang ditulis menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, bergantung pada kepentingan mereka (Sobur, 2002: 79).

Latar umumnya ditampilkan diawal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu latar membantu menyelidiki bagaimana memberi pemaknaan atas suatu peristiwa (Eriyanto, 2002: 258).

d. Kutipan Sumber

Pengutipan sumber berita dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun obyektifitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Ini juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat dari orang lain yang mempunyai otoritas tertentu (Eriyanto, 2002 : 259).

2. Skrip

Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana media mengisahkan atau menceritakan peristiwa dalam bentuk berita. Pola pengorganisasian peristiwa dapat dilihat dari hadirnya komponen-komponen atau unsur kelengkapan berita yang sejalan dengan kaidah-kaidah jurnalistik yaitu bentuk 5W + 1 H. Penerapan penulisan berita yang disusun sebagai suatu


(44)

cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, dilakukan institusi media, dalam hal ini oleh wartawan merupakan salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksi dan memberi penekanan pada berita.

Bentuk umum dan struktur skrip adalah pola 5W + 1 H, antara lain : What : Peristiwa apa yang sedang terjadi ?

Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu ? When : Kapan peristiwa itu terjadi ?

Where : Dimana peristiwa itu terjadi ? Why : Mengapa peristiwa itu terjadi ? How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?

3. Tematik

Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan kedalam bentuk yang lebih kecil. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini antara lain :

a. Detail

Elemen detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikasi akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit


(45)

(bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan dirinya. Detail berhubungan dengan apakah sisi informasi tertentu diuraikan secara panjang atau tidak (Sobur, 2002: 79).

b. Maksud kalimat, hubungan

Elemen maksud melihat apakah kalimat itu disampaikan secara eksplisit ataukah tidak, apakah fakta disampaikan secara telanjang ataukah tidak. Umumnya infomiasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah kepada publik hanya disampaikan informasi yang menguntungkan komunikator (Sobur, 2002 : 79).

c. Nominalisasi antar kalimat

Dengan melakukan nominalisasi, dapat memberi sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Hal ini berhubungan dengan adanya pertanyaan apakah komunikator memegang obyek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukah sebagai suatu kelompok (Sobur, 2002 : 81).

d. Koherensi

Koherensi pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan. Pertama, koherensi sebab akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Proposisi sebab akibat umumnya ditandai


(46)

dengan kata penghubung “sebab” atau “karena”. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Koherensi penjelas ditandai dengan pemakaian kata hubung “dan” atau “lalu”. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang sebagai kebalikan atau lawan dari kalimat atau proposisi lain. Koherensi pembeda ditandai dengan kata hubung “dibandingkan” atau “sedangkan” (Eriyanto, 2004: 263).

e. Bentuk Kalimat

Berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas kalau diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek dari pernyataan, sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang menjadi objek dari pernyataannya (Sobar, 2002:81).

f. Kata Ganti

Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Pengulangan kata yang sama tanpa suatu tujuan yang jelas akan menimbulkan rasa yang kurang enak. Pengulangan hanya diperkenankan kalau kata itu dipentingkan atau mendapat penekanan (Sobur, 2002:82).


(47)

4. Retoris

Struktur retoris berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu. dengan kata lain, struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu. Ada beberapa elemen struktur retoris, antara lain :

a. Leksikon

Pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai semata-mata hanya karena kebetulan, tetapi secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas Pemakaian kata-kata tersebut seringkali diiringi dengan penggunaan label-label tertentu (Eriyanto, 2002 : 264).

b. Grafis

Dalam teks berita, grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf cetak tebal, huruf miring. Huruf besar, pemakaian garis bawah, pemberian warna, foto, Pemakaian caption, raster grafik, gambar, table atau efek lain untuk mendukung arti penting suatu pesan (Eriyanto, 2004 : 266).

c. Metafora

Dalam teks berita seorang komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan sebagai ornament atau bumbu dari suatu teks. Tetapi, pemakaian metafora tertentu boleh jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti


(48)

suatu teks. Metafora tertentu dipakai komunikator secara strategis sebagai landasan befikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik (Eriyanto, 2004: 259).

d. Pengandaian

Pengandaian adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makan suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya tidak perlu dipertanyakan (Sobur, 2002:79).

Tabel 2.1

KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI

STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI SINTAKTIS

Cara wartawan menyusun fakta

1. Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta

2. Kelengkapan berita 5W + 1H

Cara wartawan menulis fakta

3. Detail

4. Maksud kalimat, hubungan

5. Nominalisasi antar kalimat

6. Koherensi 7. Bentuk kalimat 8. Kata ganti

Paragraf, proposisi

RETORIS Cara wartawan menekankan berita

9. Leksikon 10. Grafis 11. Metafora 12. Pengandaian

Kata, idiom, gambar, foto, grafik


(49)

2.2. Kerangka Berpikir

Pekerjaan media pada dasarnya adalah yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Berita merupakan hasil dari konstruksi realitas. Berita bukanlah cerminan dari realitas sosial yang sesungguhnya melainkan realitas buatan. Berita yang terdapat pada media terkadang berbeda dengan realitas sosial yang ada. Karena realitas sosial yang terjadi ditengah masyarakat dibingkai oleh media sesuai dengan cara pandang wartawan dan media cetak itu sendiri.

Realitas sosial dalam penelitian ini adalah peristiwa kunjungan Presiden AS Obama di Indonesia pada tanggal 09-11 november 2010. Berita tentang kunjungan Presiden AS di Indonesia ini ditampilkan di halaman muka oleh surat kabar Kompas dan Republika. Jika suatu media menempatkan sebuah kasus atau peristiwa dihalaman muka, maka diasumsikan peristiwa tersebut pasti memperoleh perhatian besar dari khalayak. Setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman muka (Sobur, 2001 167)

Pemuatan berita kunjungan Presiden AS di Indonesia di media cetak khususnya surat kabar Kompas dan Republika yang cenderung berbeda dipilih peneliti sebagai subjek penelitian. Dasar dipilihnya surat kabar Kompas adalah berita-berita yang ditulis oleh Kompas menunjukkan bahwa kompas mendukung baik kerja sama yang terjalin antara Indonesia dengan AS. Selain itu, pada berita yang ditulis Kompas terlihat bahwa Kompas lebih memihak AS dengan menulis


(50)

hal-hal positif yang telah dilakukan pemerintah AS dalam membantu masyarakat Indonesia serta massa kecil Presiden Obama di Indonesia.

Sedangkan surat kabar Republika dalam berita-beritanya lebih mengangg ap bahwa kedatangan presiden ke Indonesia untuk menjalin kerja sama yang harus saling menguntungkan antara satu sama lain, dalam pemberitaan Republika juga menganggap bahwa kunjungan presiden Obama tersebut adalah salah satu strategi untuk menjangkau dunia Islam, mengingat Indonesia merupakan negara Islam terbesar di dunia.

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis framing yang mana dipakai untuk mengetahui realitas yang dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi (dirangka bangun) dengan bentukan dan makna tertentu, sehingga elemen tersebut menandakan sebuah peristiwa berlangsung. Dari latar belakang tersebut maka paradigma, konsep, dan teori yang digunakan peneliti adalah paradigma konstruktivisme.

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas yang sedang terjadi dibingkai oleh suatu media. Realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi oleh suatu media sesuai dengan visi dan misinya untuk ditampilkan dalam pemberitaan.

Dalam penelitian ini menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar. Pertama; struktur sintaksis, Kedua; struktur skrip, Ketiga; struktur tematik, Keempat, struktur retoris. Teori yang dianggap relevan selanjutnya akan dipakai


(51)

untuk mengetahui kecenderungan atau perbedaan surat kabar Kompas dan Republika dalam memproduksi informasi adalah Hierarchy of Influence.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Metode kualitatif yaitu penelitian yang secara khusus berkaitan dengan observasi, wawancara dengan nara sumber, kelompok-kelompok fokus, telaah teks-teks kualitatif dan berbagai teknik kebahasaan seperti percakapan dan analisis data. Analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, dan lain sebagainya) dikonstruksi oleh media dengan cara dan teknik apa peristiwa ditekankan dan ditonjolkan. Apakah dalam berita itu ada yang dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan, semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2004: 3)

Analisis framing yang dikembangkan dari metode Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki akan digunakan dalam penelitian ini dalam menjelaskan bagaimana cara media membingkai atau mengkonstruksi berita-berita mengenai kunjungan Presiden-AS di-Indonesia yang meliputi penyeleksian isu dan penonjolan dalam aspek-aspek tertentu.


(53)

3.2 Definisi Konseptual

3.2.1 Kunjungan Presiden AS Barrack Obama di Indonesia

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan kunjungan Presiden AS Obama di Indonesia adalah kegiatan yang dilakukan oleh Presiden AS Obama selama mengunjungi Indonesia. Pembingkaian mengenai kunjungan Presiden AS di Indonesia pada surat kabar Kompas dan Republika itu akan dianalisis berdasarkan model Zhondang P a n d a n G e r a l d M K o s i c k i .

3.2.1 Berita-berita di Surat Kabar Kompas dan Republika

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan berita-berita pada surat k a b a r Kompas dan Republika adalah suatu peristiwa atau kejadian yang ditulis sedemikian rupa oleh wartawan dari surat kabar tersebut untuk disajikan dan disebarkan kepada khalayak pembaca. Dalam penelitian ini adalah berita tentang kedatangan Presiden AS di Indonesia.

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah surat kabar Kompas dan Republika. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah berita-berita tentang kunjungan Presiden AS di Indonesia pada bulan November 2010

3.4 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan pada penelitian reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat yang dimuat dalam teks berita kunjungan Presiden AS di Indonesia pada surat kabar Kompas dan Republika.

Analisis media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan, penggunaan foto, penggunaan gaya bahasa, grafik dan pendapat dari nara


(54)

sumber untuk mengungkapkan perspektif yang digunakan oleh surat kabar Kompas dan Republika dalam melihat suatu peristiwa yaitu tentang berita kunjungan Presiden AS di Indonesia.

3.5 Populasi dan Korpus

Populasi dalam penelitian ini adalah berita-berita mengenai kunjungan Presiden AS di Indonesia 10-11 November 2010. Pada periode tersebut kedua media memuat berita mengenai kunjungan Presiden AS di Indonesia.

Korpus atau sample dalam penelitian kualitatif adalah suatu himpunan terbatas atau “berbatas” dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama dan karena itu, dapat dianalisis sebagai keseluruhan (Arkoun dalam Kristiningrum, 2004: 4).

Korpus pada surat kabar Kompas antara lain :

a.Berita pada tanggal 10 November 2010, dengan judul “Obama Kembali Menghirup Udara Jakarta”.

b.Berita pada tanggal 11 November 2010, dengan judul “Tepuk Gemuruh, Derai Tawa dan Histeris”.

Sedangkan pada surat kabar Republika antara lain

a. Berita pada tanggal 10 November 2010, dengan judul “Harus Menguntungkan RI”.

b. Berita pada tanggal 11 November 2010, dengan judul “Obama Ceramah Massa Demo”.


(55)

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data-data penelitian tentang kunjungan Presiden AS Obama di Indonesia yang dimuat pada surat kabar Kompas dan Republika pada bulan November 2010 didapat dari pengumpulan secara langsung dari medianya dengan mengidentifikasi isi berita, yang berpedoman pada analisis framing dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Dari data yang diperoleh sebagai hasil dari identifikasi tersebut untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut dalam mengemas berita kunjungan Preside AS Obama di Indonesia.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir dalam Dewi, 2004 : 37).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing. Analisis ini merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh suatu media dalam menyeleksi isu dan menulis berita. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau dihilangkan, serta hendak dibawa kemana arah berita tersebut. Karenanya berita menjadi manipulatif dam bertujuan untuk mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu yang legitimize, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan (Sobur, 2001 : 162).


(56)

Analisis framing yang dipilih adalah konsep milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar. Pertama; struktur sintaksis, Kedua; struktur skrip, Ketiga; struktur tematik, Keempat; struktur retoris.

3.8 Langkah-langkah Analisis Framing

Berita tentang kunjungan Presiden AS di Indonesia akan di analisis dengan menggunakan perangkat framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Analisis berita-berita tersebut akan didasarkan pada empat bagian struktur besar, yaitu : struktur sintaksis, skrip, tematik, retaris.

1. Sintaksis

Dalam wacana berita sintaksis berhubungan dengan bagaimana Kompas dan Republika dalam menyusun berita kunjungan Presiden AS di Indonesia dalam susunan bentuk umum pemberitaan. Adapun fungsi dari struktur sintaksis dapat menjadi petunjuk yang berguna, tentang bagaimana wartawan Kompas dan Republika dalam memaknai berita kunjungan Presiden AS di Indonesia dan hendak kemana berita tersebut akan dibawa. Unit yang diamati antara lain :

a. Headline

Headline tentang berita kunjungan Presiden AS di Indonesia pada surat kabar Kompas dan Republika, inti pemberitaan yang ditulis dengan huruf berukuran besar dan mencolok guna menarik perhatian khalayak dan pembacanya.


(57)

b. Lead

Menunjukkan sudut pandang atau perspektif tertentu sebagai aspek yang terpenting di surat kabar Kompas dan Republika dalam memberitakan kunjungan Presiden AS di Indonesia.

c. Latar Informasi

Latar belakang atas berita kunjungan Presiden AS di Indonesia merupakan bagian berita yang dapat membantu menyelidiki semantik (arti kata) yang ingin ditampilkan, cara mempengaruhi, memberi kesan sebagai pembenaran bahwa pendapat Kompas dan Republika dalam memaknai peristiwa kunjungan Presiden AS di Indonesia.

d. Kutipan Sumber

Pengutipan ini dilakukan terhadap orang-orang yang berhubungan dengan peristiwa kunjungan Presiden AS di Indonesia. Dengan tujuan untuk membangun objektifitas, prinsip keseimbangan, dan tidak memihak agar khalayak memahami bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, tetapi pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.

2. Skrip

Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana Kompas dan Republika mengisahkan atau menceritakan peristiwa kunjungan Presiden AS di Indonesia dalam bentuk berita. Berguna untuk mengetahui bagaimana penerapan penulisan peristiwa sebagai suatu cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, yang dilakukan oleh wartawan Kompas dan Republika.


(58)

Segi bercerita dan unsur kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang panting dan ingin ditampilkan, memberi tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang disembunyikan.

Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W + 1H, antara lain: What : Peristiwa apa yang sedang terjadi ?

Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu ? When : Kapan peristiwa itu terjadi ?

Where : Dimana peristiwa itu terjadi ? Why : Mengapa peristiwa itu terjadi ? How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?

3. Tematik

Berhubungan dengan bagaimana Kompas dan Republika mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kunjungan Presiden AS di Indonesia kedalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk secara keseluruhan. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini antara lain:

a. Detail

Kontrol informasi yang ditampilkan Kompas dan Republika. Dimana informasi yang menguntungkan akan diuraikan secara detail, lengkap bila perlu disertakan data-data yang mendukung dan sebaliknya bila informasi tersebut merugikan.


(59)

b. Maksud kalimat, hubungan

Infomtasi kunjungan Presiden AS di Indonesia yang menguntungkan Kompas dan Republika akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi.

c. Normanalisasi antar kalimat

Perspektif Kompas dan Republika dalam memandang suatu objek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.

d. Koherensi

Pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat dalam pemberitaan peristiwa kunjungan Presiden AS di Indonesia oleh Kompas dan Republika. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan.

e. Bentuk Kalimat

Kebenaran tata bahasa yang digunakan Kompas dan Republika dalam menulis berita kunjungan Presiden AS di Indonesia. Karena bentuk kalimat bukan hanya menyangkut permasalahan teknis kebenaran tata bahasa, namun menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat

f. Kata Ganti

Alat yang digunakan Kompas dan Republika untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana


(60)

4. Retoris

Bagaimana pilihan gaya atau kata yang dipakai oleh Kompas dan Republika untuk menekankan arti yang ditonjolkan ke dalam berita kunjungan Presiden AS di Indonesia. Ada beberapa elemen struktur retoris, antara lain :

a. Leksikon

Pemilihan dan pemakaian kata-kata yang dipakai Kompas dan Republika. Secara idiologis menunjukkan bagaimana pemaknaan kedua media tersebut terhadap fakta atau realitas kunjungan Presiden AS di Indonesia.

b. Grafis

Untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (berarti dianggap penting) Kompas dan Republika dalam pemberitaan kunjungan Presiden AS di Indonesia. Umumnya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda, dibandingkan dengan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, ukuran huruf, gambar, grafik, foto, dan elemen grafis yang lain secara tidak langsung dapat memanipulasi pendapat idiologis yang muncul.

c. Metafora

Kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu pemberitaan Kompas dan Republika. Pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti suatu teks.


(61)

Metafora tertentu dipakai komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu dalam pemberitaan kunjungan Presiden AS di Indonesia.

d. Pengandaian

Upaya wartawan Kompas dan Republika untuk mendukung makna suatu teks, apakah menguatkan atau menentang suatu pendapat dengan memberi pernyataan yang dapat dipercaya kebenarannya.


(62)

49 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Profil Perusahaan Kompas

Kompas pertama kali terbit pada hari Senin tanggal 28 Juni 1965. berdasarkan Keputusan Menteri Penerangan No. 003/VSK/DPHM/SIT/1965 tertanggal 9 Juni 1965, dengan nama Bentara Rakyat, dimaksudkan sebagai penegasan diri sebagai pembela rakyat yang sebenarnya. Dengan tebal hanya empat halaman dan dicetak sebanyak 4.800 eksemplar. Pelopor utama berdirinya media ini adalah orang-orang muda yang diantaranya adalah P.K. Ojong, Jakob Oetama, Agust Parengkuan, serta Indra Gunawan.

Oleh PKI namanya diplesetkan menjadi “Komando Pastor”, sebab tokoh-tokoh pendirinya berasal dari golongan Katolik. Sampai tahun 1972, dengan tenaga kerja tak lebih dari 10 orang di bagian redaksi dan bisnis. Kompas bertempat dijalan pintu besar selatan no 86-88, berbagi ruang dengan majalah intisari namun kemudian pindah kejadian Palmerah selatan 22-26.

UU Pokok Pers tahun 1982 dan ketentuan Surat Ijin Usaha penerbitan Pers, mewajibkan penerbit pers harus berbadan hukum. Oleh karena itu sejak tahun 1982 penerbit Kompas bukan lagi Yayasan Bentara Rakyat tetapi PT. Kompas Media Nusantara.

Cetakan pertamanya masih menggunakan percetakan milik PT. Eka Gratika. Namun setelah terjadi situasi tidak menentu pada masa orde lama,


(63)

dimana sempat terjadi pemberhentian sementara penerbitan beberapa surat kabar akibat pemberontakan G 30S/PKI, Kompas kembali terbit pada 6 Oktober 1965 dengan percetakan baru milik PT. Kinta, yang merupakan percetakan terbaik pada masa itu, dengan pertimbangan peningkatan kualitas.

Pada perkembangan selanjutnya, Kompas terbit dengan empat halaman, setiap harinya dengan oplah yang terus meningkat hingga mencapai 15.000 eksemplar. Sejak saat itu oplah Kompas terus meningkat, hingga pada tahun 1972 harian ini telah memiliki percetakan sendiri yang diberi nama PT. Gramedia.

Kompas tercatat pernah sekali terkena larangan terbit, yaitu pada tahun 1978 bersamaan dengan terjadinya peristiwa Malari. Hal itu tidak berlangsung lama, untuk kemudian Kompas kembali diijinkan terbit, dan malah menunjukkan perkembangan pesat dengan oplah 300.000 eksemplar pada tahun 1982. perkembangan selanjutnya pada tahun 1997, Kompas menerbitkan majalah Bola yang terbit setiap Minggu.

Permodalan surat kabar Kompas dimiliki secara bersama oleh Yayasan Bentara Rakyat, Yayasan Kompas Gramedia Sejahtera, PT. Gramedia, PT. Trasinto Asri Media, serta atas nama perorangan yakni Jakob Oetama, Frans Seda dan P. Iswantoro, dengan ijin terbit berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 001/Menpen/SIUPP/A.7/1985 tertanggal 10 November 1985. Pada tahun 1998, Kompas telah berkembang menjadi harian terbesar di Indonesia dengan Oplah yang mencapai lebih dari satu juta


(64)

eksemplar. Bahkan kini Kompas telah mampu menyediakan media online melalui portal http://www.kompas.com.

Kompas lebih suka menamakan dirinya sebagai, surat kabar yang berorientasi independen, dengan kata lain surat kabar yang dalam penerbitannya tidak memposisikan dirinya pada satu pihak tertentu atau pada salah satu pihak politik yang ada. Dengan motto “Amanat Hati Nurani Rakyat”, Kompas selalu mencoba bersikap objektif dalam mengupas suatu peristiwa.

Pada masa orde lama. Kompas pernah berorientasi politik atau agama tertentu, hal ini disebabkan pada masa demokrasi liberal saat itu, Deppen mengharuskan semua surat kabar menguatkan salah satu eksistensinya pada satu kekuatan politik yang ada saat itu. Pada awal terbitnya, Kompas hanya dibaca oleh orang-orang Katolik Jakarta, maka akhirnya berafiliasi dengan partai Katolik. Namun pada masa orde baru menghapus peraturan tersebut, sehingga Kompas melepaskan diri dari partai Katolik dan diputuskan pada saat itu bahasa sasaran Kompas adalah kelas menengah keatas, dengan menyesuaikan penampilannya terhadap selera masyarakat tersebut.

Ketika partai Katolik difusikan kedalam PDI tahun 1973, Kompas yang melepaskan diri dari Partai Katolik itu mulai menjadi koran yang independen dan lebih berorientasi bisnis, namun tetap dengan latar-belakang sebagai koran yang dekat dengan berbagai perdebatan politik.

Pada perkembangannya, Kompas berusaha membenahi diri menjadi media massa profesional yang bersikap netral. Hal itu tercermin dalam motto


(65)

“Amanat Hati Nurani Rakyat” di bawah logo Kompas, yang menggambarkan visi dan misi yang menyerukan isi hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang menjadi institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang Suku, Agama, Ras dan Golongan. Sebagai lembaga yang terbuka dan kolektif, ikut serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada nilai-nilai yang transenden atau mengatasi kepentingan kelompok.

Pada ulang tahun Kompas yang ke-35 di temukan pepatah “Kata Hati Mata Hati” menegaskan semangat empati dari koran ini. Kompas sebagai lembaga media massa tidak lepas dari gejolak masyarakat. Dalam setiap konflik peristiwa, Kompas tetap berusaha membangun kepercayaan masyarakat lewat tulisan berita yang komprehensif. Cover both side, tidak menyakiti hati secara pribadi, mendudukkan persoalan, membuka cakrawala, tidak memihak kecuali kebenaran dan demi penghargaan tertinggi pada harkat kemanusiaan.

4.1.1.1 Jaringan Ditribusi

Sejak pertama kali diterbitkan, sirkulasi Kompas telah mengalami peningkatan yang signifikan. Sampai dengan 6 Desember 2003, sirkulasi Kompas rata-rata adalah 526.144. Angka ini memberi gambaran yang nyata bahwa Kompas merupakan media beriklan yang tepat bagi para pemasang iklan (Sumber: Kompas Media Kit 2002).


(66)

Pada skala nasional, sirkulasi Kompas memiliki jaringan wilayah sebagai berikut:

Tabel l

Jaringan Wilayah Distribusi Kompas

Sumatra 38.038 eksemplar

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi 288.943 eksemplar

Jawa Barat 124.133 eksemplar

Jawa Tengah 48.834 eksemplar

Jawa Timur 35.584 eksemplar

Kalimantan 11.273 eksemplar

Bali dan Indonesia Timur 18.052 eksemplar Sumber : Kompas Interactive Media Kit 2004 r

Bahwa sebaran di sekitar Jakarta lebih besar dibandingkan daerah lain, hal ini mungkin dikarenakan Jakarta sebagai ibu kota Negara dengan jumlah penduduk yang lebih padat dan memiliki potensi pembaca yang potensial.

Sedangkan sirkulasi Kompas per hari pada tingkat nasional, dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 2

Sirkulasi Kompas Per Hari

Senin 495.502 eksemplar

Selasa 495.413 eksemplar

Rabu 495.960 eksemplar

Kamis 496.255 eksemplar

Jum’at 496.326 eksemplar

Sabtu 597.232 eksemplar

Minggu 606.319 eksemplar


(1)

penulisan setiap berita yang ditulis Kompas lebih membahas tentang masa kecil Obama di Indonesia dan kerja sama yang saling menguntungkan antara satu sama lain. Pada pemberitaan yang ditampilkan oleh Kompas lebih mengarah pada realita sosial yaitu; informasi yang berupa berita disajikan dengan apa adanya yakni berdasarkan fakta atau serta memuat pernyataan dari sumber atau pihak-pihak yang dianggap penting oleh Kompas sehingga layak untuk ditampilkan atau diterbitkan.

Sementara surat kabar Republika dalam memaknai peristiwa kunjungan Presiden AS Barack Husein Obama lebih menonjolkan pada hal-hal yang kurang mendukung dalam penulisannya. Republika lebih menganggap bahwa kerja sama yang terjalin antara kedua Negara hanya membawah keuntungan semata bagi AS. Pemberitaan yang ditampilkan oleh Republika lebih mengarah pada realitas keagamaan. Seperti yang kita ketahui bahwa surat kabar Republika didirikan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia dan memiliki Visi membawah Aspirasi Mayoritas Jornalis serta Intelektual Islam yang Liberal dan Sekuler dalam mengangkat isu maupun peristiwa. Penyajian informasi yang berupa berita oleh Republika tidak didasarkan pengumpulan data seluruhnya yang seharusnya menjadi faktor penting dalam pennyajian berita. Sehingga dirasa berita yang ditampilkan surat kabar Republika terlihat mengesampingkan pihak lain dan memetingkan salah satu pihak. Menyeleksi, menonjolkan isu tertentu dan mengabaikan isi yang lain. Dan pernyataan sumber atau pihak-pihak penting yang ditampilkan oleh surat kabar Republika, juga disajikan kurang berimbang.


(2)

Perbandingan Frame Surat Kabar Kompas Dan Republika Tentang Kunjungan Presiden AS Barack Obama Ke Indonesia.

ELEMEN KOMPAS REPUBLIKA

FRAME Kedatangan presiden Obama untuk

menjalin hubungan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan.

Kerja sama antara RI-AS hanya membawa keuntungan semata bagi AS.

SINTAKSIS Gagasan yang ditampilkan dan

ditekankan sejak awal melalui headline, lead dan subjudul. Dalam penulisan lead kompas menggunakan lead deskriptif untuk menjelaskan tokoh atau tempat kejadian dalam pikiran pembaca. Sedangkan dalam pengutipan sumber, kompas lebih mengambil pernyataan dari Obama dan pihak-pihak yang mendukung kerja sama antar kedua Negara.

Gagasan utama yang ditampilkan ditekankan sejak awal melalui headline, lead, subjudul. Dalam penulisan lead Republika menggunakan lead ringkasan dimana menuliskan inti sari cerita atau peristiwa. Sedangkan dalam pengutipan sumber, Republika lebih mengambil pernyataan dari sejumlah tokoh agama dan pihak-pihak yang kurang setuju mengenai kedatangan Obama.

SKRIP Kompas Lebih menekanan pada kerja

sama bilateral dan pernyataan dari presiden Obama untuk menjalin hubungan kerja sama bilateral.

Republika lebih menekankan pada kerja sama yang harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan pernyataan dari tokoh agama.

TEMATIK Kompas lebih membahas tentang

kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak dan masa kecil Obama selama di Indonesia.

Republika lebih membahas tentang kerja sama yang harus saling menguntungkan untuk kedua belah pihak tidak membawa keuntungan semata bagi AS.

RETORIS Kompas lebih banyak memuat unsur

grafis berupa foto untuk menunjukkan suasana yang terjadi selama kegiatan kunjungan kenegaraan presiden AS Barack Obama.

Republika lebih sering memuat unsur Leksikon atau pemilihan kata tertentu melalui penulisan judul beritannya ataupun dalam tema bahasanya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan melihat hasil frame surat kabar Kompas dan Republika dapat ditarik kesimpulan berdasarkan konsep framing dari Zongdang Pan dan Gerald M Kosicki untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukan pada perumusan masalah yang terdapat pada BAB I mengenai pembingkaian berita Kunjungan Presiden Obama di Indonesia pada surat kabar harian Kompas dan Republika edisi 09-11 November 2010 adalah sebagai berikut:

Kompas cenderung lebih setuju dan mendukung dengan kedatangan Obama ke Indonesia jika dihubungkan dengan masalah kerja sama perdagangan dan energy demi kemandirian bangsa, serta jangan melihat kedatangan Obama sebagai permasalahan agama sebab seharusnya kedatangan Obama tersebut bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kepentingan bangsa. Kompas juga tidak menyalahkan masyarakat dalam aksi penolakan kebijakan Obama yang terjadi diberbagai daerah karena hal itu merupakan kewajaran dalam demokrasi tetapi juga mengatakan bahwa penolakan yang dilakukan para elit politik hanyalah maeuver politik semata. Surat kabar kompas dikenal sebagai Koran yang netral dan tidak terkait pada organisasi-organisasi politik tertentu. Sesuai dengan slogannya yaitu “Amanat Hati Nurani Rakyat” yang menggambarkan visi dan misi yang menyuarakan isi hati nurani rakyat, Kompas ingin menjadi institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang suku,


(4)

agama, ras dan golongan, cover both side tidak memihak kecuali kebenaran dan demi penghargaan tertinggi pada harkat kemanusiaan.

Sedangkan surat kabar harian Republika yang notabennya secara tegas mengatakan sebagai media Islam, secara umum menyatakan menolak Obama dengan alasan kebijakan luar negerinya yang telah bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan telah memojokkan umat Islam dengan stigma terorisme. Republika juga membenarkan aksi-aksi penolakan melalui unjuk rasa terhadap Obama karena hal itu merupakan pencerminan dari demokrasi. Walaupun demikian Republika tidak menolak kedatangan Obama ke Indonesia, karena hal itu merupakan masalah pemerintah. Republika hanya menekankan bahwa jangan sampai kedatangan Obama berimbas pada perpecahan dan mempengaruhi kedaulatan RI dalam mengambil kebijakan untuk rakyat serta menginginkan Presiden Yundhoyono untuk menjelaskan secara rinci atas pertemuan tersebut apakah menguntungkan atau tidak bagi RI. Hal ini bisa dimaklumi karena, sebagai Koran Islam Republika lebih cenderung mangangkat masalah-masalah yang terkait dengan Islam dari pada masalah politik.

5.2 Saran

Media massa, sebagai sarana pemberi informasi pada masyarakat seharusnya lebih bersikap konsisten dalam memberikan liputannya terutama pada harian Kompas dan Republika, kekonsistenan ini ditunjukkan oleh pendifinisian peristiwa yang diberitakan sama dengan kejadian yang seharusnya karena pendifinisian yang berbeda menyebabkan peristiwa


(5)

berubah secara total sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan opini publik terhadap liputan tersebut.


(6)

  94

Djuraid, Husnun N, 2006. Panduan Menulis Berita, Malang : UMM Press. Djuroto, Totok, 2002. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT .

Remaja Rosdakarya.

Eriyanto, 2004. Analisis Framing : Konstruksi, Idiologi dan Politik

Media, Yogyakarta: LKIS.

Hamad, Ibnu, 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa

Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik, Jakarta : Granit.

Junaedhi, Kurniawan, 1991. Ensiklopedia Pers Indonesia, Jakarta : Erlangga. Rivers, William L, 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta :

Kencana.

Shoemaker, Pamela, Stephen D. Reese, 1996. Mediating The Message :

Theories of Influence on Massa Media Content, New York : Long

Man Publishing Group.

Siahaan, Hotman M, 2001. Pers Yang Gamang, Jakarta : LSPS, ISAL.

Sobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Analisis Wacana,

Analisiss Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung : Rosda Karya.

Sudibyo, Agus, 2006. Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta : LKIS.

Sumadiria, Haris, 2005. Jurnalistik Indonesia, Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Oetama, Jakop, 2001. Pers Indonesia : Berkomunikasi dalam Masyarakat