2 Kelalaiankealpaan yang tidak disadari onbewuste schuld.
Disini pelaku melakukan sesuatu yang tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya sesuatu akibat, padahal seharusnya dirinya dapat menduga
sebelumnya. Perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang disadari itu sifatnya
lebih berat dari pada kealpaan yang tidak disadari.Dalam kelalaian atau kealpaan, akibat yang ditimbulkan tidak dikehendaki oleh pelaku walaupun dapat
diperkirakan, jadi dalam hal ini ada unsur tidak diketahuinya akibat yang mungkin timbul atas perbuatan pelaku.
Dari uraian tersebut, jika dikaitkan dengan kelalaian kurator dalam pelaksanaan pengurusan danatau pemberesan harta pailit, dapat disimpulkan
bahwa bentuk kelalaian kurator adalah apabila kurator tidak mengetahui bahwa kurator tersebut melakukan suatu tindakan yang secara tidak sengaja akan
menimbulkan kerugian terhadap harta pailit. Salah satu contoh kelalain kurator adalah ketika kurator lalai dalam melakukan pendataan aset debitur.
Kurator baik karena kesalahannya maupun karena kelalaiannya dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila terdapat unsur kesengajaan atau
kecerobohan yang dilakukan tanpa pertimbangan.
C. Beberapa Permasalahan dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
Kurator dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit tidak selalu berjalan mulus. Menurut Ave Maria Sihombing, Balai Harta
Peninggalan Kota Medan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai
Universitas Sumatera Utara
kurator sering menghadapi permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat tugas kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan Kota Medan dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit antara
lain sebagai berikut:
154
1. Permasalahan Dana
Pada saat melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, tentunya diperlukan dana yang tidak sedikit. Menurut Ave Maria Sihombing,
hambatan utama yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalandalam melaksanakan tugasnya sebagai kurator adalah permasalahan dana. Selama kurang lebih 3 tiga
tahun terakhir Balai Harta Peninggalan Medan tidak menangani perkara kepailitan. Hal ini dikarenakan BHP Medan tidak memiliki kesiapan dana yang
cukup untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Menurutnya, dalam menangani perkara kepailitan dibutuhkan dana yang tidak sedikit, terutama
jika kasusnya berada di luar Provinsi Sumatera Utara. Menurut Ave Maria Sihombing, untuk mengatasi hal tersebut selama ini
BHP Medan terpaksa melakukan pinjaman dana dari pihak ketiga yang selanjutnya harus segera dibayarkan setelah dilakukan penjualan harta pailit.
Menurutnya, hal tersebut tidak mudah dilakukan, sehingga dalam 3 tahun terakhir ini BHP Medan lebih memilih untuk menolak perkara kepailitan yang ditawarkan
oleh Pengadilan Niaga, sehingga pada akhirnya perkara kepailitan diberikan
154
Wawancara pada tanggal 12 Juni 2014, dengan Ave Maria Sihombing, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan
Universitas Sumatera Utara
kepada kurator swasta yang memang lebih memiliki kesiapan dana dalam melakukan pengurusan danatau pemberesan harta pailit.
155
a. Balai Harta Peninggalan
2. Permasalahan Birokratis Balai Harta Peninggalan adalah lembaga yang terikat pada birokrasi sebagai
bagian birokrasi pemerintah, Balai Harta Peninggalan ternyata kurang dapat berperan aktif dalam menjalankan tugas dan fungsinya.Seharusnya Balai Harta
Peninggalan bertindak sebagai kurator yang profesional dan memberikan layanan publik yang baik, sehingga baik kreditur maupun debitur merasa memperoleh
pelayanan yang baik. Masalah birokratis ini sangat terasa pada pelakasanaan pemberesan harta
pailit yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, khususnya pada pengajuan permohonan kepada Pengadilan, hakim pengawas untuk dapat menjual secara
lelang ataupun secara dibawah tangan harta kekayaan debitur pailit sesuai dengan Pasal 185 UUK dan PKPU. Menurut Ave Maria Sihombing, dalam penjualan
tersebut harus berpedoman kepada harga yang ditentukan oleh tim penaksir yang terdiri dari 4 instansi yaitu:
b. Pengadilan Niaga setempat
c. Badan Pertanahan Nasional sepanjang mengenai tanah
d. Direktorat Tata Bangunan PU jika mengenai bangunan.
Harga yang ditentukan oleh 4 instansi tersebut sering kali terjadi perbedaan taksiran harga dalam menentukan aset debitur pailit, untuk mengatasi hambatan
tersebut, selama ini Balai Harta Peninggalan melakukan koordinasi dengan Hakim
155
Wawancara pada tanggal 12 Juni 2014, dengan Ave Maria Sihombing, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan
Universitas Sumatera Utara
Pengawas untuk mendapatkan harga terbaik yang memungkinkan untuk penjualan harta pailit.
156
Menurut Ave Maria Sihimbing, dalam menjalankan tugasnya Balai Harta Peninggalan menemui beberapa hambatan yuridis, yakni belum adanya ketentuan
atau peraturan khusus yang mengatur tentang Balai Harta Peninggalan. Instruksi Balai Harta Peninggalan di Indonesia Ordonansi tgl 5 Oktober 1872 yang
merupakan warisan masa kolonial masih digunakan hingga saat ini, padahal banyak hal-hal yang ada didalamnya yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman. 3. Permasalahan Yuridis
157
156
Wawancara pada tanggal 12 Juni 2014, dengan Ave Maria Sihombing, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan
157
Wawancara pada tanggal 12 Juni 2014, dengan Ave Maria Sihombing, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan
UUK dan PKPU, sebagai dasar dan pedoman Balai Harta Peninggalan maupun kurator swasta dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam
pengurusan dan pemberesan harta pailit juga dirasa kurang mendukung pelaksanaan tugas dan kewenangan kurator.Pada pasal 72 undang-undang tersebut
dinyatakan, bahwa kurator harus bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahannya yang menimbulkan kerugian terhadap harta pailit, sementara
terkadang kelalaian dari hakim pengawas maupun pengadilan yang dapat meyebabkan terhambatnya tugas-tugas kurator.
Universitas Sumatera Utara
4. Permasalahan Administratif Balai Harta Peninggalan, dalam praktek jarang menangani perkara
kepailitan dibanding dengan kurator swasta. Hal ini dipengaruhi oleh baberapa faktor seperti terbatasnya subyek yang dilayani, ketidaktahuan masyarakat
mengenai peranan dan tugas-tugas Balai Harta Peninggalan, luasnya wilayah kerja yang tidak diimbangi dan ditunjang tersedianya dana operasional yang memadai.
Balai Harta Peninggalan Medan wilayah kerjanya meliputi 8 delapan wilayah yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Nangroe Aceh Darussallam, Riau,
Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan Bangka Belitung. Gerak lamban kerja Balai Harta Peninggalan tidak hanya disebabkan cara kerja dari kurator
kepailitan, akan tetapi banyak ditentukan oleh faktor dari luar kurator. 5. Permasalahan Sumber Daya Manusia SDM
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh Balai Harta Peninggalan kurang profesional dibandingkan dengan kurator-kurator swasta, sehingga eksistensi
Balai Harta Peninggalan kurang dapat berperan aktif.Selain itu, jumlah pegawai yang dimiliki BHP masih sangat kurang dan diperlukan penambahan jumlah
pegawai.Akibatnya, selama ini BHP tidak berani dalam melanjutkan usaha debitur pailit, karena SDM yang dimili BHP masih kurang dalam segi jumlah dan
kemampuan dalam menangani kepalitan. Selama ini, BHP lebih memilih untuk melakukan pemberesan melalui
penjualan harta pailit, daripada melanjutkan usaha debitur pailit, karena BHP tidak ingin bertanggung jawab apabila tindakan yang dilakukan dalam
melanjutkan usaha debitur pailit ternyata membuat kerugian terhadap harta pailit.
Universitas Sumatera Utara
Kurator dari Balai Harta Peninggalan dituntut untuk memiliki keterampilan khusus dan pengetahuan yang memadai yang berkaitan dengan tugas dan
kewenangannya karena kadang-kadang dalam praktek terdapat hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pelaksanannya.
Mengingat mutu sumber daya manusia di Balai Harta Peninggalan belum memadai, sedangkan kasus-kasus kepailitan cukup banyak, maka di dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, diatur selain Balai Harta Peninggalan, dimungkinkan adanya kurator swasta, jadi munculnya kurator
swasta lebih banyak disebabkan karena adanya kekhawatiran bila yang pailit adalah perusahaan besar, Balai Harta Peninggalan tidak mempunyai keahlian yang
cukup untuk bertindak sebagai kurator. Selain hal-hal tersebut, permasalahan yang sering terjadi dalam pengurusan
dan pemberesan harta pailit adalah seringnya debitur tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi akses data dan
informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.Debitur sering kali tidak kooperatif, sehingga menghambat dalam penyelesaian perkara kepailitan, baik yang
dilakukan oleh BHP maupun kurator swasta.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN
PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN
A. Perlawanan terhadap Perbuatan Kurator