5
UIN Syarif Hidayatullah
Kesulitan  muncul  pada  pengawetan  sistem  emulsi,  sebagai  akibat memisahnya bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya,
atau  terjadinya  kompleksasi  dengan  bahan  pengemulsi  yang    akan mengurangi  efektivitas.  Karena  itu,  efektivitas  sistem  pengawetan  harus
selalu  diuji  pada  sediaan  akhir.  Pengawet  yang  biasa  digunakan  dalam emulsi  adalah  metil-,  etil-,  propil-,  dan  butil-paraben,  asam  benzoat,  dan
senyawa amonium kuartener FI IV.
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat  membuat  suatu  preparat  yang  stabil  dan  rata  dari  campuran  dua
cairan  yang  saling  tidak  bisa  bercampur.  Dalam  hal  ini  obat  diberikan dalam  bentuk  bola-bola  kecil  bukan  dalam  bulk.  Untuk  emulsi  yang
diberikan  secara  oral,  tipe  emulsi  minyak  dalam  air  memungkinkan pemberian  obat  yang  harus  dimakan  tersebut  mempunyai  rasa  yang  lebih
enak  walaupun  yang  diberikan  sebenarnya  minyak  yang  tidak  enak rasanya,  dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa
airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel  yang  diperkecil  dari  bola-bola  minyak  dapat  mempertahankan
minyak  tersebut  agar  lebih  dapat  dicernakan  dan  lebih  mudah  diabsorpsi, atau  jika  bukan  dimaksudkan  untuk  itu,  tugasnya  juga  akan  lebih  efektif,
misalnya  meningkatkan  efikasi  minyak  mineral  sebagai  katartik  bila diberikan dalam bentuk emulsi Ansel, 2008.
2.2. Teori Emulsifikasi
Banyak teori telah dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan bagaimana  zat  pengemulsi  bekerja  dalam  meningkatkan  emulsifikasi  dan
dalam menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Walaupun beberapa dari teori ini berlaku agak spesifik terhadap beberapa tipe zat pengemulsi
dan terhadap kondisi tertentu seperti pH fase dari sistem tersebut dan sifat serta  perbandingan  relatif  dari  fase  dalam  dan  fase  luar,  teori-teori
tersebut  bisa  digambarkan  dalam  suatu  cara  umum  untuk  menguraikan cara  yang  mungkin  di  mana  emulsi  dapat  dihasilkan  dan  distabilkan.  Di
antara teori yang paling lazim adalah teori tegangan permukaan, oriented- wedge theory
, dan teori plastik atau teori lapisan antarmuka Ansel,2008.
6
UIN Syarif Hidayatullah
Menurut  teori  tegangan  permukaan  dari  emulsifikasi,  penggunaan zat-zat  yang  menurunkan  tegangan  antarmuka  surfaktan  atau  zat
pembasah  sebagai  zat  pengemulsi  dan  zat  penstabil  menghasilkan penurunan  tegangan  antarmuka  dari  kedua  cairan  yang  tidak  saling
bercampur,  mengurangi  gaya  tolak  antara  cairan-cairan  tersebut  dan mengurangi  gaya  tarik-menarik  antarmolekul  dari  masing-masing  cairan.
Jadi  zat aktif  permukaan  pembantu  memecahkan bola-bola  besar  menjadi bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu
yang lebih kecil daripada lazimnya Ansel, 2008. Oriented-wedge  theory
menganggap  lapisan  monomolekular  dari zat  pengemulsi  melingkari  suatu  tetesan  dari  fase  dalam  pada  emulsi.
Teori  tersebut  berdasarkan  anggapan  bahwa  zat  pengemulsi  tertentu mengarahkan  dirinya  di  sekitar  dan  dalam  suatu  cairan  yang  merupakan
gambaran  kelarutannya  pada  cairan  tertentu.  Dalam  suatu  sistem  yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan
memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dan terbenam dalam  fase  tersebut  dibandingkan  dengan  pada  fase  lainnya.  Karena
umumnya molekul-molekul zat menurut teori ini mempunyai suatu bagian hidrofilik  atau  bagian  yang  suka  air  sebagai  contoh,  sabun  dan  suatu
bagian  hidrofobik  atau  bagian  yang  benci  air  tapi  biasanya  lipofilik  atau suka  minyak  molekul-molekul  tersebut  akan  mengarahkan  dirinya  ke
masing-masing  fase.  Tergantung  pada  bentuk  dan  ukuran  dari  molekul- molekul  tersebut,  karakteristik  kelarutannya,  dan  jadi  arahnya  susunan
bentuk  baji  yang  diinginkan  untuk  molekul-molekul  tersebut  akan menyebabkan  palingkaran  dari  bulatan-bulatan  minyak  atau  bulatan  air.
Umumnya  suatu  zat  pengemulsi  yang  mempunyai  karakteristik  hidrofilik lebih  besar  daripada  sifat  hidrofobiknya  akan  memajukan  suatu  emulsi
minyak  dalam  air  dan  suatu  emulsi  air  dalam  minyak  sebagai  hasil  dari penggunaan  zat  pengemulsi  yang  lebih  hidrofobik  daripada  hidrofilik.
Dengan  kata  lain,  fase  di  mana  zat  pengemulsi  tersebut  lebih  larut umumnya  akan  menjadi  fase  kontinu  atau  fase  luar  dari  emulsi  tersebut.
Walaupun  teori  ini  tidak  mengutarakan  secara  akurat  penggambaran  dari susunan  molekular  molekul-molekul  zat  pengemulsi,  dasar  bahwa  zat
pengemulsi  yang  larut  dalam  air  umumnya  membentuk  emulsi  minyak
7
UIN Syarif Hidayatullah
dalam  air  adalah  penting  dan  umumnya  terdapat  dalam  praktik  Ansel, 2008.
Teori  plastik  atau  teori  antarmuka  menempatkan  zat  pengemulsi pada  antarmuka  antara  minyak  dan  air,  mengelilingi  tetesan  fase  dalam
sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan  tersebut.  Lapisan  tersebut  mencegah  kontak  dan  bersatunya  fase
terdispersi;  makin  kuat  dan  makin  lunak  lapisan  tersebut,  akan  makin besar  dan  makin  stabil  emulsinya.  Sudah  tentu,  cukupnya  bahan  yang
membentuk  lapisan  tersebut  juga  penting  untuk  melindungi  seluruh permukaan dari tiap tetesan fase dalam Ansel, 2008.
Dalam  kenyataannya,  tidak  mungkin  bahwa  suatu  teori emulsifikasi  tunggal  bisa  digunakan  untuk  menerangkan  cara  dari
kebanyakan  zat  pengemulsi  yang  beraneka  ragam  dalam  membentuk  tipe emulsi  dan  stabilitasnya.  Biasanya  dalam  suatu  sistem  emulsi  tertentu
lebih  dari  suatu  teori  emulsifikasi  dapat  diterapkan  dan  berperan  dalam menjelaskan  pembentukan  dan  stabilitas  emulsi  tersebut.  Misalnya
tegangan  antarmuka  penting  dalam  pembentukan  awal  dari  suatu  emulsi, tetapi  pembentukan  suatu  baji  pelindung  dari  molekul-molekul  atau  film
dari  zat  pengemulsi  penting  untuk  stabilitas  emulsi  selanjutnya.  Tidak disangsikan  zat-zat  pengemulsi  tertentu  sanggup  melaksanakan  kedua
tugas tersebut Ansel, 2008.
2.3. Komponen Pembentuk Emulsi