Komunikasi instruksional dalam membina akhlak siswa di taman pendidikan al-Qur'an uint 373 at-Tahiriyah II

(1)

KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL DALAM MEMBINA AKHLAK

SISWA DI TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR'AN

UNIT 373 AT-TAHIRIYAH II

Oleh:

SITI SARAH

NIM:104051001805

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL DALAM MEMBINA AKHLAK

SISWA DI TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR'AN

UNIT 373 AT-TAHIRIYAH II

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh:

SITI SARAH

NIM:104051001805

Pembimbing

Drs. Suhaimi, M. Si NIP. 150270810

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN UNIT

373 AT-TAHIRIYAH II telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 9 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 9 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Dr. Arief Subhan, M.A. NIP.150262442

Sekretaris Merangkap Anggota,

Umi Musyarrofah, M.A. NIP.150281980 Anggota,

Penguji I

Dra. Armawati Arbi, M. Si NIP.150246288

Penguji II

Drs. Wahidin Saputra NIP.150276299

Pembimbing,

Drs. Suhaimi, M. Si NIP. 150270810


(4)

ABSTRAK

Siti Sarah, 104051001805, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Komunikasi Instruksional Dalam Membina Akhlak Siswa di Taman Pendidikan Al-Qur’an Unit 373 At-Tahiriyah II.

Komunikasi instruksional merupakan salah satu jenis komunikasi instruksi atau perintah. Perintah tersebut dapat berupa kalimat instruksi seseorang kepada lawan bicaranya atau sasaran yang hendak dituju, dimana khalayak tersebut mendengarkan dan mematuhi instruksi dari pemberi perintah tersebut, sehingga ada feedback yang dihasilkan. Komunikasi dalam pendidikan adalah proses komunikasi yang melibatkan banyak komponen yang terdiri atas semua komponen yang ada di lingkungan sekolah, seperti guru, murid, kepala sekolah, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, melalui komunikasi instruksional diharapkan bisa terjadi proses belajar mengajar. Pendidikan merupakan suatu komunikasi instruksional, karena dalam pendidikan melibatkan tiga komponen, yang terdiri dari pengajar (komunikator), materi pengajaran (pesan), dan murid (komunikan).

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana komunikasi instruksional yang digunakan oleh guru dalam pembinaan akhlak anak dan ingin mengetahui apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi instruksional dalam pembinaan akhlak anak. Melalui wawancara dan observasi guna mendapatkan informasi data penelitian yang dibutuhkan.

Analisis dalam skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Taylor adalah sebagai prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.

Dari hasil penelitian ini, bahwa komunikasi yang digunakan oleh guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II adalah komunikasi verbal, komunikasi non verbal dan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication). Faktor pendukung yang ditemui adalah komunikator (guru), komunikan (murid), masyarakat sekitar dan juga pesan (materi). Sedangkan faktor penghambatnya adalah keadaan guru yang tidak siap atau jenuh dalam mengajar, hambatan semantik atau bahasa yang digunakan terlalu tinggi, hambatan fisik, dan hambatan kerangka berfikir. Murid yang berperangai buruk, perhatian yang bercabang, dan tidak adanya tanggapan.


(5)

KATA PENGANTAR

Hanya kalimat Thayyibah yakni Alhamdulillah was Syukrulillah yang dapat penulis haturkan Kehadirat Ilahi Rabbi, di atas segala Karunia, Hidayah, Taufiq serta Inayah-Nya, sehingga terselesainya penyusunan skripsi.

Atas do’a, usaha, dan perjalanan panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas penting yang mempertaruhkan segenap keilmuan yang penulis pelajari selama menuntut ilmu di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, walaupun jauh dari kesempurnaan.

Rampungnya skripsi ini bukan semata-mata atas usaha penulis saja, melainkan atas bantuan yang datang dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlasnya membantu penulis sehingga selesai. Untuk itu, dari lubuk hati terdalam, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini: 1. Dr. H. Murodi, M.A., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Umi Musyarrofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Suhaimi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing, yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

5. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta wawasannya selama penulis menuntut ilmu. Tak lupa pula seluruh staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan dalam hal penyediaan bahan pustaka untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

6. Kepada Ibu Neneng Juairiyah S. Pd, selaku Kepala Sekolah TPA unit 373 At-Tahiriyah II, yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian dan juga memberikan data-data yang diperlukan. Tak lupa pula dewan guru; Ibu Dewi, Ibu Wilah, Bapak Zikri dan murid-murid TPA yang baik dan manis, yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, sehingga penulis mendapat kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku Tercinta, Ayahanda H. Abdul Rasyid (Alm.) dan Ibunda Hj. Syarifah, yang dengan kelembutan, kasih sayang dan cintanya membesarkan, mendidik, dan tak henti-hentinya mendoakan dan juga memotivasi penulis. Ayah... Umi.... Skripsi ini Ananda persembahkan sebagai bakti dan penghargaan.

8. Kakanda tersayang; Kanda Harun, Kanda Anas, Kanda Koi, Kanda Lala, dan Kanda Qia dan juga Adinda tersayang; 0by, Ade Ahmad, dan Della (belajar yang rajin yaa!!) yang telah memberikan motivasi, semangat, do’a dan menambah keceriaan penulis saat penyelesaian skripsi ini.

9. Ahmad Fitroh, S.H.I., atas kasih sayang, perhatian, bantuan, do’a, motivasi dan semangat agar penulis tidak putus asa, juga kesabaran dan kesetiaannya menemani penulis berkeluh kesah hingga rampungnya skripsi ini.

10.Sahabat sejatiku Nina Shabrina, yang selalu setia berbagi pengalaman suka dan duka, dan tak juga jenuh menemani penulis berkeluh kesah serta memberikan


(7)

semangat dan motivasi (Shohabati, u’re the best!!). My Sister Fitri Yuni, yang telah memberikan semangat, do’a, perhatian dan juga kasih sayangnya.

11. Teman-teman KPI B angkatan 2004; Aal, Anie, Iva, Mimin, Imoet, dan Kasih atas segala motivasi dan do’anya. Teman-teman KKS ’07; Mika, Yayu, Eza, Ika, Eva, dan juga sahabat-sahabatku Aniez, Tya, Hj. Iik, dan Zee yang telah, menemani, memberikan semangat, mendo’akan dan menambah keceriaan penulis. Thank’s for all.

Untuk semua itu, penulis tidak dapat membalas jasa dan memberi penghargaan sebagaimana mestinya selain memohon kehadirat Allah SWT semoga amal dan jasa yang penulis terima dari mereka, diterima oleh Allah SWT sebagai amal saleh di sisi-Nya. Akhirnya dengan ketulusan hati penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang baik dari pembaca guna menyempurnakan skripsi ini.

Jakarta, 21 Mei 2008


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

ABSTRAK………. iv

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 7

D. Manfaat Penelitian………. 7

E. Metodologi Penelitian……… 7

F. Tinjauan Pustaka... 10

G. Sistematika Penulisan……… 10

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN………. 12

A. Komunikasi……… 12

1. Guru Sebagai Komunikator………. 12

2. Pesan Komunikasi Instruksional Dalam Membina Akhlak... 15

3. Proses Komunikasi Instruksional di Kelas…….. 20

4. Siswa di TPA unit 373 At-Tahiriyah II………... 22

5. Efek Komunikasi Instruksional di TPA……….. 23

6. Hambatan Komunikasi……… 24


(9)

A. Pengertian Akhlak………... 26

B. Pembagian Akhlak……….. 28

C. Metode Pembinaan Akhlak……… 30

D. Pentingnya Pembinaan Akhlak………. 33

BAB III PROFIL TPA UNIT 373 AT-TAHIRIYAH II…………. 39

A. Sejarah Berdiri...………. 39

B. Visi, Misi dan Tujuan...……….. 41

C. Program...……… 42

D. Sarana, Prasarana dan Struktur Organisasi……… 44

E. Proses Belajar Mengajar TPA At-Tahiriyah II……….. 46

F. Aktivitas Pembinaan Akhlak Anak di TPA At-Tahiriyah II………... 48

BAB IV KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU DAN MURID DI TPA UNIT 373 AT-TAHIRIYAH II………... 54

A. Persiapan Mengajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II…. 54 B. Hambatan Komunikasi Instruksional Guru dan Murid di TPA unit 373 At-Tahiriyah II………. 60

C. Evaluasi Mengajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II….. 72

BAB V PENUTUP……… 76

A. Kesimpulan……… 76

B. Saran-saran………. 77

DAFTAR PUSTAKA……….. 78


(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Penyajian Materi Adab dan Do’a Harian……… 55

2. Tabel 2 Penyajian Materi Tajwid………. 56

3. Tabel 3 Penyajian Materi Ayat-ayat Pilihan ……… 57

4. Tabel 4 Penyajian Materi Dinul Islam……….. 59

5. Tabel 5 Faktor Pendukung……… 73


(11)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Mei 2008


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan berkomunikasi manusia melakukan suatu hubungan karena manusia adalah makhluk sosial tidak dapat hidup dengan sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling membutuhkan. Hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya dapat dilakukan dengan berkomunikasi, kehidupan manusia tidak akan berkembang dan tidak akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Dengan berkomunikasi manusia mencoba mengekspresikan keinginannya dan dengan komunikasi itu pula manusia melaksanakan kewajibannya.

Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kalau boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara untuk bernapas. Ketika manusia lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran pesan-pesan dengan lingkungannya, terutama dengan orang tua yang berlangsung secara tetap. Hal ini dapat disaksikan pada saat bayi itu lapar, sakit dan sebagainya. Komunikasi juga merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. "Melalui komunikasi, manusia tumbuh dan belajar, menemukan pribadinya dan orang lain, bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan sebagainya".1

1


(13)

Secara sederhana, komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.2

Komunikasi juga merupakan hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.

Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi.3 Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris disebut dengan communication, berasal dari kata communication atau communis yang berarti "sama"

atau "sama maknanya" atau pengertian "bersama", dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan komunikator.4

Komunikasi dalam pendidikan adalah proses komunikasi yang melibatkan banyak komponen yang terdiri atas semua komponen yang ada di lingkungan sekolah seperti guru, murid, kepala sekolah, dan sebagainya. Khususnya dalam proses pembelajaran, maka pengajar berfungsi sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan.

Ditinjau dari proses komunikasi, pendidikan adalah bagian dari komunikasi, yaitu proses pendidikan melibatkan dua komponen yang terdiri dari pengajar sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Willbur Schramm, bahwa komunikasi didasarkan atas

2

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori & Praktek, (Bandung: Remaja, 2005), h. 10.

3

Ibid, h. 1.

4


(14)

hubungan antara dua orang, atau antara seseorang dengan orang lain. Hakikat hubungan ini adalah setara (in tune) antara satu sama lainnya, yang terfokus pada informasi yang sama, kesangkutpautan tersebut berada dalam komunikasi tatap muka (face to face communication).5

Perlu disadari, bahwa peran komunikasi sangat diperlukan dalam kehidupan bersosialisasi, bahkan pada bidang pendidikan. Seorang guru harus dibekali ilmu komunikasi agar apa yang disampaikannya dapat menjadi efektif dan murid dapat memahami pelajaran dengan mudah. Telah disepakati, bahwa fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi. Dalam komunikasi istilah pendidikan dan pengajaran adalah dua komponen yang saling melibatkan antara pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan.

Komunikasi dalam istilah pendidikan di kenal sebagai komunikasi instruksional (instructional communication) salah satu aspek fungsi komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar (komunikan) dalam situasi instruksional yang terkondisi.

Komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan dalam tiga jenis, yakni: personal, kelompok, dan massa. Komunikasi personal yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sasaran tunggal. Komunikasi kelompok yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kelompok tertentu. Komunikasi massa yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa.

Komunikasi dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan termasuk jenis komunikasi kelompok yang dilakukan oleh guru kepada kelompok atau murid.

5

Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan & Komunikasi, (Bandung: CV Mandar Maju, 1998), h. 58.


(15)

Dilihat dari segi tujuan komunikasi di lembaga pendidikan adalah mentransfer dan meningkatkan pengetahuan murid termasuk juga pengetahuan agama Islam. Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam antara lain membentuk dan membina akhlak murid, karena akhlak merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam, disamping aqidah dan syari’ah, bagi kehidupan manusia. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw dan menjadikannya suri tauladan yang baik bagi umatnya. Firman Allah SWT:

آ

ْ

ﺔ ﺣ

ةﻮْ أ

ﷲا

لﻮ ر

ْ ﻜ

نﺎآ

ْﺪ

ْا

مْﻮ ْاو

ﷲا

اﻮﺟْﺮ

نﺎ

ﺮﺧ

اﺮْ آ

ﷲا

ﺮآذو

.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab:21)

Pembinaan akhlak bertujuan menuntun murid supaya meniru akhlak yang ditunjukkan Allah melalui rasul-Nya dan supaya murid tidak mengalami penyimpangan perilaku, sehingga akan memiliki akhlak yang terpuji. Suatu perbuatan yang terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam) di sebut akhlak yang baik.

Namun dalam era globalisasi ini, kita banyak mendengar berita tentang tindakan kurang terpuji yang dilakukan oleh kalangan pelajar, sebagai contoh maraknya tawuran dan kekerasan antar pelajar bahkan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Penyimpangan perilaku pelajar tersebut merupakan masalah bagi seluruh unsur dalam pendidikan, diantaranya guru,murid, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Khaerudin Ralia menyatakan bahwa seorang guru yang ideal antara lain harus memiliki kepribadian yang utuh dimana seluruh potensi (intelektual, emosi,


(16)

cita, karsa, rasa, dan tingkah laku) berjalan seimbang dan saling mengisi. Disamping itu, dia juga harus mengetahui setiap pribadi peserta didiknya yang berbeda-beda psikologisnya.6

Taman Pendidikan Al-Qur’an unit 373 At-Tahiriyah II yang dipimpin oleh Neneng Juairiyah, S.Pd. berdiri sejak tahun 1993 dan dikukuhkan oleh LPPTKA BKPRMI DKI JAKARTA pada tanggal 1 Januari 2003. Dalam perkembangannya hingga saat ini, Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ) unit 373 At-Tahiriyah II menyelenggarakan Lembaga Pendidikan diantaranya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al-Al-Qur’an. Tujuan didirikan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an ini adalah untuk menyiapkan generasi qur’ani dan berakhlak mulia. Untuk itu, Penulis melihat, bahwa Taman Pendidikan Al-Qur’an ini merupakan sarana pembelajaran yang memiliki peranan penting sekaligus juga berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama terutama dalam pembinaan akhlak anak.

Berdasarkan pemikiran di atas, meneguhkan penulis untuk menyusun skripsi dengan judul Komunikasi Instruksional Dalam Membina Akhlak Siswa Di Taman Pendidikan Al-Qur’an Unit 373 At-Tahiriyah II.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Banyak kegiatan yang dilakukan LPQ terhadap anak didiknya, diantaranya program pra TKA, TPA, dan TQA selain itu juga kegiatan lomba bagi antar murid yang berkaitan dengan masalah agama guna memperluas wawasan serta menyiapkan generasi qur'ani (generasi yang terampil membaca, menulis, menghafal,

6

Khaerudin Ralia, Profil Guru Dalam Format Ideal Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Media Pembinaan, no 08/XXVIII, nov 2001), h. 32.


(17)

memahami dan mengamalkan Al-Qur'an), juga mengadakan dakwah Islamiyah melalui kegiatan sosial keagamaan guna membentuk anak didik yang beriman, berilmu, beramal, dan bertakwa kepada Allah SWT.

Melihat luas dan banyaknya kegiatan sekolah dan kegiatan guru dengan murid dalam proses belajar mengajar, maka penulis hanya akan melihat aspek komunikasi instruksional dalam upaya pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana aktivitas komunikasi instruksional dalam pembinaan akhlak anak di

TPA unit 373 At-Tahiriyah II?

2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung komunikasi instruksional dalam pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui aktivitas komunikasi instruksional dalam pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung komunikasi instruksional dalam pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mengkaji komunikasi yang dikembangkan di Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ), khususnya di TPA unit 373 At-Tahiriyah II.


(18)

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan bagi kalangan teoritis dan praktis di lingkungan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Lembaga Komunikasi, dan Lembaga Dakwah pada umumnya dan terutama bagi pengelola TPA unit 373 At-Tahiriyah, sebagai salah satu upaya pembinaan akhlak anak.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Taylor adalah sebagai prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.7 Mengenai sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland ialah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainnya.8 Dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan kegiatan komunikasi instruksional pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II.

2. Metode Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah para guru dan murid di TPA unit 373 At-Tahiriyah II yang terdiri dari 4 kelas.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah aktivitas komunikasi instruksional di TPA unit At-Tahiriyah II. Dalam penelitian ini sumber data utama adalah para guru, murid

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 4.

8


(19)

dan pengurus TPA unit 373 At-Tahiriyah II. Selain itu data juga diperoleh dari referensi-referensi yang berhubungan dengan judul penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam membahas masalah penelitian ini adalah dengan menggunakan metode:

a. Observasi

Observasi merupakan metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik observasi atau pengamatan yang penulis gunakan adalah bersifat langsung dengan mengamati proses komunikasi instruksional dalam membina akhlak siswa.

b. Wawancara

Wawancara merupakan data yang digunakan dengan tujuan mendapatkan keterangan secara lisan dari responden yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Wawancara penulis lakukan secara langsung dengan para guru yang teridri dari 4 guru, murid yang trediri dari 6 murid dan pengurus TPA yaitu Kepala Sekolah TPA unit 373 At-Tahiriyah II guna mendapatkan informasi data penelitian yang dibutuhkan.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian untuk dianalisis dan diberikan interpretasi dengan cara mengklarifikasikannya dengan kerangka teori yang ada dan akhirnya disimpulkan.


(20)

Data yang ada (salinan hasil wawancara dan observasi) dikumpulkan dan dianalisis dari teori-teori pendukung yang menjadi acuan analisis data.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pada tahun 2007, Ahmad Falih, NIM: 203051001415, dengan judul skripsi ”Komunikasi Instruksional Dalam Pengajaran Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan”. Skripsi ini menemukan bahwa komunikasi instruksional dikemas dengan menerapkan kompetensi untuk menarik perhatian siswa agar mereka tertarik dengan pelajaran agama.

2. Pada tahun 2007, Mayasari Masjuni, NIM: 103051028528, dengan judul skripsi ”Bentuk Komunikasi Ustadz Terhadap Santri Dalam Penanaman Nilai-Nilai Agama Di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Al-Ridho Cilangkap Jakarta Timur”. Skripsi ini menemukan bahwa Bentuk komunikasi yang digunakan ustadz terhadap santri ialah komunikasi verbal, non verbal, komunikasi interpersonal, dan komunikasi kelompok kecil.

Kelebihan dari skripsi yang penulis teliti adalah lebih menganalisa terhadap pembinaan akhlak dengan mengunakan komunikasi instruksional di tempat dan objek penelitian yang berbeda dengan beberapa penelitian di atas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab, masing-masing bab dibagi ke dalam sub bab dengan perincian sebagai berikut:


(21)

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Kerangka Teori yang terdiri dari; Guru Sebagai Komunikator, Pesan Komunikasi Instruksional Dalam Membina Akhlak, Proses Komunikasi Instruksional di Kelas, Siswa di TPA unit 373 Attahiriyah II, Efek Komunikasi Instruksional di TPA, Hambatan Komunikasi, Pengertian Akhlak, Pembagian Akhlak, Metode Pembinaan Akhlak dan Pentingnya Pembinaan Akhlak.

Bab III Profil TPA unit 373 At-Tahiriyah II meliputi; Sejarah Berdiri, Visi, Misi dan Tujuan, Program, Sarana, Prasarana, dan Struktur Organisasi, Proses Belajar Mengajar TPA At-Tahiriyah II, dan Aktivitas Pembinaan Akhlak Anak di TPA At-Tahiriyah II.

Bab IV Komunikasi Instruksional guru dan murid di TPA unit 373 At-Tahiriyah II, meliputi: Persiapan Mengajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II, Komunikasi Instruksional di TPA unit 373 At-Tahiriyah II, Evaluasi Mengajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II.

Bab V Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran. Bagian terakhir memuat Daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(22)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Komunikasi

1. Guru Sebagai Komunikator

Sebelumnya saya akan menjelaskan pengertian komunikasi. Secara etimologi menurut Onong Uchjana Effendi, istilah komunikasi berasal dari Bahasa Inggris Communication yang bersumber dari bahasa Latin Communication yang berarti "pemberitahuan" atau pertukaran pikiran. Makna

hakiki dari Communication ini ialah Communis yang berarti "sama atau kesamaan arti". Sama halnya dengan pengertian tersebut.9 Astrid Susanto, mengemukakan "perkataan komunikasi berasal dari kata Communicare yang di dalam bahasa latin mempunyai arti "berpartisipasi atau memberitahukan", menyampaikan pesan, informasi, pikiran, perasaan, gagasan, dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik atau feedback. Kata Communis berarti milik bersama" atau berlaku di mana-mana".10

Sedangkan ditinjau dari terminologi menurut Onong Uchjana Effendi, "komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat dan prilaku baik secara langsung atau lisan maupun tidak langsung atau melalui media".

Untuk lebih memahami pengertian komunikasi, tepatlah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, "The Structure and

9

Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), h. 9.

10

Phil Astrid Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta, 1988), h. 29.


(23)

Function of Communication in Society". Bahwa cara yang baik untuk menjawab

pertanyaan sebagai berikut: "Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?".

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, yakni: komunikator, pesan komunikan, media dan efek.

Jadi pada dasarnya Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek.11

Guru sebagai komunikator sangat berperan dalam proses belajar mengajar. Seorang guru menjadi pendidik bagi generasi di zamannya. Ia akan memegang peranan penting dalam perkembangan suatu masyarakat. Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengajar, ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama serta perilaku yang baik, maka ia akan mendapat keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat.

Menjadi pendidik merupakan tugas yang sangat mulia. Tugas ini bisa dikatakan mulia tentu saja bila dikerjakan dengan ikhlas karena Allah SWT semata. Aktifitas ini juga mulia bila yang bersangkutan mendidik anak didiknya dengan pendidikan Islam yang baik dan benar.

Seorang guru adalah sebagai pemimpin di sekolah yang menjadi tempat untuk mengabdikan dan mengamalkan ilmunya. Ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak didknya. Oleh karenanya, sebelum menjadi seorang guru,

11

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Rosda Karya, 2000), h. 10.


(24)

diharuskan terlebih dahulu memperbaiki diri, baru hal itu dipraktekkan di sekolah.

Masa anak-anak adalah masa bermain dan masa melihat, yaitu senang bermain dan juga mengamati gerak gerik yang dilakukan guru. Anak akan mencontoh dan juga meniru apa saja yang dilihatnya, baik itu akhlak yang baik ataupun akhlak yang buruk. Maka bagi guru tidak hanya menjelaskan apa itu pengertian akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, akan tetapi guru juga memberikan contoh dan menjadi teladan (uswatun hasanah), baik melalui lisan, tulisan ataupun tingkah laku. Guru dapat menganjurkan murid untuk meninggalkan akhlak yang buruk dalam kehidupan sehari-harinya, tujuannya adalah agar murid dapat memahami akhlak yang baik dan buruk sehingga anak dapat menerapkan dalam kehidupannya. Terlihat sekali peran guru dalam pembinaan akhlak anak saat masa pendidikannya di Taman Pendidikan Al-Qur’an.

Menurut ibu Neneng Juairiyah, S.Pd., bahwa dalam mendidik anak, peran guru sangat besar sekali bagi perkembangan anak, terutama dalam mengajarkan akhlak yang baik agar dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena anak pada masa di TPA ini hanya menerima pelajaran melalui lisan, tulisan, tingkah laku ataupun kebiasaan yang terlihat oleh murid, baik itu perbuatan dengan akhlak yang baik ataupun yang buruk. Maka guru harus menjadi contoh atau panutan yang baik untuk muridnya.12

Penulis setuju dengan ibu Neneng Juairiyah, bahwa daya tangkap anak pada masa Taman Pendidikan Al-Qur’an hanya menerima segala bentuk

12

Neneng Juairiyah, S. Pd., Kepala Sekolah Unit 373 At-Tahiriyah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 Mei 2008.


(25)

kegiatan, baik itu berupa lisan, tulisan, tingkah laku ataupun kebiasaan yang tampak oleh murid dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungannya.

2. Pesan Komunikasi Instruksional Dalam Membina Akhlak

Sebelumnya saya akan menjelaskan pengertian komunikasi instruksional. Komunikasi instruksional berarti komunikasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang berarti pengajaran, pelajaran, atau perintah dan juga bisa diartikan instruksi.

Arti dari kata instruksional bergantung pada bidang dan konteks pembahasannya. Webster's Thrid New International Dictionary of The English Language mencantumkan kata instruksional (dari kata to instruct) dengan arti "memberi pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dari berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu" atau dapat berarti pula "mendidik dalam subjek atau bidang pengetahuan tertentu" disini juga dicantumkan makna lain yang berkaitan dengan komando atau perintah.13

Komunikasi instruksional mempunyai fungsi edukatif atau tepatnya mengacu kepada fungsi edukatif dari fungsi komunikasi secara keseluruhan, instruksional berasal dari kata instruction artinya pembelajaran atau pengajaran.

Komunikasi instruksional lebih ditekankan pula kepada perencanaan dan pelaksanaan secara operasional yang didukung oleh teori untuk kepentingan keberhasilan efek perubahan perilaku pada pihak sasaran (komunikan).

13

Pawit M. Yusuf, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, (Jakarta: Pers, 2002), h. 6.


(26)

Efek perubahan perilaku inilah yang tampaknya merupakan tujuan akhir dari pelaksanaan komunikasi instruksional. Di lihat dari prosesnya maka pendidikan merupakan suatu komunikasi instruksional, karena dalam pendidikan melibatkan tiga komponen yang terdiri dari pengajar (komunikator), materi pengajaran (pesan), dan siswa (komunikan).14

Dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak diartikan perintah, tetapi lebih mendekati kedua arti yang pertama, yakni pengajaran atau pelajaran bahkan akhir-akhir ini kata tersebut diartikan sebagai pembelajaran. Memang ketiga kata tersebut bisa berlainan maknanya karena masing-masing menitikberatkan faktor-faktor tertentu yang menjadi perhatiannya.

Istilah pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan.15. Dari pengertian diatas, dapat digali beberapa unsur yang termasuk dalam kegiatan pengajaran, perbuatan, maupun metode yang digunakan dalam pengajaran. Pengajaran juga diartikan suatu usaha yang bersifat sadar dan tujuan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju kedewasaan anak didik.

Arti belajar lebih menitikberatkan bahan belajar atau materi yang akan disampaikan atau diajarkan oleh guru. Dengan pengertian lain, informasi yang mengandung pesan belajar itulah yang diutamakan. Namun, apabila diamati lebih jauh, disampaikan atau tidak oleh guru, yang namanya pelajaran tetap ada, karena sebenarnya ia adalah benda mati, berupa sederetan informasi yang bisa berarti apabila digunakan.16 Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa

14

Ibid., h. 4.

15

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 7.

16


(27)

pengajaran itu adalah bagian dari pendidikan dan menyatakan bahwa pengajaran Onder Wijs itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan.

Jelasnya, bahwa pengajaran adalah bagian dari pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan.

Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan pengertian tentang pengajaran, diantaranya seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Hasan Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui.17. Dari terminologi diatas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran yang meliputi: pertama pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan. Kedua pemindahan pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar.

Pengetahuan yang dipindahkan diperoleh dari dua sumber, yaitu pertama dari sumber Ilahi dan kedua dari sumber manusiawi. Kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi dan pada hakikatnya keduanya berasal dari Allah yang menciptakan manusia dan memberinya dari berbagai potensi untuk bisa memahami dan memperoleh pengetahuan.

Pengetahuan yang bersumber dari Ilahi yaitu pengetahuan yang langsung datang dari Allah melalui wahyunya. Adapun pengetahuan yang berasal dari manusia yaitu pengetahuan yang dipelajari dari manusia dari berbagai pengalaman pribadi dalam kehidupan, juga dalam usahanya dalam menelaah dan memecahkan berbagai problem yang dihadapinya melalui pendidikan dan pengajaran serta penelitian ilmiah.

17


(28)

Kembali kepada masalah komunikasi instruksional. Pengajar (komunikator) dan pelajar (komunikan/sasaran) sama-sama melakukan interaksi psikologis (terjadinya pengaruh hubungan timbal balik tentang kejiwaan, dan saling mempengaruhi) yang nantinya diharapkan bisa berdampak berubahnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan di pihak komunikan.

Suatu cara untuk merumuskan tujuan instruksional ialah mengidentifikasikan produk akhir pengajaran berupa perilaku yang dapat diamati. Cara untuk menentukan siswa telah mempelajari sesuatu ialah mengamati hasil dari perilakunya. Hasil-hasil ini merupakan tujuan-tujuan perilaku (behavioral objectives).

Proses interaksi psikologis ini berlangsung paling tidak antara dua orang dengan cara berkomunikasi. Dalam situasi formal, proses ini terjadi ketika sang komunikator berupaya membantu terjadinya proses perubahan atau proses belajar di pihak sasaran atau komunikan, teknik atau alat untuk melaksanakan proses ini adalah komunikasi instruksional.18

Pesan komunikasi instruksional yang digunakan guru dalam membina akhlak siswa yaitu jika terdapat siswa yang berbuat kesalahan, maka guru tersebut langsung mengajaknya berbicara dan menasehatinya agar perilaku tersebut tidak diulangi kembali. Guru juga mengajarkan kepada siswa agar dapat bersifat dermawan, dengan cara menginfakkan makanannya kepada salah satu temannya yang tidak membawa makanan.

Tak lupa guru selalu mengajarkan kepada siswa mengenai akhlak terhadap orang tua. Seorang anak diwajibkan berbakti kepada kedua orang tua

18


(29)

setelah melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT, dengan cara menjaga hubungan baik dengan orang tua, mematuhi segala perintahnya (sepanjang perintah tersebut sejalan dengan aturan Allah SWT)tidak berkata kasar dan menyakitinya. Hal ini senantiasa diajarkan kepada para siswa, dalam membina akhlak, sehingga proses internalisasi akhlak yang disampaikan dapat melekat dalam diri anak.

3. Proses Komunikasi Instruksional di Kelas

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang atau komunikator kepada orang lain atau

komunikan. Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benak perasaan yang berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran dan sebagainya yang muncul dari hati. Komunikasi adalah proses yang dinamis, yang karena di dalamnya pengirim lambang yang disebut sender dan penerima lambang yang disebut receiver saling mempengaruhi.

Adapun proses berlangsungnya komunikasi dibagi menjadi dua bagian: 1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung mampu "menerjemahkan" pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.19 2. Proses Komunikasi Secara Sekunder

19


(30)

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.20 Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya, karena komunikan sebagai sasarannya. Benda di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak, yang sering digunakan adalah surat, televisi, film, surat kabar, majalah, radio, dan lain-lain.

Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila sekiranya timbul pengertian di kedua belah pihak, yaitu si pengirim dan si penerima informasi dapat memahaminya. Hal ini tidak berarti bahwa kedua belah pihak harus menyetujui sesuatu gagasan tersebut, tetapi yang penting adalah memahami telah berhasil baik.

Proses komunikasi instruksional di kelas adalah murid TPA unit 373 At-Tahiriyah II mulai belajar, diawali dengan klasikal awal, yaitu mereka membaca do’a mau belajar, mengulang surah-surah pendek yaitu mulai dari surah Al Ikhlash sampai An Naas, kemudian guru akan mengabsen, lalu dilanjutkan dengan membaca iqro satu persatu. Untuk murid TPA atau yang sudah tahap Al Qur’an, sebelum belajar, mereka juga memulai dengan klasikal awal. Para murid membaca do’a sebelum memulai pelajaran, mengulang ayat-ayat pilihan yang sudah diberikan dengan bersama-sama. Tujuannya agar mereka cepat menghafal ayat-ayat tersebut. Setelah itu, barulah para murid mulai membaca Al Qur’an secara bergantian.

20


(31)

Cara membaca Al Qur’an yang diterapkan di TPA At-Tahiriyah II ini ialah setiap anak memiliki kartu data prestasi bacaan, ketika murid membaca bacaannya, kemudian terkadang para murid tersebut harus mengulang bacaan keesokan harinya. Maka di kartu data prestasi murid, guru tersebut harus menulis kata ulang, jika bacaannya masih belum benar dan lancar. Tetapi jika benar dan lancar, maka guru menulis kata lanjut di kartu data prestasi tersebut.

Setelah semua kegiatan selesai, maka berakhirlah kegiatan belajar mereka. Ini di akhiri dengan klasikal akhir, yaitu para murid membaca doa sebelum pulang selanjutnya mereka juga selalu diajarkan untuk bersopan santun, misalnya ketika akan pulang, mereka terbiasa mencium tangan para guru dan selalu mengucapkan salam.

4. Siswa di TPA unit 373 At-Tahiriyah II

Peserta didik yang belajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II berusia mulai dari 3 tahun sampai dengan 12 tahun.

Kelompok belajar adalah sekumpulan orang yang jumlahnya lebih dari dua orang untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan tugas melalui kerjasama sebagai suatu kelompok.21 Kelompok belajar adalah salah satu strategi belajar mengajar. Ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari lima atau tujuh siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas

21

Drs. A. Surjadi, MA, Ph.D, Membuat Siswa Aktif Belajar, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1989), h. 86.


(32)

tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.22

5. Efek Komunikasi Instruksional di TPA unit 373 At-Tahiriyah

Efek adalah hasil dari suatu komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Komunikasi yang digunakan oleh para guru dalam membina akhlak anak yaitu dengan cara nasihat. Nasihat tersebut umumnya diberikan kepada seorang yang terlihat perilakunya menyimpang. Misalnya, pada saat belajar ada murid yang berlari-larian mengejar temannya dan saling bertengkar, maka dalam hal ini tindakan guru adalah ketika di ruang belajar, guru menasehati kepada para murid tanpa menyinggung perasaan yang murid yang berlari-larian dan saling bertengkar tadi, dan ini menunjukkan adanya saling menyayangi, saling menghormati dan juga kelemah lembutan antara sesama teman. Dengan memberikan nasehat itu, tujuannya yaitu agar timbul kesadaran pada diri murid, agar dapat bersikap baik terhadap sesama. Kedua dengan cara pembiasaan. Bagi anak-anak, pembiasaan ini sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah aktivitas anak menjadi teratur. Pembiasaan yang baik, akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang selalu buruk, akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya terlihat dan terjadi pada diri seseorang. Misalnya, guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II menyuruh para murid untuk menunaikan shalat tepat waktu di rumahnya, agar itu menjadi kebiasaan yang ada pada dirinya dalam kehidupan sehari-hari.

22


(33)

Menanamkan kebiasaan pada anak memang terkadang sulit. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sulit pula untuk mengubahnya. Maka, penting dalam kehidupan anak untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik saja, jangan sekali-kali mendidik atau menyuruh anak untuk berkata bohong, tidak disiplin dan sebagainya. Tetapi menanamkan kebiasaan untuk berbuat baik, seperti suka menolong orang saat ada yang kesulitan, ikhlas melakukan puasa, gemar menunaikan shalat lima waktu dan lain sebagainya, maka pembinaan akhlak anak sangat berpengaruh di lingkungan TPA unit 373 At-Tahiriyah II.

6. Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi tidak menyebabkan komunikasi berhenti, tetapi ia menahan (menimbulkan kesulitan) pada aliran pesan itu. Menurut Hafied Cangara dalam karyanya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima.23

Hambatan komunikasi di antaranya sebagai berikut: 1. Hambatan Teknis

Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (channel noise).

2. Hambatan Semantik

23

Prof. Dr. H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 153.


(34)

Hambatan semantik ialah hambatan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. Hambatan semantik sering terjadi karena:

a. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu.

b. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh penerima.

c. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana metinya, sehingga membingungkan penerima.

d. Latar belakang budaya yang menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-simbol bahasa yang digunakan.

3. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima kepada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.

4. Hambatan fisik

Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi, dan lain sebagainya.


(35)

Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial di antara peserta komunikasi. Misalnya perbedaan status antara senior dan yunior atau atasan dan bawahan.

6. Hambatan kerangka berpikir

Hambatan kerangka berpikir ialah hambatan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi.

7. Hambatan budaya

Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.24

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulatsi mazid af'ala, yuf'ilu, if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-'adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).25 Sedangkan para cendekiawan mendefinisikan akhlak sebagai berikut.

24

Ibid,. h. 153-156.

25


(36)

Menurut Ibnu Maskawaih akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan.

Menurut Dr. Ahmad Amin memberikan definisi bahwa yang disebut akhlak ”Adatul-Iradah”, atau kehendak yang dibiasakan. Selanjutnya ada pula yang

mengatakan bahwa akhlak itu adalah hasil pembentukan dan pembinaan. Maka pendapat bahwa pengetahuan kita tentang baik dan buruk adalah seperti hanya pengetahuan tentang yang lainnya, yaitu tergantung kepada pengalaman dan pengetahuan. Hal ini timbul karena pergantian zaman dan meningkatnya pikiran.26

Meskipun definisi akhlak di atas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lainnya. Sehingga K.H. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut: ”kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu”.27

Maka kesimpulan mengenai definisi akhlak adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan sesuatu dengan mudah tanpa pemikiran dan tujuan untuk mendapatkan kebahagiaan.

2. Pembagian Akhlak

Tingkah laku atau akhlak adalah sikap seseorang yang dimanifestasikan ke dalam perbuatan. Sikap seseorang mungkin saja tidak digambarkan dalam

26

Rahmat Djatmika, System Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), h. 61.

27


(37)

perbuatan atau tidak tercermin dalam perilakunya sehari-hari, dengan perkataan lain kemungkinan adanya kontradiksi antara sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, meskipun secara teoritis hal itu terjadi, tetapi dipandang dari sudut ajaran Islam itu tidak boleh terjadi ataupun kalau terjadi menurut ajaran Islam itu termasuk iman yang rendah.

Sebagaimana telah diuraikan, pengertian akhlak adalah suatu suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang memunculkan perbuatan-perbuatan tanpa perkataan-perkataan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. Maka akhlak terbagi dua, yakni:

A. Akhlak Mahmudah (akhlak yang mulia)

Akhlak mahmudah (akhlak yang mulia) adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (terpuji). Akhlak mahmudah amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak mahmudah itu dapat dibagi pada empat bagian:

1) Akhlak terhadap Allah, yaitu akhlak yang diartikan sebagai sikap atau pebuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai khalik.

2) Akhlak terhadap diri sendiri, yakni akhlak yang dapat diartikan sebagai wujud menghormati, menghargai, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.

3) Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu manusia adalah sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Maka perlunya kerjasama, saling menolong, dan saling menghargai satu sama lainnya.


(38)

4) Akhlak terhadap lingkungannya, yaitu akhlak terhadap lingkungan berdasarkan pada al-Qur’an, sesuai dengan tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah. Kekhalifahan menurut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya.28

B. Akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela)

Akhlak madzmumah (akhlak yang tercela) adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela. Akhlak madzmumah ini harus kita ketahui dan kita jauhi, jika ingin memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Diantara akhlak madzmumah itu adalah:

1) Berbohong, adalah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan sebenarnya. Bohong itu ada tiga macam, bohong dengan perbuatan, bohong dengan lisan, dan bohong dalam hati. 2) Takabbur (sombong), adalah merasa atau mengaku diri besar, tinggi,

mulia, melebihi orang lain.

3) Hasad (dengki), adalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang tersebut.

4) Bakhil (kikir), adalah orang yang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dan sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain.

3. Metode Pembinaan Akhlak

28


(39)

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik, yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.

Perhatian Islam dalam pembinaan akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal salih dan perbuatan terpuji. Iman yang tidak disertai dengan amal shalih dinilai sebagai iman yang palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan.

Dalam al-Qur’an kita misalnya membaca ayat yang berbunyi:

و

ﱠ ا

سﺎ

ْ

ْﻮ

ل

ﷲﺎ

و

ْﺎ

ْﻮ

م

ْا

و

هﺎ

ْ

ْﺆ

ْ

.

”Dan di antara manusia (orang munafik) itu ada orang yang mengatakan: ”Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, sedang yang sebenarnya mereka bukan orang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8)

Ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa iman yang dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan keyakinan, tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang mulia, seperti tidak ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau memanfaatkan harta dan dirinya untuk berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa keimanan harus


(40)

membuahkan akhlak, dan juga memperlihatkan bahwa Islam sangat mendambakan terwujudnya akhlak yang mulia.

Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.29

Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.

Cara lain yang tak kalah ampuhnya dari cara-cara di atas dalam hal pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya.

29


(41)

Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dam kenyataan.

Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog, bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan. Hal ini pernah dilakukan oleh para ulama di masa lalu. Mereka menyajikan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan Rasul, anjuran beribadah dan berakhlak mulia dan lain-lainnya.30

4. Pentingnya Pembinaan Akhlak

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata "pembinaan" berarti "proses, perbuatan, cara membina (Negara dan sebagainya), pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna yang lebih baik".31 Pembinaan akhlak adalah suatu pembinaan budi pekerti yang dilakukan dengan konsisten dan sungguh-sungguh agar terwujudnya akhlak yang mulia. Akhlak merupakan implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku yang sangat penting bagi manusia dan kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan Negara.

30

Ibid., h. 164.

31


(42)

Di dalam lingkungan sekolah, seorang guru mendidik siswanya bukan hanya memberikan teori-teori moral dan ukuran baik atau buruk, tapi memberi dorongan kepada mereka untuk melaksanakan suatu teori yang sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, diperlukan keteladanan dari pihak guru, juga dalam mengajak dan membimbing siswa harus dengan kebijaksanaan.

Pembinaan akhlak yang dilakukan di sekolah melalui materi akhlak yang disampaikan oleh guru bertujuan agar para siswa dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam dan menggunakannya sebagai pedoman hidup dan membentuk manusia berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam serta membentuk individu siswa yang memiliki keyakinan dan kepribadian yang teguh. Sedangkan fungsinya adalah untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam berhubungan dengan Allah SWT serta sesama manusia dan alam semesta.32

Sedangkan pendidikan secara non formal yang dilakukan di lingkungan keluarga, yakni oleh orang tua. Dalam keluarga, orang tua dituntut untuk menunjukkan sikap dan perilaku luhur di hadapan anaknya, karena perilaku orang tua menjadi salah satu faktor yang akan meresap pada jiwa mereka, sehingga akan terbentuk pribadi luhur pada mereka. Selain itu diperlukan contoh teladan dari orang tua tentang akhlakul karimah kepada putra-putrinya dalam pergaulan di lingkungan keluarga, tetangga, dan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua dituntut untuk mengerti benar-benar tentang tuntunan akhlak Islam dan berupaya menanamkan, melatih, dan membiasakan akhlak terpuji kepada anak-anaknya sejak kecil.

32


(43)

Pentingnya pembinaan akhlak bagi manusia dalam kehidupan individu, masyarakat maupun Negara akan penulis uraikan agar kita dapat memahami pentingnya akhlak dalam kehidupan umat manusia. Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan rupa yang sebaik-baiknya sesuai dengan firman-Nya sebagai berikut:

ﻘْﺪ

ْﻘ

ْا

ْﻹ

نﺎ

ْأ

ْﺣ

ْﻘ

ْ

.

ر

د

ْد

أ

ْ

ْ

.

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan ia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)". (QS. At-Tiin: 4-5)

Manusia telah diberikan satu anugerah dari Allah, maka apabila manusia dengan akalnya tidak dibimbing dengan ajaran agama yang berlandaskan kepada Al-Qur'an dan Hadits, tentulah manusia akan menghancurkan sesamanya, mengakibatkan hidupnya sesat dan merendahkan martabat dirinya.

Dengan akalnya yang sejalan dengan fitrah serta mampu mengendalikan hawa nafsunya, maka manusia akan mampu melebihi derajat ketaatannya daripada malaikat, namun bila sebaliknya maka manusia lebih rendah derajatnya daripada binatang. Hal tersebut membuktikan bahwa pembinaan akhlak yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan Hadits, sangat penting bagi manusia untuk mencapai hakekat kemanusiaan yang tinggi.

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bermacam-macam cara untuk membentuk akhlak manusia seperti shalat, amal ma’ruf, nasehat yang baik, kisah-kisah, contoh-contoh teladan, dan sebagainya.

Pembinaan akhlak diharapkan agar manusia mengetahui eksistensi yang sebenar-benarnya sebagai makhluk Allah SWT, karena sebagai bukti Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak manusia,


(44)

karena tanpa akhlak manusia tidak mungkin dapat mempertahankan dan menjaga serta melaksanakan amanat sebagai khalifah Allah SWT.33 Faktor pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan pada kalangan masyarakat lapisan atas dan bawah karena berhasilnya suatu pembangunan bangsa bukan ditentukan oleh kekayaan yang dimiliki suatu Negara, tetapi didukung oleh manusia-manusia yang memiliki budi pekerti yang baik.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa pembinaan akhlak adalah supaya terjadi nilai-nilai (norma) yang terpuji dan terealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang memanifestasikan dalam hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lainnya.

Pembinaan akhlak kepada anak-anak ditujukan untuk terwujudnya manusia yang betakwa kepada Allah SWT dan cerdas. Menurut Ibnu Maskawaih, bahwa pembinaan akhlak bertujuan untuk menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan ajaran Islam yang taat beribadah dan sanggup hidup bermasyarakat. Pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia, agar memiliki pribadi yang berbudi pekerti baik. Oleh karena itu pembinaan akhlak sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan pembinaan akhlak tersebut akan menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam hubungan dengan Allah dan sesama manusia.34

Definisi istilah-istilah dalam penelitian ini: 1. Komunikasi Instruksional

33

Muhammad Al Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: CV. Wucaksana, 1993), h. 10.

34


(45)

Komunikasi instruksional adalah proses interaksi guru dan murid dalam aktivitas belajar mengajar sebagai upaya pembinaan akhlak.

2. Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak adalah proses pembangunan perilaku anak murid secara bertahap yang dilakukan oleh guru sebagai implementasi dari iman dan ajaran Islam dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara.

Pembinaan akhlak yang dilakukan TPA melalui semua materi yang disampaikan oleh guru bertujuan agar murid dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam dan menggunakannya sebagai pedoman hidup dan berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam serta membentuk individu murid yang memiliki keyakinan dan kepribadian yang teguh.

3. Anak

Peserta didik yang belajar di TPA unit 373 At-Tahiriyah II berusia mulai dari 3 tahun sampai dengan 12 tahun.

Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua tahapan, yaitu masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak awal dimulai saat anak berusia tiga sampai enam tahun. Usia kanak-kanak awal sering juga disebut dengan usia pra sekolah. Sedangkan masa kanak-kanak akhir kira-kira di mulai saat anak berusia enam sampai sebelas tahun, yang biasa disebut usia sekolah.


(46)

Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah tempat proses belajar mengajar yang di dalamnya mengajarkan baca tulis Al Qur’an yang di khususkan pada anak-anak. Taman Pendidikan Al-Qur’an unit 373 At-Tahiriyah II beralamat di Jl. Attahiriyah RT 0013/03 No. 10 Kel. Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12510.


(47)

BAB III

PROFIL TPA AT-TAHIRIYAH II A. Sejarah Berdiri

At-Tahiriyah II adalah sebuah lembaga pendidikan Islam di bawah naungan Yayasan Addiniyah Attahiriyah sejak tahun 1972, yang dalam penyelenggaraannya hanya diresmikan oleh sebuah Madrasah Ibtidaiyah di bawah koordinasi Departemen Agama.

Pada tahun 1984, selanjutnya lembaga ini berkembang dengan menyelenggarakan Madrasah Tsanawiyah yang dipelopori oleh Drs. Moh. Naseh (Almarhum). Namun karena dalam perjalanannya mengalami kemunduran terlebih dengan fisik sekolah yang memprihatinkan hingga jumlah siswa semakin menurun. Sehingga pada tahun 1990 siswa Madrasah Tsanawiyah dikirim ke Madrasah Tsanawiyah Attahiriyah pusat yang bertempat di jalan Kampung Melayu Kecil Tebet Jakarta Selatan.

Dalam kurun waktu tiga tahun, kegiatan pembelajaran di At-Tahiriyah II mengalami kekosongan di siang hari. Untuk kembali menghidupkan poses pembinaan dan pendidikan Al Qur’an yang mestinya dapat dirasakan oleh lingkungan sekitar, maka dengan ketulusan seorang cucu dari pewakaf Madrasah Ibtidaiyah, yaitu Bapak Abdul Somad, lulusan dari Pondok Pesantren Gontor mensponsori dan mendukung berdirinya TK/TPA At-Tahiriyah II ini.

TK/TPA At-Tahiriyah ini berada di bawah naungan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK AL-Qur’an dan Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia dan memperoleh nomor keanggotaan unit 373, yang menjelaskan bahwa


(48)

TK/TPA yang didirikan telah memenuhi persyaratan untuk berhimpun dibawah koordinasi LPPTKA-BKPRMI DKI JAYA. Kemudian telah diresmikan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1993 dan kembali dikukuhkan sebagai keanggotaan unit di LPPTKA BKPRMI nomor 96/PP/LPPTKA.9/1/2003. Dan pada akhirnya sampai saat ini TK/TPA At-Tahiriyah II sepenuhnya dipertanggungjawabkan oleh Neneng Juairiyah, S.Pd, lulusan Tarbiyah Bahasa Inggris di UNINDRA pada tahun 2004, yang juga cucu angkat pewakaf Madrasah ini.

Pemikiran untuk menyelenggarakan sebuah taman Al-Qur’an didasarkan pada semangat untuk menciptakan generasi qur’ani yang memang harus digalakkan agar membumi supaya santri dapat membentengi diri dengan akhlak dari kemajuan teknologi yang mengglobal.

Segenap masyarakat sekitar turut menyemangati dan juga mendukung berdirinya TK/TPA At-Tahiriyah II. Selama kurun waktu dua tahun, TPA ini telah berprestasi ke tingkat Nasional dalam bidang tartil. Sehingga banyak hati masyarakat yang terpanggil untuk menyekolahkan putra/putrinya di TPA ini, dan yang mendaftar hampir 250 santri. Pada tahun 1997 TK/TPA At-Tahiriyah II sempat mengalami kemerosotan kwantitas, hal ini disebabkan banyaknya kerusakan fisik sekolah, hingga santri merasa tidak nyaman untuk belajar, dan khawatir akan terjadi hal-hal yang akan membahayakan santri. Namun atas ridho Allah SWT, keadaan santri yang beberapa tahun menyusut kembali berkembang seiring dengan pembenahan sarana dan prasarana sekolah. Dalam kurun waktu 13 tahun, TPA At-Tahiriyah II telah memperoleh beberapa prestasi, yakni juara umum pada Festifal Anak Sholeh tingkat Kecamatan sebanyak sembilan kali, hingga memperoleh tiga piala bergilir secara tetap.


(49)

Tenaga pengajar di TPA ini berjumlah 8 orang, yakni 6 orang pengajar perempuan, dan 2 orang pengajar laki-laki. Pengajar tersebut mengajarkan santri mulai dari iqro sampai pada tahap Al Qur’an. TPA ini membuka pendaftaran dengan mengisi formulir dan uang pendaftaran. Dan setiap bulannya, santri dikenakan iuran sebagai penunjang kegiatan belajar. Kesejahteraan pengajar TPA ini sangat diperhatikan pada tiap bulannya. Tetapi dana yang diberikan itu berasal dari dana pribadi ketua TPA dan juga iuran santri setiap bulannya.

Keunggulan TPA At-Tahiriyah II dalam melaksanakan program pendidikan dan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan Al Qur’an, diantaranya: 1. Dukungan yang sangat kuat dari Ustadz dan Ustadzah terhadap eksistensi

penyelenggaraan pendidikan Al Qur’an yang dilakukan di TPA ini.

2. Model pembelajaran prndidikan Al Qur’an yang dikomunikasikan dengan baik antara pengajar dan murid, menjadikan TPA At-Tahiriyah II ini mendapat kepercayaan dari warga untuk membimbing anak-anak mereka dalam mempelajari Al Qur’an.

3. Letak TPA yang strategis.

B. Visi, Misi dan Tujuan

Visi dari TPA At-Tahiriyah II ini adalah: a. Membangun diri cerdas Islami.

b. Pembinaan akhlak.

Misi dari TPA At-Tahiriyah II ini adalah:

a. Pendidikan, pembinaan, dan dakwah untuk menopang misi pembangunan bangsa.


(50)

b. Mengamalkan Al Qur’an. Tujuannya adalah:

1. Agar anak terampil membaca, menulis, menghafal, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an.

2. Membentuk anak didik yang beriman, berilmu, beramal, dan bertakwa kepada Allah.

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengelolaan pendidikan Al-Qur’an.

C. Program

Program TPA At-Tahiriyah ini terdiri dari 2 materi, yaitu: a. Materi pokok

1. Membaca Iqro dan Tadarus/tartil. 2. Ilmu Tajwid

3. Hafalan Bacaan Shalat 4. Hafalan Ayat-ayat Pilihan 5. Hafalan Surah-surah Pendek 6. Amalan Ibadah Shalat

1. Amalan wudhu dan thaharah

2. Amalan shalat maktubah (lima waktu) 3. Amalan khusus adzan dan iqomah b. Materi Penunjang

1. Do’a dan Adab Harian 2. Dinul Islam

3. Tahsinul Kitabah


(51)

b. Mencontoh cara penulisan huruf tunggal awal, tengah dan akhir c. Mencontoh cara penulisan huruf sambung (bentuk) isim dan fi’il d. Menyalin teks surah pendek tertentu

e. Menyalin teks bacaan shalat

f. Menyalin hadits populer dan kata mutiara g. Menyalin teks ayat pilihan tertentu h. Menyalin teks do’a harian tertentu

i. Pengenalan dasar tentang ilmu kaligrafi/khat

Target yang ingin dicapai dalam kegiatan di TPA At-Tahiriyah ini adalah: 1. Anak dapat membaca dan menulis Al Qur’an dengan baik

2. Anak dapat membaca dan menulis huruf latin 3. Anak dapat hafal do’a harian

4. Anak dapat hafal ayat-ayat pilihan dan surah-surah pendek 5. Anak dapat mengerjakan shalat

6. Anak dapat mengenal Allah dan berkepribadian Rasulullah serta para sahabatnya TPA At-Tahiriyah II mencakup kegiatan yang tidak diatur dalam kurikulum, yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang Islami, seperti:

1. Tadabur Alam (rekreasi)

Anak dibawa ke alam terbuka, melihat keindahan alam (di luar sekolah), guru sambil menceritakan keagungan dan keesaan Allah SWT dengan ciptaan-Nya. Dan juga mendidik anak untuk mensyukuri nikmat pemberian Allah SWT, serta memelihara lingkungan.


(52)

Ujian diadakan apabila santri telah menyelesaikan materi yang diberikan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam dunia pendidikan, wisuda mempunyai arti penting dan sakral. Dahulu, wisuda hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang telah lulus ujian akhir perguruan tinggi. Tetapi kini TPA melaksanakan wisuda bagi santri yang telah lulus ujian.

Wisuda santri ini biasanya dilaksanakan setiap tahun atau dua tahun sekali. Sebagai penghormatan kepadanya dikukuhkan dengan upacara wisuda dengan menerima sertifikat kelulusan (ijazah).

Prosesi wisuda ada tiga tahap, yaitu:

1. Kesiapan santri dengan seragam kebesaran 2. Acara ceremonial wisuda atau acara pokok 3. Pembagian kenang-kenangan

D. Sarana, Prasarana dan Struktur Organisasi 1. Sarana

Sarana yang disediakan di TPA At-Tahiriyah ini antara lain: 1. 30 buah Al Qur’anul Karim

2. Meja dan kursi santri sebanyak 90 buah

3. 6 buah ruang belajar 4. 2 paket kaset anak Islami 5. 2 paket VCD Islami 6. 2 paket Qishoshul Anbiya 7. Ruang kantor


(53)

9. 1 buah papan tulis kantor (whiteboard)

10. Komputer sebanyak 1 unit dan printer, serta berbagai kertas 11. 1 buah Televisi

12. 1 buah DVD 13. 2 buah meja guru 14. 1 set Sofa

15. 1 buah Tape (MP3)

16. 2 buah Lemari khusus piala 17. 1 buah lemari khusus dokumen 18. 1 buah Rak Al Qur’an

19. 1 buah dispenser 20. 1 buah kipas angin

21. 15 buah Buku Bacaan Penunjang Pelajaran

22. Baju-baju pentas: a. Nasyid 2 jenis

b. Puitisasi 2 jenis

c. Senam 3 jenis

d. Paket sholat berjamaah 1 paket

e. Topi 2 jenis

2. Prasarana

Prasarana yang paling mendukung kegiatan TPA At-Tahiriyah diantaranya akses yang cukup baik dan tempat yang strategis bagi warga masyarakat sekitar. 3. Struktur Organisasi

Pelindung : LPPTKA BKPRMI Penanggung Jawab : Abdul Somad


(54)

Pengelola : Ust. Husaini H. Sauji Ketua TPA : Neneng Juairiyah S. Pd Tata Usaha : Yusronida S. Pd

Bendahara : Nuria

E. Proses Belajar Mengajar TPA At-Tahiriyah II

Berbagai macam kegiatan rutin di TPA ini untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan bagi para murid, agar mereka mengerti dan memahami serta menjadikan hal yang positif bagi kehidupan mereka selanjutnya. Dan untuk membentengi diri dari hal-hal yang tidak baik dalam pergaulan.

Kegiatan belajar di TK/TPA At-Tahiriyah II yaitu setiap senin sampai jum’at pada pukul 14.00 - 17.00. Waktu belajar tersebut dibagi menjadi dua. Pukul 14.00 - 15.15 untuk TKA dan selanjutnya setelah ashar, pukul 15.00 – 17.00 untuk TPA.

Murid TPA unit 373 At-Tahiriyah II mulai belajar, diawali dengan klasikal awal, yaitu mereka membaca do’a mau belajar, mengulang surah-surah pendek yaitu mulai dari surah Al Ikhlash sampai An Naas, kemudian guru akan mengabsen, lalu dilanjutkan dengan membaca iqro satu persatu. Untuk murid TPA atau yang sudah tahap Al Qur’an, sebelum belajar, mereka juga memulai dengan klasikal awal. Para murid membaca do’a sebelum memulai pelajaran, mengulang ayat-ayat pilihan yang sudah diberikan dengan bersama-sama. Tujuannya agar mereka cepat menghafal ayat-ayat tersebut. Setelah itu, barulah para murid mulai membaca Al Qur’an secara bergantian.

Cara membaca Al Qur’an yang diterapkan di TPA At-Tahiriyah II ini ialah setiap anak memiliki kartu data prestasi bacaan, ketika murid membaca bacaannya,


(55)

kemudian terkadang para murid tersebut harus mengulang bacaan keesokan harinya. Maka di kartu data prestasi murid, guru tersebut harus menulis kata ulang, jika bacaannya masih belum benar dan lancar. Tetapi jika benar dan lancar, maka guru menulis kata lanjut di kartu data prestasi tersebut.

Setelah semua kegiatan selesai, maka berakhirlah kegiatan belajar mereka. Ini di akhiri dengan klasikal akhir, yaitu para murid membaca doa sebelum pulang selanjutnya mereka juga selalu diajarkan untuk bersopan santun, misalnya ketika akan pulang, mereka terbiasa mencium tangan para guru dan selalu mengucapkan salam.

F. Aktivitas Pembinaan Akhlak Anak di TPA At-Tahiriyah II

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan dalam aktivitas pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II adalah sebagai berikut: 1. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan I

sikapnya sangat baik, rajin, berakhlak baik, dan cepat tanggap dalam memahami pelajaran. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan I, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarrus/tartil dan terdapat bacaan yang dibaca salah, maka guru tersebut mengulangi bacaannya kemudian diluruskan dan diberi penjelasan.


(56)

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan I, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarrus/tartil dan terdapat bacaan yang salah, maka guru tersebut menegurnya dengan mengetukkan meja beberapa kali. Sehingga bacaannya dapat diperbaiki.

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan I, yaitu ketika anak itu berbuat kesalahan seperti tidak mengucapkan salam saat masuk dan keluar ruang guru, maka guru tersebut langsung mengajaknya berbicara dan menasehatinya agar perilaku tersebut tidak diulangi kembali. Dan senantiasa membiasakan agar selalu mengucapkan salam ketika masuk dan keluar ruang guru.

2. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan II sikapnya sangat baik, rajin, berakhlak baik dan cepat tanggap dalam memahami pelajaran. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan II, yaitu ketika guru memberikan materi tentang adab dan do’a harian secara bertahap dan berulang-ulang. Agar anak tersebut dapat tanggap dalam memahami materi tersebut.

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan II, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarus/tartil dan terdapat bacaan yang salah, maka guru tersebut menegurnya dengan mengetukkan meja beberapa kali. Sehingga bacaannya dapat diperbaiki.


(57)

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan II, yaitu dengan mengajarkan kepada anak tersebut agar dapat bersifat dermawan, dengan cara menginfaqkan makanannya kepada salah satu temannya yang tidak membawa makanan.

3. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan III sikapnya sangat baik, motivasi untuk mengaji sangat tinggi sehingga rajin, berakhlak baik dan cepat tanggap dalam memahami pelajaran. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan III, yaitu ketika guru mengucapkan salam kepada muridnya di kelas saat sebelum dan sesudah belajar murid langsung menjawab salam dengan serempak.

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan III, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarrus/tartil dan terdapat bacaan yang dibaca panjang, maka guru tersebut akan menggerakkan tangannya ke atas.

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan III, yaitu jika murid-murid di TPA sudah selesai membaca tadarrus/iqro, terkadang informan III sering mengobrol dengan temannya. Maka guru tersebut langsung memanggil dan menegur serta menasehatinya agar tidak sering mengobrol.

4. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan IV sikapnya cukup baik, agak kurang dalam memperhatikan pelajaran, dan jarang


(58)

masuk sehingga materi banyak tertinggal terutama pelajaran tajwid. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan IV, yaitu ketika guru memberikan tamtsil atau perumpamaan mengenai akhlak terhadap orang tua yang termaktub dalam QS. Luqman: 14-15. Dalam kisah tersebut, digambarkan bahwa seorang anak diwajibkan berbakti kepada kedua orang tua setelah melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT, dengan cara menjaga hubungan baik dengan orang tua, mematuhi segala perintahnya (sepanjang perintah tersebut sejalan dengan aturan Allah SWT), tidak berkata kasar dan menyakitinya. Hal ini senantiasa diajarkan kepada murid dalam rangka pembinaan akhlak anak, sehingga proses internalisasi akhlak yang disampaikan melalui kisah-kisah dalam Al-Qur’an senantiasa melekat dalam diri anak.

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan IV, yaitu setelah semua kegiatan belajar selesai. Mereka membaca doa sebelum pulang selanjutnya mereka juga selalu diajarkan untuk bersopan santun, misalnya ketika akan pulang, mereka terbiasa menghampiri guru untuk mencium tangan dan selalu mengucapkan salam.

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan IV, yaitu karena informan IV jarang masuk dan materinya banyak tertinggal, terutama materi tajwid. Maka guru berusaha menegur dan menanyakannya. Untuk materi yang tertinggal terutama tajwid, guru memberikan soal tajwid


(59)

dengan menyuruhnya agar mencari contoh hukum bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

5. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan V sikapnya baik, rajin, jika guru menerangkan pelajaran dia memperhatikan, tetapi kalau untuk materi tajwid agak kurang menguasai. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan V, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarrus/tartil dan terdapat bacaan yang dibaca salah, maka guru tersebut mengulangi bacaannya kemudian diluruskan dan diberi penjelasan.

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan V, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarrus/tartil dan terdapat bacaan yang dibaca panjang, maka guru tersebut akan menggerakkan tangannya ke atas.

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan V, yaitu karena materi tajwid kurang menguasai, maka guru lebih banyak memberikan soal tajwid dengan menyuruhnya agar mencari contoh hukum bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

6. Hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar adalah, bahwa informan VI sikapnya baik, motivasi mengaji kurang karena harus dipaksa orang tua dan jarang masuk sehingga banyak materi yang tertinggal, terutama materi tajwid. Contoh-contoh komunikasi yang digunakan adalah:


(60)

• Contoh komunikasi verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan VI, yaitu ketika guru menyuruh untuk melakukan ibadah shalat, tetapi murid ini tidak mau melaksanakan apa yang diajarkan dan diperintahkan oleh gurunya, maka guru tersebut mencoba melakukan pendekatan dengan cara berkata lembut lalu menasehatinya.

• Contoh komunikasi non verbal yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar terhadap informan VI, yaitu ketika guru sedang mengajarkan tadarus/tartil dan terdapat bacaan yang salah, maka guru tersebut menegurnya dengan mengetukkan meja beberapa kali. Sehingga bacaannya dapat diperbaiki.

• Contoh komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru terhadap informan VI, yaitu terkadang informan VI ketika disuruh membaca, dia banyak diam, tidak memperhatikan dan banyak bercanda dengan temannya. Maka, guru tersebut berusaha untuk menegur dan menasehati dengan agak marah karena anak tersebut juga jarang masuk.


(1)

guru untuk bagaimana menyampaikan suatu cara kepada murid yang berbeda murid lainnya.

4. Selain itu juga kadang-kadang ada perhatian murid yang bercabang, yaitu perhatian murid tidak terpusat pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian lainnya. Murid cenderung mempunyai perhatian yang bercabang atau mudah terpengaruh antara satu dan lainnya, baik ini di karenakan teman maupun yang lainnya.

5. Tidak adanya tanggapan, yaitu murid-murid tidak merespon secara aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Tidak adanya respon murid kepada pelajaran yang disampaikan selain kesalahan guru dalam memilih teknik komunikasi juga disebabkan faktor lain. Misalnya seorang anak mengikuti pelajaran dalam keadaan menangis, gembira, takut dan lain-lain dikarenakan bertengkar dengan temannya, tentu dalam mengikuti pelajaran anak akan tidak merespon yang diberikan. Hal ini menjadi hambatan guru selaku komunikator dalam menyampaikan pesan atau materi kepada murid sebagai komunikan. Oleh karena itu, pada TPA unit 373 At-Tahiriyah II apabila terjadi kejadian seperti ini, maka hendaknya guru memberikan perhatian secara khusus kepada murid agar ia dapat merespon pelajaran yang diberikan, karena hal ini menjadi tuntutan bagi seorang guru untuk menguasai keadaan tersebut agar proses komunikasinya tetap berjalan efektif.

6. Hambatan fisik, dari hasil pengamatan penulis, adanya hambatan yang datang dengan tiba-tiba dalam kelas, yaitu ketika guru sedang menerangkan pelajaran, terdapat murid yang mengobrol dan bercanda, biasanya dengan hambatan spontanitas seperti ini, suasana kelas akan terganggu yang ditandai dengan pecahnya konsentrasi murid hingga menimbulkan hambatan fisik dalam belajar mengajar.

7. Hambatan kerangka berpikir, dari hasil wawancara penulis dengan guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II, bahwa setiap anak berbeda daya tangkapnya terhadap materi yang diberikan, sehingga terjadi salah penafsiran dan menimbulkan terjadi istilah-istilah yang diartikan berbeda.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Komunikasi Instruksional Pembinaan Akhlak Anak di Taman Pendidikan Al-Qur’an Unit 373 At-Tahiriyah II”, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Aktivitas komunikasi guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II adalah komunikasi verbal berupa penyampaian materi secara lisan, contohnya pada saat guru sedang berinteraksi dengan murid untuk menerangkan materi pelajaran seperti hafalan doa-doa harian, hafalan surat-surat pendek (Juz’amma), bernyanyi, permainan dan juga membaca iqro. Bentuk komunikasi ini juga terlihat dari cara guru menyikapi tingkah laku atau sikap muridnya ketika disuruh melakukan ibadah shalat, jika si anak tidak mau melaksanakan apa yang diajarkan serta diperintahkan oleh gurunya, maka guru tersebut mencoba melakukan pendekatan dengan cara berkata lembut lalu menasehatinya, komunikasi non verbal berupa penyampaian materi secara tulisan, contohnya guru sedang mengajarkan iqro. Ketika terdapat bacaan yang di baca panjang, maka guru tersebut akan menggerakkan tangannya ke atas dan juga komunikasi antarpribadi (interpersonal communication).

2. Faktor pendukung komunikasi instruksional dalam membina akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II adalah komunikator (guru), komunikan (murid),


(3)

masyarakat sekitar dan juga pesan (materi). Sedangkan faktor penghambatnya adalah keadaan guru yang tidak siap atau jenuh dalam mengajar, hambatan semantik atau bah asa yang digunakan terlalu tinggi, hambatan fisik, dan hambatan kerangka berfikir. Murid yang berperangai buruk, perhatian yang bercabang, dan tidak adanya tanggapan.

B. Saran-saran

Penulis mengemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan komunikasi instruksional dalam upaya pembinaan akhlak anak di TPA unit 373 At-Tahiriyah II adalah sebagai berikut:

1. Untuk guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II, hendaknya lebih dekat lagi dengan anak-anak, agar materi yang disampaikan lebih disenangi. Karena jika guru telah memiliki kedekatan dengan murid, maka penyampaian materi yang disajikan dapat diterima lebih baik.

2. Peran orang tua TPA unit 373 At-Tahiriyah II dalam mendidik anak juga sangat menentukan dalam pembinaan akhlak anak di rumah masing-masing. Dalam hal memberikan keteladanan bertingkah laku dan membiasakan untuk berakhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah maupun di sekolahnya.

3. Sebaiknya guru TPA unit 373 At-Tahiriyah II dapat membagi waktu dalam proses belajar mengajar. Sehingga hambatan yang terjadi dapat diatasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim, Departemen Agama RI, 1998.

Al Ghazali, Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: CV. Wucaksana, 1993. Budyatna M. & Nina Muthmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta: UT, 1994. Cangara, Hafied, Prof. Dr. H., Pengantar Illmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1998.

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Djatmika, Rahmat, System Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992 Effendi, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992. ______, Ilmu Komunikasi Teori & Praktek, Bandung: PT. Rosda Karya, 2005.

______, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. ______, Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: PT Al-Amin Press, 1996. ______, Kepemimpinan dan Komunikasi, Bandung: CV Mandar Maju, 1998.

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983. Liliweri, Alo, Ilmu Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991. ______, Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1994, cet. Ke-1.

Moleong, Lexy J., Metodologi Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Mudhofir, Teknologi Instruksional, Bandung: PT Rosda Karya, 1990.


(5)

Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003.

Mustafa, H.A., Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, Revisi ke-3.

Nata, Abuddin, Drs. H., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet.ke-3.

Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.

Porwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Ralia, Khaerudin, Profil Guru Dalam Format Ideal Pendidikan Agama Islam, Jakarta:

Media Pembinaan, No 08/XXVIII, 2001.

Roestiyah N.K, Dra., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001. Rusli, Nasrun, Drs., Materi Pokok Aqidah Akhlak, Jakarta: UT, 1993.

Sendjaja, Sasa Djuarsa, Materi Pokok Teori Komunikasi, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Surjadi, MA, Ph.D, Drs. A., Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung: CV. Mandar Maju, 1989.

Susanto, Phil Astrid, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Bina Cipta, 1988. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1999.

Usman, Basyiruddin, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet. Ke-1.

Widjaja, H. A., Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

______, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, cet. Ke-3. Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Grasindo, 2005.

Yusuf, Pawit M., Drs., Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, Jakarta: Pers, 2002.


(6)