Optimasi Daya dan Waktu Reaksi Amidasi Etil P-Metoksisinamat dengan Dimetil Formamida Menggunakan Irradiasi Microwave

(1)

i

OPTIMASI DAYA DAN WAKTU REAKSI AMIDASI

ETIL

P

-METOKSISINAMAT DENGAN DIMETIL

FORMAMIDA MENGGUNAKAN IRRADIASI

MICROWAVE

SKRIPSI

AHMAD THANTOWI

1112102000085

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(2)

ii

OPTIMASI DAYA DAN WAKTU REAKSI AMIDASI

ETIL

P

-METOKSISINAMAT DENGAN DIMETIL

FORMAMIDA MENGGUNAKAN IRRADIASI

MICROWAVE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

AHMAD THANTOWI

1112102000085

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(3)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama

NIM

Tanda Tangan

Tanggal

Ahmad Thantowi

I 1 12102000085

M

Agustus 2016


(4)

Nama

NIM

Program Studi Judul

Ahmad Thantowi I I 12102000085 Strata-l Fannasi

Optimasi

Daya

dan

Waktu

Reaksi

P-Metoksisinamat

dengan

Dimetil

Menggunakan Irradiasi Microwave

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing

II

Amidasi

Etil

Formamida

Ismiarni Komala- M.Sc..Ph.D.*A,pt.

NrP. 197806301006042001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

,4),4,

Dr. Nurmeilis. M.Si.. Apt.

NIP. 1 9740302005012003


(5)

Skripsi ini diajukan oleh: Nama

NIM

Program Studi Judul

Pembimbing

I

Pembimbing

II

Penguji

I

Penguji

II

Telah berhasil dipertahankan

di hadapan

Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Famrasi

pada Program

studi

Farmasi, Fakultas Kedokteran

dan

Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (tItr\i) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Ahmad Thantowi I I 1210200008s Sftata-l Farmasi

Optimasi Daya

dan

Waktu Reaksi Amidasi Etil P-Metoksisinamat

dengan

Dimetil

Fonnamida Menggnnakan Irradiasi Mi cr ow av e

Supandi,

M.Si.,Apt.

(

Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,Apt. (

Lina Elfita M.Si.,

Apt.

(


(6)

vi Nama

Program Studi Judul

: Ahmad Thantowi : Strata-1 Farmasi

: Optimasi Daya dan Waktu Reaksi Amidasi Etil

P-Metoksisinamat dengan Dimetil Formamida Menggunakan Irradiasi Microwave

Etil p-metoksisinamat merupakan senyawa metabolit sekunder utama yang terdapat dalam rimpang kencur. Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan mengganti gugus ester menjadi gugus amida menggunakan daya dan waktu irradiasi microwave yang optimum untuk mendapatkan senyawa hasil modifikasi. Amidasi senyawa etil

p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikannya dengan dimetil formamida (DMF) menggunakan NaOH sebagai katalis dan etanol sebagai pelarut. Dari reaksi tersebut diperoleh senyawa N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida. Senyawa tersebut telah diidentifikasi dan dikonfirmasi menggunakan KLT, GCMS dan 1

HNMR.


(7)

vii NamE

Programme Study Tittle

: Ahmad Thantowi : Strata-1 Farmasi

: Optimization Power and Time Amidation Reaction Ethyl P-methoxycinnamate with Dimethyl Formamide Using Microwave Irradiation

Ethyl p-methoxycinnamate is a major secondary metabolites which is found in kencur. The aims of this study were to modify the structure of ethyl p -methoxycinnamate (EPMC) by replacing the ester group into amide groups using the optimum microwave irradiation power and time to obtain compounds modified. Amidation of ethyl p-methoxycinnamate was prepared using dimethyl formamide (DMF) with NaOH as catalyst and ethanol as a solvent. N,N-dimethyl-4-metoxy cinnamamide was obtained from the reaction. The compound was identified and confirmed using TLC, GCMS and 1HNMR.


(8)

viii

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “optimasi daya dan waktu reaksi amidasi etil

p-metoksisinamat dengan dimetil formamida menggunakan irradiasi microwave”.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt selaku pembimbing skripsi saya yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan dukungan moral maupun material selama masa perkuliahan, penelitian, hingga penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam (UIN) Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. atas dedikasi dan profesionalitas beliau sebagai ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Azri Fitria, M.Si, Apt. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan selama masa perkuliahan

5. Bapak Hendri Aldrat, M.Si., Ph.D., Apt. dan ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji skripsi saya yang telah memberikan banyak nasehat, bimbingan serta saran dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

ix

inspirasi serta lantunan doa yang tiada henti.

8. Yunda Rahmah Utami, kakanda Ahmad Syaifudin, yunda Try Juliasniar dan adinda Ayu Aisyah Permatasari yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta senyum semangat untuk meraih cita.

9. Tiara Indriani yang selalu menemani, memberikan dukungan semangat dan doa selama penyelesaian skripsi ini.

10.Kawan-kawan seperjuangan EPMS Ranger: Beny, Ghilman, Muti, Nufus, Cony, Nita, Atul, Ani, Elsa, Windi atas dukungan, keceriaan,bantuan dan kerjasama yang telah diberikan.

11.Kawan-kawan Kontrakan Ceria: Boy, Galih, Okin, Santo, Brendy, Ivan, Ghilman, Irham, Adia, Gunawan, Beny, Agung sebagai keluarga kecil yang selalu tersenyum memberikan keceriaan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Kawan-kawan Digoxyn Farmasi 2012 yang telah menjadi kepingan memori yang sangat berharga dalam dunia perkuliahan di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Agustus 2016


(10)

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri

(tltr{)

Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

NIM

Program Studi Fakultas Jenis Karya

Ahmad Thantowi I 1 12102000085 Strata-l Farmasi

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,

denganjudul:

OPTIMASI DAYA DAN WAKTU REAKSI AMIDASI ETIL

P-METOKSISINAMAT I}ENGAI\T DIMETIL FORMAMIDA

MENGGUNAKAIY IRRADIASI MIC ROWAYE

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (Uh{) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pemyataan persetujuan publikasi karya ihniah ini saya buat dengan sebenarnya..

Dibuat di: Jakarta

Pada Tanggal: Agustus 2016

(Ahmad Thantowi) Yang menyatakan.


(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan penelitian ... 3

1.4 Manfaat penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Kencur ... 4

2.1.1 Klasifikasi... 4

2.1.2 Tempat tumbuh ... 5

2.1.3 Kandungan ... 5

2.1.4 Manfaat kencur ... 6

2.2 Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 6

2.3 Ester ... 8

2.4 Amida ... 9


(12)

xii

2.7.1 Kromatografi ... 12

2.7.2 Spektrofotometri... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan waktu ... 18

3.1.1 Tempat ... 18

3.1.2 Waktu ... 18

3.2. Alat dan bahan ... 18

3.2.1 Alat ... 18

3.2.2 Bahan ... 18

3.3 Prosedur penelitian ... 19

3.3.1 Preparasi sampel ... 19

3.3.2 Isolasi etil p-metoksisinamat ... 19

3.3.3 Optimasi amidasi etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamida ... 20

3.3.4 Identifikasi Senyawa ... 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil isolasi senyawa etil p-metoksisinamat ... 22

4.1.1 Hasil determinasi ... 22

4.1.2 Hasil penyiapan bahan ekstraksi ... 22

4.1.3 Isolasi etil p-metoksisinamat ... 23

4.1.4 Identifikasi etil p-metoksisinamat ... 24

4.2 Optimasi amidasi etil p-metoksisinamat ... 26

4.3 Identifikasi senyawa hasil modifikasi ... 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(13)

xiii

Halaman

Gambar 2.1. Rimpang kencur ... 4

Gambar 2.2Struktur Senyawa ... 6

Gambar 2.3 Jalur sikimat untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat ... 7

Gambar 2.4 Struktur umum senyawa ester ... 8

Gambar 2.5 Prinsip Reaksi ... 9

Gambar 2.6 Reaksi pembuatan amida ... 9

Gambar 2.7.Reaksi pembuatan amina primer ... 10

Gambar 2.8 Reaksi pembuatan amina sekunder ... 10

Gambar 2.9 Skema Kromatografi Lapis Tipis ... 14

Gambar 4.1 Rimpang kencur ... 22

Gambar 4.2. Serbuk simplisia kencur ... 23

Gambar 4.3Kromatografi Lapis Tipis ... 24

Gambar 4.4. Spektrum GC senyawa etil p-metoksisinamat ... 25

Gambar 4.5. Fragmentasi MS etil p-metoksisinamat ... 25

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi etil p-metoksisinamat ... 26

Gambar 4.7Optimasi reaksi amidasi dengan daya 300 watt ... 28

Gambar 4.8Optimasi reaksi amidasi dengan daya 450 watt ... 29

Gambar 4.9Optimasi reaksi amidasi dengan daya 600 watt ... 29

Gambar 4.10 Proses reaksi amidasi yang terjadi antara etil p-metoksisinamat dan dimetil formamida ... 29

Gambar 4.11 Hasil KLT ... 30


(14)

xiv

Gambar 4.14 Fragmentasi senyawa hasil amidasi ... 32 Gambar 4.15 Pola fragmentasi senyawa hasil amidasi ... 33 Gambar 4.16 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H-NMR senyawa hasil amidasi (CDCl3, 500 MH) ... 34 Gambar 4.17. Struktur senyawa ... 35


(15)

xv

Tabel 3.1. Variasi daya dan lama reaksi menggunakan microwave ... 20

Tabel 4.1 Variasi daya dan lama reaksi menggunakan microwave ... 28


(16)

xvi

Halaman

Lampiran 1. Kerangka Penelitian ... 44

Lampiran 2. Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat ... 45

Lampiran 3. Sertifikat Determinasi Kaempferia galanga L ... 46

Lampiran 4. Hasil Optimasi Jumlah Natrium Hidroksida (NaOH) yang Digunakan ... 47

Lampiran 5. Spektrum GCMS Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 48

Lampiran 6.Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 46

Lampiran 7. Spektrum GCMS Senyawa hasil amidasi Etil p-metoksisinamat dan Dimetil Formamida ... 55

Lampiran 8. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil amidasi ... 57

Lampiran 9. Perhitungan reaksi ... 60

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ... 61

Lampiran 11. Tabel komparasi senyawa etil p-metoksisinamat dan N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida ... 62


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Tanaman obat atau dikenal dengan obat herbal dari zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan penyembuhan dari penyakit oleh masyarakat di Indonesia. Pengetahuan tentang penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat Indonesia hanya berdasarkan pengalaman dan keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Saat ini di masyarakat Indonesia, tanaman obat sangat populer dan banyak diminati dan bahkan dianggap sebagai solusi dari berbagai penyakit. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat dan jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia (BPOM RI, 2009).

Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati serta kaya akan tanaman obat, masih sedikit tanaman obatnya yang dibudidayakan. Dari sekian banyak jenis tanaman obat, baru 20-22% yang dibudidayakan. Sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung (eksplorasi) dari hutan (Masyhud, 2010). Sedikitnya budidaya tanaman obat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya sumber daya manusia yang belum sadar akan pentingnya budidaya tanaman obat, lama pembudidayaan, biaya yang relatif mahal, lahan yang masih sedikit, bahkan ada beberapa tanaman yang membutuhkan kondisi tanah khusus untuk pembudidayaan serta cuaca ekstrim yang sering terjadi membuat hasil yang didapatkan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan dari budidaya tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku obat dari tanaman. Termasuk diantaranya adalah upaya untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan terhadap potensi alam Indonesia untuk mendapatkan hasil dan aktivitas obat yang lebih baik dengan biaya yang layak secara ekonomi,


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kemudian berkembang untuk mendapatkan obat dengan aktivitas optimal dan efek samping yang minimal (aman digunakan).

Salah satu tanaman obat yang perlu dikembangkan adalah kencur

(Kaempferia galanga L). Di Indonesia kencur banyak digunakan sebagai bahan masakan dan tanaman obat. Secara empirik kencur berkhasiat sebagai obat untuk batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompres bengkak/radang, tetanus dan penambah nafsu makan (Miranti, 2009). Selain itu rimpang kencur juga dapat digunakan untuk mengobati hipertensi, rematik dan asma (Sulaiman et al., 2009).

Uji aktivitas kencur telah dilaporkan dari berbagai penelitian sebelumnya, antara lain ekstrak etanol kencur sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalro, 2011), sebagai penyembuh luka (Tara, 2006), sebagai antioksidan (Mekseepralard, 2010), aktivitas antibakteri (Tewtrakul et al., 2005) dan antijamur (Gholib Djaenudin, 2009). Sebagai pendukung dari khasiatnya, kencur mengandung metabolit sekunder beta-sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-dokosadiena (1,47%) dan etil p-metoksisinamat (80,05%) (Umar et al., 2012).

Sebagai metabolit sekunder utama pada kencur, isolasi dan pemurnian etil p-metoksisinamat relatif mudah untuk dilakukan. Etil p-metoksisinamat juga telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dengan menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 (Umar et al., 2012). Selain itu etil

p-metoksisinamat memiliki gugus yang reaktif sehingga banyak menarik para peneliti melakukan pengembangan senyawa ini terutama di bidang kimia medisinal.

Dalam rangka mengeksplorasi sintesis turunan dari etil p -metoksisinamat ini, maka perlu dilakukan penelitian mengenai amidasi senyawa etil p-metoksisinamat. Untuk mendapatkan hasil yang optimum dari reaksi etil p-metoksisinamat, maka perlu dilakukan optimasi pengaruh perbedaan daya dan lamanya waktu irradiasi microwave.

Penggunaan microwave dalam reaksi kimia memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya, hasil yang lebih baik dan waktu yang lebih singkat


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(kim et al., 2009). Selain itu penggunaan pelarut yang banyak dalam reaksi dapat diminimalisir dengan penggunaan microwave (kappe, 2004). Reaksi juga dapat dilakukan dalam kondisi bebas pelarut sehingga proses reaksi lebih ramah lingkungan dan mendukung proses green chemistry (Shakil et al., 2010).

1.2.Rumusan Masalah

Apakah senyawa etil p-metoksisinamat dapat diamidasi dengan bantuan katalis natrium hidroksida melalui irradiasi microwave?

1.3.Tujuan Penelitian

a. Melakukan optimasi daya dan lama waktu reaksi amidasi etil p -metoksisinamat dengan dimetil formamida menggunakan irradiasi

microwave.

b. Melakukan elusidasi struktur senyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamida.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan data dan penelitian mengenai metode amidasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamida melalui irradiasi microwave.


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanaman Kencur

Kencur (Kaempferia galanga L) adalah tanaman yang berasal dari India dan banyak tumbuh di Asia Tenggara terutama di Indonesia. Di Indonesia kencur banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga tanaman ini banyak dibudidayakan. Umumnya bagian yang digunakan adalah buah akar yang tinggal di dalam tanah yang biasa disebut rimpang atau rizoma.

Rimpang kencur terdapat di dalam tanah bergerombol dan bercabang-cabang dengan induk rimpang di tengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas rimpang berwarna putih kekuningan (Backer, 1986).

Gambar 2.1. Rimpang kencur

2.1.1.Klasifikasi

Klasifikasi kencur (Kaempferia galanga L) menurut USDA Kingdom : Plantae

Subkingdom : Trecheobionta Super divisi : Spematophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commenlinidae Ordo : Zingiberales


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferian galanga Linn.

2.1.2.Tempat tumbuh

Kencur dapat tumbuh di berbagai tempat di dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian daerah antara 80-700 meter dari permukaan laut. Tanaman ini menghendaki tanah yang subur dan gembur. Kencur tumbuh lebih baik pada tempat yang sedikit terlindung (Syukur, Hernani, 2001). Tumbuhan kencur yang ditanam pada ketinggian lebih dari 600 m dpl mempunyai resiko pertumbuhan yang kurang baik. Selain itu, peta curah hujan di Jawa menunjukkan bahwa kencur dapat beradaptasi di daerah yang basah (9 bulan basah) maupun yang sedang (5-6 bulan basah dan 5-6 bulan kering) dan mencakup area kira-kira 60% dari luas pulau Jawa (Roemantyo, 1996).

2.1.3.Kandungan

Tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L) mengandung asam propionat (4,71%), pantadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-dokosadiena (1,47%), beta-sitosterol (9,88 %), dan etil

p-metoksisinamat sebagai komponen terbesar (80,05%) (Umar et al,

2012). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Tewtrakul et al.

(2005)juga dipaparkan bahwa terdapat kandungan α-pinen, kamphen, karvon, benzen, eukaliptol, borneol, dan metil sinamat dalam tanaman kencur.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2 Struktur Senyawa dari (a) beta-sitosterol (b) etil p-metoksisinamat (c) pentadekan (d) asam tridekanoat(Nugraini, 2015)

2.1.4. Manfaat Kencur

Secara empirik, kencur berkhasiat sebagai obat untuk batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompres bengkak/radang, tetanus dan penambah nafsu makan (Miranti, 2009). Sulaiman dkk. (2007), menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan untuk hipertensi, rematik dan asma. Penelitian yang dilakukan Sulaiman dkk. (2007) ini juga melaporkan bahwa ekstrak air daun kencur mempunyai aktivitas antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan. (Sulaiman, dkk., 2007)

2.2.Senyawa Etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) atau C12H14O3 merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan dari isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga

L). Etil p-metoksisinamat termasuk senyawa turunan asam sinamat yang dengan demikian jalur biosintesis senyawa EPMS adalah melalui jalur biosintesis asam sikhimat.

(a) (b)


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.3 Jalur sikimat untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan (Barus, 2009). Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai ditandai dengan persen hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111 % yang diikuti dengan etanol yatu 1,434 %, dan


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah et al., 2008).

2.3.Ester

Gambar 2.4 Struktur umum senyawa ester

Penamaan ester terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ester sedangkan kata kedua berasal dari nama asam karboksilatnya, dengan membuang kata asam(Inggris: -ic acid menjadi

–ate) (Siswandono, 2008). Ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui pergantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus karboksil dengan suatu gugus organik. Kebanyakan ester tersebar luas pada semua senyawa alam. Sebagai contoh, metil butanoat ditemukan pada minyak nanas dan isopentil asetat merupakan senyawa pokok minyak pisang (Mc Murry, 2008). Pada dasarnya ester merupakan asam karboksilat dengan menghilangkan gugus hidrogen dan digantikan oleh gugus R dan ester merupakan senyawa yang mempunyai aroma yang enak dan aroma yang tercium dari buah-buahan, misalnya : propil pentanoat (nanas), etil butanoat (Winter, A., 2005).

Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester. Esterifikasi yang melibatkan alkohol dan asam karboksilat dengan adanya katalis asam dan basa, hanya akan memberikan hasil yang baik terhadap alkohol primer, sedangkan dengan alkohol sekunder dan tersier tidak memberikan hasil yang diharapkan (Kammoun, dkk., 1997).


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.Amida

Amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama dari asam karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam …-oat (atau –at) menjadi –amida.

Gambar 2.5. Contoh penamaan Amida

Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan amonia atau amina yang sesuai. Reaksi pembentukan sebagai berikut:

Gambar 2.6. Reaksi pembuatan amida (Sumber: Fessenden & Fessenden, 1999)

Reaksi pembentukan amida dapat dilakukan secara industri maupun secara laboratorium. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil ester dengan suatu amina (Maag, 1984). Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses batch, dimana amonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345-690 kPa selama 10-12


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida, stearamida dan lain-lain.

Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan amonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari amonia merupakan asam kuat yang mudah bereaksi dengan basa kuat CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih basa lemah dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-CO+ yang lebih asam lemahdibandingkan H+ membentuk amida.

Gambar 2.7.Reaksi pembuatan amida primer

Pembuatan amida sekunder dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina.

Gambar 2.8.Reaksi pembuatan amida sekunder

Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanolamin, urea, anilin, dietanolamin, asetamid dan lain-lain yang jika direaksikan dengan asam lemah pada suhu tinggi, 150o C – 200oC akan membentuk suatu amida dan melepaskan air.

Senyawa amida mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu, salah satu contoh yang paling nyata adalah senywa sulfonamida. Sulfonamida adalah suatu senyawa kemoterapeutik yang digunakan didalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik (Nuraini, W., 1998) dan juga N-steroyl glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba (Miranda, 2003).


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal, amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahanya (Reck, 1984).

2.5.Dimetil Formamida

Dimetilformamida merupakan senyawa organik dengan rumus C3H7NO. Biasa disingkat DMF (meskipun akronim ini kadang-kadang digunakan untuk dimetilfuran), cairan tak berwarna ini dapat bercampur dengan air dan sebagian besar cairan organik. DMF adalah pelarut umum untuk reaksi kimia. Dimetilformamida murni tidak berbau sedangkan dimetilformamida grade atau terdegradasi teknis sering memiliki bau amis karena pengotor dimetilamin. Namanya berasal dari kenyataan bahwa itu adalah turunan dari formamida, amida dari asam format.

Dimetilformamida adalah pelarut polar (hidrofilik) aprotik dengan titik didih tinggi. Dimetilformamida dapat disintesis dari metil format dan dimetilamin atau dengan reaksi dimetilamin dengan karbon monoksida. Dimetilformamida tidak stabil dengan adanya basa kuat seperti natrium hidroksida atau asam kuat seperti asam klorida atau asam sulfat dan dihidrolisis kembali ke format asam dan dimetilamin, terutama pada temperatur tinggi.

Penggunaan utama adalah dimetilformamida sebagai pelarut dengan tingkat penguapan yang rendah. DMF digunakan dalam produksi serat akrilik dan plastik. Hal ini juga digunakan sebagai pelarut dalam coupling peptida untuk obat-obatan, dalam pengembangan dan produksi pestisida, dan dalam pembuatan perekat, kulit sintetis, serat, film dan lapisan permukaan. Selain itu digunakan sebagai reagen dalam sintesis aldehida Bouveault dan reaksi Vilsmeier-Haack, metode lain yang berguna membentuk aldehida. DMF juga merupakan katalis yang umum digunakan dalam sintesis asil halida, khususnya sintesis asil klorida dari asam karboksilat menggunakan oksalil atau tionil klorida. DMF menekan plastik dan membuatnya menggelembung.


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DMF digunakan sebagai pelarut untuk memulihkan olefin seperti 1,3-butadiena melalui distilasi ekstraktif. Hal ini juga digunakan dalam pembuatan pewarna pelarut sebagai bahan baku penting.

2.6.Natrium Hidroksida

Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida digunakan dalam berbagai macam bidang industri. Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium hidroksida juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran dan larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

2.7.Identifikasi

2.7.1.Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses nitrasi migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tehnik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya fase diam, yang lainnya fase bergerak. Fase bergerak zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat seperti penyerap alumina yang diaktifkan, silikagel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga menjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang iner berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas, cair, kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi. (Departemen Kesehatan, 1995).

a. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar dan Rohman, 2007)

Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase gerak. Proses ini disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efeisiensi dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengembangan ke atas (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)(Rohman, 2007).

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2012).

Gambar 2.9. Skema Kromatografi Lapis Tipis (Mufidah, 2014) KLT dapat dipakai dengan tujuan dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif dan dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter, 1991). Nilai Rf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana dalam persamaan:


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika sampel mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti sampel bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika sampel tertahan pada posisi titik awal permukaan fase diam. (Syahid Ali, 2015)

b. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu keran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom bergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan. Pemisahan tergantung kepada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar muka antara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase geraknya (Yazid, E. 2005)

Tujuan kromatografi kolom adalah memisahkan komponen cuplikan menjadi pita atau fraksi yang lebih sederhana, ketika cuplikan itu bergerak melalui kolom. Zat penyerap dalam keadaan kering atau bubur, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau tabung kuarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir tertentu dengan ukuran tertentu (Departemen Kesehatan, 1979).

Alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuag batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung (Departemen Kesehatan, 1995).

Fraksi yang diperoeh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu UV panjang gelombang 254/365 nm untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda seperti larutan iod, FeCl3, dan H2SO4 dalam metanol 10% (Stahl, 1985). 2.7.2.Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, infamerah dan serapan atom (Departemen Kesehatan, 1995).

a. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorpsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Roth et al., 1994).

Prinsip spektroskopi UV-Vis adalah semakin besar angka molekul yang mampu menyerap cahaya dari panjang gelombang yang diberikan, semakin besar perluasan absorpsi cahaya. Selan itu, semakin efektif suatu molekul menyerap cahaya dari panjang gelombang yang diberikan, semakin besar perluasan absorpsi (Pavia et al., 2001).

Area spektrum absorpsi adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinaR tampak (380-780 nm). (Nugraini, 2015)


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti

Resonansi magnetik nuklir (Nuclear Magnetic Resonance) adalah metode spektrofotometri yang penting bagi ahli kimia organik. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tetapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari (Mufidah, 2014).

NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui(Pavia et al., 2008).


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1.Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Kimia Obat, dan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2.Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Agustus 2016.

3.2.Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), spektrometri 1H-NMR (500 Hz, JEOL), lemari pendingin, Gas Chromatography Mass Spectrometer (GCMS QP2010 Shimadzu), timbangan analitik, pelat aluminium KLT silika gel 60 F254 (Merck), microwave oven (samsung), lemari asam, erlenmeyer, gelas piala, rak, labu reaksi, labu ukur, corong, corong pisah, pipet eppendorf, pipet tetes, blender, termometer, chamber KLT, mikropipet, batang pengaduk, pinset, spatula, pH meter, kertas saring, kapas, aluminium foil, vial, dan botol.

3.2.2. Bahan

Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) yang diperoleh dari kebun Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Bogor pada 16 November 2015, dimetil formamida, asam klorida 15%, etanol p.a (Merck) natrium hidroksida (Merck), pelarut dan bahan pembantu lain seperti aquades, etil asetat, n-heksan, metanol, etanol dan air es.


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi Sampel

a. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L.) dilakukan di Pusat konservasi tumbuhan kebun raya bogor-LIPI, Bogor, Jawa Barat.

b. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi

Sebanyak 55 kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dirajang sekitar 2-3 mm. Setelah itu kencur dijemur selama 5-6 hari tanpa terkena sinar matahari. Setelah kencur kering kemudian dihaluskan menggunakan blender (Barus, 2009).

3.3.2. Isolasi Etil p-metoksisinamat

Serbuk simplisia kencur dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas dimaserasi ulang sebanyak 4 kali hingga hasil maserasi menunjukkan warna hampir menyerupai jernih. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan

vacuum rotary evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan n-heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan. Kristal murni dilarutkan dalam etil asetat dan dicek menggunakan KLT dengan eluen n-heksan:etil asetat perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat. Kemudian dihitung rendemennya:


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3. Optimasi Daya dan Lama Waktu Reaksi Amidasi Etil p -Metoksisinamat dengan Dimetil Formamida

Sebanyak 400 mg (10 mmol) natrium hidroksida dilarutkan dalam 2 ml etanol dan 2 ml dimetil formamida p.a dalam tabung reaksi. Ditambahkan 206 mg (1 mmol) etil p-metoksisinamat dan divortex. Proses amidasi dilakukan dengan diirradiasi microwave

dengan variasi waktu dan daya sebagai berikut:

Tabel 3.1. Variasi daya dan lama reaksi menggunakan microwave

Reaksi Kuat daya gelombang mikro (watt)

Lama waktu reaksi (menit)

1

300

1

2 3

3 5

4 10

5

450

1

6 3

7 5

8 10

9

600

1

10 3

Hasil amidasi kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan air (1:1) dalam corong pisah. Lapisan atas (etil asetat) diambil dan

dilakukan pengecekan menggunakan KLT dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (3:2).


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.4. Identifikasi Senyawa

a. Identifikasi Organoleptis

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p -metoksisinamat maupun senyawa hasil amidasi diidentifikasi warna, bentuk dan bau.

b. Pengukuran Titik Leleh

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p -metoksisinamat maupun senyawa hasil amidasi diidentifikasi titik lelehnya menggunakan alat melting pointapparatus.

c. Identifikasi senyawa menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometer (GCMS)

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p -metoksisinamat maupun senyawa hasil amidasi dilarutkan dalam metanol dan dimasukkan dalam vial untuk kemudian dianalisis menggunakan GCMS. Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m x 0,25 mm ID x 0,25 μm); suhu awal 70ºC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285ºC dengan kecepatan 20ºC/menit selama 20 menit. Suhu MSD 285ºC. Kecepatan aliran 1,2 mL/menit dengan

split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al., 2012).

d. Identifikasi senyawa menggunakan 1H-NMR

Sekitar 10 mg senyawa hasil amidasi dilarutkan dalam pelarut bebas proton (khusus NMR), kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk dianalisis.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan optimasi daya dan lama waktu reaksi modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan mengubah gugus ester pada etil

p-metoksisinamat menjadi gugus amida dari senyawa dimetil formamida menggunakan irradiasi microwave. Optimasi ini dilakukan agar kemudian dapat menjadi informasi tambahan mengenai metode dan kondisi yang tepat untuk melakukan amidasi terhadap senyawa etil p-metoksisinamat.

4.1.Hasil Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat 4.1.1. Hasil Determinasi

Gambar 4.1. Rimpang kencur

Untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel merupakan spesies Kaempferia galanga L. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat padaLampiran 3.

4.1.2. Hasil Penyiapan Bahan Ekstraksi

Rimpang kencur segar yang digunakan sebanyak 55 kg, setelah dilakukan serangkaian proses pembuatan simplisia (Lampiran 2) diperoleh serbuk simplisia kencur sebanyak 8 kg. Serbuk simplisia yang dihasilkan berwarna kecokelatan.


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2. Serbuk simplisia kencur

4.1.3. Isolasi Etil p-metoksisinamat

Secara garis besar isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dalam 3 tahap yakni preparasi simplisia, ekstraksi dan rekristalisasi senyawa (skema isolasi pada Lampiran 2). Ekstraksi simplisia kencur dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksan. Ekstrak hasil maserasi kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Ektrak kental yang didapat disimpan pada suhu ruang. Senyawa etil p -metoksisinamat akan mengkristal pada suhu ruang sehingga tahap isolasi bisa menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental yang didapat mengkristal saat dibiarkan di suhu ruang (Umar et al., 2012).

Rekristalisasi etil p-metoksisinamat dilakukan menggunakan n-heksan dan metanol. Proses rekristalisasi ini dimaksudkan untuk

memurnikan kristal etil p-metoksisinamat. Kristal yang didapat berwarna putih kemudian dilakukan pengecekan dengan KLT. Eluen yang digunakan adalah heksan:etil asetat perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,7 seperti pada gambar 4.3.

Nilai rendemen kristal :


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.3.Kromatografi Lapis Tipis

4.1.4. Identifikasi Etil p-metoksisinamat

Senyawa Etil p-metoksisinamat memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Warna : putih

 Bau : aromatik khas

 Bentuk : kristal

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting point. Titik leleh senyawa etil p-metoksisinamat dari hasil pengukuran berada pada rentang 49-52oC.

Analisa senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan menggunakan GCMS untuk mengetahui berat molekul senyawa serta fragmentasi massa. Hasil analisa menggunakan GCMS menunjukkan bahwa senyawa etil p -metoksisinamat muncul pada waktu retensi 9,878 dan memiliki berat molekul 206,0 g/mol dengan fragmentasi massa 161; 134; 117; 89. Hasil spektrum GC dan MS adalah sebagai berikut:


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.4. Spektrum GC senyawa etil p-metoksisinamat


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Adapun pola fragmentasi yang terjadi pada senyawa tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi etil p-metoksisinamat

Berdasarkan data hasil GCMS yang didapat, senyawa tersebut benar etil p -metoksisinamat.

4.2.Optimasi Amidasi Etil p-metoksisinamat

Amidasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dengan menggunakan reagen dimetil formamida. Dimetil formamida akan mudah melepas gugus dimetilamin dengan adanya penambahan basa kuat (NaOH) sebagai katalis yang selanjutnya gugus dimetilamin akan bereaksi dengan gugus -OC2H5 dari etil p-metoksisinamat. Reaksi amidasi didasari oleh prinsip HSAB (hard soft acid base). Dimana H+ dari gugus NH dari dimetilamin merupakan asam kuat (hard acid) yang mudah bereaksi dengan -OC2H5 dari etil p-metoksisinamat yang merupakan basa kuat (hard base). NH- pada gugus NH dari dimetilamin merupakan basa lemah (soft base) akan bereaksi membentuk ikatan dengan p-metoksisinamat (R-CO+) yang merupakan asam lemah (soft acid) (Pearson, 1968).

Senyawa dimetil formamida lebih dipilih sebagai reagen dalam reaksi amidasi ini dibandingkan langsung mereaksikan dengan dimetilamin dikarenakan senyawa dimetilamin yang tersedia biasanya dalam bentuk gas


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ataupun terlarut dalam air. Proses reaksi amidasi menggunakan irradiasi

microwave dengan reagen dimetilamin dalam bentuk gas akan sulit untuk dilakukan. Sedangkan dimetilamin yang terlarut dalam air bila direaksikan dengan etil p-metoksisinamat akan meningkatkan kemungkinan terjadinya hidrolisis dari senyawa etil p-metoksisinamat karena kandungan air pada reagen. Gugus ester akan mudah terprotonasi dengan adanya air. Protonasi menyebabkan lepasnya gugus ester dari senyawa etil p-metoksisinamat sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH dari air (Larson dan Weber, 1994). Sehingga penggunaan dimetil formamida dalam proses reaksi lebih efektif digunakan dibanding dengan langsung mereaksikan senyawa etil p-metoksisinamat dengan dimetilamin.

Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi reaksi optimal yang dapat menghasilkan hasil reaksi lebih baik. Optimasi reaksi dilakukan dengan variasi daya dan lama irradiasi microwave. Proses reaksi amidasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan antara senyawa etil p-metoksisinamat (1 mmol) dengan dimetil formamida (2 ml) menggunakan basa natrium hidroksida (10 mmol) sebagai katalis dan etanol (2 ml) sebagai pelarut melalui irradiasi microwave. Jumlah natrium hidroksida sebagai katalis yang digunakan dalam reaksi amidasi ini adalah berdasarkan hasil optimasi yang sebelumnya telah dilakukan. (Lampiran 4)

Hasil reaksi amidasi berupa gumpalan serbuk putih yang kemudian hasil reaksi diekstraksi menggunakan aquadest dan etil asetat (1:1). Lapisan etil asetat diambil dan diuapkan. Hasil reaksi yang telah diuapkan berbentuk serbuk putih. Hasil reaksi selanjutnya diamati dengan KLT menggunakan eluen campuran n-heksan dan etil asetat perbandingan 3:2. Pelarut campuran n-heksan dan etil asetat perbandingan 3:2 dipilih sebagai eluen optimum setelah dilakukan optimasi perbandingan eluen sebelumnya. Saat penotolan, hasil optimasi reaksi dibandingkan dengan senyawa asam p-metoksisinamat karena Rf senyawa hasil reaksi amidasi hampir mirip dengan asam p -metoksisinamat.


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1 Variasi daya dan lama reaksi menggunakan microwave

Reaksi Kuat daya gelombang mikro (watt)

Lama waktu reaksi (menit)

1

300

1

2 3

3 5

4 10

5

450

1

6 3

7 5

8 10

9

600

1

10 3

Gambar 4.7. Optimasi reaksi amidasi dengan daya 300 watt 1) 1 menit; 2) 3 menit; 3) 5 menit; 4) 10 menit; 5) APMS

1 2 3 4 5


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.8. Optimasi reaksi amidasi dengan daya 450 watt 1) 1 menit; 2) 3 menit; 3) 5 menit; 4) 10 menit; 5) APMS

Gambar 4.9. Optimasi reaksi amidasi dengan daya 600 watt 1) 1 menit; 2) 3 menit; 3) APMS

Berdasarkan hasil optimasi, reaksi amidasi dengan daya 300 watt selama 1 menit hasil reaksi telah optimal karena tidak terdapat spot etil p -metoksisinamat pada plat KLT. Sehingga reaksi yang digunakan untuk selanjutnya adalah 300 watt selama 1 menit karena lebih efisien menggunakan daya yang terkecil dan waktu yang lebih singkat. Proses reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamida dapat dilihat padagambar 4.10.

Gambar 4.10. Proses reaksi amidasi yang terjadi antara etil p -metoksisinamat dan dimetil formamida

1 2 3

5 4

3 Heksan : 2 Etil Asetat


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamid menghasilkan rendemen produk sebanyak 88,59 % dengan perhitungan sebagai berikut:

4.3.Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Senyawa hasil modifikasi diidentifikasi dengan melihat perbandingan nilai Rf senyawa pada KLT menggunakan eluen n-heksan dan etil asetat perbandingan 3:2 (gambar 4.11). Nilai Rf yang didapat adalah sebagai berikut:

 Etil p-metoksisinamat : 0,925

 Asam p-metoksisinamat : 0,375

 Senyawa hasil amidasi : 0,3

Gambar 4.11. Hasil KLT 1) Hasil amidasi; 2) asam p-metoksisinamat; 3) etil p-metoksisinamat

Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari masing-masing senyawa. Etil p-metoksisinamat memiliki Rf tertinggi yang mengindikasikan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat memiliki polaritas yang rendah. Senyawa hasil amidasi memiliki Rf terkecil yang mengindikasi bahwa senyawa hasil amidasi memiliki polaritas paling tinggi. Sedangkan senyawa asam p-metoksisinamat memiliki nilai Rf yang sedikit lebih tinggi dari hasil amidasi tapi jauh lebih rendah daripada etil p-metoksisinamat yang menunjukkan bahwa senyawa asam p

-3 Heksan : 2 Etil Asetat


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

metoksisinamat memiliki polaritas diantara etil p-metoksisinamat dan hasil amidasi. Senyawa hasil amidasi dapat berbeda kepolarannya dengan etil p -metoksisinamat dikarenakan gugus ester pada etil p-metoksisinamat diganti dengan gugus dimetilamina dari senyawa dimetil formamida dapat meningkatkan polaritas dari senyawa tersebut.

Hasil identifikasi organoleptis senyawa hasil amidasi sebagai berikut:

 Warna : Putih

 Bau : Tidak berbau

 Bentuk : Serbuk

Gambar 4.12. a) Etil p-metoksisinamat; b) Senyawa hasil amidasi

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting point. Rentang titik leleh senyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat dan dimetil formamida berada pada 132-135oC.

Elusidasi struktur senyawa hasil amidasi dilakukan dengan menggunakan GCMS dan 1H-NMR. Hasil analisa menggunakan GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi muncul pada waktu retensi 11,276 dan memiliki berat molekul 205,0 g/mol dengan fragmentasi massa 161; 133; 118; 103; 89 dan77. Hasil spektrum GC dan MS adalah sebagai berikut:


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.13. Spektrum GC senyawa hasil amidasi


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Adapun pola fragmentasi yang terjadi pada senyawa tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4.15. Pola fragmentasi senyawa hasil amidasi

Data analisa Interpretasi senyawa amidasi menggunakan GCMS kemudian dikonfirmasi dengan analisa 1H-NMR. Interpretasi data dari NMR berupa nilai pergeseran dalam satuan ppm (Pavia et al., 2008). Adapun hasil analisis 1H-NMR senyawa hasil amidasi ditunjukan pada gambar 4.16, 4.17 dan tabel 4.2 dengan nama N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(a) (b)

Gambar 4.17. (a) senyawa hasil amidasi; (b) EPMS

Tabel 4.2 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H-NMR senyawa hasil amidasi (CDCl3, 500 MHz)

Senyawa hasil amidasi Etil p-metoksisinamat Posisi Pergeseran kimia (δ,

ppm) Posisi

Pergeseran kimia (δ,

ppm)

- - 15 1,33 (t, 3H, J = 7,15) - - 14 4,25 (q, 2H, J = 7,15) 15 3,06 (s, 3H) - -

14 3,16 (s, 3H) - -

2 6,77 (d, 1H, J =15) 2 6,31 (d, 1H, J = 15,6) 3 7,64 (d, 1H, J =15) 3 7,65 (d, 1H, J = 16,25) 5 & 9 6,90 (d, 2H, J =9,1) 5 & 9 6,90 (d, 2H, J = 9,05) 6 & 8 7,48 (d, 2H, J =8,5) 6 & 8 7,47 (d, 2H, J = 8,45)

11 3,83 (s, 3H) 11 3,82 (s, 3H)

Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Kemudian pada pergeseran kimia 6,77 ppm dan 7,64 ppm berbentuk singlet dengan integrasi 1 proton dengan nilai konstanta kopling 15,55 dan 14,9. Sinyal tersebut menunjukkan gugus olefin pada senyawa hasil amidasi. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J) 11-18 Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki konfigurasi trans (Pavia et al, 2008). Kemudian pada pergesaran


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kimia 6,90 ppm – 7,48 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua substitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari H 5/9 dan H 6/8. Terakhir pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm seperti pada etil p-metoksisinamat sudah tidak muncul dan digantikan oleh sinyal pada 3,06 dan 3,16 yang masing-masing berbentuk singlet dengan integrasi proton 1 dimana itu menandakan bahwa gugus ester dari etil p -metoksisinamat telah terganti dengan gugus dimetilamin.

Dari penelitian yang dilakukan Widyatmoko (2006), dilakukan sintesis senyawa N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida dari senyawa asam p -metoksisinamat. Bila dibandingkan dengan sintesis yang dilakukan Widyatmoko (2006), metode yang digunakan oleh penulis dalam hal ini lebih efektif karena langsung mendapatkan senyawa target dengan melakukan amidasi dari etil p-metoksisinamat dengan hasil rendemen sebesar 88,59% dan proses reaksi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini lebih ramah lingkungan karena dalam proses reaksi menggunakan pelarut yang lebih sedikit., sedangkan penelitian yang dilakukan Widyatmoko (2006), senyawa target didapatkan dengan beberapa tahap modifikasi mulai dari hidrolisis senyawa etil p-metoksisinamat yang menghasilkan asam p-metoksisinamat, kemudian dilakukan pembentukan klorida asam yang menghasilkan senyawa p-metoksisinamoil klorida, dan tahap akhir baru dilakukan amidasi dari senyawa p-metoksisinamoil klorida dengan rendemen hasil sebesar 40%.

Selain tahap sintesis, telah dilakukan juga uji aktivitas secara in vivo senyawa N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida sebagai antidepresan oleh Loev et al. (1970). Dari penelitian yang dilakukan Loev et al. (1970) senyawa N,N-dimetil 4-metoksi sinamamida yang merupakan turunan dari senyawa sinamamida memiliki aktivitas sebagai antidepresan ED50 pada konsentrasi 50 mg/kg BB.


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

a. Amidasi etil p-metoksisinamat dengan dimetil formamida telah berhasil dilakukan melalui irradiasi microwave dengan daya optimum 300 watt selama 1 menit menghasilkan rendemen 88,59%.

b. Dari interpretasi menggunakan GCMS dan 1H-NMR, senyawa hasil amidasi adalah N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida dengan BM 205.

5.2. Saran

Perlu dilakukan uji aktivitas sebagai antiinflamasi dan antidepresan dari senyawa hasil modifikasi baik in vitro maupun in vivo.


(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Syahid. 2015. Modifikasi Struktur Senyawa Asam p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi

Ashley, Noah T. et al. 2012. Inflamation: Mechanisms, Costs and Natural Variation. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst. 43. 385-406

Backer, C.A.R.C.B.Van den Briak. 1986. Flora of Java. Vol 2. Walters Noordhoff.N.V.Groningen.P. hal. 33

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn). Universitas Sumatera Utara. Tesis.

BPOM RI. 2009. Kebuan Tanaman Obat Badan POM RI.

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tean and Black Tea: A Comparative In Vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136-138.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Ekowati, Juni; Bimo A. Tejo; Shigeru Sasaki, et al. 2012. Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate and Their Bioassay as Chemopreventive

Against Mice’s Fibrosarcoma. International Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Science. Vol 4.

Fessenden, R. J., Fessenden, J. S. (1999), Kimia Organik, Jilid 1, Edisi ketiga,

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gandjar, G.H., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gholib, Djaenudin. 2009. Daya Hambat Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Trichophyton Mentagrophytes dan Cryptococcus Neoformans


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jamur Penyebab Penyakit Kurap pada Kulit dan Penyakit Paru. Bul. Littro. Vol. 20 No. 1: 59 – 67.

Gritter FJ et al. 1991. Pengantar Kromatografi (terjemahan K. Padmawinata), edisi 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal 107.

Kammoun, N.; Bigot, M. 1997. A New Simpliefied Mothod for Esterification of Secondary and Tertiary Alcohols. J. Synth. Comm. 27. (16)

Kappe, C.O., 2004. Controlled microwave heating in modern organic synthesis. Angew. Chem. Int. Ed. 43, 6250–6284.

Katzung, Bertram G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition.

McGRaw Hill Lange.

Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Hasil Senyawa Modifikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Kim, C., Kim, H., Oh, M.-J., Hong, J.-H., 2009. Preparation and unequivocal identification of chromophores-substituted carbosilane dendrimers up to 7th generations. Bull. Korean Chem. Soc. 30, 873–881.

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. United States of America: Lewis Publisher

Loev, Bernard et al. 1970. Antidepressant N,N-dimethylcinnamamide compositions and methods. US. Cl. 424-324

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia. Siaran Pers Nomor S.376/PIK-1/2010. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/7044. Diakses pada 27 Januari 2016.

Material Safety Data Sheet Sodium Ethoxide MSDS Akses online via http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924986.

McMurry, John. 2008. Organic Chemistry, Seven edition. USA : Brooks/Cole, a Divion of Thomson Learning.


(56)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mekseeprlard; Chantana; Narisa Kamkaen; Jenny M.Wikinson. 2010.

Antimicrobial and Antioxidant Acktivities of Traditional Thai Herbal Remedies for Aphthous Ulcers. Phytother. Res. 24: 1514-1519 (2010).

Miranti L. 2009. Pengaruh Kosentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galangal L.) dengan basis salep larut air terhadap sifat fisik salep dan daya hambat bakteri staphylococcus aureus secara in vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. UMS. Semarang.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas sebagai Antiinflamasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Mushlihin, Ahmad Arsyadul. 2015. Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas (HKSA) Turunan Asam Sinamat Terhadap Sel P388. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Nugraini, Indah Nunik. 2015. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi-Esterifikasi dengan 1-butanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Pavia, Donald L.; Gary M. Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.

Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. USA: Brooks/Cole Cengage Learning.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., dan George S. Kris. 2001. Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry (Thrid Edition). Washington: Thomson Learning.

Prasetya, Andhika; Denny Widhiyanuriyawan, Sugiarto. Pengaruh Konsentrasi Naoh Terhadap Kandungan Gas Co2 Dalam Proses Purifikasi Biogas Sistem Continue. Malang: Universitas Brawijaya.

Reck. R. A. 1984. Marketing and Economic of Oleochemical to The Plastic Industry.


(57)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Roemantyo, G; Somaatmadja. 1996. Analisis Terhadap Keanekaragaman dan Konservasi Kencur di Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesai Vol.3 No.2.

Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh

Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sen, S. Et al. 2010. Analgesic and Anti-inflammatory Herbs: A Potential Source of Modern Medicine. India: IJPSR, Vol. 1 (11): 32-44, ISSN: 0975-8232.

Setyarini, Holida. 2009. Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10% (Zingiber officinale rocoe) yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki Tikus yang Diinduksi Karagenan. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Shakil, N.A. 2010. Microwave synthesis and antifungal evaluations of some chalcones and their derived diarylcyclohexenones. Department of Chemistry University of Delhi. ISSN: 0360-1234.

Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2008. Kimia Medisinal Jilid I. Surabaya: Airlangga Univerisity Press.

Sodium Ethoxide Pubchem Akses online via https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/2723922#section=U-SExports.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sukari, M.A.; N.W.M. Sharif A.L.C. Yap; S.W. Tang; B.K. Neoh; M. Rahmani; G.C.L.Ee, Y.H. Taufiq-Yap, and U.K.Yusof. 2008. Chemical Constituens Variations of Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species. The Malaysian J. Anal. Sci., 12:3, 638-644. Sulaiman, M.R.; Z.A.Zakaria; I.A.Daud; F.N.Ng; Y.C.Ng; M.T. Hidayat. 2008.


(58)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

of Kaempferia galangan leaves in animal models. J.Nat Med 62:221-227.

Suzana; Nunuk Irawati; Tutuk Budiati. 2011. Synthesis Octyl p-Methoxycinnamate as Sunblock by Transesterification Reaction with The Starting Material Ethyl p-methoxycinnamate. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention 2(2):216-220.

Syukur. C, Hernani, 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial Penebar Swadaya. Jakarta.

Tamagaki, Hiroaki et al. 2010. First Sequential Mukaiyama-Michael Reaction/Cross-Claisen Condensation Using Two Molar Ketene Silyl Acetals and One Molar α,β-unsatuted Esters Promoted by a NaOH Catalyst. Department of Chemistry, School of Science and Technology, Kwansei Gakuin University. DOI: 10.1039.

Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy Laximinaraya Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity of Kaempferia galanga in Wistar Rats. Indian J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 338-390.

Taufikurohmah, T.; Rusmini, Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik.

Tewtrakul, Supinya et al. 2005. Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol 27 (Suppl.2) : Thai Herbs

Umar, Muhammad Ihtisam; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho I; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012.

Bioactivity-Guided Isolation of Ehtyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts.


(59)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resource

Conservation Service. Akses online via

http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=KAGA2. Diakses pada tanggal 21 Januari 2016.

Vittalro, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L. Bairy; Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinflamatory and Analgesic Activities of Alcoholic Extract of Kaempferia galanga in Rats. Indian J.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24.

Widyatmoko, Tony. 2006. Sintesis N,N-dimetil-p-metoksisinamamida dari asam p-metoksisinamat melalui senyawa antara p-metoksisinamoil klorida.

Akses online via http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-widyatmoko-1706&q=sinamamida. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2016.

Williams, LAD. Et al. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for The Detection of Anti-inflammatory Compounds, Without The Use of Animals, In The Early Stages of The Drug Discovery Process.

West Indian Medical Journal 57 (4): 327.

Winter. A. 2005. Organic Chemistry for Dummies. Wiley Interscience. New York.


(60)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Kerangka Penelitian

Isolasi etil p-metoksisinamat dari kencur (Kaempferia galanga L.)

Senyawa etil p-metoksisinamat

Optimasi daya dan waktu amidasi

Senyawa hasil amidasi


(61)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampran 2. Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat

Rimpang kencur segar

55 kg

Dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci

menggunakan air

Dirajang dan dikeringkan

dengan diangin-anginkan di

udara Sortasi kering

Dihaluskan dengan blender

Simplisia kencur

Maserasi dengan n-heksan

Filtrasi

Ampas Filtrat

Dipekatkan dengan vacum rotary evaporator

Filtrat pekat didiamkan pada suhu kamar

Terbentuk kristal

Rekristalisasi dengan n-heksan dan etanol


(62)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(63)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Hasil Optimasi Jumlah Natrium Hidroksida (NaOH) yang Digunakan

Reaksi Optimasi dilakukan dengan mereaksikan masing-masing bahan berikut dengan menggunakan irradiasi microwave dengan daya 300 watt selama 1 menit.

Reaksi Jumlah NaOH Jumlah etil p-metoksisinamat Jumlah dimetil formamida Hasil

1 40 mg

(1mmol) 206 mg (1 mmol) 2 ml

Tidak terjadi amidasi 2 200 mg

(5 mmol) 206 mg (1 mmol) 2 ml

Tidak terjadi amidasi 3 400 mg

(10 mmol) 206 mg (1 mmol) 2 ml

Terjadi amidasi

Hasil reaksi kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan air (1:1) dalam corong pisah. Lapisan atas (etil asetat) diambil dan dilakukan pengecekan menggunakan KLT dengan fase gerak heksan:etil asetat (4:1). Hasil pengecekan dengan KLT dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Jumlah NaOH 40 mg 1) Hasil amidasi; 2)EPMS

Jumlah NaOH 40 mg 1) Hasil amidasi; 2)EPMS

Jumlah NaOH 400 mg 1) Hasil amidasi; 2)EPMS


(64)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(65)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(66)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(67)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-metoksisinamat


(68)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(69)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai pergeseran kimia (δ) sebagai berikut:

Posisi Pergeseran Kimia

(δ, ppm) CDCl3)

1 6,90 (d, 1H, J=9,05) 2 7,47 (d, 1H, J=8,45) 4 7,47 (d, 1H, J=8,45) 5 6,90 (d, 1H, J=9,05) 7 7,65 (d, 1H, J=16,25) 8 6,31 (d, 1H, J=15,6) 11 4,25 (q, 2H, J=7,15) 12 1,33 (t, 3H, J=7,15) 15 3,82 (s,3H)

Struktur Etil p-metoksisinamat

Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm (3H) berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen yang berperan sebagai senyawa penarik elektron. Spektrum 1H-NMR juga memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal H 1,5 dan H 2,4.


(70)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7.Spektrum GCMS Senyawa hasil amidasi Etil p-metoksisinamat dan Dimetil Formamida


(71)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(72)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(73)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(74)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(75)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(76)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Perhitungan Reaksi

a. Etil p-metoksisinamat yang digunakan dalam reaksi sebesar 1 mmol

 mol = 1 mmol BM = 206 g/mol

 Terpakai = mol x BM

= 1 mmol x 206 g/mol = 206 mg

b. NaOH yang digunakan dalam reaksi sebesar 1 mmol

 mol = 10 mmol BM = 40 g/mol

 Terpakai = mol x BM

= 10 mmol x 40 g/mol = 400 mg


(77)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Rimpang Kencur Gambar 2. Kencur yang telah dirajang

Gambar 3. Simplisia Kencur Gambar 4. Kristal etil p -metoksisinamat

Gambar 5. Bahan yang digunakan

Gambar 6. microwave yang digunakan

Gambar 7. Alat GCMS yang digunakan Gambar 8. Perbandingan senyawa hasil amidasi dan EPMS


(78)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Tabel komparasi senyawa etil p-metoksisinamat dan N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida

Parameter etil p-metoksisinamat N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida

Rumus Kimia C12H14O3 C12H15NO2

Bentuk Kristal Serbuk

Warna Putih Putih

Bau Aromatik khas Tidak berbau

Titik Leleh 49-52oC 132-135 oC

Rf KLT dengan eluen

n-heksan:etil asetat (3:2) 0,925 0,3

Waktu retensi pada GC 9,878 11,2

BM 206 g/mol 205 g/mol

Pergeseran kimia pada 1

H-NMR (ppm) 1,33; 4,25; 6,31; 7,65; 6,9; 7,47; 3,82 3,06; 3,16; 6,77; 7,64; 6,9; 7,48; 3,83


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Perhitungan Reaksi

a. Etil p-metoksisinamat yang digunakan dalam reaksi sebesar 1 mmol  mol = 1 mmol

BM = 206 g/mol  Terpakai = mol x BM

= 1 mmol x 206 g/mol = 206 mg

b. NaOH yang digunakan dalam reaksi sebesar 1 mmol  mol = 10 mmol

BM = 40 g/mol  Terpakai = mol x BM

= 10 mmol x 40 g/mol = 400 mg


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 1. Rimpang Kencur Gambar 2. Kencur yang telah dirajang

Gambar 3. Simplisia Kencur Gambar 4. Kristal etil p-metoksisinamat

Gambar 5. Bahan yang digunakan

Gambar 6. microwave yang digunakan

Gambar 7. Alat GCMS yang digunakan Gambar 8. Perbandingan senyawa hasil amidasi dan EPMS


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Tabel komparasi senyawa etil p-metoksisinamat dan N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida

Parameter etil p-metoksisinamat N,N-dimetil-4-metoksi sinamamida

Rumus Kimia C12H14O3 C12H15NO2

Bentuk Kristal Serbuk

Warna Putih Putih

Bau Aromatik khas Tidak berbau

Titik Leleh 49-52oC 132-135 oC

Rf KLT dengan eluen

n-heksan:etil asetat (3:2) 0,925 0,3

Waktu retensi pada GC 9,878 11,2

BM 206 g/mol 205 g/mol

Pergeseran kimia pada 1

H-NMR (ppm) 1,33; 4,25; 6,31; 7,65; 6,9; 7,47; 3,82 3,06; 3,16; 6,77; 7,64; 6,9; 7,48; 3,83