Optimasi Daya dan Waktu Iradiasi Microwave pada Reaksi Kondensasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan Aseton
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OPTIMASI DAYA DAN WAKTU IRADIASI
MICROWAVE
PADA
REAKSI KONDENSASI SENYAWA ETIL
p
-METOKSISINAMAT
DENGAN ASETON
SKRIPSI
GHILMAN DHARMAWAN
NIM: 1112102000088
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016
(2)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OPTIMASI DAYA DAN WAKTU IRADIASI
MICROWAVE
PADA REAKSI KONDENSASI SENYAWA ETIL
p
-METOKSISINAMAT DENGAN ASETON
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
GHILMAN DHARMAWAN
NIM: 1112102000088
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016
(3)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah benar hasil karya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan benar.
Nama : Ghilman Dharmawan
NIM : 1112102000088
Tanda Tangan :
(4)
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Ghilman Dharmawan
NIM : 1112102000088
Program Studi : Strata-1Farmasi
Judul Proposal : Optimasi Daya dan Waktu Iradiasi Microwave pada
Reaksi Kondensasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
dengan Aseton
Disetujui oleh: Pembimbing I
Ismarni Komala Ph.D., Apt. NIP. 197806302006042001
Pembimbing II
Dr. Nurmeilis M. Si., Apt. NIP. 197404302005012003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis M. Si., Apt. NIP. 197404302005012003
(5)
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Ghilman Dharmawan
NIM : 1112102000088
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Optimasi Daya dan Waktu Iradiasi Microwave pada
Reaksi Kondensasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
dengan Aseton
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. ( )
Pembimbing 2 : Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. ( )
Penguji 1 : Lina Elfita, M.Si., Apt. ( )
Penguji 2 : Putri Amelia, M.Farm., Apt. ( )
Ditetapkan di : Ciputat
(6)
ABSTRAK
Nama : Ghilman Dharmawan
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Optimasi Daya dan Waktu Iradiasi Microwave Reaksi
Kondensasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan
Aseton
Etil p-metoksisinamat (EPMS) diisolasi dari kencur (Kaemferia galanga Linn.)
melaui maserasi menggunakan n-heksan menghasilkan rendemen sebesar 5,1%. EPMS merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal daya dan
waktu iradiasi microwave pada reaksi kondensasi EPMS dengan aseton. Reaksi
kondensasi EPMS dilakukan melaui 3 tahap. Pertama, hidrolisis EPMS dengan
katalis basa menghasilkan asam p-metoksisinamat (APMS) dengan rendemen
82.3%. Kedua, oksidasi APMS menggunakan kalsium nitrat menghasilkan 4-metoksi benzaldehid dengan rendemen 7,9%. Ketiga, kondensasi 4-4-metoksi benzaldehid dengan aseton menghasilkan 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one
dengan rendemen 67,33%. Kondisi iradiasi microwave yang optimal pada reaksi
kondensasi EPMS didapatkan pada daya 600 W dan selama 20 menit.
Kata Kunci : Etil p-metoksisinamat, kondensasi, hidrolisis, oksidasi,
(7)
ABSTRACT
Name : Ghilman Dharmawan
Study Program : Bachelor of Pharmacy
Title : Optimization of power and time of microwave iradiation
for Condensation Reaction Ethyl p-methoxycinnamate
with Aceton
Ethyl p-methoxycinnamate (EPMC) isolated from kencur (Kaemferia galanga
Linn.) by maseration using n-hexane with 5.1 % yield. EPMS is secondary metabolites which have anti-inflamatory activity. This study aims to determine the optimal condition of power and time of microwave iradiation for condensation
reaction ethyl p-methoxycinnamate with aceton. EPMS condensation reaction is
done through three stages. First, base catalized hydrolysis produces p
-methoxycinnamic acid (PMCA) in 82.3% yield. Second, PMCA oxidation using calcium nitrate produces 4-methoxy benzaldehid in 7.9% yield. Third,
condensation 4-metoksi benzaldehid using aceton produces
4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one in 67.33% yield. Conditions of microwave irradiation are optimal for condentation reaction EPMS with aceton obtained at the power of 600 W and for 20 minutes.
Keywords : Ethyl p-methoxycinnamate, condentation, hydrolysis,
oxidation, optimization, aceton.
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Daya dan Waktu Iradiasi Microwave Reaksi
Kondensasi Senyawa Etil p-metoksisinamat dengan Aseton”. Shalawat dan salam
senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian ini dan panyusunan skripsi in tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. Sebagai Pembimbing I dan Ibu Dr.
Nurmeilis, M.Si., Apt. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.
5. Kedua orang tua, ayahanda Ruswan dan Ibunda Nurul Khotimah yang selalu
memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah teputus dan dukungan baik moril maupun materil. Tak ada satu hal pun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan.
(9)
6. Kepada adikku tercinta, Naufal Dharmawan yang selalu memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini berjalan dengan lancar.
7. Teman-teman “Kingdom EPMS” seperjuangan Beny, Thantowi, Nufus,
Mutia, Conny, Nita, Rifatul, Windi, Ani, dan Elsa yang telah banyak memberi bantuan baik tenaga, waktu dan semangat.
8. Teman-teman “Kontrakan Ceria” Okin, Thantowi, Adia, Galih, Boy, Santo,
Ivan, Gunawan, Irham, dan Brendi yang senantiasa memberi motivasi tersendiri untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Anis Khilyatul Auliya yang menjadi teman berbagi suka, duka, dan semangat
selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
10. Dan tak lupa teman-teman Program Studi Farmasi Angkatan 2012 yang telah
memberi semangat, kerja sama dan kebersamaan dalam berjuang menyelesaikan skripsi ini.
11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu kefarmasian pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulisan dalam penelitian ini.
Ciputat, Agustus 2016
(10)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ghilman Dharmawan
NIM : 1112102000088
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:
OPTIMASI DAYA DAN WAKTU IRADIASI MICROWAVE REAKSI
KONDENSASI SENYAWA ETIL P-METOKSISINAMAT DENGAN
ASETON
Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya:
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : Agustus 2016
Yang Menyatakan:
(11)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.Tumbuhan Kencur ... 4
2.1.1. Klasifikasi ... 4
2.1.2. Kandungan Kimia Kaemferia galanga Linn ... 5
2.2.Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)... 5
2.3.Aseton ... 7
2.4.Natriun Hidroksida ... 7
2.5.Reaksi Kondensasi ... 8
2.6.Iradiasi Microwave ... 8
2.6.1. Mekanisme Reaksi Secara Polarisasi Dipolar dalam Iradiasi Microwave ... 9
2.6.2. Mekanisme Reaksi Secara Konduksi dalam Iradiasi Microwave .... 9
2.6.3. Pengaruh Iradiasi Microwave terhadap Laju Reaksi ... 10
2.7.Identifikasi ... 10
2.7.1. Kromatografi ... 10
a. Kromatografi Lapis Tipis ... 11
b. Kromatografi Kolom ... 12
c. Kromatografi Gas ... 13
2.7.2. Spektrofotometri ... 14
a. Spektrofotometri UV-VIS... 14
b. Spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infra Red) ... 15
(12)
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
3.1.Tempat dan waktu penelitian ... 18
3.1.1. Tempat ... 18
3.1.2. Waktu ... 18
3.2.Alat dan Bahan ... 18
3.2.1. Alat ... 18
3.2.2. Bahan ... 18
3.3.Prosedur Penelitian ... 19
3.3.1. Preparasi Sampel ... 19
a. Pengambilan Sampel ... 19
b. Determinasi Tumbuhan ... 19
c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi ... 19
d. Isolasi Etil p-metoksisinamat ... 19
3.3.2. Modifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 20
a. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat ... 20
b. Pembentukan senyawa Aldehid melalui reaksi Oksidasi ... 20
c. Reaksi Kondensasi Senyawa Aldehid ... 21
3.3.3. Pemurnian dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 22
a. Pembuatan Plat KLT Preparatif ... 22
b. Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi ... 22
3.3.4. Identifikasi Senyawa... 22
a. Identifikasi Organoleptis ... 22
b. Pengukuran Titik Leleh ... 22
c. Identifikasi Senyawa Menggunakan GCMS ... 22
d. Identifikasi Senyawa Menggunakan 1H-NMR ... 23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1.Tumbuhan Kencur ... 24
4.1.1. Hasil Determinasi ... 24
4.1.2. Pembuatan Serbuk Simplisia ... 24
4.1.3. Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 25
4.2.Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat ... 26
4.2.1. Reaksi Hidrolisis Etil p-metoksisinmat ... 26
4.2.2. Pembentukan Senyawa Aldehid melalui Oksidari Alkena ... 28
4.2.3. Reaksi Kondensasi Senyawa Akdehid Hasil Oksidasi ... 29
4.3.Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ... 31
4.3.1. Senyawa Hasil Hidroisis Etil p-metoksisinamat ... 31
4.3.2. Senyawa Aldehid ... 32
4.3.3. Senyawa Hasil Kondensasi ... 34
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
5.1. Kesimpulan ... 39
5.2. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rimpang Kencur ... 4
Gambar 2.2 Etil p-metoksisinamat... 5
Gambar 2.3 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenil propanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat ... 6
Gambar 2.4 Atom hidrogen alfa pada aseton ... 7
Gambar 2.5 Reaksi umum kondensasi aldol ... 8
Gambar 2.6 Peegerakan molekul dipolar teradiasi microwave ... 9
Gambar 2.7 Skema kromatografi lapis tipis... 12
Gambar 4.1 Rimpang kencur ... 24
Gambar 4.2 Serbuk kering simplisia kencur ... 25
Gambar 4.3 KLT senyawa etil p-metoksisinamat ... 26
Gambar 4.4 Mekanisme reaksi hidrolisis EPMS ... 27
Gambar 4.5 Pola spot KLT hasil reaksi hidrolisis ... 27
Gambar 4.6 Mekanisme reaksi oksidasi alkena ... 28
Gambar 4.7 Optimasi waktu reaksi kondensasi ... 29
Gambar 4.8 Mekanisme reaksi kondensasi ... 30
Gambar 4.9 Identifikasi senyawa modifikasi dengan KLT ... 31
Gambar 4.10 Fragmentasi MS senyawa hasil hidrolisis ... 32
Gambar 4.11 Struktur asam p-metoksisinamat ... 32
Gambar 4.12 Pola KLT senyawa aldehid hasil reaksi nitrasi APMS ... 33
Gambar 4.13 Fragmentasi MS senyawa 4-metoksi benzaldehid ... 34
Gambar 4.14 Fragmentasi massa GCMS senyawa hasil kondensasi ... 34
Gambar 4.15 Spektrum GCMS senyawa hasil kondensasi ... 35
Gambar 4.16 Fragmentasi MS senyawa hasil kondensasi ... 35
Gambar 4.17 (a) Etil p-metoksisinamat ... 36
Gambar 4.17 (b) 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one ... 36
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kondisi optimasi reaksi kondensasi ... 21 Tabel 4.1 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H-NMR senyawa A (CDCl3,
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kerangka Penelitian... 44
Lampiran 2 Determinasi Tanaman Kencur ... 45
Lampiran 3 Skema Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ... 46
Lampiran 4 Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi... 47
Lampiran 5 Alur Kerja Reaksi Kondensasi ... 48
Lampiran 6 Alat dan Bahan Penelitian ... 59
Lampiran 7 Perhitungan Reaksi ... 52
Lampiran 8 Gambar Senyawa ... 54
Lampiran 9 Spektrum GCMS Asam p-metoksisinamat ... 55
Lampiran 10 Spektrum GCMS Senyawa Aldehid ... 56
Lampiran 11 Spektrum GCMS Senyawa Hasil Kondensasi ... 57
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan memiliki kekayaan alam melimpah meliputi berbagai jenis tumbuhan dan sumber daya alam lain. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 sampai dengan 150 famili tumbuh-tumbuhan, dan dari jumlah tersebut sebagian besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri, tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan (Nasution, 1992).
Kencur (Kaemferia galanga L.) merupakan salah satu tumbuhan yang
dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi (Rostiana et al., 2003). Kencur termasuk ke dalam family Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli india yang penyebarannya sudah mamasuki kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Rimpang Kencur secara empiris telah dimanfaatkan dalam mengobati berbagai penyakit seperti radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, diare, menghilangkan darah kotor dan mengusir lelah (Al-Fattah, 2011).
Aroonrerk dan Kamkaen (2009) melaporkan bahwa efek anti-inflamasi dengan penghambatan IL-6 diproduksi oleh tanaman ini. Selain itu, efek farmakologi lain seperti relaksan otot polos dan vasorelaksan juga dilaporkan
(Mustafa et al., 1996; Othman et al., 2006). Minyak atsiri yang diperoleh dari
tanaman ini memiliki aktivitas terhadap bakteri dan fungi (Tewtrakul et al.,
2005).
Etil p-metoksisinamat merupakan senyawa metabolit sekunder
terbanyak yang dihasilkan oleh tanaman kencur. Menurut Umar et.al. (2012)
kandungan dari ekstrak Kaemferia galanga L. diantaranya adalah etil p
-metoksisinamat (80,05%), β-sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%),
pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), dan 1,21-docosadiene
(17)
Etil p-metoksisinamat berperan penting terhadap aktivitas antiinflamasi
yang dimiliki oleh tanaman kencur. Dalam studi in vitro, etil p
-metoksisinamat secara non-selektif mampu menghambat aktivitas COX-1 dan
COX-2, dengan masing-masing nilai IC50 1,12 µM dan 0,83 µM. Hasil ini
memvalidasi aktivitas antiinflamasi kencur yang dihasilkan oleh
penghambatan COX-1 dan COX-2 (Umar et al., 2012).
Modifikasi etil p-metoksisinamat dewasa ini mulai menjadi perhatian
para ahli kimia medisinal (Mufidah, 2014). Modifikasi struktur dari etil p
-metoksisinamat yang telah dilakukan antara lain melalui proses amidasi, hidrolisis, transesterifikasi, degradasi sinamat, reduksi, amidasi dengan
dietanolamin, sintesis menjadi turunan thiourea, sintesis menjadi p
-metoksistiril keton, serta dimetilasi (Riyanto, 1986; Barus, 2009; Bangun, 2011; Ekowati, 2012; Hadi, 2014; Mufidah, 2014; Omar et al, 2014).
Untuk memperkaya referensi mengenai modifikasi struktur senyawa etil
p-metoksisinamat, maka dilakukan penelitian mengenai optimasi pengaruh
perbedaan daya dan lama waktu iradiasi micowave pada reaksi kondensasi senyawa tersebut.
Pada hubungan struktur aktivitas AINS turunan asam arilasetat, dinyatakan bahwa pengurangan atau penambahan atom C dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi (Siswandono, 2000). Menurut Mufidah (2014) perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana efek antiinflamasi ketika dilakukan penambahan C pada gugus ester untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang efektifitas gugus ester pada aktivitas antiinflamasi. Berdasarkan hal tersebut, ada potensi besar ketika dilakukan
modifikasi atom C pada gugus ester etil p-metoksisinamat dalam aktivitas
senyawa tersebut sebagai antiinflamasi.
Reaksi kondensasi dilakukan dengan bantuan iradiasi microwave.
Reaksi dengan bantuan iradiasi microwave ini memiliki kelebihan seperti produk yang lebih bersih dengan waktu reaksi yang cepat dan hasil yang lebih baik daripada metode konvensional (Bhuiyan, 2011). Selain itu, jumlah pelarut, produk dan reagen dapat diminimalisir dengan bantuan pemanasan microwave. Keuntungan tersebut dianggap berasal dari efek termal dan
(18)
tergantung pada bebrapa faktor (tekanan, suhu, waktu, dan pelarut yang
digunakan) (Koca et al, 2015). Berdasarkan faktor-faktor tersebut, proses
optimasi dirasa perlu untuk menentukan kondisi yang sesuai untuk reaksi
kondesasi senyawa etil p-metoksisinamat melaui iradiasi microwave.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi optimal daya dan waktu iradiasi microwave kondensasi
senyawa etil p-metoksisinamat dengan aseton?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Melakukan optimasi reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat
dengan aseton melalui reaksi iradiasi microwave.
b. Melakukan purifikasi senyawa hasil modifikasi etil p-metoksisinamat
melaui reaksi kondensasi dengan aseton.
c. Melakukan elusidasi struktur senyawa hasil modifikasi etil p
-metoksisinamat melaui reaksi kondensasi dengan aseton.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Kencur
Kencur (Kaemferia galanga Linn.) sudah sejak lama dikenal dan
ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah dari kawasan Indo-Malaysia. Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa
keluarga Zingiberaceae ini merupakan salah satu jenis temu-temuan yang
dipakai dalam obat tradisional (Rukmana, 1994).
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah, panjang daun 10-12 cm dengan lebar 8-10 cm berdaging agak tebal, mudah patah, berbentuk elips, melebar atau bundar (Backer C.A., 1986). Rimpangnya kokoh bercabang banyak, rapat seperti umbi, tidak berserat dan berdiameter sampai 1,5 cm, kulit rimpang berwarna cokelat mengkilap, licin dan tipis sedangkan bagian dalam berwarna putih berair dengan aroma yang tajam (Afriastini, 2002).
Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Sumber: Koleksi pribadi) 2.1.1 Klasifikasi (USDA)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Traecheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
(20)
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commenlinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaemferia
Species : Kaemferia galanga Linn.
2.1.2 Kandungan Kimia Kaemferia galanga Linn.
Kaemferia galanga Linn. Mempunyai kandungan kimia salah
satunya minyak atsiri, yang terdiri atas etil p-metoksisinamat (80,05%),
beta-sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%),
asam tridekanoat (1,81%) dan 1,21-docosadiene (1,47%) (Umar et al.
2012). Selain itu pada penelitian Tewtrakul et al. juga disebutkan bahwa
terdapat kandungan α-pinen, kamphen, karvon, benzen, eukliptol, borneol dan metil sinamat.
2.2. Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)
Asam sinamat memiliki berbagai aktivitas biologis, antara lain antibakteri, anestetik, antiinflamasi, antispasmodik, antimutagenik, fungisida, herbisida serta penghambat enzim tirokinase. Salah satu turunan asam
sinamat yang terdapat di alam ialah etil p-metoksisinamat yang terdapat
dalam rimpang kencur (Kaemferia galanga) (Hartanti dan Setiawan, 2009).
Gambar 2.2 etil p-metoksisinamat (PubChem)
Etil p-metoksisinamat termasuk kedalam senyawa ester yang
mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga
(21)
dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksan (Barus, 2009).
Etil p-metoksisinamat merupakan turunan sinamat yang biosintesanya
termasuk jalur sikimat. Pembentukan asam sikimat dimulai dengan kondensasi aldol antara suatu tetrosa, yakni eritrosa dan asam
fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini, gugus metilen C=CH2 dari asam
fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan beradiasi dengan gugus karbonil C=O dari eritrosa, menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7 atom karbon. Selanjutnya, reaksi yang analog (intramolekuler) menghasilkan 5-dehidrokuinat yang mempunyai lingkar sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam sikimat. Reaksi pararel yang sejenis terhadap tirosin yang
mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi menghasilkan asam p-kumarat.
(Bangun, 2011).
Gambar 2.3 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenil propanoid untuk
(22)
2.3. Aseton
Rumus molekul : C3H6O
Berat molekul : 58.08 gram/mol
Titik didih pada 760 mmHg : 56,05 oC
Titik beku : -94,7 oC
Densitas pada 20 oC : 0,7845 g/ml
Viskositas pada 20 oC : 0,32 cP
Kelarutan : Larut dalam benzena, air, alkohol,
kloroform.
Aseton memiliki 6 hidrogen yang berposisi α. Hidrogen yang berposisi
α mudah disingkirkan oleh suatu basa kuat sehingga membentuk ion enolat yang stabil karena pengaruh resonansi. Ion enolat ini dapat digunakan sebagai nukleofil dalam reaksi organik (Setiadi, 2008).
Gambar 2.4 Atom hidrogen alfa pada aseton
2.4. Natrium Hidroksida
Sifat fisika kimia natrium hidroksida (PubChem) :
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 39,992509 g/mol
Organoleptis : Padatan putih, bersifat higroskopik
Titik didih : 1388 oC
Titik leleh : 323 oC
Kelarutan : Larut dalam alkohol, air dan gliserol
Stabilitas : Mudah teroksidasi ketika terpapar karbon
dioksida di udara
Natrium hidroksida (NaOH) sebagai basa lemah digunakan dalam reaksi kondensasi claisen sebagai katalis. Basa akan membantu pembentukan enolat dari suatu karbonil.
(23)
2.5. Reaksi Kondensasi
Reaksi kondensasi karbonil adalah salah satu dari reaksi yang paling banyak diterapkan dalam kimia organik. Reaksi ini dapat digunakan pada segala macam senyawa karbonil, termasuk aldehida, keton, ester, amida, ester thiol, dan nitril (Daley, 2005).
Dalam reaksi kondensasi, dua atau kadang lebih senyawa bergabung membentuk senyawa baru (Daley, 2005). Manfaat besar dari kondensasi karbonil adalah bahwa mereka adalah salah satu metode umum untuk membentuk ikatan antar atom karbon, dan memungkinkan untuk membentuk senyawa yang lebih besar (McMurry, 2008).
Salah satu metode kondensasi yang sering digunakan adalah metode kondensasi aldol. Dalam sebuah kondensasi aldol, reaksi suatu enol dan enolat dari aldehida atau keton bereaksi dengan aldehida atau keton kedua membentuk ikatan karbon-karbon baru. Reaksi aldol membutuhkan sebuah
aldehid atau keton yang mengandung setidaknya satu α-hidrogen. Atom α
-hidrogen dibutuhkan untuk pembentukan gugus enol dan enolat (Jones, 2010).
Dalam reaksi yang dikatalisasi oleh basa, atom α-hidrogen yang bersifat asam akan terdeprotonisasi oleh basa membentuk enolat. Enolat bersifat nukleofilik akan bereaksi dengan karbonil yang bersifat elektrofilik dari aldehida atau keton.
Gambar 2.5 Reaksi umum kondensasi aldol (Jones, 2010)
2.6. Iradiasi Microwave
Gelombang mikro adalah radiasi elektromagnetik yang terletak diantara frekuensi radiasi inframerah dan radio, dengan panjang gelombang mulai dari 1 mm hingga 1 m, frekuensinya mulai dari 300 MHz hingga 300
(24)
GHz (Bogdal, 2005; Loupy, 2006). Radiasi gelombang mikro merupakan radiasi nonionisasi yang dapat memutuskan suatu ikatan sehingga mengasilkan energi yang dimanifestasikan dalam bentuk panas melalui interaksi antara zat dengan medium. Energi tersebut direfleksikan, ditransmisikan atau diabsorbsikan (Varma, 2011).
2.6.1. Mekanisme Reaksi Secara Polarisasi Dipolar dalam Iradiasi Microwave
Prinsip dari mekanisme ini adalah terjadinya polarisasi dipolar sebagai akibat adanya interaksi dipol-dipol antara molekul-molekul polar
ketika diradiasikan dengan microwave. Dipol tersebut sangat sensitif
terhadap medan listrik yang berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rotasi pada molekul tersebut sehingga
menghasilkan sejumlah energi (Lidstrom et al, 2001). Energi yang
dihasilkan pada proses tersebut adalah energi kalor sehingga hal tersebut dikenal dengan istilah efek termal (pemanasan dielektrik) (Perreux, 2001). Ilustrasi pergerakan molekul dalam mekanisme polarisasi dipolar
saat diberi radiasi microwave dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Pergerakan molekul dipolar teradiasi microwave (Kingdom, 1998)
Molekul-molekul yang dapat dipanaskan dengan gelombang micro adalah molekul yang bersifat polar, karena pada molekul-molekul yang bersifat non-polar tidak akan terjadi interaksi dipol-dipol antara molekulnya. Molekul-molekul non-polar tersebut bersifat inert terhadap gelombang mikro dielektrik (Perreux, 2001).
2.6.2. Mekanisme Reaksi Secara Konduksi dalam Iradiasi Microwave Mekanisme secara konduksi dapat terjadi pada larutan-larutan yang mengandung ion. Bila suatu larutan mengandung suatu partikel
(25)
bermuatan atau ion yang berkaitan dengan suatu medan listrik maka ion-ion tersebut akan bergerak. Pergerakan tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan dari tumbukan antar molekul sehingga akan merubah energi kinetik menjadi energi kalor (Kingston, 1988).
2.6.3. Pengaruh Iradiasi Microwave terhadap Laju Reaksi
Ketergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius:
K= Ae-Ea/RT
Ea adalah energi aktivasi dari suatu reaksi (dalam kiloJoule per mol), R adalah konstanta gas (8,314 J/Kmol), T adalah suhu mutlak, dan e adalah basis dari skala logaritma. Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan faktor frekuensi. Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi tertentudalam kisaran suhu yang cukup (Chang, 2005).
Microwave dapat menginduksi kenaikan vibrasi suatu molekul sehingga berpengaruh terhadap faktor A pada persaman diatas
(Lindstrom et al, 2001). Kenaikan nilai A akibat kenaikan vibrasi suatu
molekul berbanding lurus dengan nilai K, sehingga K pun juga meningkat (Reza, 2015). Kenaikan nilai K berarti bahwa laju reaksi mengalami peningkatan.
2.7. Identifikasi
2.7.1. Kromatografi
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik analisis kualitatif atau kuantitatif. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang
menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase)
(26)
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat terbagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Kromatografi Lapis Tipis
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi, metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat
sedikit (kira-kira 0,1 g) (Stahl Egon dalam Khirunni’mah, 2012).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia IV, tatalaksana identifikasi senyawa dengan KLT adalah sebagai berikut: totolkan larutan uji dan larutan baku menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat saat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Beri tanda pada jarak 10 hingga 15 cm diatas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi.
(27)
Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana di udara dan amati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (365 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi tertentu, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Deparemen Kesehatan, 1995).
Gambar 2.7 Skema Kromatografi Lapis Tipis (Mufidah, 2014)
b. Kromatografi Kolom
Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yag melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung
(28)
atau disambung melalui sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).
Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm, dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran elarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau alumunium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995).
Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa alumuniom oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan yang diperoleh kromatogram (Departemen kesehatan, 1995).
c. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi
(29)
melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya senyawa akan terelusi berdasarkan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara senyawa dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi senyawa dari ujung kolom untuk meghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran
50-300 oC) bertujuan untuk menjamin bahwa senyawa akan menguap
dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Khopkar, 2003).
2.7.2. Spektrofotometri
a. Spektrofotometri UV-VIS
Spektroskopi UV umumnya mengacu pada transisi elektronik yang terjadi di wilayah spektrum elektromagnetik (λ di kisaran 200 – 380 nm) yang dapat diakses dengan spektrometer UV standard. Transisi elektronik juga bertanggung jawab untuk penyerapan pada wilayah visual (λ di kisaran 380 – 800 nm). Spektrum UV digunakan untuk penentuan struktur yang diperoleh daam larutan (Field, 2007).
Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :
(30)
A = a . b . c Keterangan: a = Daya Serap ; b = Tebal Kuvet ; c = Konsentrasi larutan ; A = Serapan
b. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah yang terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah
4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,5 µm hinga 16 µm) dan
suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan, 1995).
Spektroskopi FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi inframerah diantaranya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008).
Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan pada tingkat energi rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam keadaan diam, setiap ikatan mempunyai frekuensi yang karakteristik untuk terjadi vibrasi ulur (streching vibration) dan vibrasi tekuk (bending vibration) dimana sinar inframerah dapat diserap pada frekuensi tersebut (Suseno dan Firdausi, 2008).
(31)
c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (NuclearMagnetik
Resonance) NMR merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi megenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell and Campbell, 1982).
Spektrum NMR biasanya ditentukan dari larutan substansi yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak boleh mengandung atom hidrogen karena akan mengganggu puncak spektrum. Ada dua cara untuk mencegah gangguan oleh pelarut. Kit
dapat menggunakan pelarut seperti tetraklormetana, CCl4 yang tidak
mengandung hidrogen atau pelarut yang atom hidrogennya telah
diganti dengan isotopnya yaitu deuterium, sebagai contoh CDCl3.
Atom-atom deuterium mempunai sifat magnetik yang sedikit berbeda dengan hidrogen, sehingga mereka akan menghasilkan puncak pada area spektrum berbeda (Sudjadi, 1983).
Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willard et al., 1988) :
1. Magnet
Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan magnet.
2. Probe sampel
Tempat meletakkan sampel dan temat terjadinya resonansi.
3. Sumber dan detektor radiasi radioaktif
Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan oleh pengaruh waktu.
(32)
4. Rekorder data
Memberikan infirmasi berupa sinyal yang dikirim ke suatu komputer untuk diproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis
(33)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat
Penelitian optimasi metode reaksi kondensasi senyawa etil p
-metoksisinamat dengan aseton melalui reaksi iradiasi microwave
dilaksanakan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat, dan Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal, Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3.1.2. Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan November 2015 sampai dengan Agustus 2016.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR (500 MHz, JEOL),
spektrofotometer UV-VIS (HITACHI), vacuum rotary evaporator
(SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), spektrofotometri IR (SHIMADZU), GCMS (AGILENT TECHNOLOGIES), lemari
pendingin, plat alumunium TLC silica gel 60 F254 (Merck), timbangan
analitik, statif, labu reaksi, corong, erlenmayer, labu nasu flask, gelas piala, rak, tabung reaksi, corong pisah, chamber KLT, termometer, blender, pipet eppendorf, mikropipet, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kertas saring, kapas, alumunium foil, vial, botol, pH meter.
3.2.2. Bahan
Senyawa etil p-metoksisinamat, aseton (Merck), natriun
hidroksida (Merck), Silica gel 60, Silica gel GF254 (Merck). Pelarut dan
bahan pembantu lain seperti aquades, metanol, etanol, etil-asetat, n-heksan.
(34)
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi Sampel
a. Pengambilan Sampel
Sampel kencur diperoleh dari kebun Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Bogor, Jawa Barat pada bulan November 2015.
b. Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan kencur (Kaemferia galangan L.)
dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Bogor.
c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi
Sebanyak 55 Kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dirajang sekitar 2-3 mm. Kencur yang telah dirajang dijemur tanpa terkena sinar matahari. Setelah kencur yang dijemur berwarna cokelat muda lalu dihaluskan menggunakan blender (Barus, 2009).
d. Isolasi Etil p-metoksisinamat
Serbuk simplisia kencur dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas dilakukan maserasi
ulang sebanyak 4 kali hingga hasil maserasi menunjukkan warna
hampir menyerupai jernih. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator. Filtrat pekat ini akan
mengendap pada suhu kamar sampai terbentuk kristal (Mufidah, 2014).
Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan dengan penyimpanan. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan pengotornya menggunakan teknik penyaringan. Kristal
(35)
murni dilarutkan dalam etil asetat dan dicek menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat (Mufidah, 2014).
Penghitungan rendemen kristal:
% rendemen =
x 100%
3.3.2. Modifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat a. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat
Metode hidrolisis etil p-metoksisinamat mengacu pada cara
kerja yang telah dilakukan oleh mufidah (2014) dengan modifikasi. Sebanyak 1,5 g (0,0375 mol) NaOH dilarutkan dengan 100 mL etanol p.a dalam gelas kimia dengan pengadukan menggunakan
pengaduk magnetik sambil dipanaskan di atas hot plate dengan
suhu 60-70 oC. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 5
g (0,024 mol) ke dalamnya. Proses hidrolisis dilakukan selama 5 jam (Aulia, 2015). Pengecekan reaksi dilakukan dengan menggunakan KLT dengan eluen heksan-etil asetat (4:1). Hasil reaksi dilarutkan dengan 200 mL aquades hingga larut sempurna, kemudian ditambahkan 15% HCl untuk membentuk endapan hingga pH filtrat mencapai 4. Setelah itu dilakukan pensyaringan dengan kertas saring untuk mendapatkan endapan/residu tersebut. Residu yang didapatkan merupakan hasil hidrolisis yang kemudian dikeringanginkan.
b. Pembentukan senyawa aldehid melalui reaksi oksidasi
Asam p-metoksisinmat (APMS) sebanyak 2 gram
ditambahkan 5 gram Ca(NO3)2 dan asam asetat glasial sebanyak 10
mL. Kocok-kocok sampai APMS larut dalam asam asetat glasial.
Campuran diiradiasi menggunakan microwave 300 watt selama 2
menit. Setelah reaksi dilakukan, sesegera mungkin dicampurkan ke dalam aquades dingin dan disimpan dalam refigerator. Campuran reaksi kemudian dipartisi menggunakan n-heksan ± 30 mL. Lapisan n-heksan kemudian dievaporasi. Didapatkan hasil reaksi
(36)
berupa minyak berwarna kuning. Hasil reaksi tersebut dicek dengan KLT (Bose, 2006).
c. Reaksi Kondensasi Senyawa Aldehid
Aseton (10 mmol) dan senyawa aldehid (10 mmol) ditambahkan dalam 50 mL larutan NaOH 5%. Campuran tersebut ditempatkan dalam microwave yang berada di samping wadah yang berisi es. Campuran tersebut diiradiasi menggunakan microwave dengan kondisi daya dan waktu yang bervariasi seperti pada tabel 3.1, dengan setiap interval 10 detik dimasukkan dalam wadah es dan kembali diiradiasi. Campuran dinetralisasi menggunakan HCl dingin (Shakil, 2010). Selanjutnya dipartisi menggunakan campuran aquades : etil asetat (1:1). Fase etil asetat diuapkan dan kemudian hasil reaksi dicek menggunakan KLT.
Tabel 3.1 Kondisi Optimasi Reaksi Kondensasi
Kondisi Daya Waktu
1
300 W
5 menit
2 10 menit
3 15 menit
4 20 menit
5
450 W
5 menit
6 10 menit
7 15 menit
8 20 menit
9
600 W
5 menit
10 10 menit
11 15 menit
12 20 menit
Hasil reaksi kemudian dipartisi menggunakan aquades dan etil asetat dengan perbandingan 1:1. Campuran tersebut akan membentuk 2 fase yaitu fase etil asetat (atas) dan fase aquades (bawah). Lapisan etil asetat diuapkan lalu dimurnikan dengan KLT preparatif.
(37)
3.3.3. Pemurnian dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif a. Pembuatan plat KLT preparatif
Sebanyak 5 g silika GF 254 dilarutkan dalam 11 ml aquades. Aduk sebesar hingga campuran menjadi homogen. Tuang diatas plat kaca 10x10 cm hingga merata. Dikeringkan selama 120 menit pada
suhu ruang, kemudian diaktivasi dengan pemanasan 120oC selama
60 menit di dalam oven (Merck).
b. Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi
Larutkan senyawa hasil modifikasi dalam etil asetat. Buat batas atas dan batas bawah selebar 1 cm pada bagian atas dan bawah plat KLT. Totolkan senyawa hasil modifikasi menggunakan pipa kapiler sepanjang batas bawah plat KLT. Elusi menggunakan campuran n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 4:1. Hasil elusi dapat dilihat dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Pisahkan pita hasil elusi, selanjutnya dipartisi menggunakan etil asetat dan diuapkan.
3.3.4. Identifikasi Senyawa
a. Identifikasi Organoleptis
Senyawa yang didapat dari hasil modifikasi diidentifikasi warna, bentuk dan juga bau.
b. Pengukuran Titik Leleh
Senyawa yang didapat dari hasil modifikasi diidentifikasi titik
lelehnya menggunakan alat apparatus melting point.
c. Identifikasi Senyawa Menggunakan GCMS
Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30m x 0,25 mm ID x
0,25 µm); suhu awal 70 oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285
o
C. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling
(38)
d. Identifikasi Senyawa Menggunakan 1H-NMR dan 13C-NMR Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut kloroform bebas proton (khusus NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk dianalisis.
(39)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan optimasi daya dan waktu iradiasi microwave
pada reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan aseton. Tujuan
penelitian ini yaitu melakukan optimasi metode reaksi, melakukan purifikasi
senyawa, dan melakukan elusidasi struktur modifikasi senyawa etil p
-metoksisinamat.
4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat 4.1.1 Hasil Determinasi
Gambar 4.1 Rimpang Kencur (Sumber: Koleksi pribadi)
Untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel
meupakan spesies tanaman Kaemferia galanga L. Sertifikat hasil
determinasi dapat dilihat pada lampiran 2. 4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia
Rimpang kencur diperoleh dari kebun Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) sebanyak 55 Kg. Setelah melalui rangkaian proses pembuatan simplisia (lampiran 3) diperoleh serbuk simplisia kencur sebanyak 7,97 Kg. Serbuk simplisia yang diperoleh berwarna kecokelatan (Gambar 4.2)
(40)
Gambar 4.2 Serbuk kering simplisia kencur (Kaemferia galanga L.) (Sumber: Koleksi pribadi)
4.1.3 Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dalam berbagai
tahapan (lampiran 3). Mulai dari preparasi simplisia rimpang kencur sebanyak 55 Kg hingga menjadi serbuk simplisia sebanyak 7,97 Kg, ekstraksi menggunakan metode maserasi serbuk simplisia dengan
n-heksan, kemudian dievaporasi menggunakan vaccum rotary evaporator
dengan suhu pemanasan 45-50oC dan selanjutnya dilakukan rekristalisasi
menggunakan n-heksan dan metanol.
Proses rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kristal etil
p-metoksisinamat dalam pelarut n-heksan dan metanol secara bergantian.
Kristal etil p-metoksisinamat yang didapatkan sebanyak 409.5 gram.
Kristal yang didapat berwarna putih kemudian dilakukan identifikasi menggunakan KLT. Eluen yang digunakan pada saat KLT adalah n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1, didapatkan nilai Rf = 0,5625 seperti pada gambar 4.3.
Nilai persentase rendemen kristal:
% rendemen =
(41)
Gambar 4.3 KLT senyawa etil p-metoksisinamat
4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat
Pada percobaan pendahuluan, reaksi kondensasi dilakukan langsung
pada senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan berbagai kondisi.
Senyawa yang dihasilkan mayoritas terjadi self kondensasi antara aseton dengan aseton, dan tidak terbentuk reaksi antara EPMS dengan aseton. Berdasarkan percobaan pendahuluan tersebut, maka senyawa EPMS diubah menjadi bentuk aldehid terlebih dahulu sehingga diharapkan lebih reaktif dengan senyawa aseton. Untuk mendapatkan senyawa aldehid dari EPMS, dilakukan 2 tahapan reaksi yaitu hidrolisis dan oksidasi.
4.2.1 Reaksi Hidrolisis Etil p-metoksisinamat
Reaksi hidrolisis dilakukan dengan NaOH sebagai katalis basa dan
etanol p.a sebagai pelarut. Mekanisme reaksi hidrolisis diinisiasi oleh
protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan proton dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofolik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994).
Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis EPMS NaOH
Stirrer 5 jam
Suhu 60 oC
NaOH
Etanol
H2O
(42)
Proses hidrolisis dilakukan menggunakan metode penelitian Aulia (2015). NaOH sebanyak 1,5 gram (0,0375 mol) dilarutkan dengan 100
mL etanol pro analisys hingga larut sempurna dengan menggunakan
bantuan magnetic stirrer di atas hot plate, kemudian ditambahkan EPMS
sebanyak 5 gram (0,024 mol). Campuran tersebut selanjutnya dipanaskan
pada suhu 60oC selama 5 jam sampai terbentuk koloid. Hasil reaksi
dimonitor setiap selang waktu 15 menit sampai terbentuk spot asam p
-metoksisinamat (APMS) dan tidak ada lagi spot EPMS yang tersisa dengan menggunakan kromatografi lapis tipis seperti yang trlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.5 Pola Spot KLT Hasil Reaksi Hidrolisis Keterangan: 1) EPMS ; 2) APMS
Ketika reaksi ini selesai, dilakukan filtrasi dan pencucian dengan aquades. Filtrat yang diperoleh memiliki pH basa yakni 13 kemudian
ditambahkan HCl 15% untuk mengikat Na+ sehingga terbentuklah
endapan putih berupa hasil hidrolisis sampai pH 4 atau tidak lagi terbentuk endapan. Residu yang didapat kembali dicuci dengan aquades untuk menghilangkan garam yang terbentuk kemudian dikeringanginkan (Mufidah, 2014). Residu yang didapatkan berwarna putih (lihat lampiran 8).
Bobot rendemen asam p-metoksisinamat yang didapatkan sebesar
4.115 mg, berikut hasil perhitungan % rendemen senyawa APMS: EPMS
(43)
% Rendemen Hidrolisis =
x 100%
= 82,3 %
4.2.2 Pembentukan Senyawa Aldehid Melalui Oksidasi Alkena
Oksidasi merupakan suatu reaksi penambahan unsur oksigen terhadap suatu senyawa. Reaksi oksidasi pada rantai alkena disertai dengan pelepasan rantai rangkap pada senyawa tersebut. Reaksi oksidasi
alkena dilakukan pada senyawa asam p-metoksisinamat untuk
membentuk senyawa aldehid. Reaksi oksidasi akan terjadi jika senyawa ditambahkan dengan suatu oksidator. Oksidator yang digunakan pada reaksi kali ini yaitu kalsium nitrat (Ca(NO3)2) yang bersifat oksidator
kuat.
Gambar 4.6 Mekanisme reaksi oksidasi alkena
Reaksi oksidasi alkena ini dilakukan menggunakan prosedur reaksi
nitrasi senyawa asam p-metoksisinamat. Reaksi dilakukan menggunakan
iradiasi microwave 300 W selama 2 menit. Senyawa yang telah diiradiasi ditambah dengan aquades dingin untuk menurunkan suhu dan menjaga agar senyawa aldehid tetap stabil (Bose, 2006). Selanjutnya campuran tersebut di partisi menggunakan n-heksan dan dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator.
Dikarenakan bukan prosedur reaksi major, maka persentase rendemen yang didapatkan kecil. Bobot rendemen senyawa 4-metoksi benzaldehid yang didapatkan sebesar 158 mg, berikut hasil perhitungan % rendemen senyawa 4-metoksi benzaldehid.
% Rendemen Hidrolisis =
x 100% = 7,9 %
(44)
4.2.3 Reaksi Kondensasi Senyawa Aldehid Hasil Oksidasi
Reaksi kondensasi merupakan reaksi penggabungan 2 senyawa menjadi senyawa yang lebih besar. Reaksi kondensasi dilakukan pada senyawa 4-metoksi benzaldehid yang didapat dari reaksi sebelumnya dengan senyawa aseton. Basa yang digunakan sebagai katalis reaksi kondensasi yaitu senyawa natrium hidroksida (NaOH).
Senyawa 4-metoksi benzaldehid sebanyak 60 mg (0,44 mmol) dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 33,310 µL (0,44 mmol) aseton dan 1,1 mL NaOH 10%. Campuran beberapa senyawa tersebut dihomogenisasi menggunakan vorteks. Campuran yang telah homogen tersebut ditempatkan dalam microwave yang berada di samping wadah berisi es. Campuran tersebut diiradiasi pada daya 600 W selama 20 menit (berdasarkan optimasi pada gambar 4.7), dengan setiap interval 10 detik dimasukkan dalam wadah es dan kembali diiradiasi. Pemilihan daya dan waktu tersebut dirasa optimal dikarenakan pada daya dan waktu tersebut senyawa hasil kondensasi sudah terbentuk, namun pada daya dan waktu lebih dari itu ada kemungkinan senyawa masih terbentuk. Kemudian fungsi pendinginan pada interval 10 detik pada saat reaksi yaitu untuk menjaga agar senyawa aldehid yang digunakan tetap stabil. Campuran dinetralisasi menggunakan HCl dan selanjutnya dipartisi menggunakan campuran etil asetat dan n-heksan dengan perbandingan 1:1. Fase etil asetat dipisahkan dan diuapkan.
(a) (b) (c)
Gambar 4.7 Optimasi waktu reaksi kondensasi Keterangan: (a) 300 W (b) 450 W (c) 600 W
5’
(45)
Mekanisme reaksi kondensasi (gambar 4.8) diawali dengan pembentukan enolat ion dari aseton yang dikatalisasi oleh NaOH. Aseton akan melepaskan 1 atom α-hidrogen sehingga terjadi resonansi seperti pada gambar. Enolat ion dari aseton yang bersifat nukleofil akan bereaksi dengan senyawa metoksi benzaldehid sehingga membentuk senyawa 4-hydroxy-4-(4-methoxyphenyl)butan-2-one. Akibat dari penambahan asam klorida (HCl) berlebih dalam proses ekstraksi, senyawa tersebut
mengalami dehidrasi sehingga melepaskan senyawa H2O dan membentuk
senyawa hasil berupa senyawa 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one atau
dengan nama lain p-metoksibenzaldehid.
Gambar 4.8 Mekanisme reaksi kondensasi
Bobot rendemen senyawa 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one yang didapatkan sebesar 40,4 mg, berikut hasil perhitungan % rendemen senyawa tersebut:
% Rendemen senyawa hasil =
x 100% = 67,33 %
NaOH
+H
+HCl berlebih
Aseton Ion Enolat
4-metoksi benzaldehid
4-hydroxy-4-(4-methoxyphenyl)butan-2-one 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one
(46)
4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi
Identifikasi senyawa hasil modifikasi yang paling mudah adalah membandingkan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1. Nilai Rf yang didapat adalah sebagai berikut:
Etil p-metoksisinamat : 0,5625
Asam p-metoksisinamat : 0,0875
Senyawa aldehid : 0,4750
Senyawa hasil kondensasi : 0,3250
Gambar 4.9 Identifikasi senyawa modifikasi dengan KLT Keterangan: 1) EPMS; 2) APMS; 3) Aldehid; 4) Hasil kondensasi
4.3.1 Senyawa Hasil Hidrolisis Etil p-metoksisinamat
Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Warna : Putih
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Serbuk
Senyawa hasil hidrolisis dilakukan elusidasi struktur dengan analisa menggunakan instrumen GCMS. Analisa hanya dilakukan dengan
GCMS karena senyawa asam p-metoksisinamat merupakan senyawa
antara dalam proses modifikasi struktur EPMS melalui reaksi kondensasi. Interpretasi data GCMS pada senyawa hasil hidrolisis menunjukkan bahawa senyawa hasil hidrolisis muncul pada waktu
1 2 3 4
(47)
retensi 9,637 yang memiliki berat molekul 178,0 dengan pola fragmentasi massa pada 161; 131; 117; 89; 77 dan 63 (Gambar 4.10)
Gambar 4.10 Fragmentasi MS senyawa hasil hidrolisis
Berdasarkan berbagai data identifikasi organoleptis, KLT, dan GCMS terhadap senyawa hasil hidrolisis yang telah dilakukan diatas dapat diketahui bahwa reaksi hidrolisis telah berhasil dilakukan untuk
merubah gugus etil p-metoksisinamat menjadi gugus asam p
-metoksisinamat.
Gambar 4.11 Struktur asam p-metoksisinamat 4.3.2 Senyawa Aldehid
Senyawa hasil oksidasi yang merupakan senyawa aldehid memiliki karakteristik organoleptis sebagai berikut:
Warna : Kuning
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Kristal
M/Z: 133 M/Z: 107
M/Z: 77
M: 178,0
-OH
-CO
-OCH3 -
(48)
Hasil reaksi oksidasi terdiri dari beberapa senyawa. Salah satu senyawa yang dihasilkan yaitu 4-metoksi benzaldehid dengan persentase rendemen sebanyak 7,9%. Identifikasi senyawa 4-metoksi benzaldehid
yang merupakan turunan dari senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan
menggunakan kromatografi lapis tipis dan GCMS.
Gambar 4.12 Pola KLT senyawa aldehid hasil reaksi oksidasi APMS
Keterangan: 1) APMS; 2) 4-metoksi benzaldehid
Berdasarkan pola KLT yang terbentuk (gambar 4.12), didapatkan nilai Rf senyawa APMS sebesar 0,0875 dan nilai Rf senyawa 4-metoksi benzaldehid sebesar 0,4750. Analisa senyawa 4-metoksi benzaldehid yang dilakukan menggunakan instrumen GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil reaksi muncul pada waktu retensi 6,657 menit yang memiliki berat molekul (BM) 135,0 serta fragmentasi massa pada 107; 92; dan 77. Berikut fragmentasi senyawa 4-metoksi benzaldehid:
(49)
-COH -CH3
Gambar 4.13 Fragmentasi MS senyawa 4-metoksi benzaldehid
4.3.3 Senyawa Hasil Kondensasi
Senyawa hasil kondensasi 4-metoksi benzaldehid dengan aseton memiliki karakteristik sebagai berikut:
Warna : Merah kehitaman
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Serbuk
Pengkuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting point.
Rentang titik leleh senyawa hasil kondensasi 4-metoksi benzaldehid
dengan aseton ada pada 75-78 oC.
Identifikasi selanjutnya dilakukan menggunakan instrumen GCMS
dan 1H-NMR. Hasil interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa
hasil kondensasi muncul pada waktu retensi 9,283 dan memiliki berat molekul 176 dengan fragmentasi massa pada 161, 133, 103, dan 77 (lihat Gambar 4.14). Adapun fragmentasi massa tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 4.14 Fragmentasi massa GCMS senyawa hasil kondensasi
M/Z: 135 M/Z: 107 M/Z: 92
M/Z: 77
-O
M/Z: 176 M/Z: 161
M/Z: 133 M/Z: 103
(50)
Gambar 4.15 Spektrum GCMS senyawa hasil kondensasi
(51)
Data analisa dan interpretasi GCMS selanjutnya dikonfirmasi
dengan analisa 1H-NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai
pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et al, 2008). Adapun hasil
analisis senyawa hasil kondensasi dengan 1H-NMR (Lampiran 12)
ditunjukkan pada tabel 4.1 dengan panduan gambar 4.17
(a)
(b)
Gambar 4.17 (a) Etil p-metoksisinamat (b) 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one
Tabel 4.1 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H-NMR senyawa A
(CDCl3, 500 MHz)
Senyawa Hasil Kondensasi Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)
Posisi Pergeseran Kimia (δ,
ppm) Posisi
Pergeseran Kimia ((δ,
ppm)
- - 15 1,33 (t, 3H, J=7,15)
- - 14 4,25 (q, 2H, J=7,15)
13 2,36 (s, 3H) - -
2 6,61 (d, 1H, J=16,0) 2 6,31 (d, 1H, J=15,6) 3 8,04 (d, 1H, J=16,0) 3 7,65 (d, 1H, J=16,25) 5 & 9 6,93 (d, 2H, J=9,35) 5 & 9 6,90 (d, 2H, J=9,05) 6 & 8 7,49 (d, 2H, J=11,02) 6 & 8 7,47 (d, 2H, J=8,45)
(52)
Gambar 4.18 Spektrum 1H-NMR senyawa hasil kondensasi
Berdasarkan data 1H NMR pada tabel diatas, pergeseran kimia 1,33 ppm dan 4,25 ppm pada senyawa EPMS sudah tidak muncul pada data senyawa hasil kondensasi, hal tersebut menandakan senyawa hasil kondensasi sudah tidak memiliki gugus ester. Kemudian pada pergeseran
kimia pada 2,36 ppm berbentuk singlet menunjukkan gugus metil
pengganti gugus ester pada EPMS. Pada pergeseran kimia 6,61 ppm dan
8,04 ppm berbentuk doublet dengan rentang konstanta kopling (J) 16,1
dan 15,9 Hz. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J) 11-18 Hz dapat
mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki konfigurasi trans
(Pavia et al, 2008). Kemudian pada pergeseran kimia 6,93 ppm – 7,49
ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua substitusi.
Pola sinyal ini menunjukkan 2 proton ekivalen terkopling secara orto
(53)
sinyal ini adalah sinyal dari H 5/9 dan H6/8. Kemudian pada pegeseran
kimia 3,85 ppm berbentuk singlet dengan integrasi 3 proton. Sinyal ini
menunjukkan gugus CH3 yang berikatan dengan oksigen (-OCH3;
(54)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kondisi daya dan waktu yang optimal iradiasi microwave pada
kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan aseton yaitu 600 W
selama 20 menit.
2. Kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan aseton melaui reaksi
iradiasi microwave menghasilkan senyawa 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one.
5.2 Saran
Perlu dilakukan uji antiinflamasi secara in vitro dan in vivo terhadap
senyawa 4-(4-methoxyphenyl)but-3-en-2-one dibandingkan dengan
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J.J., 2002. Bertanam Kencur.Edisi Revisi. Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-33.
Fattah, Muhammad Hatta. 2011. Mukjizat Pengobatan Herbal dalam Al-Qur’an Mirqat: Jakarta.
Aroonerk, N. Dan Kamkaen, N. 2009. Anti-Inflamatory activity of Quercus
infectora, Glyrriza uralentis, Kaemferia galanga, dan Captis chinensis, the main component of thai herbal remedies for ophthous ulcer. Journal of Health Research. 23 (1). 17-22.
Backer. C. A. R. C. B. Van der Briak. 1986. “Flora Of Java”. Vol 2 Walters Noordhoff. N. V. Groningen. P. 33
Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-
Metoksifenil) Akrilamida dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) melalui Amidasi dengan Dietanolamin. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia galanga, Linn). Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bhuiyan., Hossain, Mahmud and Al-Amin, M. 2011. Microwave-assisted Efficient
Synthesis of Chalcones as Probes for Antimicrobial Activities. Chemistry Journal. 3(2) : 2465 – 2479.
Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffe againts the denaturation of protein. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine S178S180.
Cresswell, C. J. Runquis dan Campbell. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Daley, Richard F. dan Sally J. Daley. 2005. Organic Chemistry Chapter 20
Carbnyl Condensation Reaction.
(56)
Ekowati, J,; Tejo, B. A.; Sasaki, S.; Highasiyama, K.; Sukardiman; Siswandono;
Budiati, T. 2012. Structure Modification of Ethyl p- Methoxycinnamate and
Their Bioassay as Chemopreventive Agent Against Mice’s Fibrosarcoma. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(3). Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Hadi, Qudsi. 2014. Modifikasi Sttruktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang
Diisolasi dari Kencur (Kaemferia Galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Hartanti, Lanny dan Setiawan, Henry K. 2009. Daya Hambat Beberapa Turunan
Asam Sinamat SintetikTerhadap Enzim Tirosinase. Indo. J. Chem. 9(1).
Katzung, G.B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 6. Salemba Medika. Jakarta.
Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta, UI-Press.
Koca, Murat; Ali S. Erturk; Adil Umaz. 2015. Microwave-assisted intermolecular
aldol condensation: efficient one-step synthesis of 3-acetyl isocoumarin and optimization of different reaction conditions. Arabian Journal of Chemistry. McMurry, John. 2008. Organic Chemistry. Thomson Higher Education. Belmont:
USA.
Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
yang Diisolasi dari kencur (Kaemferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Mustafa, M., Mustafa, A.M. and Hoshum, S. 1996. Vasorelaxant effect of the chloroform extract of Kaemferia galanga Linn on smooth muscle of the rat aorta. Asia Pasific Journal of Pharmacology. 11 (3-4). 97-101.
Nasution, R.E. 1992. Prosiding Seminar dan Loka Karya Nasional Etnobotani,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI-LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta.
(57)
Omar, M. N.; Hasali, N. H. M.; Alfarra, H. Y.; Yarmo, M. A., Zuberdi, A. M. 2014. Antimicrobial activity and microbial transformation of ethyl p-methoxycinnamate extracted from Kaemferia galanga. Orient. J. Chem. 30 (3).
Opie EL. On The Relation of Necrosis and Inflamation to Denaturation of
Proteins. J Exp Med. 1961; 115; 597-608. [PMCID: PMC2137504] [PubMed: 14482110].
Othman, R., Ibrahim, H., Mohd, M.A., Mustafa, M.R., and Awang K. 2006. Bioassay-guided Isolation of vasorelaxant active compound from Kaemferia galanga L., Phytomedicine. 13, 61-66.
Oyedapo, O. O.; B.A Akimpeu, K.F. Akinwunmi; M.O Adeyika; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potential of Extract of Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant Physiology and BioChemistry Vol. 2(4) 46-51.
Pubchem. Akses online via http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses pada
tanggal 20 Februari 2016).
Riyanto, Sugeng. 1986. Transformasi Etil p-Metoksisinamat yang berasal dari
Kaemferia galanga Linn. Menjadi p-Metoksistiril Metil Keton. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung
Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. Rostiana, O., Rosita SMD, W. Haryudin, Supriadi dan S. Aisyah, 2003. Status
pemuliaan tanaman kencur. Status Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XV. No 2. Hal. 25-37.
Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Sen, S. et al. 2010. Analgesic and Anti-inflamantory Herbs: A Potential Source of
Modern Medicine. IJPSR, 2010; Vol. 1 (11): 32-44 ISSN: 0975-8232.
Setiadi, Irwan Muhammad. 2008. Sintesis Maltovanilat melalui Mekanisme
Steglich menggunakan Pelarut Aseton. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.
Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya:
(58)
Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Fakultas Farmasi UGM. Bandung: Ghalia Indonesia,
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung.
Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of Kaemferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol Vol. 27 (Suppl. 2): Thai Herbs.
Umar, Muhammmad I; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl p-methoxycinnamate, an Anti-inflamatory Constituent,
from Kaemferia galanga L. Extract. Molecules, 17, 8720-8734.
Umapathy E, Ndebia EJ, Meeme A, Adam B, Menziwa P, Nkeh-Chungag BN, et
al. An Experimental Evaluation of Albuca Setosa Aqueous Extract on Membrane Stabilization, Protein Denaturation and White Blood Cell Migration During Acute Inflammation. J Med Plant Res. 2010; 4: 789-795. Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.
Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing
(59)
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Senyawa Etil p-metoksisinamat
Asam p-metoksisinamat
Pemurnian Senyawa
Identifikasi Struktur Senyawa Hidrolisis
Oksidasi Senyawa Aldehid
Senyawa
Kondensasi
Isolasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
(60)
(61)
Lampiran 3. Skema Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur
Rimpang Kencur
Serbuk Simplisia
Dibersihkan
Dirajang
Dikeringkan
Diblender
Ekstrak Kencur
Maserasi menggunakan n-heksan
Kristal
Dievaporasi
Kristal EPMS murni
Rekristalisasi menggunakan n-heksan dan metanol
(62)
Lampiran 4. Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi
Senyawa Hasil Modifikasi
Kromatografi Lapis Tipis
KLT Preparatif
Identifikasi menggunakan Instrumen
GCMS
Spektrofotometri IR 1H-NMR & 13C-NMR
(63)
Lampiran 5. Alur Kerja Reaksi Kondensasi
60 mg 4-metoksi benzaldehid + 33,3 µL Aseton + 1,1 mL
NaOH 10% dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup
Homogenkan menggunakan vorteks
Masukkan dalam microwave yang berada di samping wadah
berisi es Iradiasi dengan variasi daya
&waktu
Masukkan dalam wadah berisi es
ditambahkan HCl dan dipartisi dengan campuran aquades :
etil asetat (1:1)
Ambil fase etil asetat dan selanjutnya diuapkan
(64)
Lampiran 6. Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 1. NaOH
Gambar 2. HCl
Gambar 3.
Kalsium Nitrat Tetra-Asetat
Gambar 4. Asam Asetat
Gambar 5. Aseton
Gambar 6. Alat Melting Point
(65)
Gambar 7. Microwave
Gambar 8. GCMS
Ket: 1) Injektor; 2) Tempat sampel; 3) Oven dan kolom; 4) Detektor; 5) Display
2 1
3 4
(66)
Gambar 7. NMR
(67)
Lampiran 7. Perhitungan Reaksi
1. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Hidrolisis a. Etil p-metoksisinamat
Terpakai = 5,00 g
BM = 206,24 g/mol
Mol =
=
=
0,024 molb. NaOH
BM = 40 g/mol
Mol = 1,5 x 0,024
= 0,036 mol
Massa (g) = mol x BM
= 0,036 x 40
= 1,44 g, terpakai 1,5 gram
2. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Oksidasi a. Asam p-metoksisinamat
Terpakai = 2,00 g
BM = 178 g/mol
Mol =
= = 0,011 mol b. Kalsium nitrat tetra-hidrat (Ca(NO3)2)
Terpakai = 5,00 g
BM = 236,15 g/mol
Mol =
= 0,021 mol
(68)
c. Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
Terpakai = 10 mL
BM = 60,05 g/mol
ρ = 1,05 g/mL
Massa = Volume x ρ = 10 mL x 1,05 g/mL = 10,5 g
Mol =
=
= 0,175 mol
3. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Kondensasi a. Senyawa Aldehid Hasil Oksidasi
Massa = 60 mg
BM = 136 g/mol
Mol =
=
= 0,00044 mol = 0,44 mmol b. Aseton
Mol = 0,44 mmol
BM = 58,07 g/mol
ρ = 0,79 g/mL
Massa = mol x BM
= 0,44 mmol x 58,07 g/mol = 0,0256 g
Volume =
=
= ± 0,033 mL = ± 33 µL
(69)
Lampiran 8. Gambar Senyawa
Gambar 1. Etil p-metoksisinamat
Gambar 2.
Asam p-metoksisinamat
Gambar 3. 4-metoksi benzaldehid
Gambar 4.
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 10. Spektrum GCMS Senyawa Aldehid
(3)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 11. Spektrum GCMS Senyawa Hasil Kondensasi
(4)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(5)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan)
(6)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan)