1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk menentukan apakah dapat dibuat isolat protein dari Pabrik Kecap dan menentukan kadar protein yang terkandung pada bubuk isolat protein dari
pabrik Kecap tersebut. 2.
Untuk mengetahui bahwa ubi kayu yang tidak memiliki nilai gizi dengan penambahan isolat protein menjadi makanan yang bernilai gizi,
3. Diversifikasi makanan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada : 1.
Pengusaha pabrik kecap bahwa limbah padatnya masih dapat digunakan sehingga bisa menambah income pendapatan pabrik kecap tersebut.
2. Untuk membuat diversifikasi makanan bagi jajan anak – anak yang bernilai
gizi khususnya bagi balita. 3.
Membantu pemerintah dalam menanggulangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh buangan limbah kecap.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia KBM Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Pangan Badan
Riset dan Standardisasi Industri Medan di Jl. Sisingamaraja No. 24 tepat di depan Taman Makam Pahlawan Medan.
1.7. Metodolodi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel secara statistik.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyediaan sampel yaitu limbah padat pabrik kecap dicuci bersih dulu lalu
direbus dan dihaluskan kemudian disaring, ditambah batu tahu selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari dan dihaluskan.
3. Ditentukan parameter kadar protein.
4. Pembuatan kerupuk dengan variasi perbandingan antara campuran ubi kayu
dan isolat protein dari Pabrik Kecap yaitu 1:0, 1:1, 1:2, 1:3 dengan penambahan wortel.
5. Ditentukan parameter kadar protein dan kadar β – karoten, yaitu :
• Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. • Penentuan kadar β – karoten dengan MPOB Test Method p.2.6: 2004
6. Dilakukan uji organoleptik dengan skala hedonik.
7. Data diolah secara statistik dengan metode CCT Chauvenet Criterion Test.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protein
Protein dibuat dari satu atau lebih rantai polipeptida yang terdiri dari banyak asam amino yang dihubungkan oleh rantai peptida. Berat molekul protein bervariasi mulai
dari 5000 hingga satu juta atau lebih. Semua protein, tanpa memperhatikan fungsi atau jenis dari sumbernya dibuat dari dua puluh asam amino, yang disusun dari rangkaian
yang bervariasi Lehninger, 1976.
Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein hewani sama
dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan
memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai, semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah dibandingkan hewani Agus
Krisno Budianto, 2009.
Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah – buahan. Beberapa makanan yang
mengandung protein serta kadar proteinnya dapat dilihat pada tabel Anna poedjiadi, 1994.
2.5.1. Fungsi Protein
Berdasarkan fungsi biologinya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim dehidrogenase, kinase, protein penyimpanan feritin, mioglobin, protein pengatur
protein pengikat DNA, hormon peptida, protein struktural kolagen, proteoglikan, protein pelindung faktor pembekuan darah, imunoglobulin, protein pengangkut
Universitas Sumatera Utara
hemoglobin, lipoprotein plasma dan protein kontraktil motil aktin, tubulin Robert K. Murray, 2003.
Protein yang mempunyai fungsi sebagai media perambatan impuls saraf ini biasanya berbentuk reseptor; misalnya rodopsin, suatu protein yang bertinak sebagai
reseptor penerima warna atau cahaya pada sel – sel mata Winarno, 1997.
2.5.2. Salting Out
Pertama – tama cara presipitasi isoelektrik, diikuti dengan metoda salting – out atau pengendapan proteinnya dengan menurunkan konstanta dielektrik dari medium
dengan etanol. Protein pengotor lain dapat dihilangkan dengan cara denaturasi selektif atau koagulasi. Pada tahap terakhir dilakukan dengan metoda kromatografi dan
elektroforesa, untuk mendapatkan protein yang murni Wirahadikusumah, 1977.
2.5.3. Analisa Protein Secara Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Reaksi untuk melihat adanya gugus fenil pada molekul protein, gugus fenil dengan asam nitrat membentuk senyawa nitro yang berwarna kuning setelah dipanaskan.
2. Reaksii Sakaguchi
Reaksi ini berdasarkan adanya gugus guanidin dengan reagensia Sakaguchi, memberikan warna merah.
3. Reaksi Millon
Reaksi ini berdasarkan inti fenol bereaksi dengan reagensia Millon, memberikan warna merah.
4. Metode Biuret
Reaksi ini berdasarkan adanya dua atau lebih ikatan peptida dengan reagensia Biuret memberikan warna lembayung Pantjita H, 1993.
5. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung
sistein dapat memberikan hasil positif.
Universitas Sumatera Utara
6. Reaksi Hopkins – Cole
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung
triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins – Cole hingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu
pada batas antara kedua lapisan tersebut Anna Poedjiadi, 1994.
2.5.4. Analisa Protein Secara Kuantitatif
1. Metode Biuret.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO
4
encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa – senyawa yang mengandung gugus amida asam.
2. Metode Lowry
Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi yang
ditera. Kosentrasi protein diukur berdasarkan optik density pada panjang gelombang 600 nm.
3. Metode Spektrofotometer UV
Kebanyakan protein mengabsorpsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin triptofan dan fenilalanin yang ada
pada protein tersebut. 4.
Metode Turbidimeter Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila
ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K
4
FeCN
6
atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
5. Penentuan Protein dengan Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa NaOH, kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Indikator yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila
tepat terjadi perrubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
Universitas Sumatera Utara
6. Metode Kjeldahl
Prinsip metode Kjeldahl adalah mula – mula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia
yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro.
Cara makro – Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1– 3 gram, sedangkan semimikro – Kjeldahl dirancang untuk sampel
yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen Maria Bintang, 2010.
1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur – unsurnya.Elemen karbon, hydrogen teroksidai menjadi
CO, CO
2
dan H
2
O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Untuk mempercepat proses dekstruksi sering ditambahkan katalisator selenium. Dengan penambahan bahan katlisator tersebut titik didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370 – 410
C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi.
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar.Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3 dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR dan atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai
destilat tidak bereaksi basis.
3. Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N
N =
�� ��� ������−������ ����� ������ �� 1000
x N HCl x 14,008 x 100 Setelah diperoleh N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor : P = N x faktor konversi
Slamet Sudarmadji, 1989 .
Universitas Sumatera Utara
2.2. Multi Purpose Food MPF
Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada suatu bahan pangan pokok saja Suyarno, E.,
1989. MPF Multi Purpose Food merupakan teknologi tepat guna yang mempunyai tujuan untuk menciptakan makanan baru yang mempunyai nilai gizi yang baik,
menciptakan makanan yang lezat dan bernilai ekonomis rendah dan menciptakan makanan yang siap saji tetapi mempunyai mutu yanga tinggi untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bidang pangan.
Menurut W.C. Rose 1950 bahwa MPF mempunyai 4 fungsi yaitu : 1.
Konsumsi protein boleh dipenuhi oleh protein nabati 2.
Peningkatan nilai gizi bahan makanan yang rendah nilai gizinya 3.
Pemanfaatan bahan makanan rendah nilai gizi 4.
Diversifikasi bahan pangan.
Yang dimaksud dengan penganekaragaman pangan adalah upaya untuk mengankeragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu gizi makanan yang dikonsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status
gizi penduduk. Pola konsumsi pangan, yang lebih banyak menekankan ebergi berasal dari karbohidrat didorong untuk berubah ke arah pola sesuai dengan Pedoman Umum
Gizi seimbang PUGS, Sunita Almatsier, 2004.
2.3. Kacang Kedelai