21 simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, 4 mengubah suatu bentuk
representasi ke dalam bentuk lain, 5 mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep, 6 mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep, dan 7 membandingkan dan membedakan konsep- konsep.
Asep Jihad dan Abdul Haris Armana, dkk, 2011:195 menambahkan indikator
yang menunjukkan pemahaman konsep matematika sebagai berikut. 1
Menyatakan ulang suatu konsep. 2
Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
3 Memberikan contoh dan non contoh dari konsep.
4 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5 Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
6 Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi ter-
tentu. 7
Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep mate-
matis adalah kemampuan siswa memahami suatu materi dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan ide-ide matematika. Indikator pemahaman
konsep dalam penelitian ini adalah menyatakan ulang sebuah konsep yang telah diajarkan, mengklasifikasikan sebuah objek berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri
tertentu, memberikan contoh dan non contoh dari sebuah konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat
perlu dan syarat cukup dari suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu, serta dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma
dalam pemecahan masalah.
22
D. Kerangka Pikir
Belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap
suatu informasi sehingga terjadi pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan partisipasi guru dalam
membangun pemahaman siswa. Partisipasi itu dapat berwujud sebagai bertanya secara kritis untuk meminta kejelasan sehingga siswa terdorong untuk
memperbaiki dan mengembangkan pemahamannya maka pembelajaran harus berpusat kepada siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan solusi untuk
pembelajaran yang diharuskan berpusat kepada siswa. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif siswa mampu berperan aktif mengeluarkan pendapat,
bertanya, dan berpikir kritis terhadap suatu konsep permasalahan yang diberikan guru. Ada banyak model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model
TSTS. Model pembelajaran TSTS ini membagi siswa ke dalam kelompok kecil ber-
anggotakan 4 orang yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Sebelum pembelajaran TSTS dilaksanakan di kelas, guru meminta kepada siswa
untuk mempersiapkan diri dan belajar tentang materi yang akan dibahas dalam pembelajaran TSTS. Mempersiapkan diri dengan belajar seperti ini dilakukan
agar siswa mempunyai bekal pengetahuan ketika diskusi dan siswa mengetahui konsep awal materi. Penerapan model pembelajaran TSTS diawali dengan
pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan dalam bentuk LKK yang harus mereka
diskusikan jawabannya. Sebelum siswa berdiskusi dan mengerjakan LKK, guru
23 menyajikan topik-topik penting tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Dengan diskusi kelompok berupa permasalahan dalam bentuk LKK ini siswa berusaha untuk memahami konsep. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang
dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas
sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua
orang yang menerima tamu membagikan informasi pemahaman yang sudah mereka dapat ketika awal diskusi. Dengan memberikan informasi, siswa dapat
lebih memahami konsep lagi, karena ada pengulangan pengetahuan sehingga mereka lebih memahami konsep.
Pada tahap selanjutnya dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu
kepada semua kelompok. Pada saat mereka bertamu mereka memperoleh informasi pemahaman baru dari kelompok lain. Informasi yang diberikan
kelompok lain ada yang bebeda dan ada yang sama, karena pemahaman setiap siswa mungkin berbeda-beda. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya,
mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, mereka yang bertugas bertamu dan menerima tamu mencocokkan serta
membahas hasil kerja yang telah mereka diskusikan. Kegiatan mencocokkan dan membahas hasil kerja dapat menimbulkan konsep-konsep matematis, karena
mereka saling melengkapi informasi. Dengan kegiatan bertukar informasi seperti ini, siswa mempunyai pengalaman langsung untuk menemukan konsep-konsep
matematis dalam materi itu. Pengalaman langsung mengakibatkan siswa lebih mudah memahami konsep-konsep matematis.
24 Pembelajaran TSTS berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran
matematika menggunakan model TSTS menuntut siswa untuk aktif memberikan pendapat ataupun informasi, sehingga siswa mampu mengembangkan konsep
matematis awal yang sudah ada. Sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa pasif menerima informasi dari guru. Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa muncul jika siswa aktif memberikan pendapat ketika pembelajaran, sehingga siswa dapat
berpikir untuk memahami suatu konsep matematis sebagai dasar pengetahuan. E.
Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 25 Bandar Lampung tahun
pelajaran 20132014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
2. Faktor lain yang memengaruhi kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa selain model pembelajaran diabaikan.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
25 2.
Hipotesis Khusus Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran
kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 25 Bandar Lampung semester genap
tahun pelajaran 20132014 yang memiliki kelas VIII sebanyak sembilan kelas dengan satu kelas unggulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas
VIII di SMP Negeri 25 Bandar Lampung dan dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Menurut
Setiawan 2005:3 purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan
sampling yang memiliki karakteristik yang dikehendaki. Sampel penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan pada kelas yang diampu guru yang sama dan
memiliki kemampuan yang sama. Kemampuan siswa yang sama berdasarkan data hasil ujian sekolah semester ganjil yang disajikan pada Tabel 3.1. Dari sembilan
kelas diambil dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIII
H
dan VIII
I
. Kelas VIII
H
sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran TSTS dan kelas VIII
I
sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.