Materi Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan

banyak daripada pengisian ulang alami, mengakibatkan perubahan lahan dan subsidensi serta susupan air asin lebih jauh ke daratan di kota-kota pantai. Di samping berkurangnya ketersediaan air bawah tanah, dikhawatirkan juga pencemar yang terjadi padanya yang datang dari bocoran tangki-tangki tandon, kolam-kolam limbah industri serta injeksi limbah berbahaya ke dalam tanah Mulyanto, 2007: 16. Menurut Surat Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02MENKLHI1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan, dalam pasal 2, air pada sumber air menurut kegunaan peruntukkannya digolongkan menjadi: a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga. c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan perternakan. d. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik negara. Menurut definisi pencemaran air tersebut di atas bila suatu sumber air yang termasuk dalam kategori golongan A, misalnya sebuah sumur penduduk kemudian mengalami pencemaran dalam bentuk rembesan limbah cair dari suatu industri maka kategori sumur tadi bukan golongan A lagi, tapi sudah turun menjadi golongan B karena air tadi sudah tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dengan demikian air sumur tersebut menjadi kurangtidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya Achmad, 2004: 93. 5. Pencemaran Tanah Tanah dibutuhkan tanaman untuk hidupnya dan bagi produksi pertanian. Pencemaran tanah disebabkan oleh menumpuknya senyawa-senyawa kimia yang beracun, garam-garam, organisme pathogen yang membawa penyakit atau bahan-bahan radioaktif yang dapat merugikan kehidupan tanaman dan satwa. Cara-cara pengelolaan tanah yang tidak sehat sangat mengurangi mutu tanah, menyebabkan polusi tanah dan menambah berat erosi. Pengolahan lahan dengan pupuk, fungisida dan pestisida kimia mengganggu proses alami yang terjadi di dalamnya dan menghancurkan organisme- organisme yang bermanfaat seperti bakteri, jamur, cacing, dan lain-lain. Petani-petani padi dan sayur mayur di pulau Jawa banyak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, mengurangi kemampuan tanah untuk diolah dengan baik dan membunuh cacing-cacing tanah dan mikroorganisme lainnya yang berguna menyuburkan tanah, membuatnya steril dan bergantung pada pemupukan. Akibat dari pemupukan yang berlebihan adalah polusi yang terbawa runoff memasuki sungai-sungai dan danau- danau meningkat Mulyanto, 2007: 16-17. Tanah juga sebagai penampungan banyak limbah-limbah dari rembesan penumpukan sampah landfill, kolam lumpur lagoon, dan sumber-sumber lainnya. Dalam beberapa kasus, lahan pertanian dari bahan-bahan organik berbahaya yang dapat mengurai juga merupakan tempat pembuangan yang menyebabkan pencemaran tanah terjadi. Hal ini terjadi karena bahan organik tadi di dalam tanah diuraikan oleh mikroba-mikroba tanah. Selain itu pembuangan kotoran dan pemupukan yang berlebihan dapat menambah pencemaran tanah. Beberapa bahan pencemar senyawa organik terlihat pada humus pada waktu terjadi proses pembentukan humus dalam tanah. Bahan- bahan ini menetap dalam humus sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran pada humus yang akan terbentuk. Pengikatan terjadi terhadap senyawa-senyawa yang mempunyai kemiripan struktur dengan humus, seperti senyawa-senyawa fenol dan anilin Achmad, 2004: 134. 6. Dampak Pencemaran Lingkungan Pencemaran terhadap lingkungan berakibat kurang baik terhadap manusia, tumbuhan, hewan dan tanah. Beberapa bahan pencemar dapat menyebabkan jenis hewan tertentu peka terhadap bahan pencemar tersebut. Penggunaan insektisida yang melebihi dosis menyebabkan berbagai jenis burung pemakan serangga juga mati karena telah memakan serangga yang tercemar insektisida. Di samping itu, penyemprotan insektisida dapat menyebabkan serangga tertentu menjadi kebal resisten. Kondisi demikian apabila dibiarkan terus-menerus akan menimbulkan pencemaran makin meningkat. Beberapa jenis bahan pencemar dapat juga menimbulkan keracunan dan penyakit. Orang yang mengonsumsi sayur, buah, ikan, atau bahan makanan lain yang tercemar dapat mengalami keracunan. Keracunan mengakibatkan kerusakan hati dan ginjal, menimbulkan kanker, bahkan sampai menyebabkan meninggal dunia. Pencemaran udara oleh gas CFC dapat menyebabkan terbentuknya lubang ozon. Akibatnya, terjadilah efek rumah kaca, yaitu peningkatan suhu di permukaan bumi dan mengakibatkan radiasi sinar ultraviolet dari matahari dapat mencapai bumi sehingga menyebabkan kematian beberapa jenis organisme, tumbuhan kerdil, dan menyebabkan kanker kulit atau kanker retina mata Daroji dan Hayati, 2009: 182-183. 7. Usaha Perlindungan Terhadap Lingkungan Banyak ilmuwan berpendapat jika perusahan lingkungan berlanjut pada tingkat sekarang, akan timbul kerusakan yang tak terubah lagi pada siklus ekologi dan keseimbangan alam yang menjadi tumpuan makhluk hidup. Untuk menjaga lingkungan yang sehat yang penting bagi kehidupan, manusia harus menyadari bahwa bumi tidak memiliki sumberdaya tak terbatas. Sumberdaya yang ada haruslah dilestarikan, dan di mana mungkin didaur ulang. Manusia harus membuat strategi untuk meyelaraskan kemajuan lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi. Banyak warga yang menanggulangi atau mengurangi persoalan-persoalan lingkungan, misalnya Inggris telah berhasil membersihkan air sungai-sungai Thames dan lain- lainnya, dan London telah terbebas dari smog yang disebabkan oleh pencemar industri. Jepang mempunyai beberapa standard terkeras di dunia untuk menanggulangi pencemaran air dan udara. Departemen Perdagangan Kanada telah membuat program-program yang terpadu mengenai pencemaran lingkungan Mulyanto, 2007: 19. Untuk menanggulangi pencemaran tanah akibat penumpukkan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui program 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Progam Reduce artinya mengurangi atau mereduksi sampah yang akan terbentuk. Hal ini dapat dilakukan bila ibu-ibu rumah tangga kembali kepola lama yaitu membawa keranjang belanja ke pasar. Dengan demikian jumlah kantong plastik yang dibawa kerumah akan berkurang terreduksi. Selain itu bila setiap orang menggunakan kembali sapu tangan daripada tissue, di samping akan mengurangi sampahnya, dengan tidak menggunakan tissue dapat terjadi penghematan terhadap bahan baku untuk tissue, yang tidak lain adalah kayu dari hutan. Kalau setiap orang melakukan hal tersebut berapa ton sampah yang akan tereduksi per bulan dan berapa ha hutan yang dapat terselamatkan Achmad, 2004: 140.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat danWaktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 1 Bandar Lampung pada semester genap bulan April 2015.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP PGRI 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 20142015. Sampel yang dipilih dari populasi adalah siswa-siswa dari dua kelas pada tiga kelas yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probabilitas yaitu teknik bertujuan atau lebih dikenal dengan purposive sampling yakni karena untuk menentukan seseorang menjadi sampel atau tidak didasarkan pada tujuan tertentu, misalnya dengan pertimbangan profesional yang dimiliki oleh peneliti dalam usahanya memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian Sukardi, 2003: 64. Selanjutnya terpilih sampel dengan cara melihat nilai-nilai ujian sebelumnya yang terendah dari dua kelas yang memiliki nilai sama rendah yakni siswa-siswa pada kelas VII A 34 siswa sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model Guided Discovery Learning dan kelas VII B 34 siswa sebagai kelas kelas eksperimen dengan menggunakan model Guided Inquiry Learning.

C. Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain the randomized pretest-posttest control group design. Terdiri dari dua kelas penelitian, yaitu kelas Guided Discovery Learning dan kelas Guided Inquiry Learning, yang dipilih secara purposive sampling. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan dengan model pembelajaran Guided Discovery Learning, sedangkan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan dengan model pembelajaran Guided Inquiry Learning. Kedua kelas diberi pretest-posttest yang sama dan kemudian hasilnya dibandingkan. Tabel 3. Struktur Desains Penelitian Kelas Pengukuran Awal Perlakuan Pengukuran Akhir I O 1 X 1 O 2 II O 1 X 2 O 2 Keterangan: I = Kelas eksperimen 1; II = Kelas eksperimen 2; O 1 = Pretest; O 2 = Posttest dan observasi afektif siswa; X 1 = Perlakuan model pembelajaran Guided Discovery Learning; X 2 = Perlakuan model pembelajaran Guided Inquiry Learning. dimodifikasi dari Fraenkel and Wellen, 1993: 250.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut sebagai berikut:

1. Tahap Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut: a. Membuat surat izin penelitian pendahuluan observasi ke sekolah. b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti. c. Mengambil dua kelas sebagai sampel secara purposive sampling. d. Mengambil data yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan kelompok. e. Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dan Lembar Kerja Kelompok LKK. f. Pembentukan kelompok untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 dilakukan dengan cara siswa menghitung dari angka 1-6, kemudian setiap siswa yang mendapat angka 1 maka siswa tersebut masuk ke dalam kelompok 1, begitu seterusnya hingga kelompok 6. Setiap kelas eksperimen memiliki masing-masing 6 kelompok dengan kriteria jumlah anggota kelompok 1-4 berjumlah 6 orang dan kelompok 5-6 berjumlah 5 orang. g. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretestposttest berupa soal- soal uraian untuk kelas eksperimen 1 dan 2 yang bertujuan mengukur hasil belajar aspek kognitif siswa. h. Membuat instrumen penilaian afektif siswa yaitu lembar observasi penilaian afektif siswa yang diamati pada proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan pembelajaran di kelas dibagi menjadi dua yaitu model pembelajaran Guided Discovery Learning dan Guided Inquiry Learning. Pada setiap kelas baik kelas dengan model Guided Discovery Learning dan kelas dengan model Guided Inquiry Learning dilakukan pembelajaran selama 2 pertemuan pada materi pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan dengan masing-masing model yang ditetapkan.

a. Kelas Eksperimen 1 Pembelajaran dengan model Guided Discovery

Learning 1 Kegiatan Pendahuluan a. Siswa diberikan pretest sebagai penilaian pengetahuan awalnya dalam bentuk essai tentang pencemaran lingkungan, kerusakan hutan dan dampaknya bagi kehidupan pada pertemuan I. b. Guru menyampaikan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dan tujuan pembelajaran. c. Guru menyampaikan apersepsi kepada siswa :  Pertemuan I : Guru meminta siswa untuk mengamati keadaan lingkungan disekitar tempat duduk dan ruangan kelas mereka. Kemudian guru mengajukan pertanyaan “Bagaimana keadaan lingkungan disekitar tempat duduk dan ruangan kelas kalian ? Adakah kalian temukan sampah disekitar kalian ? Apa yang terjadi bila kalian membuang sampah sembarangan ?”

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E(LC3E)

0 7 59

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL GUIDED INQUIRY (GI) DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 3E (LC3E) PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

0 13 50

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LEARNING DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII SM

0 8 70

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

3 23 60

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung T.P.2014/2015)

2 7 45

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DENGAN GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Siswa Kelas VII SMP PGRI 1 Band

4 59 95

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

3 20 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII MTs Negeri 1 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

11 70 61

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

2 11 13

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

0 0 16